Monday, April 30, 2012

Renungan 30 April 2012

Senin Paskah IV
Kis 11:1-18
Mzm 42:2-3;43:3.4 
Yoh 1-10

Gembala sebagai pintu bagi domba



Tanah Israel merupakan tanah yang cocok sebagai padang untuk menggembalakan domba dan kambing. Hampir setiap keluarga memiliki domba dan kambing. Para gembala memiliki kewajiban untuk melindungi hewan ternaknya ini. Oleh karena itu di dalam rumah-rumah mereka yang kuno, selalu ada tempat untuk mengumpulkan domba dan kambing mereka. Biasanya di lantai dasar menjadi kandang dan ada pintu kecil ukuran domba dan kambing dapat masuk ke dalamnya. Di dalam Kitab Suci Perjanjian Lama kita mendapat gambaran bahwa domba-domba ini harus dilindungi dari hewan-hewan liar, para pencuri, bahaya-bahaya dan iklim yang tidak menentu (Kej 31:39-40). Sang gembala memimpin domba-dombanya ke padang rumput yang hijau, air yang jernih dan melindungi mereka (Mzm 23:1-4).

Para pemimpin politik dan keagamaan di Israel disamakan dengan para gembala yang memimpin sedangkan masyarakat saat itu disamakan dengan domba-domba. Masyarakat umum ini harus diperhatikan oleh para pemimpin. Yesus membaca situasi sosial politik ini dan coba masuk  untuk menjelaskan diriNya sebagai gembala yang baik. Gembala yang baik memperhatikan domba-dombanya. HatiNya selalu berbelaskasih ketika melihat banyak orang yang datang kepadaNya seperti domba tanpa gembala (Mrk 6:34). Ia mengajar mereka, membuat tanda heran berupa penggandaan roti untuk memberi mereka makan. Ia juga menunjukkan sifat kegembalaanNya dengan meninggalkan 99 ekor yang tidak tersesat dan mencari satu yang tersesat dan ketika menemukannya, ia sangat bersukacita. (Luk 15:1-7).

Penginjil Yohanes dengan jelas menggambarkan Yesus sebagai gembala yang baik. Dia adalah pintu masuk kepada domba-domba. Gembala yang baik adalah cara Tuhan menghadirkan diriNya dalam Perjanjian Lama (Yeh 34; Mzm 23). Yesus adalah model gembala baik untuk dua hal penting: pertama, Ia rela menyerahkan nyawaNya bagi domba-dombaNya; kedua, Ia mengenal domba-dombaNya. Pengetahuan ini mengandaikan kasih yang menjadi dasar bagiNya untuk menyerahkan nyawa bagi domba-dombaNya.

Pengalaman kegembalaan ini juga dialami oleh Petrus pada awal Gereja purba. Ada kesulitan dan tantangan yang dihadapi terutama persoalan pewartaan injil kepada kaum yang bersunat dan tidak bersunat. Bangsa-bangsa lain pun dikasihi oleh Allah dan Ia menganugerahkan pertobatan yang memimpin kepada hidup.

Kita bersyukur kepada Tuhan karena Ia adalah gembala yang baik. Ia adalah pintu masuk kepada domba-domba itu. Siapakah domba-domba itu? Mereka adalah sesama di sekitar kita. Dalam hidup setiap hari kita memerlukan pintu ilahi yaitu Yesus. Masuklah melalui Yesus sebagai pintu! Dia pasti membuka dan menunjukkan jalan yang benar. Kita juga dapat menjadi pintu bagi sesama lain ketika mereka mengalami kesulitan dan tantangan hidup. Bukalah pintu hatimu, terimalah semua saudara apa adanya. Tidak ada perbedaan antara kaum yang bersunat atau tidak bersunat karena Tuhan mengasihi semua orang tanpa membeda-bedakan. Apakah anda dapat menjadi pintu bagi sesama?

PJSDB

Sunday, April 29, 2012

Homili Hari Minggu Pekan IV Paskah/B

Hari Minggu Pekan IV Paskah/B
Kis 4:8-12
Mzm 118:1.8-9.21-23.26.2728-29
1Yoh 3:1-2 
Yoh 10:11-18

"Gembala yang baik"

Kita memasuki Hari Minggu Paskah yang keempat. Hari Minggu ini juga dikenal dengan nama Hari Minggu “Buon Pastore” atau Hari Minggu “Gembala Baik”. Mengapa disebut demikian? Karena dalam bacaan-bacaan,terutama bacaan Injil, Tuhan Yesus mengatakan dirinya sebagai seorang Gembala yang Baik.Hari Minggu ini juga disebut Hari Minggu Panggilan. Alasan yang mungkin adalah karena Gereja memerlukan orang-orang tertentu yang dipanggil dan dipilih secara istimewa oleh Tuhan untuk melayani Gereja, laksana gembala yang memperhatikan domba-domba. Itu sebabnya pada hari ini semua doa dan kurban Gereja adalah bagi panggilan-panggilan baru untuk tugas pelayanan istimewa di dalam Gereja dan semoga mereka yang sudah menjawabinya diberikan kesetiaan dan ketabahan hati oleh Tuhan sang Gembala Baik.

Dalam bacaan Injil hari ini, Tuhan Yesus mengatakan diriNya kepada orang-orang Farisi sebagai gembala yang baik, “Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya… Akulah gembala yang baik. Aku mengenal domba-dombaKu, dan domba-dombaKu mengenal Aku. Ada lagi domba-domba lain yang bukan dari kandang ini, domba-domba itu harus Kutuntun juga. Mereka mendengar suaraKu dan mereka akan menjadi satu kawanan dengan satu gembala”.

Bayangan tentang gembala yang baik banyak ditemukan di dalam Kitab Perjanjian Lama. Dari Kitab Kejadian kita sudah mengenal Habel sebagai gembala yang baik yang memperhatikan berbagai ternaknya (Kej 4:2). Abraham sebagai Bapa bangsa juga merupakan seorang gembala. Dia mempunyai banyak ternak dan banyak gembala. Para gembalanya pernah berkelahi dengan para gembalanya Lot (Kej 13:7). Hewan ternak yang dimiliki umat perjanjian lama dijadikan kurban bakaran kepada Tuhan, juga menjadi persembahan persepuluhan (Im 27:32).

Perlahan-lahan Umat Israel merasakan kedekatan dengan Tuhan laksana gembala yang baik. Kutipan yang terkenal adalah Mazmur Daud: “Tuhan adalah gembalaku, takkan kekurangan Aku. Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau. Ia membimbing aku ke air yang tenang. Ia menyegarkan jiwaku. Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh Karena namaNya. Sekali pun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak taku bahaya sebab Engkau besertaku, gadaMu dan tongkatMu itulah yang menghibur aku.Engkau menyediakan hidangan bagiku, di hadapan lawan lawanku; Engkau mengurapi kepalaku dengan minyak; pialaku penuh melimpah. Kebajikan dan kemurahan belaka akan mengikuti aku seumur hidupku, dan aku akan berdiam di rumah Tuhan  sepanjang masa”  (Mzm 23:1-6).

Para nabi juga mengingatkan umat Israel bahwa Tuhan mengasihi mereka laksana seorang gembala yang memperhatikan domba-dombanya. Tugas dari sang gembala adalah tinggal bersama domba-domba, memperhatikan dan menuntun. Nabi Mikha berdoa, “Gembalakanlah umatMu dengan tongkatMU, kambing domba milikMu sendiri” (Mikha 7:14). Yesus sendiri lahir dan yang menjadi orang-orang pertama yang mendengar berita kelahiranNya adalah para gembala (Luk 2: 15.18.20).

Semua gambaran tentang gembala di atas menunjukkan kedekatan Tuhan dengan umatNya laksana domba dengan kawananNya. Itu sebabNya Yesus Putera Allah mewahyukan diriNya di depan orang Farisi dengan mengatakan diriNya sebagai gembala yang baik, gembala yang mencintai domba-dombaNya sehingga Ia rela menyerahkan nyawaNya bagi mereka. Dia adalah gembala yang benar dan bukan seorang upahan yang tidak mengenal domba-dombanya.

Yesus juga memiliki tugas yang penting yakni menunutun domba-domba yang bukan dari kandangNya. Ia juga menuntun mereka, mereka mendengar suaraNya dan mereka juga menjadi satu kawanan dengan satu gembala. Semangat kegembalaan Yesus dirasakan bagi semua orang dari berbagai golongan manusia. Petrus dalam bacaan pertama dengan tegas berkata, “Yesus adalah batu yang dibuang oleh tukang bangunan, yaitu kamu sendiri, namun ia telah menjadi batu penjuru. Dan keselamatan tidak ada di dalam nama siapa pun juga selain di dalam Dia.” Memang, nama Yesus adalah nama yang menyelamatkan semua orang.

Yesus sebagai satu-satunya juru selamat membuat kita semua memiliki martabat baru sebagai anak-anak Allah yang akan melihat Yesus dalam keadaanNya yang sebenarnya. Yohanes dalam bacaan kedua mengatakan dampak dari kegembalaan Yesus yaitu kita sebagai anak-anak Allah. Martabat sebagai anak-anak Allah adalah wujud kasih Allah yang berlimpah kepada kita semua yang percaya.


Sabda Tuhan pada hari Minggu Gembala Baik ini membuat kita menyadari kasih Tuhan dan juga berbagai implikasi yang positif dari Dia sebagai Gembala utama kita:

Pertama, Tuhan sebagai gembala kita. Ia bertugas untuk tinggal bersama kita, mendampingi serta menuntun kita ke jalan yang benar. Dia mengenal kita dan kita mengenal suaraNya. Sifat gembala yang baik seharusnya membuat kita sadar diri untuk berlaku yang sama terhadap semua anggota keluarga. Kita memiliki pilihan untuk memperhatikan dengan kasih kepada semua anggota keluarga terutama yang sangat membutuhkan.

Kedua, Tuhan Yesus sebagai gembala juga memperhatikan “domba yang bukan dari kandangNya” sehingga menjadi satu kawanan dan satu gembala.Perkataan Yesus ini memiliki implikasi pada tugas gereja untuk melayani semua orang tanpa pamrih. Pelayanan-pelayanan kasih tidak hanya dikhususkan bagi umat katolik tetapi bagi umat manusia. Dengan demikian semua orang merasakan keselamatan dari Tuhan karena kita percaya bahwa Yesus adalah satu-satunya penyelamat kita.

Ketiga, Kita mendoakan panggilan-panggilan baru untuk tugas kegembalaan di dalam Gereja. Bagaimana pun juga Tuhan tetap membutuhkan para mitra kerja untuk tugas kegembalaan sebagai imam, biarawan dan biarawati. Gereja menjadi indah karena semua sifat gembala baik terpancar dalam berbagai tarekat, ordo dan kongregasi yang dengan spiritualitas masing-masing menyempurnakan tugas gembala baik di dalam pelayanan Gereja masa kini.

Apa tugas umat untuk para pilihan Tuhan? Pertama, Mendoakan supaya panggilan dan pilihan Tuhan ini menjadi pribadi-pribadi yang setia, dan memiliki komitmen yang baik dalam pelayanan. Kedua, berani memberi koreksi persaudaraan sehingga tugas sebagai gembala yang baik menjadi lebih berkualitas. Maka prinsip yang baik adalah “Lebih baik berbicara dengan gembala dari pada berbicara tentang gembalamu”. Ketiga, jangan memasukan para pilihan Tuhan ini ke dalam pencobaan, tetapi bebaskanlah dari yang jahat.

Doa: Tuhan, syukur kepadaMu atas panggilan yang Engkau anugerahkan kepada kami!

PJSDB 

Saturday, April 28, 2012

Renungan 28 April 2012

Hari Sabtu, Pekan Paskah III
Kis 9:31-42
Mzm 116:12-13.14-15.16-17 
Yoh 6:60-69

“Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi?”

Seorang Kepala Sekolah pernah curhat. Ia terpilih menjadi kepala sekolah ketika sekolah tersebut diambang kehancuran. Hari-hari pertama berkarya di tempat baru ini, ia lebih banyak melihat kemudian berdialog dan coba memikirkan strategi yang tepat untuk membangkitkan sekaligus menjalani sekolah tersebut. Dia akhirnya menemukan bahwa kinerja dari setiap fungsionaris di dalam lembaga tersebut tidak berfungsi. Ada guru dan karyawan yang tidak berkarya pada tempat yang pas sesuai dengan pendidikan dan kemampuan berelasi dengan sesama. Akibatnya banyak di antara mereka dikembalikan ke yayasan yang mengelola sekolah untuk difungsikan. Tentu gebrakan kepala sekolah ini menjadi sarang kebencian banyak guru dan pegawai yang selama bertahun-tahun berkarya di sekolah itu. Mereka telah mendapat yang enak dan nikmat dan sekarang harus dibaharui dengan sistem baru yang lebih adil. Dampaknya banyak guru yang mundur, bahkan meninggalkan sekolah tersebut dan mencari pekerjaan lain.

Kisah ini sudah lazim dialami di dalam masyarakat kita. Di dalam gereja pun selalu saja ada umat yang puas dan tidak puas dengan perubahan system menggereja. Umat yang puas akan tetap mau melayani, apa pun kesulitan dan tantangan dia akan tetap mau melayani. Umat yang tidak puas dengan perubahan akan meminta diri, mundur dalam pelayanannya. Ketika Yesus mengatakan, “Roti yang akan Kuberikan adalah dagingKu bagi kehidupan dunia, anggur adalah minuman yang benar yakni Darah Kristus.” Bagi orang Yahudi, menyebut darah manusia apalagi meminumnya adalah perbuatan yang tidak baik (Kej 9:4; Kis 15:29). Orang-orang Yahudi saat itu pun tidak memahami maksud Yesus sehingga banyak yang mundur. Mereka berdalil bahwa perkataan Yesus sangat keras. Mereka lalu mundur dan tidak mau mengikuti Yesus lagi. Menyadari situasi komunitasNya, Yesus lalu bertanya kepada para murid apakah mereka juga mau pergi. Petrus menjawab, “Tuhan, kepada siapa kami akan pergi? PerkataanMu adalah perkataan hidup yang kekal. Kami telah percaya dan tahu bahwa Engkau adalah Yang Kudus dari Allah.”

Pengalaman Petrus ini tetap berlanjut hingga ia sendiri tampil menjadi wakil Yesus. Lukas dalam Kisah Para rasul menceritakan bagaimana  Petrus melakukan segala mukjizat seperti yang Yesus lakukan  sendiri. Sebelumnya, bersama Yohanes (Kis 3:6-8), mereka mendoakan dan mukjizat pun dialami orang lumpuh. Kali ini, orang lumpuh di Lida yang sudah delapan tahun lumpuh bernama Eneas didoakan dan hanya dengan menyebut nama Yesus, si lumpuh ini dapat berdiri dan berjalan seperti biasa. Petrus juga membangkitkan seorang bernama Tabita atau dikenal dengan nama Dorkas yang sudah meninggal dunia.

Sabda Tuhan pada hari ini membantu kita untuk mengimani dan percaya bahwa Tuhan Yesus adalah penebus dunia. Dia adalah Yang Kudus dari Allah. Dialah yang memberi diriNya tuntas bagi kita. Dalam pengajaranNya tentang Roti Hidup, dengan tegas Ia mengatakan bahwa  diriNya adalah Roti Hidup itu sendiri yang dapat memberikan kehidupan kekal bagi siapa yang percaya atau mengimaniNya. Dia jugalah yang tinggal di dalam setiap orang yang percaya kepadaNya.

Mengimani dan percaya pada Yesus bukanlah perkara yang mudah. Ia sendiri mengakui bahwa Ia mengutus para MuridNya laksana domba-domba ke tengah-tengah serigala (Luk 10:16). Banyak salib, banyak penderitaan akan dilewati setiap murid Kristus. Yesus mengingatkan  supaya orang yang tidak malu mengakuiNya dan bersaksi sekalipun dalam situasi yang sulit. Yesus berkata, “Sebab barangsiapa malu karena Aku dan karena perkataanKu, Anak manusia juga akan malu karena orang itu” (Luk 9:26).

Pengalaman Petrus menguatkan kita semua. Ia tidak malu memberi kesaksian tentang Kristus dalam segala situasinya. Ia betul-betul bersatu dengan Yesus sehingga segala sesuatu yang sudah dilakukan Yesus diulangi kembali dan berhasil dengan sempurna. Kita pun dipanggil untuk menginjil di daerah-daerah lain secara geografis. Butuh keberanian dan ketekunan seperti Petrus. Kalau berada dalam keraguan katakanlah seperti Petrus, “Tuhan kepada Siapa kami akan pergi? SabdaMu adalah Sabda hidup yang kekal.” Tuhan Yesus adalah penolong yang setia dan ia mau membuat kita setia dalam melayani.

Marilah kita membangun ketekunan dalam berkarya. Tuhan sanggup membantu kita semua untuk menuju ke pelabuhan abadi di Surga.

PJSDB

Friday, April 27, 2012

Renungan 27 April 2012

Hari Jumat Paskah III
Kis 9:1-20
Mzm 117:1-2
Yoh 6:52-59

Berapa harga sebuah kasih?


Berita menggemparkan! Sebuah kapal penumpang tenggelam di lautan pasifik. Seorang ibu dan anaknya terdampar di pantai tak berpenghuni. Tidak ada makanan dan minuman di daerah asing itu. Untuk menyelamatkan diri dan anaknya, ibu itu memotong daging tubuhnya sedikit demi sedikit, memakannya dan menjadi makanan anaknya juga. Setelah seminggu, para nelayan menemukan ibu itu tak berdaya bersama anaknya di pinggir pantai. Mereka menolongnya dan ketika sembuh ia berkata kepada anaknya, “Anakku, engkau tidak hanya tinggal di dalam rahimku, engkau juga masih bertahan hidup karena darah dan dagingku. Tibi dabo!"

Mengasihi berarti memberikan segalanya (tibi dabo) demi kebahagiaan orang yang dikasihi. Ibu dalam kisah ini memberi segalanya untuk menyelamatkan anaknya. Tepat sekali apa yang dikatakan Yesus, “Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya” (Yoh 15:13). Memang, Yesus telah menebus kita dari cara hidup kita yang sia-sia “bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas melainkan dengan darah yang mahal yaitu darah Kristus” (1Pt 1:18-19). Yesus dalam pengajaran tentang Roti Hidup sekali lagi berkata, “DagingKu adalah benar-benar makanan dan DarahKu benar-benar minuman. Barangsiapa makan dagingKu dan minum DarahKu ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia” (Yoh 6:55-56). Jadi, mengasihi secara sempurna adalah ketika kita memberi diri secara total untuk orang yang dikasihi.

Paulus menangkap ide kasih yang sempurna dari Tuhan. Sebelumnya ia hanya seorang Saulus yang kejam terhadap para pengikut Kristus, tetapi setelah “ditangkap” oleh Tuhan, ia menghayati kasih yang sempurna kepada Yesus sampai tuntas.Tuhan berfirman kepada Ananias untuk memberkati Saulus yang berubah menjadi Paulus, “Orang ini adalah pilihan bagiKu untuk memberitakan namaKu kepada bangsa-bangsa lain, kepada raja-raja dan orang Israel dan ia akan banyak menderita karena namaKu”. Firman Tuhan ini sungguh digenapi Paulus. Ia banyak menderita dalam mewartakan Injil.

Sabda Tuhan membuka wawasan kita tentang betapa berharganya sebuah kasih. Orang yang saling mengasihi harus rela berkorban dari saat ke saat untuk kebahagiaan orang yang dikasihi. Pandanglah Tuhan Yesus di Salib dan pahamilah kasih sejati dan sempurna. Pandanglah wajah orang tua, anak dan cucu dan lihatlah kasih yang mengalir dari sana. Kasih itu segalanya karena Allah sendiri adalah kasih!


Sabda Tuhan juga membantu kita untuk memahami Ekaristi sebagai Sakramen cinta kasih. Tuhan Yesus memberikan Tubuh dan DarahNya yang selalu kita kenang dn rasakan saat berekaristi bersama sebagai santapan rohani. Hendaknya kita mengambil kekuatan kasih Tuhan dalam Ekaristi dan kita berbagi dengan sesama. Tentu dunia kita menjadi baru dan indah karena kasih sayang.


Di samping kasih, permenungan lain yang juga sangat indah adalah metanoia. Perubahan radikal dari hidup lama ke hidup baru. Saulus berubah menjadi Paulus. Saulus yang bengis  katena mengejar dan menganiaya para pengikut Kristus menjadi Paulus yang berbicara tentang kasih bahwa kasih itu sabar, kasih itu murah hati, ia tidak cemburu, ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong (1Kor 13:4). Pengalaman pertobatan Paulus ini hendaknya menjadi pengalaman setiap murid Kristus, setiap orang yang dibaptis. Tentu orang perlu merasakan panggilan istimewa hari demi hari dari Tuhan untuk bertobat.


Mari kita bertumbuh dalam kasih sayang!


PJSDB

Thursday, April 26, 2012

Renungan 26 April 2012


Kamis Pekan III Paskah
Kis 8:26-40
Mzm 66:8-9.16-17.20
Yoh 6:44-51

“Diajar oleh Allah”


Diskursus Yesus tentang Roti Hidup berlanjut. Dalam pengajaranNya di dalam Rumah Ibadat di Kapernaum Yesus berkata, “Tidak seorang pun dapat datang kepadaKu, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa yang mengutus Aku; dan ia akan Kubangkitkan pada akhir zaman.” Perkataan ini diungkapkan Yesus untuk memurnikan motivasi orang-orang yang sudah makan roti dan ikan dalam mengikuti Yesus. Artinya, motivasi mereka seharusnya bukan lagi soal makanan dan minuman yang dapat lenyap melainkan pribadi Yesus yang hendaknya menjadi alasan pokok pencarian mereka.

Untuk mempertegas pengajaranNya, Yesus mengatakan bahwa BapaNya telah mengatakan lewat para nabi bahwa “Ia akan mengajar umatNya”. Allah menjadi guru atau tutor. Tentang hal ini, nabi Yesaya berkata, “Semua anakmu akan menjadi murid Tuhan dan besarlah kesejahteraan mereka” (Yes 54:13).Perkataan nabi Yesaya ini menunjukkan bagaimana orang-orang Yahudi yang kembali dari Babilonia masih penuh kebingungan. Mereka butuh Tuhan melalui para nabi untuk mengarahkan mereka kepada keselamatan. Itu sebabnya Tuhan sendiri berjanji untuk mengajar mereka. Pengajaran Tuhan melalui para nabi ini berisi janji-janji akan keselamatan. Nabi Yeremia memahami janji Tuhan ini sebagai sebuah perjanjian baru yakni bahwa semua orang akan mengenal Allah (Yer 31:33-34). Santo Paulus dalam dunia Perjanjian Baru percaya bahwa Allah mengajar umatNya tentang bagaimana mengasihi satu sama lain (1Tes 4:9).

Yesus melanjutkan pengajaranNya dengan mengulangi pentingnya percaya kepadaNya karena Dialah yang melihat Bapa. “Sesungguhnya barangsiapa percaya, ia mempunyai hidup yang kekal.” Percaya bahwa Yesus adalah Roti Hidup yang turun dari surga. Itu sebabnya Ia berkata, “Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya. Dan roti yang Kuberikan itu adalah dagingKu, yang Kuberikan untuk hidup dunia”. Pengajaran Yesus ini tetap dikenang di dalam Gereja terutama dalam Sakramen Ekaristi. Ekaristi membuat iman kita bertumbuh.

Tentu saja untuk bertumbuh dalam iman kita semua diarahkan untuk kembali kepada Yesus sebagai pusat hidup kita. Yesus yang kita temukan di dalam Kitab Suci dan yang tetap dikenang dalam sakramen-sakramen di dalam Gereja. Lukas dalam Kisah Para Rasul melukiskan satu bentuk penginjilan yang bagus teristimewa penginjilan yang dilakukan Filipus terhadap sida-sida dari Etiopia. Sida-sida ini melakukan peziarahan ke Yerusalem untuk beribadah dan kembali ke Etiopia dan mengisi waktu perjalanannya dengan membaca Kitab Suci. Kebetulan Ia membaca tentang hamba yang menderita dalam Kitab nabi Yesaya. Filipus lalu menjelaskan isi kitab nabi Yesaya ini dan membantunya untuk mengerti bahwa yang dimaksudkan adalah Yesus dari Nazaret. Filipus bertanya kepada sida-sida apakah ia percaya dan ketika ia mengatakan percaya kepada Yesus maka sida-sida ini juga dibaptis. Ia masuk ke dalam air lalu keluar dari dalam air. Sebuah symbol hidup lama telah berubah menjadi hidup baru dalam Yesus Kristus.

Sabda Tuhan pada hari ini sangat kaya dengan pengalaman rohani. Pertama, Yesus menegaskan bahwa Dialah Roti Surga yang menjadi makanan rohani bagi setiap orang yang percaya sehingga mereka dapat memiliki hidup yang kekal. Perkataan Yesus ini nyata dalam pengalaman Ekaristi sebagai puncak hidup iman kristiani. Di dalam Ekaristi kita dikuatkan oleh Tuhan melalui Sabda dan Tubuh serta Darah Kristus. Pertanyaan bagi kita, apakah kita sungguh percaya akan kehadiran Kristus di dalam Ekaristi? Apakah Ekaristi memiliki daya mengubah hidup kita yang fana menjadi hidup menuju keabadian?

Kedua, Pengalaman Sida-Sida Etiopia. Ia pergi ke Yerusalem, berziarah dan menggunakan waktunya untuk membaca Kitab Suci. Ia membutuhkan Orang lain untuk mendampinginya sehingga dapat memahami Kitab Suci. Setelah memahami Kitab Suci, Ia dibaptis. Imannya bertumbuh dalam Sabda dan berakar dalam Sakramen pembaptisan. Pengalaman ini mirip dengan hidup kristiani. Kita berjumpa dengan Yesus dalam Sabda dan dikuduskan dalam Pembaptisan. Pertanyaan bagi kita, apakah kita terbuka untuk menerima orang-orang yang mendampingi kita untuk memahami Kitab Suci? Bagaimana sikap kita terhadap homili para romo? Mungkin sebagai umat terlalu idealis menilai homili para romo padahal lihatlah hal sederhana yang dilakukan Filipus, ternyata dapat membuahkan hasil. Sida-sida itu kembali ke rumahnya membawa Yesus. Apa yang anda bawa dari Gereja setelah merayakan Ekaristi? Pengalaman Filipus juga mengoreksi para romo yang mengandalkan dirinya dan lupa mengandalkan Tuhan. Dengan homili yang sederhana ternyata memiliki daya yang lebih besar.

Ketiga, Penginjilan atau Evangelisasi. Filipus mendapat perintah Tuhan untuk mengadakan evangelisasi sederhana. Ia menerangkan Kitab Suci dan membaptis Sida-Sida. Jadi yang ditonjolkan pertama adalah kuasa Tuhan dalam Sabda bukan sekedar membaptis lebih dahulu baru mengenal Tuhan. Kadang-kadang orang menuntut dan bangga dengan jumlah umat dan mengabaikan kualitas. Sebaiknya kualitas umat lebih bernilai daripada jumlah umat yang banyak tetapi tidak berkualitas.

Saya menutup renungan ini dengan mengingat perkataan St. Ignasiusdari Antiokia.Ia mengatakan bahwa perjalanan hidup rohani itu indah dan setiap orang pasti melewatinya. Dari pengalaman bersama Sabda yakni menerima, memahami dan mengimani Sabda maka orang siap dikuduskan dalam pembaptisan. Setelah dikuduskan dalam Pembaptisan, orang dikuatkan dalam Ekaristi. Dari Ekaristi ortang siap diutus untuk melakukan evangeliasasi.

Doa: Tuhan, terima kasih atas segala anugerahMu. Engkau memberi segalanya bagi kami.Engkau mengajar kami untuk menjadi baru dan kekal dalam hidup. Amen

PJSDB

Wednesday, April 25, 2012

Renungan 25 April 2012

Pesta St. Markus, Penginjil
1Pt 5:6b-14
Mzm 89:2-3.6-7.16-17
Mk 16:15-20

"Serahkanlah segala kekhawatiranmu kepadaNya!"


Hari ini Gereja merayakan Pesta Santo Markus Penginjil. Markus dikenal dengan nama lain Yohanes Markus (Kis 12:12.25; 15:37), merupakan Putera dari Maria di Yerusalem. Keluarganya termasuk kaum Helenistis di Yerusalem yang memberikan rumah tinggalnya bagi Gereja perdana untuk berkumpul dan berdoa (Kis 12:12-16). Dia menjadi rekan Paulus dan Barnabas dalam perjalanan misionernya yang pertama (Kis 12:25; 13:5). Namun kelihatan sepertinya dia tidak antusias dan lelah dalam perjalanan missioner ini sehingga dia kembali ke Yerusalem (Kis 13:13). Dia kemudian mengikuti Petrus ke Roma dan melayaninya selama berada di dalam penjara (Kol 4:10). Dia juga ikut melayani ketika Paulus berada dalam penjara (2 Tim 4:11). Ia mewartakan Injil di Alexandria dan gugur sebagai martir. Pada abad ke-9, relikuinya dibawa ke Venesia diletakkan di Basilika Santo Markus.  

Markus menghadirkan Yesus berdasarkan pengalamannya bersama para murid dan rasul Yesus. Dia hanya sebagai bawahan atau rekan kerja dari Petrus dan Paulus ketika bersama-sama melayani. Dalam penemuan dokumen-dokumen di Qumran (7Q5) dapat diyakini bahwa Injil Markus adalah Injil tertua dibandingkan Injil yang lainnya. Ada kemungkinan ditulis sekitar sepuluh tahun seteah wafat Kristus. Dari Injil tulisannya kita menemukan gambaran Yesus sebagai Mesias yang rendah hati, rela menderita, disalibkan, diakui oleh sang prajurit: “Sungguh Dia ini Anak Allah” dan bangkit dengan mulia serta mengutus para rasul untuk mewartakan Injil kepada segala makhluk.

Menjadi pertanyaan kita adalah apa rahasianya sehingga ia dapat terinspirasi untuk mewartakan Injil? Dalam bacaan pertama, Petrus yang memanggil Markus sebagai “anaknya” menekankan satu kebajikan luhur yang kiranya dihayati Markus yaitu kerendahan hati. Petrus berkata, “Rendahkanlah dirimu seorang terhadap yang lain sebab Allah menantang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang redah hati di bawah tangan Tuhan yang kuat supaya dapat ditinggikan olehNya. Serahkanlah segala kekuatiranmu kepadaNya sebab Dialah yang memelihara kamu. Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanlah iblis”. Petrus mengakhiri suratnya dengan menyeruhkan, “Berilah salam seorang dengan yang lain dengan ciuman kudus. Damai sejahtera menyertai kamu sekalian dalam Kristus”.


Meskipun Petrus menulis surat pertamanya ini untuk meneguhkan umat di Asia kecil namun pesan yang dapat kita tangkap sifatnya universal yakni kerendahan hati di hadirat Tuhan. Orang yang rendah hati akan membiarkan Tuhan berkarya di dalam dirinya dan dengan demikian orang tersebut dapat melakukan karya-karya yang besar di dalam hidupnya. Mengapa? Karena Tuhanlah yang akan meninggikannya. Sebaliknya orang yang sombong tidak akan berguna bagi Tuhan dan sesama. Orang yang rendah hati juga akan menyerahkan segala kekhawatiran hidupnya dalam tangan Tuhan. Tuhanlah yang memelihara hidupnya. Orang yang rendah hati akan berhasil melawan iblis dan kuasa jahat karena ia percaya bahwa Tuhanlah yang berkarya di dalam dirinya.


Semua ungkapan Petrus ini dihayati oleh "anaknya" Markus. Ia hanya  sebagai rekan kerja atau pelayan tetapi Tuhan memberikan kepadanya anugerah yang besar yaitu kesaksian imannya akan Yesus Kristus yang kita kenal dalam Injilnya sekarang. Injil Markus memiliki kekhasan yakni singkat, jelas dan padat.

Di dalam bacaan Injil, Markus sendiri memberi kesaksian tentang pesan terakhir Yesus sebelum naik ke surga, “Pergilah ke seluruh dunia dan beritakanlah Injil kepada segala makhluk. Mereka yang percaya akan diselamatkan dan yang tidak percaya akan dihukum.” Yesus juga memberi kuasa istimewah untuk menaklukan kejahatan dan menjadi berkat bagi banyak orang. Kuasa itu berupa tanda-tanda yakni: mengusir setan-setan dalam nama Yesus, berbicara dalam bahasa-bahasa baru, memegang ular, meminum racun maut, memberkati orang-orang sakit.

Sambil merayakan Pesta St. Markus kita dikuatkan pada dua hal penting. Pertama, menjadi Murid Kristus yang setia perlu kebajikan kerendahan hati di hadapan Tuhan. Orang yang rendah hati akan menyerahkan segala sesuatu kepada Tuhan termasuk kekhawatirannya. Orang yang rendah hati dapat menolong siapa saja tanpa pamrih. Kedua, Yesus adalah pusat hidup manusia. Percayalah bahwa Dia memberi kuasa dan selalu menyertai kita sampai selama-lamanya. Apakah anda selalu merasa khawatir dengan hidup? Belajarlah untuk menjadi rendah hati!

Doa: Santo Markus, doakanlah kami!

PJSDB 

Tuesday, April 24, 2012

Renungan 24 April 2012

Selasa Pekan III Paskah
Kis 7:51-8:1a
Mzm 31:3-4.6.7.8
Yoh 6:30-35

"Tuhan, Terimalah Rohku!"


Caravaggio adalah pelukis berkebangsaan Italia yang lebih dikenal dengan nama Michelangelo Merisi. Kegeniusannya dalam melukis ditunjukkan dengan kemampuannya untuk mengkombinasikan warna terang dan gelap sesuai dengan karakter pribadi orang yang dilukisnya. Ketika melukis kemartiran St. Stefanus sebagaimana di kisahkan dalam Kisah Para Rasul (Kis 7:51-58), terlihat kombinasi warna terang dan gelap ini. Para Imam Besar, Mahkamah Agama Yahudi dan Penatua dilukis dengan warna agak gelap, mereka duduk di kursi dengan wajah penuh amarah dan kecewa, ada yang bersandar di tembok memandang ke arah Stafanus yang barusan berbicara melawan mereka. Sedangkan Stefanus dilukis dengan memiliki wajah ceriah, tenang sambil memandang ke langit, seakan menatap Yesus yang berdiri dengan tanganNya yang terbuka ke arahnya. Memandang lukisan ini memberi insipirasi kepada semua orang yang percaya kepada Yesus untuk tetap optimis, berwajah ceriah, meskipun berada di ambang kemartiran.

Hari ini Lukas melanjutkan kisah kemartiran Stefanus dalam Kisah Para Rasul. Ia penuh dengan Roh Kudus dan berkata kepada para Imam Besar, Penatua dan Ahli Taurat bahwa mereka keras kepala, tidak bersunat hati dan telinga, dan selalui menentang Roh Kudus. Dan bahwa merekalah yang membunuh para nabi, dan Orang Benar yaitu Yesus dari Nazaret. Tentu saja kata-kata Stefanus ini menyakiti hati mereka. Stefanus masih melanjutkan, “Aku melihat langit terbuka dan Anak Manusia berdiri di samping kanan Allah”. Kesaksian iman Stefanus ini yang mendorong para pemimpin Yahudi melemparinya dengan batu. Ia gugur sebagai martir pertama dan berdoa, “Ya Tuhan Yesus terimalah Rohku, Janganlah tanggungkan dosa ini kepada mereka.” (Kis 7: 59-60). Doa Stefanus ini mirip dengan perkataan Yesus di atas kayu salib (Luk 23:34.46).

Di dlam bacaan Injil, Penginjil Yohanes melanjutkan diskursus yang dibuat oleh Yesus tentang Roti Hidup. Di dalam rumah ibadat di Kapernaum, Yesus berkata, “Bukan Musa yang memberi kamu roti dari surga, melainkan BapaKulah yang memberi kamu roti yang benar dari Surga. Karena roti yang dari Allah adalah roti Surga dan yang memberi hidup kepada dunia.” Pengajaran Yesus ini membuat orang banyak memahaminya secara manusiawi. Sama seperti permintaan wanita Samaria untuk memiliki air hidup yang tetap mengalir (Yoh 4:1-42), orang banyak ini juga tertarik untuk memiliki roti itu senantisa. Yesus berkata kepada mereka, “Akulah roti hidup! Barang siapa datang kepadaKu, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepadaKu ia tidak akan haus lagi.” Perkataan Yesus ini mengandung dua hal penting yakni, Datang kepada Yesus membuat kita tidak lapar lagi karena Dialah makanan yang memberi kehidupan kekal. Percaya kepadaNya membuat kita tidak haus karena Roh Kudus atau Paraclitos yang selalu bersama dengan kita.

Sabda Tuhan pada hari ini membuat kita mengerti apa artinya “memberi” kepada Tuhan dan sesama. Orang selalu mengatakan memberi itu adalah salah satu tanda kasih. Para martir seperti Stefanus memberi dirinya, membiarkan diri dilempari dengan batu karena dia mengasihi Yesus. Jadi kemartiran atau kesaksian adalah tindakan memberi dengan kasih yang sempurna, tanpa kompromi atau ungkapan superfisial lainnya. Yesus sendiri mengajar orang banyak dalam diskursus tentang roti hidup sebagai sebuah tindakan “memberi”.  Dia menyamakan diriNya dengan Musa sehingga dapat disebut Musa Baru. Dahulu Musa pernah mengambil roti (manna) yang turun dari Surga dan memberi kepada umat Isarael di Padang Gurun yang bersungut-sungut karena kelaparan. Kini Yesus sebagai Musa Baru tidak lagi mengambil roti dan memberi tetapi Dia sendirilah Roti Hidup. Dia sendirilah yang akan memberi diriNya kepada orang banyak sebagai santapan rohani, asal mereka datang kepadaNya. Kini di dalam Gereja, kita dikuatkan untuk “datang” dan “percaya” kepadaNya supaya tidak haus dan lapar lagi secara rohani. Peristiwa ini yang selalu dikenang dalam Ekaristi sebagai saat mengenang pesembahan diri Yesus. Ekaristi memuaskan lapar dan dahaga rohani kita dengan.

Masing-masing pribadi itu ibarat sebuah lukisan. Kadang-kadang kita menjadi lukisan yang indah karena ada kombinasi warna-warni kehidupan. Terkadang kita memiliki warna-warna gelap, buram dengan wajah yang lesuh, sorotan mata penuh pesimis tetapi terkadang kita memiliki warna terang, dengan wajah ceriah dan sorot mata yang indah penuh optimis. Semua kombinasi warna ini sangat tergantung pada keterbukaan hati, kesediaan dan kemauan kita untuk mengikuti ajakan Tuhan Yesus untuk “datang  dan percaya kepadaNya”. Dialah yang punya rencana dan Dia jugalah pelukis utama kehidupan kita.

Doa: Tuhan, terimalah diriku!

PJSDB

Monday, April 23, 2012

Renungan 23 April 2012

Senin Pekan III Paskah
Kis 6:8-15
Mzm 119:23-24.26-27.29-30
Yoh 6:22-29

Percayalah kepada Yesus!


Ada sebatang pohon yang memiliki daun hijau di tengah sebuah padang. Pada saat musim kemarau tiba, seekor ulat kebingungan mencari makanan untuk dapat bertahan hidup. Ulat itu menghampiri pohon tersebut. Dia bertanya kepada pohon,”Pohon terkasih, apakah anda dapat membantu aku?” Pohon bertanya, “Apa yang dapat aku berikan kepadamu?” Ulat itu berkata, “Berikanlah daun-daunmu yang hijau kepadaku supaya aku makan sehingga dapat bertahan hidup selama musim ini”. Pohon itu pun tanpa ragu berkata, “Untuk hidupmu, aku rela memberikan apa saja yang berguna untukmu”. Maka terjadilah sepanjang musim kemarau, daun pohon itu digerogoti oleh ulat dan keturunannya sehingga mereka dapat bertahan hidup.

Banyak orang mencari Yesus. Mereka ingin merasakan kenyamanan dalam segala hal. Sabda yang mereka dengar melalui pengajaranNya membuat mereka merasakan sesuatu yang baru yaitu hidup mereka diteguhkan. Mereka juga menyaksikan mukjizat yang menunjukkan kebesaranNya sebagai Immanuel. Pengalaman yang barusan dirasakan oleh para muridNya adalah mereka menyaksikan penggandaan roti dan ikan, membagikannya dan disantap gratis bahkan masih ada sisa. Jadi makan gratis ikan dan roti menjadi satu motivasi bagi mereka untuk mencari Yesus, di samping hasrat lain  yaitu untuk menjadikanNya sebagai raja. Mengetahui situasi hati mereka ini, Tuhan Yesus berkata, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya kamu mencari Aku bukan karena kamu telah melihat tanda-tanda, tetapi melainkan karena kamu telah makan roti itu dan kamu kenyang. Bekerjalah bukan untuk makanan yang akan binasa, melainkan untuk makanan yang dapat bertahan sampai kepada hidup yang kekal, yang akan diberikan Anak Manusia kepadamu.” Ketika mendengar perkataan Yesus ini mereka semua menjadi sadar dan bertanya tentang jenis pekerjaan mana yang harus mereka lakukan. Yesus menjawab mereka bahwa pekerjaan yang diminta adalah percaya kepadaNya sebagai utusan Bapa, Dia yang disahkan oleh Bapa dengan meteraiNya.

Perkataan Yesus ini membuat kita teringat pada dialogNya dengan wanita Samaria (Yoh 4:1-42). Ketika Yesus meminta minum kepadanya, ia menolak memberi minum. Tetapi dalam dialog selanjutnya, Yesus berkata, “Barangsiapa minum air yang akan Aku berikan tidak akan haus selama-lamanya. Sebaliknya air yang akan Kuberikan kepadanya akan menjadi mata air di dalam dirinya, yang terus menerus memancar sampai ke hidup yang kekal.” (Yoh 4: 14). Pada perikop kita kali ini Yesus memberikan roti dan ikan kepada banyak orang. Kita memahami Roti saat ini sebagai Roti Ekaristi sebagai lambang Tubuh Yesus sendiri yang menyelamatkan umat manusia. Penginjil Yohanes mengatakan bahwa Yesus tidak hanya member TubuhNya sebagai makanan dalam rupa roti tetapi juga RohNya, sang Penghibur yang dijanjikan sebagaimana dilambangkan oleh air yang terus menerus mengalir tanpa henti dalam hidup manusia.

Pengalaman akan Yesus yang memberi diriNya sampai tuntas ini dirasakan oleh para muridNya dan semua orang yang mendengar pengajaran mereka setelah Hari Raya Pentekosta di Yerusalem. Banyak orang menjadi percaya kepada Yesus yang bangkit mulia melalui pewartaan para Rasul. Percaya berarti menerima Yesus dan mewartakanNya kepada orang lain. Percaya ini ditunjukkan dengan perbuatan nyata dalam pelayanan kasih.


St. Lukas dalam Kisah Para Rasul menceritakan kisah kemartiran Stefanus di mulai dengan mengadilinya. Stefanus adalah salah seorang Diakon dari tujuh Diakon pertama di dalam Gereja perdana. Dia penuh dengan Roh Kudus sehingga membuat mukjizat dan tanda-tanda, dia berani mengajar dan memberikan kesaksian kepada banyak orang. Orang-orang yang bersoal jawab dengan dia merasakan kebijaksanaan Allah di dalam diri Stefanus. Ia menjelaskan tentang Yesus orang Nazaret yang tekah dibunuh, wafat dan bangkit pada hari ketiga. Pengalaman ini mirip dengan perkataan Yesus yang mengatakan bahwa rombak bait Allah dan Dia akan membangunnya dalam waktu tiga hari (Yoh 2:19). Itu sebabnya Stefanus dituding menghujat Allah dengan menghina tempat kudus dan hukum Taurat. Hal yang menakjubkan adalah, semua orang yang berada di pengadilan melihat wajah stefanus seperti seorang malaikat.

Sabda Tuhan hari ini mengajak kita untuk sadar dan membaharui motivasi kita sebagai pengikuti Kristus. Pertanyaan untuk kita adalah apa alasan mendasar anda dibaptis,  menerima serta mengikuti Yesus? Ternyata mengikuti Yesus berarti siap menjadi martir. Mengikuti Yesus berarti siap dicaci maki, siap dianiaya bahkan siap menyerahkan nyawa sebagai tanda kasih kepadaNya seperti Stefanus. Yesus pernah berkata, “Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. Bersukacitalah, karena upahmu besar di surga.” (Mat 5:11-12). Jangan takut! Kita tetap belajar dari kemartiran Yesus. Ia yang telah memberikan segalanya bagi kita. Tubuh dan DarahNya ditumpahkan bagi kita. Ia pun masih menguatkan kita secara sakramen melalui Ekaristi yang diterima dalam rupa roti dan anggur. Ekaristi mengubah sekaligus menguatkan kita semua. Dia sendirilah yang melakukannya di dalam hidup kita.


Hidup kita akan semakin berarti apabila kita tidak berhenti berbuat baik. Kita memberi diri  sebagai kurban sehingga membuat orang lain memiliki nilai kehidupan. Sama seperti pohon yang memberi dirinya digerogoti oleh ulat kecil sehingga memberi kehidupan kepada ulat-ulat itu demikian semua pengurbanan hidup kita juga memberi arti kehidupan kepada sesama. Mampukah kita menyerupai Kristus Tuhan kita?


PJSDB

Sunday, April 22, 2012

Homili Hari Minggu Paskah III/B

Hari Minggu Pekan Paskah III/B
Kis 3:13-15.17-19
Mzm 4:2.4.7.9
1Yoh 2:1-5
Luk 24:35-48

Mesias harus menderita dan bangkit!

Hari Raya Pentekosta memiliki pengaruh yang amat luas bagi para Rasul. Mereka benar-benar on fire! Mereka bergerak cepat dan menguasai Yerusalem dengan pengajaran serta kotbah-kotbah yang membuat banyak orang terpukau dan percaya.  Apalagi ketika Petrus dan Yohanes menyembuhkan seorang lumpuh (Kis 3:6). Dengan memanfaatkan situasi yang ada, Petrus coba menceritakan misteri Kristus. Ia menunjukkan motivasi mendasar  penolakan orang-orang Yahudi terhadap kedatangan Kristus. dia juga mengakui bahwa kuasa Allah memenuhi seluruh bumi sehingga dapat mengubah kehinaan hambaNya yang menderita menjadi mulia. 


Petrus berkata, “Allah Abraham, Allah Ishak dan Yakub, Allah nenek moyang kita telah memuliakan hambaNya yaitu Yesus yang telah kamu tolak…Kamu telah menolak Yang Kudus dan Benar. Ia pemimpin kepada hidup telah dibunuh tetapi Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati.” Petrus bahkan mengakui, “Kami adalah saksi”. Pada akhirnya ia meminta mereka untuk sadar dan bertobat sehingga dosa-dosa mereka dapat dihapuskan. Hal terpenting di sini adalah perkataan Petrus bahwa mereka adalah saksi mata. Apa yang dikatakan berasal dari pengalaman nyata bersama Yesus. Pewartaan Petrus ini menunjukkan bahwa Kristus hidup dan terus menerus bekerja melalui tindakan dan perbuatan para rasul.

Mencintai seseorang berarti menerima orang tersebut seadanya dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Demikian Tuhan mengasihi kita seadanya dan kita imani. Kita juga mewartakan kebangkitan Kristus dengan iman yang kuat. Pertanyaan yang patut direfleksikan adalah apa makna hidup beriman? Hidup beriman berarti hidup dengan menghayati semua ajaran Kristus, dengan melakukan kebenaran dan menuruti perintah-perintahNya. Yohanes menyapa anak-anak di dalam komunitasnya supaya jangan berbuat dosa. Kalaupun ada yang berbuat dosa, Yesus tetaplah menjadi perantara kepada Bapa. Dialah yang mendamaikan dosa seluruh dunia. Oleh karena itu diharapkan setiap orang menuruti perintah-perintah Tuhan. Barang siapa melakukan perintah-perintah Tuhan dia hidup dalam kesempurnaan di hadirat Allah.

Pengalaman bersama Yesus ini oleh penginjil Lukas disebut pengalaman akan "Dia yang tersalib". Ketika para murid berkumpul bersama sebagai satu komunitas, dalam suasana ketakutan, mereka mencoba membagi pengalaman kesaksian mereka akan kebangkitan Yesus. Petrus memberi kesaksiannya demikian juga kesaksian dua murid yang tadinya pergi ke Emaus. Pada saat ada kebersamaan, meskipun ada situasi ketakutan atau sukacita karena berita kebangkitan, Yesus muncul ditengah-tengah mereka dan berseru, “Damai sejahtera bagi kamu”. 


Para murid merasa terkejut, takut dan ragu karena mereka menyangka bahwa Dia adalah hantu. Mereka mendengar suaraNya dan melihat TubuhNya tetapi Yesus berusaha untuk menunjukkan diriNya sebagai “Dia yang tersalib”. Oleh karena itu Ia menunjukkan kaki dan tanganNya. Untuk memperkuat iman mereka, Yesus meminta makan dan diberikanNya sepotong ikan goreng untuk di makan. Dalam tradisi Gereja dipakai ikan sebagai sebuah lambang. Orang Yunani menyebutnya “ichtus”: Iesous Christos, Theou (h) Uios, Soter (Yesus Kristus, Putera Allah, Juru Selamat).

Setelah memakan ikan, Ia menjelaskan identitasNya sebagaimana sudah ditulis di dalam Kitab Suci, mulai dari Taurat, para Nabi dan Mazmur-Mazmur. Yesus membuka pikiran mereka dan merekapun mengerti Kitab Suci terutama tentang penderitaan, wafat dan kebangkitanNya. Konsekuensinya adalah pertobatan dan pengampunan dosa perlu diwartakan dan dialami oleh semua makhluk. Kita pun dipanggil untuk berkumpul bersama dalam Ekaristi untuk mengenang paskah Kristus. Dia telah datang ke tengah-tengah kita dan kita pun bersatu denganNya dalam Ekaristi kudus.

Sabda Tuhan hari ini mengarahkan kita untuk mengimani Yesus Kristus sebagai satu-satunya Tuhan dan Juru Selamat kita. Ini adalah sebuah perjalanan iman. Ia telah menderita, sengsara dan wafat. Ia juga telah bangkit dan menampakan diriNya. Dari situ Ia menjadi pusat pewartaan para rasul dan diwariskan turun-temurun kepada di dalam Gereja. Yesus menjadi pusat pewartaan Gereja pada masa kini dengan tetap berusaha untuk menghadirkan InjilNya. Seluruh umat Allah diharapkan melakukan perintah-perintahNya sebagai jalan menuju kesempurnaan.


Kita juga diajak untuk terus menerus memandang Yesus. Ia berkata, "Lihatlah tangan dan kakiKu" (Luk 24:39-40). Menandang "Dia yang tersalib" membuat kita memandang hidup kita dengan aneka pergumulan yang kita alami. Dengan memandang Dia yang tersalib kita menimba kekuatan untuk tetap berjuang. Untuk menimba pengalaman memandang Yesus tersalib ini maka kita tetap membutuhkan Dia untuk membuka pikiran kita supaya mengerti isi Kitab Suci.


Doa: Tuhan, terima kasih karena Engkau telah membaharuiku! Amen

PJSDB

Saturday, April 21, 2012

Renungan 21 April 2012

Sabtu Pekan II Paskah
Kis 6:1-7
Mzm 33:1-2.4-5.18-19
Yoh 6:16-21

Jangan Takut Untuk Melayani!



Seorang pengurus wilayah di sebuah Paroki mendatangi Romo di Paroki untuk curhat. Dia merasa sakit hati karena ada umat di wilayahnya bersungut-sungut karena dana papa dari Gereja belum diterima. Masalahnya sederhana, para pengurus sedang menertibkan sistem dan memberlakukan pastoral berbasis data. Jadi data-data itu belum masuk ke data base Paroki secara lengkap. Namun demikian bersungut-sungut ini selalu menjadi terror baginya. Setiap hari selalu ada SMS bahkan kadang mengatakan, “Kalau Gereja tidak mau membantu lagi juga tidak apa-apa.” Romo di Paroki itu menjawab, “Tenanglah, itu hanya satu orang di wilayahmu. Wilayah lain memiliki lebih banyak dari itu.” “Iya Romo, walaupun satu tetapi seperti seekor nyamuk yang mengganggu di telingaku” Jawab pengurus wilayah itu. Pengalaman sederhana ini pernah dialami komunitas para Gereja Perdana.

Sebagaimana kita ketahui bahwa salah satu ciri khas komunitas Gereja Perdana di Yerusalem adalah semangat sehati sejiwa. Semangat ini ditandai dengan sikap saling berbagi sehingga di antara mereka tidak ada yang kekurangan suatu apa pun (Kis 2:44-47). Kekhasan ini menjadi kuat ketika para Rasul terjun langsung dalam tugas untuk melayani. Akibat pewartaan yang tekun dari para Rasul maka orang-orang yang percaya kepada Yesus bertambah. Mereka bukan hanya orang-orang Yahudi tetapi orang-orang bukan Yahudi pun percaya kepada Yesus.

Persoalan yang muncul adalah bagaimana semangat sehati dan sejiwa yang diwujudkan dalam semangat saling berbagi itu dapat terlaksana dengan baik? Ada orang-orang Yahudi yang berbahasa Yunani bersungut-sungut karena pelayanan kasih kepada para janda tidak merata. Dengan demikian para rasul berkumpul dan memutuskan untuk membagi tanggung jawab dengan semua orang yang percaya. Pertemuan ini menghasilkan satu keputusan penting: para rasul yang tadinya tidak puas karena melalaikan Sabda untuk melayani meja bersedia berbagi tugas dan tanggung jawab kepada para pilihan yang punya tugas istimewa untuk melayani. Mereka inilah yang disebut Diakon. Komunitas berhasil memilih tujuh diakon yang dianggap baik, penuh Roh Kudus dan bijaksana. Salah satu di antara mereka yang terkenal adalah Stefanus. Dampaknya adalah Firman Allah semakin tersebar ke mana-mana dan jumlah murid Tuhan makin bertambah. Para imam Yahudi pun ada yang bertobat.

Penginjil Yohanes mengisahkan bahwa para murid Yesus merasa puas dengan mujizat penggandaan roti dan ikan. Ini adalah pengalaman berbagi yang luar biasa. Banyak di antara orang-orang yang mengalami mukjizat ini berniat untuk mengangkat Yesus sebagai raja. Yesus dikhabarkan menyingkir ke gunung dan menyendiri. Ini adalah saat untuk bersatu dengan Bapa. Para Murid sendiri saking bahagia dan percaya diri maka mereka memberanikan diri untuk pergi menyebrangi danau tanpa Yesus. Ketika perahu mereka diterpa badai, mereka ketakutan. Yesus berjalan di atas air dan berseru kepada mereka, “Ini Aku, Jangan Takut!”

Komunitas Gereja perdana sebagaimana dilukiskan St. Lukas menjadi dasar yang kuat bagi perkembangan Gereja hingga saat ini. Hal yang dosoroti oleh Lukas adalah bahwa di dalam komunitas perlu ada para pelayan tertentu yang bertugas untuk melayani Sabda, melayani Jemaat dan memimpin jemaat. Tugas-tugas ini yang kemudian diambil oleh para imam, uskup dan Paus tertahbis untuk mewartakan Sabda, melayani sakramen-sakramen di dalam Gereja dan memimpin Gereja. Di dalam Gereja katolik juga terdapat Diakon yang memiliki tahbisan khusus untuk melayani Gereja baik sabda maupun beberapa pelayanan sakramen sebelum mereka ditahbiskan penuh di dalam Gereja katolik.

Meskipun sudah memiliki hirarki dengan aneka pelayanan, namun bersungut-sungut selalu ada. Umat bersungut-sungut kalau para gembalanya melayani pilih kasih dan mengabaikan umat yang lain. Gembala yang tidak menyiapkan diri untuk melayani Sabda, Sakramen dan memimpin umat. Bersungut-sungut selalu ada di dalam Gereja dan tidak akan terhapus. Darah Yesus saja tidak mempan dalam menghapus sikap bersungut-sungut dikalangan umat.

Mengapa selalu ada rasa bersungut-sungut di kalangan umat? Karena Gereja berpikir dapat berjalan sendiri tanpa Yesus. Gereja seperti bahtera yang dipakai para rasul dan belayar sendiri tanpa pendampingan dari Yesus. Nah, perlu adanya mukjizat baru. Yesus perlu berjalan di atas air dan berseru, “Jangan takut, Aku ini!” kepada GerejaNya. Terkadang ketakutan Gereja justru pada rasa bersungut-sungut ini. Bagaimana membangun komunikasi yang baik untuk mereka yang bersungut-sungut ini?

Sabda Tuhan pada hari ini memfokuskan kita semua pada satu kata, “melayani”. Mari kita melayani lebih sungguh kepada semua orang tanpa pamrih. Melayani materi kepada yang berkekurangan. Melayani Sabda sebagaimana diperintahkan Yesus yakni kepada segala makhluk sampai ke ujung dunia. Melayani Sakramen-sakramen sebagai jalan menuju kekudusan. Kita butuh Tuhan yang mendampingi dan meneguhkan kita dengan kata-kataNya, “Aku ini, Jangan takut!” Maukah anda melayani dan berbagi?

PJSDB

Friday, April 20, 2012

Renungan 20 April 2012

Hari Jumat Pekan II Paskah
Kis 5:34-42
Mzm 27: 1.4.13-14
Yoh 6:1-15

Menimbang Kebijaksanaan Gamaliel!


Kisah para Rasul berlanjut. Mereka sedang berada di hadapan Mahkamah agama Yahudi untuk diadili. Gamaliel seorang Farisi dan ahli Taurat membuat discerniment terhadap kegiatan para rasul ini. Dia meminta sidang diskors dan menyuruh para rasul untuk meninggalkan ruang sidang. 


Kesempatan ini digunakan Gamaliel untuk menjelaskan pemikirannya kepada sidang dengan berpatok pada peristiwa masa lalu dan peran Allah dalam peristiwa-peristiwa itu. Pertama, tentang pengalaman masa lalu. Gamaliel memberi contoh dua gerakan yang pernah muncul dibawah pimpinan Teudas dan Yudas orang Galilea. Masing-masing mereka dan para pengikutnya memberontak. Semua kegiatan mereka ini lenyap karena hanya mengandalkan kekuatan manusia saja. Kedua, dengan bijaksana ia menasehati sidang bahwa sebaiknya para rasul dilepaskan saja. Gamaliel berkata, “Apabila semua maksud dan perbuatan yang dilakukan para rasul karena rencana manusia maka akan lenyap, tetapi kalau maksud dan perbuatan yang mereka lakukan berasal dari Allah maka mereka tidak dapat dilenyapkan bahkan kamu sendiri yang akan melawan Allah”. Konsekuensi pemikiran Gamaliel adalah para rasul dibebaskan. Mereka bergembira karena layak menderita demi nama Yesus. Mereka melanjutkan pewartaan Injil bahwa Yesus adalah Mesias.


Pandangan bijaksana Gamaliel ini patut direnungkan. Semua pekerjaan yang berasal dari kuasa dan napsu manusia akan lenyap begitu saja. Semua pekerjaan yang berasal dari Tuhan Allah akan tetap bertahan, mampu melewati segala rintangan dan pertentangan-pertentangan tertentu yang berasal dari manusia. Pemikiran yang bijaksana dari Gamaliel ini membuat sidang mahkamah agama mengikutinya. Sekarang pikirkan dan pandanglah hidup pribadi masing-masing. Banyak kali semua pemikiran dan pekerjaan kita lebih mengadalkan kekuatan diri. Ada prinsip: I can do it dan lupa bahwa semua pekerjaan itu hendaknya dimulai bersama Tuhan, disertai oleh Tuhan dan diakhiri bersama Tuhan dan bahwa sesama manusia juga memiliki andil untuk kita.

Penginjil Yohanes telah membantu kita memahami relasi persahabatan Yesus dan Nikodemus. Sekarang ia membantu kita untuk mengenal Yesus sebagaia makanan rohani. Yesus melakukan pengajaran dan mukjizat-mukjizat penyembuhan. Banyak orang takjub dan mengikuti Dia. Yesus mencobai para murid supaya mereka berpikir tentang pelayanan dan sikap berbagi di dalam hidup mereka. Misalnya, Yesus bertanya tentang bagaimana memberi makan kepada orang-orang yang berbondong-bondong mengikuti mereka. Para rasul hanya punya uang dua ratus dinar dan 2 ekor ikan dan 5 potong roti. Dari jumlah ikan dan roti ini, Yesus mengucap syukur dan berhasil memberi makan 5000 orang laki-laki. Para rasul dengan kekuatan “ekaristi” diajarkan Yesus untuk saling berbagi sehingga semua orang puas bahkan masih ada sisa 12 bakul penuh denga roti. Setelah membuat mukjizat ini, Yesus menyingkir karena orang-orang pada waktu itu mau membuatNya menjadi raja.


Mukjizat penggandaan roti dan ikan ini menjadi penting bukan hanya sebagai mukjizat sebagaimana adanya tetapi menunjukkan betapa para rasul diajarkan oleh Yesus untuk memberi dari kekurangan atau sedikit yang mereka miliki supaya sesama lain bisa hidup dalam kelimpahan. Pesan lain dari mukjizat ini adalah bahwa Yesus mau membagi diriNya sampai tuntas bagi manusia. Ia "mengambil roti, mengucap syukur dan membagi-bagi". Ini yang selalu dikenang juga dalam perjamuan Ekaristi.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini mengajak kita untuk memahami dua hal ini. Pertama, keberanian untuk terus menerus mewartakan Injil kepada segala makhluk meskipun ada banyak rintangan. Apabila pelayanan dan pertusan ini berasal dari Allah maka akan berhasil sebaliknya kalau hanya semata-mata dari manusia maka akan mendapatkan kegagalan. Maka andalkanlah Tuhan dan lupakanlah dirimu karena anda juga hanya seorang pelayan. Kedua, Yesus Kristus tetaplah menjadi pusat hidup kita. Dia menjadi pokok pewartaan para rasul bahwa Yesus sudah bangit dan Dia juga yang membagi diriNya untuk memuaskan kita dalam perjamuan Ekaristi. 


Kita pun belajar untuk berbagi dari kekurangan atau sedikit yang kita miliki supaya sesama dapat memiliki kelimpahan hidup. Pertanyaan untuk refleksi lebih lanjut: Apakah anda juga rela menderita demi nama Yesus? Apa makna berbagi bagi anda?

PJSDB

Thursday, April 19, 2012

Renungan 19 April 2012

Hari Kamis Pekan Paskah II
Kis 5: 27-33
Mzm 34: 2.9.17-18.19-20
Yoh 3:30-36


Kita harus lebih taat kepada Allah!


Kisah Rasul Petrus dan Yohanes berlanjut. Para pengawal membawa keduanya dan menghadapkan mereka kepada mahkamah agama. Imam besar berkata kepada mereka, “Dengan keras kami melarang kamu mengajar dalam Nama itu. Namun ternyata, kamu telah memenuhi Yerusalem dengan ajaranmu dan kamu hendak menanggungkan darah Orang itu kepada kami”. Mendengar perkataan ini, Petrus berani menjawab imam besar, “Kita harus lebih taat kepada Allah dari pada kepada manusia.” Selanjutnya Petrus menegaskan kesaksian tentang peristiwa penyaliban Yesus dan bagaimana Allah membangkitkan dan meninggikanNya. Yesuslah jugalah yang mengampuni dosa dan membawa pertobatan kepada mereka semua. Tentu saja perkataan Petrus ini dirasakan sangat menusuk hati para pemimpin Yahudi dan mereka berniat mau membunuh para rasul.

Pengalaman para rasul  ini membawa kita pada dua hal penting. Pertama, pokok pewartaan mereka tetap pada Paskah Yesus Kristus. Artinya, Yesus telah wafat dan bangkit. Dampak dari peristiwa Yesus ini adalah pengampunan dosa dan pertobatan.  Kedua, Taat kepada Allah. Kata-kata Petrus mengundang kita untuk mentaati Allah dari pada mentaati manusia. Secara teoritis memang tidak ada masalah. Tetap dalam kehidupan praktis dapat saja terjadi pertentangan yang sulit. Menjadi orang yang taat itu tidak gampang. Di dalam hidup membiara sering ada dalil yang mengatakan bahwa para anggota biara harus mentaati pemimpin biara sebagai penafsir kehendak Allah hari demi hari. Ketaatan masih mudah dilakukan ketika orang mendengar dengan baik dan melakukannya. Ketaatan menjadi sulit ketika tidak mendengar dengan baik. Orang perlu memiliki iman supaya dapat mentaati Tuhan dan sesama.

Kisah Nikodemus juga berlanjut. Dia semakin percaya pada Yesus. Ia sungguh-sungguh bertemu dengan Terang sejati. Selanjutnya Yesus berkata kepada Nikodemus, “Siapa yang datang dari atas adalah di atas semuanya…siapa yang datang dari sorga adalah di atas semuanya. Ia memberi kesaksian tentang apa yang dilihatNya dan yang didengarNya. Bapa mengasihi Anak dan telah menyerahkan segala sesuatu kepadanya. Barang siapa percaya kepada Anak, Ia beroleh hidup yang kekal, tetapi barang siapa tidak taat kepada Anak, Ia tidak akan melihat hidup melainkan murka Allah tetap ada di atasnya”. Sekali lagi kita diingatkan bahwa Yesus hendaknya menjadi pusat kehidupan kita. Dia datang dari atas dan kita dipanggil untuk percaya dan mentaatiNya.

Selama Yesus hidup di hadapan umum, para ahli Taurat dan Imam kepala mendiskusikan terus menerus hakikat pewahyuan dan misi Yesus. Mereka terus berdiskusi bahkan sampai setelah kebangkitanNya. Spekulasi mereka adalah sampai pada Yesus adalah pribadi yang dapat mengganggu ketenangan mereka. Para Rasul mengalami relasi secara langsung dengan Yesus, sebagaimana Dia sendiri berelasi dengan Bapa. Tuhan Allah menganugerahkan Roh Kudus tanpa memakai perhitungan tertentu. Banyak kali kita mungkin hanya membatasi diri pada debat tentang kebenaran agama. Mengapa kita tidak mau memiliki komitmen untuk mengalami Allah yang hidup? Komitmen seperti apa?

Sabda Tuhan pada hari ini sangat memperkaya kehidupan rohani kita. Kita diundang untuk mentaati Allah. Apa artinya mentaati Allah? Mentaati berarti mendengar Allah dalam hidup kita. Mentaati Allah berarti mengimaniNya dan puncaknya adalah mencintainya. Iman timbul dari pendengaran dan pendengaran oleh Firman Kristus (Rm 10:17). Mentaati Yesus berarti dapat melihat hidup dan jauh dari murkah Allah. Selidikilah batinmu!

Pertanyaan untuk refleksi kita lebih lanjut adalah apa nilai luhur ketaatan dalam hidup kita?

PJSDB