Wednesday, November 30, 2011

Renungan 3011

St. AndreasRasul
Rom 10:9-18
 Mzm 18:2-4
 Mat 4: 18-22



Menjala manusia, siapa takut?


Hari ini, 30 Nopember kita merayakan pesta Santo Andreas, Rasul. Dalam bahasa Yunani Andreas berarti gagah perkasa atau sang pemberani (manly). Sesuai dengan namanya ia tampil sebagai pribadi yang murah hati, siap menolong, terbuka dan entusias. Dia adalah saudara Simon Petrus, dan Yunus dari Betsaida adalah ayah mereka (Mat 16:17). Pada mulanya ia murid Yohanes Pembabtis dan berteman dengan Yohanes orang Betsaida yang nantinya juga menjadi salah seorang Rasul. Mereka berdualah yang pertama berjumpa dengan Yesus ketika diperkenalkan oleh Yohanes Pembabtis sebagai “Anak Domba Allah” (Yoh 1: 36). Tertarik karena mendengar gelar Yesus sebagai “Anak Domba Allah” maka Andreas bersama Yohanes mengikuti Yesus. Yesus bertanya kepada mereka, “Apakah yang kamu cari?” Mereka menjawab, “Rabi, di manakah Engkau tinggal?” Dan Yesus menjawab mereka, “Marilah dan kamu akan melihatnya. Mereka pun pergi, melihat dan tinggal bersamaNya” (Yoh 1: 38-39). Ternyata mereka berdua bukan hanya tinggal dan nyaman bersama Yesus. Andreas pergi dan bertemu dengan saudaranya Simon Petrus. Ia mengakui imannya di depan saudaranya: “Kami telah menemukan Mesias, Kristus. Dan Andreas membawa saudaranya kepada Yesus” (Yoh 1:41-42).

Dari segi urutan nama-nama yang dipanggil Yesus, Andreas selalu menempati urutan ke empat setelah: Petrus, Yakobus dan Yohanes (Mark 3:18; Mat 10:2; Luk 6:14 dan Kis 1:13). Meskipun namanya berarti pemberani namun Andreas adalah Rasul yang lebih diam dan tenang dibandingkan dengan saudaranya Petrus. Dia memiliki gaya tersendiri dalam mengikuti Yesus. Misalnya, Dia adalah rasul yang bertanya secara pribadi kepada Yesus tentang hancurnya Bait Allah dan akhir zaman (Mark 13:3-4). Ketika Yesus menggandakan roti dan ikan, Andreaslah yang berbicara kepada Yesus bahwa ada seorang anak yang mempunyai lima roti jelai dan dua ekor ikan (Yoh 6:9). Ketika orang-orang Yunani mau bertemu dengan Yesus, di sana Philipus dan Andreas hadir (Yoh 12:20-22). Setelah Yesus wafat, Andreas mewartakan Injil di Rusia dan Yunani. Di Patras, Ia di salibkan dengan salib berbentuk X .

Mengenang Santu Andreas membuat kita belajar banyak dari kehidupannya: Pertama, Keberaniannya sebagai misionaris sejati untuk memperkenalkan Yesus, mulai dari ajakannya kepada Petrus saudaranya sampai orang-orang kafir. Apakah kita juga menyerupai Andreas dengan mewartakan Injil dan kasih Tuhan di dalam keluarga? Kedua, kepekaan dalam hidup bersama dengan para rasul sebagaimana dicontohkan dalam mujizat penggandaan roti. Apakah kita peka terhadap kebutuhan sesama atau kita mati rasa dan tertutup untuk diri kita sendiri? Ketiga, Kesetiaan bersama Yesus selamanya sampai menjadi martir. Apa pun panggilan kita, kita harus menunjukkan kesetian kepada Tuhan yang telah memanggil. Ketiga hal ini sebenarnya meringkas apa yang diungkapkan dalam Injil: “penjala manusia”.

Apa itu penjala manusia? Santo Yohanes Krisostomus mengatakan: penjala manusia berarti setiap orang yang dibabtis memiliki panggilan untuk membawa manusia kepada Kristus, mulai dari dalam keluarga sampai yang berada di luar keluarga. Kehidupan St. Andreas menginspirasikan kehidupan kita supaya setia sebagai Murid Kristus selamanya.

Santo Andreas, doakanlah kami.

PJSDB

Tuesday, November 29, 2011

Renungan 29 Nopember 2011


Yes 11:1-9
Mzm 72, 1-2.7-8.12-13.17
Luk 10, 21-24

Rendah hati dan bersyukurlah!


Segera setelah ke-72 murid kembali dari perutusan mereka dari desa-desa yang akan dikunjungi Yesus (Luk, 10:17-20), dan sambil mendengar sharing pengalaman ber-misi, Yesus dengan kepenuhan Roh Kudus menunjukkan sukacitaNya dengan bersyukur dan bahagia kepada Bapa di Surga: “Aku bersyukur kepadaMu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang-orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil”.

Siapakah orang kecil itu?

Orang-orang kecil (kaum anawim) adalah kaum miskin yang terbuka pada semua rencana Tuhan. Orang-orang kecil ini tidak memiliki apa-apa. Mereka menggantungkan seluruh harapan mereka hanya kepada Tuhan (Providentia Divina). Tuhan adalah harta mereka yang paling bernilai. Hal ini berbeda dengan orang-orang bijak dan pandai. Mereka mengandalkan pikiran mereka dan tidak mau percaya siapa-siapa termasuk Tuhan sendiri. Para murid Yesus diharapkan memiliki spirit orang kecil sehingga mereka dapat ikut serta dalam kehidupan bersama Tuhan.

Di samping syukur yang disampaikan Yesus kepada Bapa, satu aspek lain yang penting adalah persekutuan yang mesra antara Allah Bapa dan Putera (Yesus) dalam Roh Kudus: “Semua telah diserahkan kepadaKu oleh BapaKu...” Dengan persekutuan yang mesra ini, para murid Yesus juga diajak untuk mengikuti dan menghayati pengalaman iman ini yakni selalu berusaha untuk bersatu dengan Tuhan hari demi hari. Memang hanya orang kecil yang memiliki hati yang murni sehingga dapat melihat Tuhan (Mat 5:8). Kaum anawim inilah yang terbuka pada Allah dan memahami serta menerima KerajaanNya.

Selalu bersyukur adalah dorongan dan karya Roh Kudus bagi setiap pribadi untuk bersyukur kepada Bapa surgawi dalam Yesus. Anak-anak Allah yang bersyukur juga dapat membentuk pribadi-pribadi yang dapat membawa damai kepada sesama (Mat 5:9). Nabi Yesaya menggambarkan bahwa dengan karya Roh Kudus maka ada keharmonisan di dalam alam baik tumbuh-tumbuhan maupun hewan-hewan dan manusia. Keharmonisan ini mendorong manusia untuk tetap berseru dengan penuh keyakinan: “Datanglah Tuhan, Raja keadilan dan damai”.

Marana-tha.

PJSDB

Monday, November 28, 2011

Renungan 28 Nopember 2011

Yes 2:1-5 (atau Yes 4:2-6)
Mzm 122: 1-2.4.6-9
Mat 8:5-11



Aku datang untuk menyembuhkan!



Pada suatu kesempatan, saya diundang ke sebuah rumah sakit untuk mendoakan seorang saudara yang beragama Kristen. Dia mengalami operasi besar dan saudara-saudaranya yang beragama katolik menghendaki untuk didoakan secara katolik. Saya melihat dia terbaring lemah seolah-olah tanpa harapan. Wajahnya kelihatan takut dan cemas. Dan saya bertanya kepadanya, apakah ia tetap percaya pada Yesus. Dan ia menjawab, saya percaya. Kemudian saya mengatakan, apakah anda mau saya doakan secara katolik? Dia setuju dan saya memerciki dengan air berkat dan mendoakannya. Sambil saudara-saudaranya tak henti-henti mendoakan doa Salam Maria. Setelah didoakan, ia lalu dioperasi selama enam jam dan Tuhan berhasil memulihkannya. Mujizat terjadi. Dia menjadi sembuh total.

Bacaan-bacaan pada hari ini mengingatkan kita pada kekuatan Sabda dan iman untuk menanggapi Sabda. Seorang perwira Romawi tanpa malu-malu datang kepada Yesus seraya meminta Yesus untuk menyembuhkann hambanya. Perlu diingat bahwa negeri Palestina pada saat itu masih dikuasai oleh Kerajaan Romawi sehingga boleh dikatakan bahwa perwira ini adalah “musuh” karena mereka penjajah. Perwira Romawi ini juga dianggap kafir atau orang asing. Tetapi sikap iman dari perwira ini luar biasa. Ia berani datang dan memohon bantuan pada Yesus. Perwira ini mengetahui semua kelemahannya: “Saya tidak pantas tuan datang ke rumah saya, tetapi katakanlah sepata kata saja maka hambaku yang lumpuh akan sembuh. Saya hanya seorang bawahan dan di bawahku juga ada prajurit yang harus taat pada perkataanku” Yesus melihat dan memuji iman perwira ini, dia seorang asing yang percaya kepadaNya!

Hal lain yang muncul dari Sabda Tuhan adalah keselamatan yang ditawarkan Tuhan itu sifatnya universal. Tuhan tidak hanya menyelamatkan satu kelompok khusus tetapi semua orang dipanggil kepada keselamatan. Segala bangsa, dari Timur dan Barat akan datang kepada Tuhan. Maka masa adventus menjadi masa yang memberi kita harapan atau optimisme bahwa keselamatan juga merupakan bagian dari kehidupan kita.

Masa adventus mengundang kita untuk percaya pada Tuhan. Ia akan melakukan segalanya untuk kita melalui SabdaNya. Pada jarak yang jauh pun Sabda tetap memiliki kekuatan yang luar biasa. Apa yang harus kita lakukan? Kita belajar dari perwira Romawi ini. Perwira Romawi ini memberi kepada kita sikap-sikap yang tepat untuk menanti kedatangan Tuhan: percaya pada Yesus bahwa Ia sanggup melakukan karya-karya yang luar biasa di dalam hidup kita. Terbuka kepadaNya, akrab dengan SabdaNya di dalam Kitab Suci, berdoa tanpa henti, mengetahui kelemahan diri dan mau bertobat. Sungguh, Dia datang untuk menyembuhkan kita!

Marana-tha!

PJSDB

Sunday, November 27, 2011

Homili Minggu I adventus/B 27 Nopember 2011

Bacaan I: Yes 63: 16b-17; 64: 1.4b-8
Mazmur: 80: 2ac.3b.15-16.18-19, Ul:4
Bacaan II: 1Kor 1:3-9
Injil: Mark 13:33-37



Harapan dan Kerendahan Hati.



Minggu pertama Adven. Hari pertama dalam dalam tahun baru liturgi Gereja Katolik. Apa itu masa adven? Dalam pemahaman kristiani adven memiliki beberapa arti:

Pertama, Kristus yang dahulu kala dinantikan. Dalam Kitab Perjanjian Lama, terdapat rencana panjang untuk mempersiapkan keselamatan manusia dalam diri Yesus Kristus. Ia dinantikan dengan penuh kerinduan. Dialah yang dinantikan untuk “mewartakan Kabar baik kepada orang-orang miskin, memberitakan pembebasan bagi orang-orang tawanan, penglihatan bagi orang-orang buta, dan untuk membebaskan orang-orang yang tertindas. (Yes 61:1-2).

Kedua, Kristus telah datang dalam waktu dan tempat. Ketika tiba saatnya, Allah mengutus PuteraNya Yesus Kristus dalam sejarah: “Dalam tahun kelima belas dari pemerintahan Kaisar Tiberius” (Luk 3:1), di Bethlehem: “Sabda menjadi manusia dan tinggal di antara kita” (Yoh 1:14). “Sebab Kristus adalah “ya” bagi semua janji Allah.” (2 Kor 1:20).

Ketiga, Kristus datang dalam iman. Kedatangannya dalam iman dan secara rohani dalam Gereja terutama dalam perayaan Ekaristi. Setiap umat yang mengalami kehadiranNya dalam Ekaristi meneruskannya dalam membangun Kerajaan Allah di dunia. Ini adalah misi Gereja di dunia: menghhadirkan Kerajaan Allah, menumbuhkannya dalam aneka pelayanan kasih. 

Keempat, Kristus akan datang kembali. Kita percaya bahwa pada akhir zaman Ia akan datang kembali untuk mengadili orang yang hidup dan mati. Ia akan menyerahkan Kerajaan Allah kepada Bapa. Ada langit dan bumi yang baru.

Bacaan-bacaan pada pekan pertama Adven menekankan aspek- aspek yang penting bagi kita dalam menanti kedatangan Tuhan yakni harapan dan kerendahan hati. Nabi Yesaya menggunakan gambaran tanah liat dan tukang periuk: "Kami ini tanah liat dan Engkaulah yang membentuk kami, dan kami semua adalah buatan tanganMu”. Tanah liat itu menjadi lembut dan lunak ketika dicampur dengan air. Ketika berada di tangan seorang tukang periuk, ia dapat membuat sebuah periuk tanah liat yang indah. Demikianlah kalau kita percaya pada Allah dan taat kepada perintah-Nya maka Dia akan mengubah kehidupan kita menjadi suatu karya seni yang indah buatan tanganNya.

Mazmur antar bacaan menggunakan gambaran yang berbeda yakni tentang pohon anggur: "Allah semesta alam, kembalilah, pandanglah dari langit dan lihatlah! Tengoklah pohon anggur ini, lindungilah batang yang ditanam tangan kananMu.” Pohon anggur melambangkan harapan. Apabila pohon anggurnya baik akan menghasilkan buah anggur yang baik dan berlimpah saat panen. Pohon anggur juga melambangkan kebajikan kerendahan hati. Phon anggur merupakan tanaman yang relatif lemah maka butuh perhatian ekstra dan perawatan yang baik sehingga menghasilkan tanaman anggur yang baik. Phon anggur harus dipangkas kembali setiap tahun, dipupuk, disokong dengan kayu, dilindungi dari hewan oleh pagar hidup, dan dijaga dari bahaya banjir dan hujan deras. Jika tidak diperhatikan maka akan menghasilkan buah anggur yang rusak. Dengan demikian, masing-masing kita juga dipanggil untuk melakukan sesuatu yang indah bagi Tuhan, sesuatu yang tidak dapat dilakukan oleh orang lain. Ini adalah misi atau perutusan kita: selalu berbuat baik kepada semua orang.

Tentu saja kita tidak dapat melakukan kebajikan harapan dan kerendahan hati ini sendirian. Kita membutuhkan Tuhan untuk mendampingi kita. Menerima sakramen-sakramen di dalam Gereja adalah tanda bahwa kita membutuhkan Tuhan untuk menyelamatkan kita. St Paulus dalam bacaan kedua menulis: “Dia [Allah] akan meneguhkan kamu sampai pada kesudahannya. Allah kita setia...” Kata-kata Paulus ini mendorong kita untuk bergantung sepenuhnya pada kasih karunia Allah. Allah adalah segalahnya bagi kita.

Dalam bacaan Injil, Yesus mendorong kita untuk selalu melihat ke depan, menyongsong kedatangannya yang kedua kalinya. Ini adalah harapan untuk menantikanNya dengan penuh kerinduan. Tapi Dia juga mengingatkan kita (dan Dia melakukannya penuh semangat!): "Hati-hatilah dan berjaga-jagalah!". Ini adalah tanda kerendahan kita di hadapanNya. Sama seperti hamba yang baik, kita harus hidup dengan setia. Hal ini nampak dalam tanggungjawab kita sebagai pengikut Kristus. Usaha untuk bertobat terus menerus dan melakukan perbuatan amal kasih juga merupakan tanda harapan dan kerendahan hati kita kepada Tuhan. 

Marilah dengan penuh harapan dan rendah hati menanti kedatangan Tuhan. Marana-tha..Vieni Signore Gesu'! Datanglah ya Tuhan Yesus. Amen.

PJSDB

Saturday, November 26, 2011

Renungan 26 Nopember 2011

Dan 7: 15-27
Mzm Dan 3:82.83.84.85.86.87
Luk 21:34-36


Berjaga-jaga dan berdoalah!


Anjuran Yesus untuk berjaga-jaga dalam Injil Lukas merupakan bagian kesimpulan dari diskursus eskatologisnya (tentang akhir zaman).

Berjaga-jaga memiliki dua makna: Pertama,Para pengikut Kristus hendaknya menanti kedatangan Yesus dengan penuh kerinduan. Ini seperti anamnesis dalam ekaristi mingguan: “kedatanganNya kita rindukan”. Menantikan kedatangan Yesus dengan segala kemuliaanNya ini ditandai dengan sikap bathin menjaga diri dari kenikmatan dunia sebagaimana dikatakan Yesus sendiri: “Jagalah dirimu, jangan sampai hatimu sarat dengan pesta pora dan kemabukan serta kepentingan-kepentingan duniawi dan jangan sampai hari Tuhan tiba-tiba datang jatuh ke atas dirimu seperti jerat”. Pesta pora dan kemabukan dapat disingkat dengan satu kata kunci: sensualitas (sensuality). Sensualitas membuat orang lupa diri dan tetap mau menikmati hal-hal yang fana padahal hidup ini sifatnya sementara saja.

Kedua, Para pengikut Kristus berdoa. Doa membuat setiap pribadi mampu memiliki hubungan yang akrab dengan Tuhan. Bagi Santu Lukas, Doa merupakan saat orang dikuatkan untuk bertahan dalam segala situasi hidupnya sehingga layak menanti kedatangan Anak Manusia. Yesus berkata: “Berjaga-jagalah senantiasa sambil berdoa agar kalian mendapat kekuatan untuk luput dari semua yang akan terjadi, dan agar kalian bertahan di hadapan Anak Manusia”

Anak manusia adalah terjemahan dari kata bahas Yunani: huios tou anthropou yang kiranya sepadan dengan kata bahasa Yahudi: ben adam atau ben enosh. Dalam dunia Perjanjian Lama kata ini merujuk pada umat manusia secara umum. Ketika Tuhan memanggil Yehezkiel: “Anak manusia berdirilah! Saya hendak berbicara denganmu” (Yeh 2:1). Anak Manusia dalam bahasa Aram bar anash menurut visi Daniel: "Aku terus melihat dalam penglihatan malam itu, tampak datang dengan awan-awan dari langit seorang seperti anak manusia; datanglah Ia kepada Yang Lanjut Usianya itu, dan Ia dibawa ke hadapanNya. Lalu diberikan kepadanya dan kemuliaan dan kekuasaan sebagai raja, maka orang-orang dari segala bangsa, suku bangsa dan bahasa mengabdi kepadanya" (Dan 7: 13-14).

Anak manusia adalah gelar yang Yesus berikan untuk diriNya sendiri. Ia menggunakannya dalam konteks yang berbeda terutama ketika Dia berbicara tentang kondisi manusia seprti ketika ia berbicara tentang Anak manusia tidak memiliki tempat untuk meletakkan kepala (Mat 8:20), ketika Ia berbicara tentang kuasa mengampuni dosa (Mark 2:10), ketika melukiskan tentang tugas misinya sebagai Mesias yang mencari dan menyelamatkan yang tersesat (Luk 19:10), ketika berbicara tentang sengsara dan wafatNya (Mark 9:31) dan juga perikop kita ini tentang akhir zaman.

Sikap yang perlu dibangun untuk menjawabi anjuran Tuhan dalam berjaga-jaga adalah sikap lepas bebas. Dalam arti satu sikap yang membuat kita tidak terikat dengan segala sesuatu di atas dunia ini. Semua kenikmatan ini akan berlalu maka janganlah hati kita terikat padanya. Barang-barang bisa rusak, manusia menjadi tua dan meninggal dunia tetapi kasih Allah itu kekal adanya. Atau spirit bacaan pertama: segala kekuasaan dan kemuliaan serta keagungan adalah milik Allah dan akan kembali kepada Allah dan semua orang kudus yang bersatu denganNya.

Hari ini hari terakhir dalam tahun liturgi dan dengan diinspirasikan oleh Sabda Tuhan, sekali lagi kita berseru bersama: “Pujilah dan luhurkanlah Dia selama-lamanya!”

PJSDB


Friday, November 25, 2011

Renungan 25 Nopember 2011

Dan 7: 2-14
Mzm Dan 3: 75.76.77.78.79.80.81
Luk 21: 29-33

SabdaKu takkan berlalu!

Bagi orang-orang Israel, waktu tidak hanya diukur dengan berlalunya hari, bulan dan tahun. Di daerah yang masyarakatnya bercocok tanam, waktu dapat dihitung dengan adanya perubahan musim. Beralihnya musim tanam hingga musim panen misalnya disebut pergantian waktu dalam musim. Dengan pengalaman seperti ini, Yesus memberi contoh-contoh praktis supaya para muridNya dapat mengerti tanda-tanda zaman menyangkut kedatangan Kerajaan Allah. Yesus berkata, “Perhatikanlah pohon ara atau pohon apa saja. Kalau pohon itu bertunas maka dengan sendirinya kalian tahu musim panas tiba.” Pohon ara dalam dunia Perjanjian Lama identik dengan pohon yang memberi berkat tertentu. Tetapi kali ini Yesus berbicara tentang pohon ara dan pohon-pohon lain. Salah satu pohon lain yang terkenal di palestina yaitu badam yang bertumbuh liar dan memiliki buah yang lezat. Pohon ini biasanya berbunga pada bulan Pebruari sehingga disebut saqed yang berarti “memandang”. Bunganya selalu indah berwarna putih dan pink. Orang Yahudi menamakannya “tappuah” (Yer 1:11).

Pohon adalah bahasa simbolis yang dipakai Yesus untuk mengatakan tentang hadirnya Kerajaan Allah. Dari benih mati yang jatuh  ke tanah dan dapat hidup dan bertumbuh, dari kematian manusia beralih kepada kebangkitan badan. Sama dengan pengalaman Yesus: untuk menebus dosa manusia Dia harus menderita, wafat dan bangkit. Jadi terjadi perubahan dari kematian kepada kehidupan atau sama saja dengan perubahan dunia dari dunia lama menjadi baru. Sebelumnya Yesus sudah berbicara tentang fenomena alam yang chaos, mencemaskan manusia dan juga semua penganiayaan yang dialami para murid. Maka dengan perumpamaan tentang pohon-pohon ini kiranya membuat para murid lebih percaya lagi pada penebusan yang akan mereka alami dan Kerajaan Allah yang di wartakan dan tidak lain Yesus sendiri sebagai perwujudan Kerajaan Allah. Itu sebabnya Yesus berkata, “Jika kalian melihat hal-hal itu terjadi, ketahuilah bahwa Kerajaan Allah sudah dekat.” Sekali lagi Kerajaan Allah adalah diri Yesus sendiri yang akan menggenapi segalanya.

Alam memberikan tanda-tanda kehidupan atau tanda zaman yang dapat membuka wawasan kita untuk mengerti tentang karya Yesus dan Kerajaan Allah. Langit dan bumi sebagai ciptaan Tuhan akan berlalu tetapi Sabda Tuhan tetap kekal. Sabda tidak akan berlalu. Sabda yang dari awal memiliki daya cipta yang luar biasa: Tuhan bersabda maka jadilah segala ciptaan! Sabda itu adalah pribadi Yesus sendiri (logos). Dia yang datang dalam kemuliaan dan kemegahan sebagaimana muncul dalam penglihatan Daniel: “Anak Manusia diserahkan kekuasaan, kehormatan dan kuasa sebagai Raja.  Segala bangsa dan suku akan mengabdi kepadaNya. KekuasaanNya kekal, kerajaanNya takkan binasa.”

Dalam pandangan kita, Anak Manusia adalah Yesus sendiri.Dia yang menyamakan diriNya sebagai Anak Manusia.Dia jugalah yang membuat segala sesuatu baru dalam hidup kita. Maka bersama Daniel kita juga berani berkata: “Pujilah dan luhurkanlah Dia selamanya”. Amen

PJSDB

Thursday, November 24, 2011

Renungan 24 Nopember 2011

St Andreas Dung Lac, dkk

Dan 6:12-28
Mzm Dan 3: 68.69.70.71.72.73.74
 Luk 21:20-28

Parousia
Parousia dalam bahasa Yunani berarti “kehadiran” atau “kedatangan”. Kata ini digunakan dalam dunia helenistik dan romawi untuk menggambarkan sebuah kunjungan seremonial dari seorang wali kota atau penampakan seorang dewa untuk membantu masyarakat. Dalam dunia Perjanjian Baru istilah parousia merupakan istilah teknis untuk memahami makna kedatangan Yesus yang kedua kalinya pada akhir zaman. Sesuai credo dikatakan bahwa Yesus akan datang untuk mengadili oeang yang hidup dan mati.
Bacaan Injil hari ini melukiskan bagaimana Yesus berbicara tentang parousia dengan Kota Yerusalem sebagai contohnya. Kota suci ini akan dikepung oleh tentara untuk mengawali kehancurannya. Kehancuran dimulai dari Yerusalem, menyebar ke daerah-daerah lain di Yudea dan daerah pedusunan lainnya. Di samping daerah-daerah yang disebutkan, Yesus juga berbicara tentang manusia dengan segala penderitaannya: "celakalah ibu-ibu hamil dan menyusui." Situasi chaos akan menguasai Yerusalem. Umat manusia pun akan dikagetkan dengan situasi alam yang menakutkan. Dan saat itulah mereka akan melihat Anak Manusia datang dalam kemuliaanNya. Maka keselamatan sudah dekat, orang-orang percaya bangkit dan mengangkat kepalanya.

Perikop Injil ini menggambarkan bagaimana Yesus menyadarkan para muridNya akan adanya penganiayaan fisik dan bathin yang akan mereka alami sebagai muridNya. Fenomena alam seperti Kota Yerusalem akan hancur, matahari, bulan dan bintang akan menggelisahkan. Derunya ombak dan gelopmbang laut yang menakutkan. Semua fenomena alam ini menakutkan. Maka di sini diperlukan iman yang kuat.

Pengalaman Daniel dalam bacaan pertama membantu kita untuk berjuang dengan tenang mengatasi segala kesulitan hidup dengan iman. Iman harus kuat karena tantangan untuk pertumbuhan iman sangatlah besar. Belajar dari Daniel di dalam kandang singa, Ia dapat bertahan hidup karena Tuhan menyertainya. Raja Darius yang tidak percaya saja akhirnya meminta seluruh rakyatnyaTuhan juga tidak akan meninggalkan orang yang setia kepadaNya. Bagaimana dengan kita pada saat mengalami kesulitan?
Doa: Tuhan terima kasih atas penyertaanMu di saat aku mengalami kesulitan hidup.
PJSDB

Wednesday, November 23, 2011

Renungan 23 Nopember 2011


Dan 5:1-6.13-14.16-17.23-28
Mzm Dan 3:62.63.64.65.66.67
Luk 21:12-19



Kalau kalian tetap bertahan, kalian akan memperoleh hidupmu



Seorang sahabat pernah berkata kepadaku, “Menjadi pengikut Kristus ternyata tidak gampang. Banyak kesulitannya daripada kebahagiaan. Harus memikul salib, harus berani menjadi martir. Peraturan atau hukum gereja juga ribet.” Masih banyak yang ia sampaikan tetapi pada akhirnya ia menghibur diri dengan mengatakan, “Semua pengalaman pahit ini saya rasakan sebagai sebuah panggilan dari Tuhan.”

Pengalaman sederhana ini bukan hanya dialami oleh sahabat saya tetapi hampir semua pengikut Kristus merasakan pengalaman yang sama. Santu Paulus merasa bersukacita ketika dia harus menderita untuk Kristus. Ia berkata, “Sekarang aku bersukacita bahwa aku boleh menderita karena kamu, dan menggenapkan dalam dagingku apa yang kurang pada penderitaan Kristus, untuk tubuhNya,yaitu jemaat” (Kol 1:24). Maka tepat apa yang dikatakan oleh sahabatku ini: “Semua pengalaman pahit adalah panggilan untuk dihayati sebagai pengikut Kristus.”

Setelah Yesus memperhatikan ungkapan kekaguman banyak orang karena kemegahan Bait Allah maka Ia berkata kepada para muridNya untuk mempersiapkan diri menghadapi tanda-tanda zaman sebagai pengikutNya. Bahwa para muridNya harus setia dalam iman ketika mengalami hambatan dan tantangan hidup. Ia berkata, “Akan datang harinya kalian ditangkap dan dianiaya. Karena namaKu kamu akan diserahkan ke rumah-rumah ibadat, di masukan ke dalam penjara, dan dihadapkan kepada raja-raja dan para penguasa.” Para murid juga diharapkan memberi kesaksian yang benar tentang kasih Allah di saat mereka mengalami penderitaan: “Aku sendirilah yang akan memberi kata-kata hikmat, sehingga kalian tidak dapat ditentang dan dibantah oleh lawan-lawanmu.” Para murid juga dapat mengalami pengalaman Yesus yakni dikejar dan dihina tetapi Ia bertahan sampai tuntas. Pengalaman ini dialami dengan orang-orang yang dekat: kaum keluarga misalnya. Tetapi ia berjanji dan menasihati: “Tidak sehelai rambutmu akan hilang. Bertahanlah!” Yesus adalah andalan utama: Dia bukan hanya memberi teladan tetapi akan menyertai para muridNya selamanya.

Untuk dapat bertahan dalam segala penderitaan maka perlu iman yang kuat untuk merasakan kehadiran Yesus sehingga berani bersaksi. Daniel sang penafsir mimpi menujukkan teladan iman yang kuat di hadapan raja Belsyazar. Ia tidak menjadi murtad. Dia bahkan menolak harta, kekuasaan dan jabatan. Tiga hal yang sebetulnya merupakan godaan yang besar bagi setiap manusia. Orang dapat menjadi murtad karena harta, kekuasaan dan jabatan.

Hari ini Sabda Tuhan mengarahkan kita untuk setia  dalam iman sekalipun banyak penderitaan yang kita alami.

Doa kita: “Tuhan kuatkanlah kami supaya kami dapat bertahan dalam iman”.

PJSDB

Tuesday, November 22, 2011

Renungan 22 Nopember 2011


St. Sesilia
Dan 2:31-45
Mzm/Daniel 3: 57.58.59.60.61
Luk 21:5-11


Tanda-tanda zaman

Banyak orang yang mudah jatuh cinta dengan orang atau suatu barang tertentu. Seorang anak misalnya,  merengek meminta dibelikan boneka. Ibunya berusaha meyakinkan bahwa boneka plastik itu mudah pecah dan terbakar. Tetapi anak itu akan mengatakan entah mudah pecah atau terbakar, yang penting bonekanya bagus dan lucu! Saya memerlukannya. Seorang ibu rumah tangga suka mengikuti gaya hidup dengan gadget yang macam-macam. Ketika ditanya manfaatnya, ia menjawab untuk bisa nelpon dan sms. Begitulah berbagai pengalaman hidup yang berawal dari sikap: mudah terpesona dan jatuh cinta pada barang yang fana.

Para murid Yesus mengagumi bangunan bait Allah yang indah. Bangunan bait Allah yang dibangun sekitar tahun 515 SM dan diperbaharui oleh Herodes Agung pada tahun 20SM ini memang nampak indah dan mempesona bukan hanya bagi orang-orang Israel di Palestina tetapi tersebar di seluruh kerajaan Romawi. Sebagai bangunan bercorak Helenistis, Bait Allah memiliki batu-batunya yang bagus dan indah juga persembahan-persembahan yang membuat Bait Allah memiliki daya tarik tersendiri. Para murid akhirnya kandas dalam keterkaguman mereka ketika Yesus berkata, “Akan tiba harinya segala yang kalian lihat disitu diruntuhkan dan tidak ada satu batu pun dibiarkan terletak di atas batu yang lain”. Apa yang dikatakan Yesus ini menjadi kenyataan di mana pada tahun 70 orang-orang Romawi menghancurkan Bait Allah di Jerusalem. Ya segala sesuatu yang ada di atas dunia itu fana. Bangunan akan hancur, semua harta kekayaan akan hilang, manusia akan meninggal dunia maka yang terpenting dari semuanya ini adalah iman yang kuat kepada Tuhan.

Di samping mengatakan tentang hancurnya Bait Allah yang dikagumi karena kemegahan dan keindahannya, Yesus juga mengutarakan tanda-tanda zaman sehingga membuat murid-muridNya dapat siap atau waspada. Akan ada nabi-nabi palsu yang mengakui dirinya Mesias tetapi Yesus mengatakan, “Jangan ikuti mereka”. Ada perang dan pemberontakan, bangsa melawan bangsa dan kerajaan melawan kerajaan. Ada fenomena-fenomena alam seperti gempa bumi dan tsunami dan aneka penyakit. Semua ini tentu menakutkan. Yesus sendiri mengakui sebagai hal yang mendahului segala sesuatu tetapi tidak berarti kesudahannya akan datang segera. Sekali lagi kekuatan iman diperlukan oleh setiap pribadi.

Iman yang kuat kepada Yesus yang akan datang untuk mengadili orang yang hidup dan mati. Iman itu juga akan membuat orang bertahan dalam segala situasi hidupnya bahkan menghadapi akhir zaman dengan berbagai tanda-tanda zaman yang ada. Kisah Daniel dan teman-temannya dalam bacaan pertama membantu kita untuk beriman dengan kuat dalam situasi hidup yang kadang kurang menguntungkan. Mereka tetap melayani raja Nebukhadnesar yang dianggap tidak percaya pada Jahve. Apakah dengan melayani raja, mereka menjadi murtad? Mereka justru merasa dikuatkan oleh Jahve dan supaya mereka percaya kepadaNya. Sama seperti mereka, pengalaman keseharian kita misalnya adanya diskriminasi dalam pekerjaan dan kebebasan beragama adalah contoh tantangan yang seharusnya membuat kita semakin berani untuk melayani dan berjuang sebagai murid Kristus. Apakah kita harus takut dengan tanda-tanda zaman yang menakutkan?

Santa Sesilia, doakanlah kami.

PJSDB

Monday, November 21, 2011

Renungan 21 Nopember 2011

Bunda Maria dipersembahkan
Dan 1:1-6.8-20
Mzm/Dan 3: 52.53.54.55.56
Luk 21: 1-4

Berikanlah segalanya untuk Tuhan

Tuhan Yesus mengingatkan para muridNya untuk tidak mengikuti kebiasaan orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat yang sering menyombongkan diri mereka dengan menerima salam di pasar, berpakaian yang khusus supaya dikenal orang, atau duduk di tempat-tempat terhormat (Luk 20: 46-47). Untuk memperjelas pengajaranNya ini, Yesus mengambil contoh seorang janda miskin yang ikut memberi persembahan sesuai intensinya di dalam Bait Suci.
 Di dalam lingkungan yang berbudaya patriarkal, para janda patut dibantu dengan santunan tertentu karena mereka dianggap kehilangan yang paling berharga yakni suami. Dengan demikian dia memiliki ketergantungan pada sesama dan sesama memiliki tanggungjawab untuk memeliharanya. Para janda dan anak-anak yatim piatu menurut Taurat patut diperhatikan dengan baik (Kel 22:22;Ul 14:29).
Ketika mengamati semua orang yang mempersembahkan persembahan di dalam Bait Suci, Yesus melihat semua orang kaya mengisi 13 kotak persembahan di dalam Bait Suci dengan bangga sambil memperlihatkan berapa banyak uang yang mereka persembahkan. Sementara janda miskin ini mempersembahkan dua peser yaitu duit yang nilainya sama dengan membeli satu porsi makan. Dia hanya punya dua peser, tak ada lagi uang yang lain. MakaYesus mengatakan bahwa janda ini memberi seluruh yang dimilikinya. Logikanya: setelah ini dia akan makan apa? Sebetulnya janda ini tahu bahwa kalau dia memberikan semua uang yang dimilikinya maka nantinya dia juga akan menerima santunan dari orang lain.

Fokus dari pengajaran Yesus bukan semata-mata terletak pada sikap janda miskin  yang memberi segalanya. Apa yang dilakukan janda itu adalah aturan dalam agama sebagai orang Yahudi dan harus dipatuhi. Yesus justru lebih menekankan pada iman dan harapan sang janda itu pada Tuhan. Janda itu memberi seluruh nafkahnya karena dia percaya Tuhan pasti akan membantu. Dengan demikian janda mengharapkan berkat baru atau penyelenggaraan ilahi dari Tuhan melalui para petugas Bait Suci. Dia memberi segalanya karena dia punya harapan bahwa Tuhan akan mencukupkan kebutuhannya. Pada saat yang sama, Yesus juga meneguhkan para rasulNya yang telah meninggalkan segalanya untuk mengikutiNya. Sikap lepas bebas ini membuat mereka menaruh harapan pada penyelenggaraan ilahi. Hidup mereka seluruhnya dicukupkan oleh Tuhan.
SabdaTuhan hari ini mengingatkan kita untuk bersikap sebagai seorang anawim yang berharap pada Tuhan. Jaminan hidup kita tidak tergantung pada kekayaan, kuasa dan prestasi. Apabila kita mau memberi sesuatu jangan menunggu sampai berkelimpahan, tetapi berikanlah apa yang kita miliki sekarang dan Tuhan akan mencukupkannya. Janda itu memberi seluruh yang ia miliki, para rasul memberi segalanya untuk Tuhan dan mengikutiNya setiap hari. Dan bagaimana dengan kita? Kita perlu menunjukkan kesetiaan kita sebagai anak-anak Tuhan seperti yang dilakukan oleh Daniel, Hananya, Misael dan Azarya. Kesetiaan dalam iman membuat kita mampu berbagi dengan Tuhan dan sesama. 
Di samping keempat orang di atas, Bunda Maria dan para Rasul juga menjadi model pribadi yang memberi dirinya sampai tuntas untuk Tuhan. Mereka tak pernah kekurangan dalam hidup. Apakah kita juga dapat menyerupai Bunda Maria dan para Rasul?
Doa: Tuhan kuatkanlah kami, semoga kami mampu mempersembahkan diri kami kepadaMu. Amen. 
PJSDB

Sunday, November 20, 2011

Homili Hari Raya Tuhan Yesus Raja Semesta Alam

Yehezkiel 34:11-12.15-17
Mzm 24:1-2.2-3.5-6
1Kor 15:20-26.28
Mat 25:31-46


Dia akan mengadili kita berdasarkan perbuatan kasih

Raja dalam pandangan umum selalu berhubungan dengan seorang leader yang punya kharisma khusus dalam kelompok masyarakatnya. Peran sebagai raja ini berdampak turun temurun. Orang selalu mengatakan orang ini "keturunan raja" atau orang itu "berdarah biru". Sapaan ini pasti punya pengaruh dalam masyarakat. Rasa hormat pun patut diberikan kepada Raja dan keturunan. Akan ada sangsi sosial kalau raja atau keturunannya tidak dihormati. Di daerah tertentu seperti Pulau Sumba pernah memiliki tradisi yang kuat yakni apabila sang raja meninggal dunia maka seorang hamba harus dibunuh lalu dijadikan alas bagi tubuh sang raja di dalam kuburan.

Hari ini kita merayakan Hari RayaTuhan Yesus Kristus Raja Semesta Alam bertepatan dengan Hari Minggu biasa ke-34. Tentu bayangan kita tentang Yesus bukan hanya tentang hal-hal ilahi karena Yesus adalah Tuhan, tetapi Dia juga sebagai manusia yang diberi gelar raja semesta alam. Dia ada sebelum dunia dijadikan dan Dia yang empunya segala sesuatu di atas dunia. Ini berarti daerah kekuasaanNya adalah seluruh bumi. Jadi kuasaNya melebih semua raja dan penguasa di atas bumi ini. Ada kekaguman yang luar biasa dari umat manusia. Ya benar, Dia Raja semesta alam! Tetapi seorang Raja semesta alam yang tidak seperti dibayangkan manusia. Hal ini terungkap dalam bacaan-bacaan suci hari ini.

Yehezkiel dalam Bacaan pertama menggambarkan Tuhan sebagai seorang gembala yang baik yang senantiasa memperhatikan domba-dombaNya satu persatu sesuai dengan keadaannya. Apa yang Ia lakukan? Ia akan mencari yang tersesat, tercerai berai dan Dia sendirilah yang mau menyelamatkan domba-dombaNya. Mereka yang tersingkir atau terluka sekalipun mendapat perhatian besar dari sang gembala. Tuhan sebagai raja merelakan dirinya sebagai gembala bagi domba. Ia melayani dengan kasih. Tuhan juga mengingatkan umatnya bahwa apa bila mereka berlaku tidak adil terhadap sesama maka patutlah mereka mendapat hukuman.

Santu Paulus dalam bacaan kedua mengatakan Kristus sebagai Raja yang menguasai segala sesuatu, bahkan musuh pun bertekuk lutut di bawah kakiNya. Dia adalah raja yang berkorban melalui, wafat dan bangkit bagi keselamatan manusia. Kristus juga telah memerdekakan kita dari segala kekuasaan yang telah menindas dan menyeret ke alam maut dengan wafat dan kebangkitanNya. Orang-orang percaya akan diberkati Tuhan untuk selama-lamanya.

Matius dalam Injil mengatakan Yesus adalah seorang Raja yang hadir di dalam diri orang-orang kecil. Yesus sendiri datang untuk melayani orang-orang kecil. Maka tugas panggilan kita adalah melayani sesama yang paling hina karena dengan demikian kita juga melayani Yesus sendiri. Yesus berkata: "Sesungguhnya apa yang kamu lakukan untuk salah seorang saudara yang paling hina, kalian telah melakukannya untuk Aku." Ini juga menjadi motivasi yang kuat bagi para pekerja. Mereka tidak memiliki apa-apa tetapi hanya memiliki Tuhan di dalam hidup mereka.

Sabda Tuhan ini menguatkan kita karena pada saatnya nanti, kita semua akan diadili berdasarkan perbuatan kasih yang telah dilakukan di dunia ini bagi saudara-saudara yang paling hina. Artinya kita harus berani ikut ambil bagian dalam penderitaan sesama seperti Yesus sendiri yang menderita untuk kita. Yesus adalah seorang Raja, hakim yang adil dan pelayan yang setia.

Sabda Tuhan pada hari ini juga mengingatkan kita akan meterai Rajawi yang diberikan Tuhan kepada kita pada saat pembabtisan. Kita menjadi serupa dengan diriNya: Melayani dengan semangat gembala baik, rela berkorban untuk kebahagiaan sesama bahkan nyawa sebagai taruhannya dan keberpihakan pada orang-orang kecil dan terlantar. Semua karya dan pelayanan kita semata-mata untuk kemuliaan nama Tuhan. Christus vincit, Christus Regnat,Christus imperat. PJSDB

 

Saturday, November 19, 2011

Renungan 19 Nopember 2011

Bacaan I: I Mak 6:1-13
Mazmur  9: 2-4.6.16.19
Injil: Luk 20:27-40





Allah orang yang hidup bukan orang mati




Kaum Saduki adalah sebuah partai atau kelompok yang pernah ada dalam kalangan orang Yahudi pada zaman Yesus. Partai ini terdiri dari kaum imam aristokratis dan para pendukung mereka. Mereka hanya menerima Taurat yang tertulis dan menolak tradisi lisan yang berkembang terutama di kalangan orang-orang Farisi. Mereka tidak percaya pada kebangkitan badan karena bagi mereka, hal ini tidak ditulis di dalam Taurat.

Mereka lalu mencobai Yesus dengan pertanyaan seputar perkawinan Levirat menurut hukum Musa yakni perkawinan antara saudara laki-laki dengan isteri (janda) dari saudaranya yang sudah meninggal. Anak yang akan lahir biasanya menjadi ahli waris saudara yang sudah meninggal (Ul 25:5-10). Bagaimana situasi perempuan yang dikawini tujuh bersaudara ini pada hari kebangkitan? Siapa yang akan menjadi suaminya karena mereka mengawininya tetapi tidak memberikan anak kepada perempuan itu? Yesus dengan bijaksana dan kuasa menjelaskan bahwa hidup yang akan datang bukanlah kelanjutan dari hidup sekarang di atas dunia ini. "Bagi mereka yang dianggap layak mendapat bagian dalam dunia yang lain akan seperti malaikat-malaikat dan menjadi anak-anak Allah" ( Luk 20: 35.37; Kej 6:2). Yesus lalu menutup penjelasannya dengan berkata: " Ia bukanlah Allah orang mati, melainkan Allah orang hidup, karena di hadapan Dia semua orang hidup."


Kisah Injil ini menarik perhatian kita. Allah yang diimani adalah Allah orang hidup dan bukan Allah orang mati. Di hadapan Allah semua orang hidup! Maka dengan sendirinya setiap orang yang hidup dan percaya memiliki kiblat hidup yang selalu menuju kepada Allah. Setiap orang akan mengalami kehidupan kekal yakni hidup seperti malaikat (pelayan Tuhan) dan sebagai Anak Allah. Ini juga menjadi satu janji Tuhan Yesus. Janji ini akan terpenuhi karena Dia sendiri berkata: "Janganlah gelisah hatimu, percayalah kepada Allah, Percayalah juga kepadaKu. Di rumah BapaKu banyak tempat tinggal. Aku pergi menyiapkan tempat dan datang kembali dan membawa kamu supaya di mana Aku berada, kamu juga berada." (Yoh 14:1-3).


Namun sering kali kita juga masih dikuasai oleh kejahatan-kejahatan yang menjauhkan kita dari Tuhan. Tuhan boleh menjanjikan tempat kekal bagi kita tetapi bagaimana kalau kita sendiri tidak bersedia menghuni tempat itu? Mengapa? Karena napsu untuk menguasai orang lain, membuat orang lain menderita, gila harta seperti yang dialami oleh Raja Antiokhus (bacaan I) masih menguasai dan menyenangkan kita. Raja Antiokhus mati dalam situasi yang mengerikan karena perbuatan jahatnya bagi orang lain. Kita harus menyadari bahwa kejahatan akan kalah karena kejahatan juga punya batasnya. Tuhan yang hidup, Dialah yang berkuasa atas segalanya.


Hari ini kita diajak oleh Tuhan untuk menghargai hidup di dunia ini karena hidup di dunia ini merupakan cerminan kehidupan ilahi kelak. Hidup yang senantiasa berkiblat kepada Tuhan. Biarkan diri kita di pimpin oleh Roh Kudus menuju kepada Bapa dan Putera. Kita juga bersyukur kepada Tuhan karena Dia adalah Allah yang hidup, Bapa yang kekal yang senantiasa mengasihi kita. Dia akan menjadikan kita seperti malaikat dan anakNya sendiri. Berbanggalah memiliki Allah seperti Dia. El Shadai. PJSDB

Friday, November 18, 2011

Renungan 18 Nopember 2011


Bacaan-bacaan:
IMak 4:36-37.52-59
Mzm 1Taw 29:10-12
Luk 19:45-48



Rumahku adalah rumah doa



Kita percaya bahwa Yesus sungguh-sungguh Allah dan sungguh-sungguh manusia. Kemanusiaan Yesus ditinjukkan dengan ungkapan perasaanNya: menangis! Yesus menangisi Lazarus sahabatNya yang sudah meninggal dunia (Yoh 11:35 ). Yesus menangisi Yerusalem (Dominus Flevit) karena Yerusalem menutup dirinya terhadap keselamatan yang datang dari Tuhan dalam diriNya (Luk 19:44). Setelah menangisi Yerusalem dan memprediksikan hancurnya kota damai ini, Yesus lalu menuju ke Bait Allah. Bait Allah adalah pusat peribadatan yang mempersatukan Tuhan dan umatNya. Semua mata tertuju ke Jerusalem. Disanalah keselamatan itu terpenuhi.

Yesus yang masuk ke dalam Bait Allah laksana seorang nabi yang berbicara dan menyadarkan Umat Allah. Di Bait Allah, Yesus juga menunjukkan kuasaNya sebagai Anak Allah. Ia membersihkannya dan menyiapkan tempat itu untuk pengajaranNya.  (Luk 20: 1-21.38). Apa yang Yesus lakukan? Ia masuk ke dalam Bait Allah, dan mengusir semua pedagang. Kuasa yang ditunjukkan atas Bait Allah diungkapkan seperti ini: “Rumahku adalah rumah doa, tetapi kalian menjadikannya sarang penyamun!” (Yes 56:7; Yer 7:11). Kuasa Yesus atas Bait Allah ini sejalan dengan apa yang sudah dinubuatkan Maleakhi: “Lihat Aku menyuruh utusanKu supaya ia mempersiapkan jalan di hadapanKu. Dengan mendadak Tuhan yang kamu cari itu akan masuk ke dalam baitNya! Ia akan duduk seperti orang yang memurnikan dan mentahirkan perak dan mentahirkan orang Lewi..” (Maleakhi 3:1.3).

Yesus tidak hanya mengusir para pedagang yang telah mengotori Bait Allah. Ia juga menegur para pemimpin Yahudi (para imam kepala dan ahli-ahli taurat) yang tidak peka terhadap kekudusan Rumah Tuhan. Para pemimpin Yahudi ini seolah-olah tidak mengerti makna Bait Allah. Bagi Yesus, sikap para pemimpin turut menghancurkan Bait Allah. Itu sebabnya Ia mau mengusir para pedagang dan mengajar di dalam bait Allah sekaligus menatanya kembali. Tetapi para imam kepala dan ahli-ahli Taurat mencari jalan bagaimana membunuh Yesus.

Upaya membersihkan bait Allah juga pernah terjadi ketika Yudas Makabe bersama saudara-saudaranya berjuang untuk mentahbiskan Bait Allah yang sudah tercemar. Bait Allah yang sudah mengalami profanasi ditahbiskan sekali lagi untuk menjadi tempat kudus yang mempersatukan Tuhan dan umatNya. Ibadah merupaka saat untuk bersatu dengan Tuhan. Ibadah juga menunjukkan kesetiaan sebagai umat dengan Tuhan sendiri. Dengan demikian bait Allah adalah tetap diingat sebagai tempat Allah menjumpai umatNya. Ia berbicara dari hati ke hati dengan umat kesayanganNya.

Sabda Tuhan hari ini mengajak kita untuk menyucikan rumah Tuhan sebagai rumah doa dan rumah untuk mendengarkan Sabda Tuhan.

Bagi kita saat ini, rumah Tuhan adalah bangunan Gereja sebagai pusat peribadatan kita. Gereja kita ditahbiskan oleh Uskup sebagai pimpinan gereja lokal. Kita harus jujur di hadirat Tuhan karena banyak kali Gereja dijadikan sarang penyamun: tempat transaksi bisnis, ngobrol selama ibadat, jumpa fans, negatif thinking sama orang yang ke Gereja, berpakaian yang tidak sopan dan lain-lain. Kita keliru dan berpikir bahwa Rumah Tuhan sama dengan mall atau tempat berrekreasi di akhir pekan.

Di samping Gereja sebagai bangunan, Bait Allah adalah tubuh kita sendiri. Santu Paulus menasihati bahwa Tubuh kita adalah tempat tinggal Roh Kudus. Tubuh kita menjadi sarang penyamun ketika Tubuh kita disalahgunakan atau dilecehkan untuk kepuasan manusiawi. Ketika tubuh kita seakan dianggap tidak memiliki nilai atau martabat. Maka sikap yang tepat adalah hargailah nilai-nilai kehidupan, hargailah tubuh kita dan sesama sebagai tempat tinggal Tuhan sendiri.

Bait Allah juga menjadi simbol kehadiran Tuhan selamanya (surga). Maka hidup kita seharusnya selalu terarah ke surga, rumah Allah yang kekal. Satu-satunya kerinduan kita adalah tinggal di rumah Tuhan seumur hidup kita.

Doa kita: Tuhan, betapa indah rumahMu. 

PJSDB

Thursday, November 17, 2011

Renungan 17 Nopember 2011

Bacaan : IMak 2:15-29
Mazmur: 50: 1-2.5-6.14-15
Lukas: 19:41-44

Harga sebuah tangisan

Injil memberi kesaksian bahwa Yesus dua kali menangis. Ia menangisi Lazarus sahabatNya (Yoh 11:35) dan perikop hari ini: Yesus menangisi kota Yerusalem. Dua kesempatan ini mau menunjukkan bahwa di samping Yesus diakui sebagai sungguh-sungguh Allah, Ia juga sungguh manusia. Mengapa Yesus menangisi Yerusalem? Karena Ia mengetahui kebutaan Jerusalem yang tidak mengenal Dia sebagai Mesias, Anak Daud.

Sebenarnya dalam sejarah Israel, Nabi Jeremia juga terkenal sebagai nabi yang mendukung reformasi Raja Josia dalam kehidupan beragama. Setelah Josia meninggal, orang Israel kembali lagi menyembah berhala. Jeremia lalu meratapi seluruh Yehuda dan Yerusalem (Yer 8: 18-22). Konsekuensinya Yerusalem dihancurkan oleh orang Babilonia. Dengan pewartaan kenabiannya itu, Jeremia juga dikucilkan dalam penjara bahkan sempat dibuang ke Mesir. Pengalaman Jeremia sangat mirip dengan pengalaman Yesus. Yesus juga pergi ke Yerusalem untuk ditangkap dan dianiaya, dipenjarakan, bahkan disalibkan oleh orang-orang sebangsanya sendiri.

Kini Yesus memasuki kota Yerusalem dengan sebuah tangisan mesianis. Ia berkata, “Wahai Yerusalem, alangkah baiknya andaikan pada hari ini juga engkau mengerti apa yang perlu untuk damai sejahteramu!” Kedatangan Yesus di kota Yerusalem atau kota damai merupakan kedatangan terakhir Yesus versi Lukas untuk mewujudkan kedamaian. Berulangkali Yerusalem dalam hal ini umat Allah disadarkan untuk bertobat tetapi tidak dapat dilaksanakan. Yerusalem tidak mau mengenal Yesus sebagai Mesias yang dinantikan. Dalam sejarah Israel, Yerusalem juga akhirnya diuntukan orang Romawi pada tahun 70. Dalam situasi seperti ini, Tuhan senantiasa memberi kesempatan supaya mereka dapat berubah di dalam hidupnya. Tetapi cara Tuhan melalui kesabaranNya pun ternyata tidak mempan.

Pengalaman Yerusalem dapat juga menjadi pengalaman kita. Banyak kali kita menutup hati kita dan tidak terbuka pada Tuhan. Betapa kasih karunia dari Tuhan terkadang sia-sia saja karena kita tidak menyadari bahwa Allah melawati kita melalui Yesus Kristus. Tuhan juga sabar dengan kita tetapi banyak kali kita menutup diri. Mungkin kita malu karena kita orang berdosa. Padahal justru Tuhan datang untuk menyelamatkan kita yang tersesat.

Sikap menutup diri juga di alami oleh banyak orang. Sadar atau tidak sadar banyak yang menjadi murtad karena harta, kekuasaan dan kedudukan (status sosial). Begitu mudahnya manusia meninggalkan Tuhan tanpa kompromi apa pun demi alasan sepeleh. Terkadang kritikan pedas terhadap agama sebagai lembaga tanpa memikirkan bahwa dia juga memeluk agama yang sama. Kitab Pertama Makabe menghadirkan contoh Matatias yang berusaha mempertahankan kesetiaan imannya kepada Jahve. Ia mengandalkan keyakinan sendiri dalam berjuang. Dalam situasi apa saja, Matatias menjadi inspirator bagi kita untuk bertahan dalam iman.

Yesus menangisi Yerusalem, Yesus juga menangisi umat kesayanganNya yang tidak mau bertobat. Apakah kita masih punya perasaan malu kalau merenungkan Yesus yang meskipun Tuhan tetapi masih menangisi diri kita yang tak mau bertobat. Sikap berjaga-jaga yang perlu kita bangun adalah sikap rendah hati di hadapan Tuhan. Dia mengenal kita dari luar dan dalam. Berserulah kepada Tuhan saat ini juga: “Semoga tangisanMu mengubah hidupku! PJSDB