Thursday, May 31, 2012

Renungan 31 Mei 2012

Pesta Visitazione
Zef 3:14-18a (atau Rom 12:9-16b)
Mzm (Yes) 12:2-3.4.5-6
Luk 1:39-56
“Berbahagialah dia yang telah percaya”
Bulan Mei adalah salah satu bulan yang dipakai oleh umat katolik untuk melakukan devosi popular kepada Bunda Maria. Setiap orang berdoa rosario, ibadat rosario di lingkungan dan ziarah ke gua-gua Maria. Bulan Mei ditutup dengan merayakan pesta Bunda Maria mengunjungi Elizabeth saudaranya. Pesta ini biasa dikenal dengan sebutan Pesta Kunjungan (visitation) atau pesta Magnifikat. Pesta ini pada awalnya dipopulerkan oleh para saudara Fransiskan hingga abad XIII. Paus Bonifasius IX memasukkan pesta ini ke dalam kalender peribadatan Gereja katolik. Paus Klemens VIII (1608) menciptakan teks-teks liturgi khusus untuk pesta ini. Sebelumnya pesta ini dirayakan pada tanggal 2 Juli. Namun supaya ada kelogisan dengan peristiwa yang lain maka pesta ini dimajukan pada tanggal 31 Mei ini. Kelogisan dalam arti, pada tanggal 25 Maret Bunda Maria menerima kabar sukacita, 24 Juni kelahiran Yohanes Pembaptis dan 25 Desember kelahiran Yesus.
Maria melakukan perjalanan cukup jauh dari Nazaret ke rumah Elizabeth di Ein Karem. Jarak antara Nazareth dan Ein Karem adalah sekitar 160 km. Ein Karem ini menjadi penting karena digambarkan oleh penginjil Lukas sbagai tempat kunjungan Bunda Maria kepada Elzabeth dan Zakharias (Luk 1:39-56) sambil menolong mereka sebelum Elizabeth melahirkan Yohanes Pembaptis (Luk 1:57-64). Dengan jarak yang cukup jauh ini ada kemungkinan dilakukan selama satu minggu perjalanan.
Penginjil Lukas melukiskan dengan indah perjumpaan antara  Maria dan Elizabeth. Sambil mendengar khabar tentang panggilannya menjadi ibu Yesus, Maria juga menerima khabar sukacita yang lain melalui Malaikat Gabriel bahwa Elizabeth saudaranya juga sedang mengandung 6 bulan. Maria dengan inisiatif dari Tuhan, berusaha membantunya. Ketika terjadi perjumpaan antara empat pribadi ada sukacita sebagai buah Roh Kudus. Maria menyapa Elizabeth dan Elizabeth bergembira dan penuh dengan Roh Kudus. Yesus dalam kandungan Maria bertemu dengan Yohanes Pembaptis dan Yohanes melonjak kegirangan. Maria mendapat pujian Elisabeth “Diberkatilah engkau di antara semua wanita”. Maria kemudian memuliakan Tuhan dengan Magnifikat.
Apa makna rohani di balik pesta ini? Setelah Maria menerima khabar sukacita, ia hendak membagikan sukacita dari Allah ini kepada orang-orang yang dikasihi. Tentu sukacita pertama dibagikan kepada Yusuf yang saat itu masih dirundung kekecewaan. Tetapi dengan ketulusan dan kejujurannya maka Yusuf menerima sukacita  itu dan memilikinya. Orang kedua adalah Elizabeth. Elizabeth juga menerima sukacita Allah setelah dihina sebagai wanita mandul tetapi ternyata dapat mengandung di usia senja. 
Mendengar salam Maria, Elizabeth penuh dengan Roh Kudus dan bersukacita. Sukacita yang sama dialami Yohanes dalam rahim Elizabeth. Elizabeth berkata, “Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku?” Maria menanggapi sukacita dari Allah di rumah Elizabeth dengan menggemakan nyanyian pujian Hanna kepada Allah dalam 1 Samuel 12. Dengan segenap hati Maria memuji dan memuliakan Allah, “Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah Juruselamatku.” Allah telah berkenan mengangkat yang hina dina dan menceraiberaikan yang congkak hatinya. Maria di sini menjadi alat Allah untuk memuliakanNya.
Satu hal yang menarik perhatian kita adalah Maria mengakui Yesus sebagai Juruselamatnya. Seorang Anak yang menciptakan ibunya! Seorang ibu mengakui Anak sebagai penciptanya. Ya, Maria merupakan ciptaan yang unggul dari Allah. Melalui Maria semua orang akan mengakui kebesaran Allah dalam dirinya. Itu sebabnya dalam Magnifikat, Maria mengatakan bahwa segala keturunan akan menyebutnya bahagia. 
Kunjungan Maria ini juga memiliki makna teologis yang lain. Maria membawa Yesus untuk menjadi sumber sukacita bagi sesama. Sukacita yang kiranya mirip dengan sukacita Israel ketika membawa Tabut Perjanjian dari Baalah ke Jerusalem (2Sam 6:16). Dalam diri Maria Allah membaharui janjiNya. Maka Maria juga dapat disebut Tabut Perjanjian Baru yang membawa Yesus di dalam tubuhnya.
Mari kita mengikuti teladan Bunda Maria. Sukacita sebagai ibu Tuhan tidak membuatnya bangga tetapi sukacita terwujud dalam pelayanan kasih. Dia juga percaya pada rencana dan kehendak Allah maka Elisabeth menyapanya, “Berbahagialah dia yang telah percaya”. Sungguh dia adalah ciptaan unggul Tuhan. Apakah kita juga dapat menyerupai Bunda Maria yang melayani dengan sukacita?
Doa: Santa Maria Bunda Allah, doakanlah kami yang berdosa ini sekarang dan waktu kami mati. Amen.
PJSDB

Wednesday, May 30, 2012

Renungan 30 Mei 2012

Rabu Pekan VIII
1Ptr 18-25
Mzm 147: 12-13.14-15.19-20
Mrk 10:32-45

Ia menebus kita dengan DarahNya!

Pada suatu sore saya mendengar suara anak tetanggaku. Ia menyanyikan sebuah lagu berjudul “Seperti yang Kau ingini”. Lagu ini pernah dipopulerkan oleh Nikita. Ia menyanyikan berulang-ulang sampai aku sendiri mengikutinya dari kamarku juga…: “Bukan dengan barang fana, Kau membayar dosaku. Dengan darah yang mahal, tiada noda dan celah. Bukan dengan emas perak, Kau menebus diriku, oleh segenap kasih dan pengorbananMu.. Ku telah mati dan tinggalkan, jalan hidupku yang lama, semuanya sia-sia dan tak berarti lagi.. Hidup ini kuletakkan pada mesbahMu ya Tuhan, jadilah padaku seperti, yang Kau ingini.” Sebuah lagu yang indah dan sudah popular di kalangan umat.

Sambil mengingat kembali lirik lagu ini, pikiranku tertuju pada bacaan pertama pada hari ini. Petrus mengatakan kepada umat di Asia kecil bahwa mereka ditebus dari cara hidup mereka yang lama, yakni cara hidup yang sia-sia karena warisan nenek moyang mereka. Mereka ditebus bukan dengan barang yang fana, bukan juga dengan emas atau perak tetapi dengan Darah yang mahal yaitu Darah Kristus sendiri. Mengapa Kristus harus menumpahkan darahNya? Bagi Petrus, karena Kristus sudah dipilih sebelum dunia dijadikan untuk menebus manusia. Melalui Dia, banyak orang menjadi percaya kepada Allah Bapa. Allah sendirilah yang membangkitkan Yesus Kristus dari kematianNya serta memuliakan Dia. Dari sinilah iman dan harapan bertumbuh dan terarah hanya kepada Allah. Apa yang harus diperbuat? Petrus menganjurkan mereka supaya dengan iman dan harapan, mereka dapat bertumbuh dalam kasih persaudaraan yang tulus. Hukum kasih harus ditegakkan bagi semua orang beriman. Iman, harapan dan kasih sebagai tiga kebajikan teologal harus selalu mengalami pemurnian dan penguatan dari Sabda Tuhan.

Yesus menebus manusia dengan DarahNya yang mahal. Ia tidak mengurbankan orang lain menjadi korban tetapi justru mengurbankan diriNya sendiri sebagai korban, laksana anak domba. Penginjil Markus mengantar kita untuk memahami misteri penebusan Yesus. Pada suatu kesempatan Yesus dan para muridNya melakukan perjalan ke Yerusalem. Ia berkata kepada para muridNya: “Sekarang kita pergi ke Yerusalem dan Anak Manusia akan diserahkan kepada imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat.” Yesus menjelaskan lebih lanjut pengalaman penderitaan, wafat dan bangkitNya. Sambil menjelaskan penebusanNya yang berlimpah kepada para  muridNya ternyata muncul tantangan baru di dalam komunitasNya Yesus. Para muridNya ternyata memiliki ambisi-ambisi tertentu dalam mengikuti Yesus. Anak-anak Zebedeus misalnya, meminta kepada Tuhan Yesus posisi yang penting di sebelah kiri atau kananNya. Mereka tentu merasa bahwa menjadi orang terkenal atau punya posisi tertentu itu adalah kehebatan. Ini sangat manusia. Bagi Yesus, orang hebat adalah orang yang mau melayani dan menderita demi kebaikan sesama. Orang hebat adalah mereka yang menyerupai Yesus yang datang bukan untuk dilayani melainkan melayani bahkan mengurbankan diriNya, menebus manusia dengan darahNya yang mahal.

Sabda Tuhan pada hari ini mengingatkan kita akan makna pengorbanan diri. Berkorban demi diri sendiri jauh lebih mudah dari pada berkorban demi orang lain. Namun pada hari ini, Yesus mengoreksi kita. Dia mengurbankan diriNya dengan menumpahkan darahNya yang mahal untuk keselamatan kita. Dia tidak menggunakan emas atau perak atau menjadikan orang lain menjadi korban tetapi diriNya sendiri adalah korban laksana anak  domba. Pengurbanan Kristus hendaknya membuat kita sadar untuk tetap hidup dan bertumbuh dalam iman, harapan dan kasih.

Sabda Tuhan juga memanggil kita untuk meninggalkan ambisi-ambisi manusiawi, semua proyek pribadi demi ketenaran atau kepopuleran pribadi. Hendaklah tumbuh prinsip ini: “Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna. Kami hanya dapat melakukan apa yang harus kami lakukan.” (Luk: 17:10). Artinya bahwa dengan meninggalkan ambisi-ambisi tertentu orang dapat memfokuskan perhatiannya hanya untuk melayani Tuhan dan sesama.  Bagaimana dengan anda? Apakah masih mau menyimpan seluruh harta yang fana ini? Atau justru berbagi dengan sesama yang sangat membutuhkan membuat hasil yang dicapai baik adanya.

Doa: Tuhan Engkau sungguh baik! Jagalah dan lindungi kami semua. Amin

PJSDB

Tuesday, May 29, 2012

Renungan 29 Mei 2012

Hari Selasa Pekan Biasa VIII
1Ptr 1:10-16
Mzm 98: 1.2-3ab.3c-4
Mrk 10:28-31

Hidup berkelimpahan!

Semangat kemiskinan! Demikian tema umum Rekoleksi bulanan di komunitassaat itu. Setelah mengikuti konferensi tentang nilai injili kemiskinan yang kami ikrarkan, kami diajak oleh pemimpin rekoleksi untuk merenungkan lebih mendalam tema kemiskinan. Masing-masing peserta diajak untuk kembali ke kamar, membuka lemari pakaian dan menghitung isi lemari yang murni dibawa dari rumah, yang diberi oleh sahabat kenalan dan yang diberikan oleh kongregasi. Setelah setengah jam kami kembali ruangan untuk melaporkan isi lemari kami masing-masing. Pada saat itu seorang frater bersaksi, “Pater, saya sudah mencek isi lemari pakaian saya, dan saya menemukan bahwa 99,9 persen isi lemari saya diberikan oleh kongregasi kepadaku. Sisanya saya terima dari rumah dan teman-teman” Bagi saya ini sebuah kesaksian yang luar biasa! Frater sudah mengerti apa makna “Pergilah, jualah segala milikmu, berikanlah itu kepada orang miskin. Setelah itu ikutlah Yesus”

Kisah orang dewasa dalam Injil Markus yang ingin masuk surga membuka pikiran kita untuk tidak terikat pada harta dunia yang bisa dimakan ngengat (Mt 6:19). Setiap orang diperkenankan masuk  dan mencoba harta surgawi yang dijanjikan Tuhan terutama bagi mereka yang meninggalkan segalanya demi Yesus. Harta surgawi yang dimaksud adalah kekudusan, kesempurnaan bersama Tuhan yang kudus dan sempurna.

Petrus sebagai pemimpin menyadari sikap lepas bebas sebagai murid dan berkata kepada Yesus, “Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau”.  Nah Yesus,  menggunakan kesempatan untuk menjelaskan kepada Petrus dan para murid lainnya: “Barangsiapa meninggalkan rumah, saudara-saudari, ibu atau Bapa, anak-anak atau ladangnya pada masa ini akan menerima seratus kali lipat sekalipun ada penderitaan dan pada masa depan akan memperoleh hidup kekal”. Artinya, dengan meninggalkan segalanya, seorang murid Tuhan yang setia pada masa ini juga tetap hidup berkelimpahan. Dengan meninggalkan segalanya, seorang murid Tuhan mendapat rumah baru, saudara dan saudari baru, ibu dan bapa baru, anak-anak baru dan ladang baru. Semuanya berkelimpahan! Semuanya ada di dalam Tuhan.


Pada akhir Injil Yesus berkata, “Banyak orang yang terdahulu akan menjadi yang terakhir dan yang terakhir akan menjadi yang terdahulu”. Di sini, Yesus juga mau mengatakan bahwa mereka yang kaya dan berkuasa memang terlampau mengandalkan kekayaan dan kuasa, akan menjadi yang terakhir, sedangkan para murid yang setia akan menjadi orang yang pertama masuk surga. Itulah hidup berkelimpahan yang paling sempurna.

Meninggalkan segala-galanya untuk mengikuti Yesus merupakan jalan menuju kekudusan. Para nabi telah mengalaminya sendiri. Mereka meninggalkan negeri dan keluarganya untuk mewartakan kebesaran Tuhan. Petrus dalam bacaan kedua mengingatkan orang beriman di Asia kecil bahwa para nabi dengan kuasa Roh Kudus bukan melayani diri mereka sendiri tetapi melayani Injil dan memberitakannya. Petrus juga menasihati mereka supaya meninggalkan hawa napsu dan hidup dalam kekudusan. Tuhan yang telah memanggil mereka adalah Tuhan yang kudus maka mereka juga hendaknya hidup dalam kekudusan.

Sabda Tuhan hari ini membuka pikiran kita untuk memahami kebesaran Tuhan. Tuhan Yesus mengingatkan para rasul yang telah meninggalkan segalanya bahwa mereka akan hidup berkelimpahan. Oleh karena itu mereka tidak boleh menjadi takut atau serakah. Kemiskinan apostolic yang mereka miliki akan membuat mereka menjadi orang-orang pertama masuk ke dalam kerajaan surga. Inilah hidup berkelimpahan yakni kekudusan karena Tuhan sendiri bersabda: “Hendaklah kalian kudus, seperti Aku kudus adanya.

Apakah anda menyadari bahwa anda juga sedang hidup dalam kelimpahan? Mungkin pikiran kita terlalu sempit karena hanya berpikir bahwa hidup berkelimpahan berarti “punya banyak harta sampai tujuh turunan”. Hidup berkelimpahan berarti hidup bersama Allah yang kudus, Allah yang menciptakan segala sesuatu, Allah yang kekal! Allah menjadi segala-galanya bagi kita! Apa yang kiranya masih kurang dalam hidupmu kalau sudah tinggal bersama Allah?

Doa: Tuhan terima kasih. Engkaulah segalanya bagiku. Semoga aku menjadi kudus sebagaimana Engkau sendiri kudus adanya. Amen.

PJSDB

Monday, May 28, 2012

Renungan 28 Mei 2012

Senin Pekan Biasa VIII
1 Ptr 1:3-9
Mzm 111:1-2.5-6.9.10ad;
Mrk 10:17-27
Mengikuti Yesus secara radikal
Pada hari ini kita kembali ke masa biasa dalam tahun liturgi. Bacaan-bacaan harian dalam perayaan Ekaristi akan diambil dari bacaan tahun kedua dan Injilnya adalah Injil Markus. Selama masa khusus yaitu masa pra paskah dan masa paskah permenungan kita adalah pada pribadi Yesus. Ia telah menderita, wafat, bangkit dan naik ke Surga. Ia juga telah mengutus Roh Kudus yang keluar dari Bapa untuk menghibur dan membela kita. Roh Kudus mengajar kita kebenaran dan akan hal-hal yang akan datang. 
Bacaan-bacaan suci pada hari ini mau membangkitkan semangat kita untuk mengikuti Yesus secara radikal. Kepada para baptisan dewasa di Asia kecil (Turki dan sekitarnya) Petrus mengajak mereka untuk bertumbuh dalam semangat hidup baru karena jasa Yesus Kristus yang telah bangkit dari alam maut. Hidup baru adalah sebuah harapan  dan dapat dicapai dengan pengorbanan diri dan penderitaan seperti Kristus sendiri. Tentu saja ini membutuhkan iman yang besar untuk menerima pengalaman dukacita dalam hidup. Semua yang dilakukan dengan pengorbanan karena iman yang murni dan harapan yang kuat akan membuat orang mampu mengasihi Tuhan. Tentang hal ini Petrus berkata, “Sekali pun kalian belum pernah melihat Dia, namun kalian mengasihiNya. Kalian percaya kepada Dia sekalipun sekarang kalian tidak melihat Dia.” Petrus juga meyakinkan kita supaya percaya bahwa dengan sakramen pembaptisan kita mencapai keselamatan jiwa.
Mencapai keselamatan jiwa merupakan cita-cita dan harapan semua orang. Dalam pemahaman Markus, keselamatan jiwa adalah hidup kekal. Ada seorang yang sudah dewasa datang kepada Yesus. Sambil menyembahNya, Ia bertanya syarat untuk mencapai hidup kekal. Dia menyapa Yesus sebagai Guru yang baik, tetapi Yesus menepis dengan mengatakan Yang Baik hanya Allah sendiri. Kemudian Yesus mengingatkan dia tentang sepuluh perintah Allah mulai dari perintah untuk menghargai hidup sesama (jangan membunuh) sampai kepada perintah untuk mengormati mereka yang ikut dalam memberi kehidupan (hormati ayah dan ibu). Orang itu mengatakan, semua perintah Tuhan ini sudah dijalankan sejak masa mudanya. Dengan jawaban seperti itu, Yesus mencari titik lemah yang lain. Sambil memandangnya dengan penuh kasih Yesus berkata, “Ada satu lagi yang masih kurang. Pergilah, jualah semua harta kekayaanmu, bagilah kepada kaum miskin supaya anda memperoleh harta di surga, kemudian datanglah dan ikutlah Aku!” Orang itu tidak memliki sikap lepas bebas. Ia memiliki banyak harta, sangat terikat pada harta duniawi sehingga  tidak layak mengikuti Yesus.
Dalam hidup setiap hari, banyak di antara kita bercita-cita untuk mengikuti Yesus secara radikal. Banyak janji diikrarkan untuk setia menyerupaiNya. Tetapi kita juga tahu  kata-kata Yesus ini: “Barangsiapa mau mengikuti Aku, harus menyangkal diri dan memikul salib.” Ia harus berani menderita demi kebahagiaan banyak orang. Barang siapa mencintai Yesus yang tidak kelihatan harus mampu menguasai dirinya dari harta kekayaan yang dimilikinya. 
Yesus tentu tidak bermaksud untuk mempersalahkan orang-orang kaya. Semua yang kita miliki adalah pemberian Tuhan. Maka kita tidak harus terikat pada harta kekayaan dan melupakan Tuhan sebagai pemiliknya yang mutlak. Tugas kita adalah berbagi dengan sesama terutama yang paling miskin. Yesus berkata, “Pergilah, jualah segala yang kau miliki, bagilah kepada kaum miskin, setelah itu datanglah, dan ikutlah Aku!” Di tempat lain Yesus berkata, “Segala sesuatu yang kamu lakukan untuk saudaraKu yang paling hina ini, kamu lakukan untuk Aku” (Mt 25:40).
Yesus berkata, “Hanya Allah Yang Baik”. Allah baik karena ia menciptakan segala sesuatu untuk manusia. Allah baik karena Ia rela menjadi manusia, mengosongkan diriNya, mengambil rupa seorang hamba dan menjadi miskin supaya kita menjadi kaya (Flp 2: 5-8; 2Kor 8:9). Dalam sejarah gereja kita menjumpai orang kudus seperti St. Fransiskus dari Asisi. Dia memiliki banyak harta tetapi rela menjadi miskin supaya dapat menyerupai Yesus. 
Bagaimana dengan kita? Apakah kita tetap khawatir dengan hidup? Apakah kita takut menjadi miskin? Yesus berkata, “Pandanglah burung-burung di langit yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung namun diberi makan oleh BapaMu yang di Surga. Perhatikanlah bunga bakung di ladang yang tumbuh tanpa bekerja, dan tanpa memintal. (Mt 6: 26.28).  Tuhan tetap menyediakan segalanya bagi kita maka berbagilah dengan saudara-saudara yang berkekurangan.
Doa: Tuhan, kami berterima kasih kepadaMu karena Engkau menghendaki sikap lepas bebas dalam diri kami. Baharuilah kami dalam mengikuti jejakMu. Amen. 
PJSDB

Sunday, May 27, 2012

Homili Hari Raya Pentekosta/B

Hari Raya Pentakosta/B
Kis 2:1-11
Mzm 104: 1.24.29-30. 31.34
Gal 5:16-25
Yoh 15: 26-27;16:12-25

Terimalah Roh Kudus!

Pada Hari Raya Pentekosta, Roh Kudus dengan segala kuasaNya turun atas para Rasul dalam rupa lida-lida api. Peristiwa ini juga menjadi saat awal lahirnya misi Gereja di dunia. Setelah para Rasul menerima Roh Kudus, mereka berani pergi dan mewartakan kebangkitan Kristus di seluruh Yerusalem dan sekitarnya. Setelah bangkit, Yesus selalu menampakan diri kepada para MuridNya dan menyiapkan mereka untuk menyambut kedatangan Roh Kudus. Sebelum naik ke Surga, Ia mengingatkan para muridNya untuk tidak meninggalkan Yerusalem sampai Penghibur yang dijanjikan Bapa datang kepada mereka. Oleh karena itu mereka tetap tinggal bersama sambil menanti datangnya Penghibur yakni Roh Kudus. Para murid berkumpul bersama Bunda Maria di Ruang Atas untuk menanti datangnya Roh Kudus.

Hari Raya Pentekosta juga menjadi Hari Ulang Tahun Gereja. Gereja adalah sebuah komunitas. Sebuah persekutuan pribadi-pribadi yang sudah dikuduskan dalam Sakramen Pembaptisan. Allah Bapa memenuhi janjiNya dengan mengutus Roh Kudus, Roh Penghibur dan Kebenaran kepada para Murid Yesus untuk pergi kemana-mana dan mewartakan cinta kasihNya. Di dalam komunitas Gereja ini, Allah juga hadir, membuka hati dan pikiran umatNya untuk memahami Sabda dan karyaNya yang sudah diwartakan oleh Yesus  PuteraNya. Ketika menampakan diriNya kepada para murid Yesus memberikan dua anugerah yakni damai sejahtera dan kuasa untuk mengampuni dosa. Yesus yang bangkit mulia berkata kepada para muridNya yang dalam suasana ketakutan, “Damai sejahtera bagi kamu. Sama seperti Bapa mengutus Aku demikian juga Aku mengutus kamu… Terimalah Roh Kudus! Jikalau kamu mengampuni dosa orang maka dosanya diampuni. Kalau kamu mengatakan dosa orang tetap ada maka dosanya tetap ada ( Yoh 20:21-23).

Yesus yang bangkit mulia menghendaki agar semua karyaNya diteruskan oleh para muridNya dengan kuasa Roh Kudus yang dicurahkan kepada mereka. Roh Kudus sebagai Roh Kebenaran akan mengajar mereka pesan-pesan Yesus. Dalam bacaan pertama dari Kisah Para Rasul, kita mendengar bahwa Roh Kudus dalam rupa lida-lida api turun ke atas para rasul dan mereka memiliki keberanian untuk mewartakan kebangkitan Kristus. Dalam bacaan kedua, Paulus berbicara tentang anugerah-anugerah Roh Kudus. Anugerah-anugerah Roh adalah hadia gratis dari Tuhan dalam wujud tindakan-tindakan yang  memimpin kita kepada kekudusan Allah.

Pentekosta berarti limapuluh. Dalam agama Yahudi, Pentekosta merupakan salah satu Hari Raya bagi para penganutnya. Bagi mereka, Pentekosta menjadi hari penuh syukur setelah memanen hasil pertanian dari kebun. Pentekosta biasanya dirayakan tujuh minggu setelah perayaan Paskah Yahudi dan pada saat buah sulung dari anggur dipersembahkan kepada Allah. Pada saat ini orang mengenang peristiwa di mana Musa menerima sepuluh perintah Allah di Gunung Sinai. Bagi kita, pada hari ini Roh Kudus turun atas para Rasul dan Gereja pun lahir. Pada hari ke lima puluh setelah Yesus bangkit, para rasulNya mengalami transformasi yang besar. Sebelumnya mereka diliputi oleh ketakutan dan harus bersembunyi di Ruang Atas, tetapi setelah menerima Roh Kudus, mereka mengalami keberanian untuk mewartakan Yesus secara terang-terangan. Roh Kudus turun ke atas mereka ketika mereka berkumpul bersama dan berdoa. Pada saat itu hampir semua orang dari berbagai pelosok datang ke Yerusalem untuk bersyukur sekaligus mempersembahkan hasil panenan mereka. Mereka berbicara dalam bahasa yang berbeda-beda. Anehnya, para murid berbicara dalam bahasa mereka sendiri tetapi dapat dimengerti oleh orang dari suku bangsa lain yang sedang berada di Yerusalem. Para murid adalah orang Galilea tetapi mengapa mereka memiliki kemampuan berbahasa asing yang luar biasa? Lagi pula apa yang mereka katakan dapat dimengerti oleh semua orang? Para murid yang penuh dengan Roh Kudus berbicara tentang “perbuatan-perbuatan besar yang dilakukan oleh Allah.” Tentu saja perbuatan besar yang dilakukan adalah membangkitkan Yesus Kristus.

Hari Raya Pentekosta menjadi hari ulang tahun Gereja. Para Rasul sudah menerima Roh Kudus setelah Yesus bangkit. Penginjil Yohanes memberi kepada kita pandangan yang berbeda tentang kedatangan Roh Kudus. Baginya, kedatangan Roh Kudus terjadi pada hari Raya Paskah. Para murid dalam suasana ketakutan. Semua pintu tertutup rapat. Pada saat itulah Yesus menampakan diri di tengah-tengah mereka. Ia mengucapkan salam damai lalu mengatakan kepada mereka “Terimalah Roh Kudus”. Yesus juga mengutus mereka untuk membawa damai, kasih dan pengampunan. Roh Kuduslah yang membuat para murid memiliki kemampuan untuk mengampuni dosa. Ketika Yesus ada, selalu ada damai. Kehadiran Yesus di dalam hidup kita dapat mengubah bathin yang penuh dengan kegelisahan dan ketakutan menjadi bathin yang penuh ketenangan dan Kenyamanan.  


Bagaimana kita dapat mengenal dan memahami Roh Kudus? Dalam tradisi Kitab Suci, Roh Kudus disimbolkan dengan simbol-simbol tertentu. Mengapa? Karena Roh itu tidak kelihatan tetapi kehadiranNya dapat dirasakan dan dialami. Roh Kudus disimbolkan dengan Air (Yoh 7:37-39), Api (Kel 3:1-5), Angin ( (Yoh 3:8); Minyak (Kel 30:25-29), Meterai (2Tim 2:19), Burung merpati ( Mt 3:16), Air Hujan (Hos 6:3). Semua symbol yang berasal dari Kitab Suci ini hanya bersifat membantu kita untuk menjadi percaya akan pribadi ilahi ini. Para Rasul ketika bersama dengan Yesus merasakan kehadiran Roh Kudus ketika Dia yang sudah bangkit dengan mulia “menghembusi mereka” berkata, “Terimalah Roh Kudus”. Para Rasul mendapat hembusan, Ruah Elokhim, Roh Allah dalam hidup mereka. Roh Kudus ini yang menguatkan mereka untuk memberi kesaksian terutama perbuatan-perbuatan besar Allah yakni membangkitkan Yesus dari kematian.


Santu Paulus dalam bacaan kedua, memahami kuasa Roh Kudus dan kehidupan manusia secara nyata. Itu sebabnya ia berseru, “Saudara-saudara hiduplah oleh Roh maka kamu tidak akan menuruti keinginan daging”. Bagi Paulus, Roh dan daging itu dua hal yang bertentangan. Dia sangat mengharapkan supaya orang-orang yang dibaptis apalagi yang sudah menerima sakramen penguatan terbuka untuk dibimbing oleh Roh Kudus. Dengan dibimbing oleh Roh Kudus maka perbuatan-perbuatan daging dapat dimatikan. Perbuatan daging yang dimaksudkan adalah percabulan, kecemaran, hawa napsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, percekcokan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, dan kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya. Dengan tegas Paulus mengatakan, apabila seseorang melakukan dosa atau perbuatan daging di atas, ia tidak mendapat bagian dalam Kerajaan Allah. Lalu apa yang harus dilakukan oleh para pengikut Kristus? Kita harus taat pada Roh Kudus. Bentuk ketaatan itu kita lakukan dengan menerima buah-buah Roh sebagai anaugerah gratis dari Tuhan. Buah-buah Roh yang dimaksud adalah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, sikap lemah lembut, dan penguasaan diri. Siapa yang menerima Yesus, Ia harus mampu menyalibkan kedagingannya dan bersedia untuk dipimpin oleh Roh.

Roh Kudus adalah Roh Penghibur yang keluar dari Bapa. Dialah yang akan memimpin orang-orang percaya kepada seluruh kebenaran. Dalam amanat perpisahanNya Yesus sendiri berkata, “Jikalau Penghibur, yang akan Kuutus dari Bapa datang, yaitu Roh Kebenarann yang keluar dari Bapa, Ia akan bersaksi tentang Aku.” Roh Kudus memberi kesaksian tentang Yesus yang telah menghadirkan Kerajaan Allah dalam Sabda dan Karya. Para murid juga diminta oleh Yesus supaya dengan bantuan Roh Kudus, mereka juga dapat bersaksi karena sejak semula mereka bersama dengan Yesus. Roh Kudus bertugas untuk: memimpin para murid kepada seluruh Kebenaran dan memberitahukan hal-hal yang akan datang. Ia juga yang akan memuliakan Yesus.

Sabda Tuhan pada hari ini sungguh-sunggu membaharui kita. Banyak kali kita juga hidup dalam ketakutan. Kita sulit untuk bersaksi secara terang-terangan bahwa kita adalah pengikut Dia yang tersalib dan telah bangkit mengalahkan maut.  Kita butuh Roh Kudus yang membakar, membuat hati berkobar-kobar untuk mewartakan “perbuatan-perbuatan besar yang dilakukan oleh Allah”. Kita juga diperbaharui untuk menyalibkan segala kedagingan kita, menyalibkan segala dosa  dan hanya boleh terbuka dan dibimbing oleh Roh Kudus. Kecenderungan dosa selalu menguasai kita. Jatuh dalam dosa yang sama selalu dialami oleh setiap pribadi. Hari ini kita diingatkan untuk menyalibkannya dan mematikannya. Kita juga dibaharui oleh Roh untuk mengerti rencana Allah di dalam hidup kita. Dialah Roh Kebenaran yang menerangi akal budi kita untuk memahami misteri Allah. Dialah Roh yang keluar dari Bapa untuk membuka pengertian kita akan semua pengajaran dan Karya Yesus. Mari kita terbuka dan dipimpin oleh Roh Kudus.

Doa: Allah Roh Kudus, ubalah hidupku menjadi baru! Amen

PJSDB 

Saturday, May 26, 2012

Renungan 26 Mei 2012

St. Philipus Neri
Kis 28:16-20.30-31
Mzm 11: 4.5.7
Yoh 21:20-25

Kesaksiannya itu benar!

Kisah tentang Petrus dan Paulus berlanjut. Petrus memulai babak baru dalam hidupnya. Ia telah berikrar bahwa ia tetap mencintai Yesus lebih dari pada murid yang lain dengan segala konsekuensinya. Sebagai seorang leader ia harus melayani dengan rendah hati, menderita seperti Yesus. Maka konsekuensi dari cinta kasihnya kepada Yesus adalah menjadi serupa dengan Yesus! Hal yang sama dialami Paulus. Ia merasa tidak bersalah tetapi diadili karena mewartakan kebenaran yakni “pengharapan Israel”. Ia naik banding dan harus dikucilkan di Roma. Dalam situasi yang sulit, ia tetap berani mewartakan Yesus di Roma.

Menderita demi iman kepada Yesus itu bukan hal yang gampang. Setelah berikrar bahwa ia akan tetap mencintai Yesus lebih dari murid yang lain, Petrus langsung mendapat wejangan yang sangat berarti dari Yesus tentang bagaimana ia akan mati: “Pada waktu engkau masih muda, engkau mengatur dirimu sendiri. Tetapi akan tiba saatnya, engkau akan mengulurkan tangan dan dituntun ke tempat yang tidak kau kehendaki”. Di hadapan Tuhan, Petrus menerima wejangan itu tetapi secara manusiawi ia masih membandingkan dirinya dengan sesama yang lain. Ketika melihat murid yang dikasihi Yesus, Petrus bertanya kepada Yesus, “Tuhan, apakah yang akan terjadi dengan dia ini?” Dengan bijaksana Tuhan Yesus berkata, “Kalau Aku menghendaki supaya ia hidup sampai Aku datang, itu ibukan urusanmu, tetapi engkau ikutlah Aku!” Murid yang dikasihi inilah yang memberi kesaksian yang benar tentang Yesus. Dialah Yohanes, Murid yang di kasihi Yesus.

Sabda Tuhan pada hari ini mengingatkan kita pada konsekuensi panggilan kita sebagai orang yang dibaptis. Artinya segala pengalaman Yesus hendaknya menjadi pengalaman kita setiap hari sebagaimana pernah dialami juga oleh Petrus dan Paulus. Kita tidak akan luput dari penganiayaan dan diskriminasi terhadap hak-hak kehidupan. Mungkin saja kita tidak bersalah seperti Paulus tetapi diadili karena sebagai pengikut Kristus. Singkatnya, kemartiran menjadi salah satu konsekuensi pemuridan. Apakah semua pengalaman ini harus membuat kita mundur? Tidak adalah jawaban yang tepat. Yesus sendiri menghibur dengan mengatakan seruan-seruan popular ini: “Kuatkan hatimu!” “Jangan Takut!” “Aku menyertai kamu hingga akhir zaman.” Mari memberi kesaksian yang benar tentang Yesus.

Sabda Tuhan juga mengoreksi kita terutama kebiasanan dalam pelayanan-pelayanan ternetu selalu ada kecenderungan membandingkan diri kita dengann sesama lain. Kalau saya begini bagaimana dengan dia atau mereka? Padahal hidup kita ada di tangan Tuhan. Yang dituntut oleh Tuhan dari kita adalah kerendahan hati untuk menerima kehendakNya. Kita butuh Roh Kudus untuk menguatkan kita. Bagaiamana dengan anda?

Doa: Tuhan Yesus, terima kasih kepadaMu. Semoga kami boleh mengikuti Engkau dan menyadari bahwa Engkau tetap menyertai kami hingga akhir zaman. Amen

PJSDB  

Friday, May 25, 2012

Renungan 25 Mei 2012

Hari Jumat Pekan Paskah VII
Kis 25:13-21
Mzm 103:1-2.11-12.19-20ab
Yoh 21:15-19
Mengasihi Yesus lebih dari...
Petrus dan Paulus! Dua tokoh istimewa dalam Kisah Para Rasul. Setelah Hari Raya Pentekosta, nama Petrus sangat populer. Ia bersama para murid lainnya berani mewartakan kebangkitan Kristus. Dampak yang dirasakan adalah jumlah pengikut Kristus bertambah banyak dan mereka membentuk komunitas Gereja perdana yang sehati dan sejiwa. Para murid mencintai Yesus dengan kerelaan untuk menderita, disiksa, dibunuh, keluar masuk penjara. Pada priode ini para rasul berhasil karena Roh Tuhan menyertai mereka. Setelah Saulus bertobat menjadi Paulus, Gereja berkembang menjadi kebih luas. Dengan prinsip, “Celakalah aku jika tidak mewartakan Injil”, Paulus melakukan perjalanan misioner untuk mewartakan Injil. Ada pengalaman yang menyenangkan ketika banyak orang bertobat dan percaya kepada Tuhan, tetapi ada juga yang menganiaya Paulus dan memasukkannya ke dalam penjara. Memang menjadi murid Kristus berarti siap untuk menderita seperti Kristus sendiri.
Semua pengalaman Petrus dan Paulus juga semua murid Kristus merupakan ungkapan kasih yang mendalam kepada Yesus. Memang mereka bukan orang yang sempurna tetapi mereka bertumbuh menjadi sempurna karena Tuhan mengasihi dan menyempurnakan mereka. Pengalaman Petrus disapa oleh Yesus dengan kasih membuat kita merasa Tuhan kita amat baik dan sungguh baik. Ia tidak melihat siapakah Petrus yang pernah menyangkal Dia tiga kali tetapi justru bertanya apakah Petrus mengasihiNya lebih dari para murid yang lain: “Apakah engkau mengasihi Aku lebih dari mereka ini?”
Untuk memulai suatu perutusan, orang harus ditanya apakah dia bersedia, apakah dia dapat mencintai tugasnya, apakah dia dapat melayani dengan bebas? Hal yang sama dilakukan Yesus untuk mengukuhkan tugas Petrus sebagai pemimpin dan pelayan (Mt 16:18). Tiga kali ia menyangkal bukan berarti akhir segalanya. Dengan tiga kali Petrus mengakui dan berikrar bahwa ia mengasihi Yesus maka ikrar ini juga menghapus noda hitam kelemahan manusiawinya di hadapan Tuhan. Hebatnya Petrus adalah ia mengenal diri dan mengganti dosanya kepada Tuhan dengan kasih tak terbagi. Pengalaman yang sama dirasakan oleh Paulus. Sebelumnya ia menganiaya banyak orang kristiani, tetapi Tuhan mengubah Paulus menjadi utusanNya. Ia bahkan menderita karena memberi kesaksian yang benar bahwa Yesus sungguh-sungguh bangkit.
Kasih yang sempurna kepada Tuhan dimahkotai dengan penderitaan. Yesus mengingatkan Petrus bahwa untuk mengikutiNya ia harus menderita: “Sesungguhnya ketika masih muda, engkau sendiri yang mengikat pinggangmu dan engkau berjalan kemana saja engkau kehendaki. Tetapi jika engkau sudah menjadi tua, engkau akan mengulurkan tanganmu dan orang lain akan mengikat engkau dan membawa engkau ke tempat yang tidak engkau kehendaki.” Paulus juga mengalami penderitaan. Ia dipenjarakan bahkan naik banding gara-gara bersaksi tentang kebangkitan Kristus.
Sabda Tuhan pada hari ini membuat kita untuk berefleksi lagi tentang pengalaman dikasihi oleh Tuhan. Tuhan mengasihi tanpa melihat berapa dosa dan salah yang sudah dilakukan. Tuhan tidak melihat apakah kita sudah menyangkal Dia di hadapan umum. Sebaliknya cinta kasih Tuhan mengubah hidup sebagai orang berdosa menjadi hidup sebagai orang yang sempurna di hadapanNya. Kita pun memiliki panggilan untuk mengubah hidup sesama kita dengan melakukan cinta kasih dan perbuatan baik. 
Sabda Tuhan juga mengingatkan kita untuk mengurbankan diri dalam melayani. Dasar pelayanan adalah kasih. Tuhan telah melakukannya maka marilah kita mengikuti teladanNya. 
Doa: Tuhan Yesus, terima kasih karena Engkau mengingatkan kami bahwa untuk melayani dengan baik, kami harus memiliki kemampuan untuk mengasihiMu lebih dari orang lain. Amen
PJSDB

Thursday, May 24, 2012

Maria Auxiliadora


"Te contemplamos vestida con colores de cielo y de rosas .Y en tu mano derecha tienes un cetro. Y tu cabeza está coronada con corona de joyas y de perlas".

El cetro significa la derecha de Dios: “La diestra del Señor es poderosa, la diestra del Señor es excelsa” (Sal 118). Dios extiende su mano derecha, su brazo derecho. El cetro de María Auxiliadora señala la divinidad del Hijo. Su hijo que es Dios, extenderá el brazo de su poder para salvarnos. Sus brazos extendidas en la cruz, son signos de impotencia y de la cercanía de la muerte. Pero sus brazos, ofrecidos voluntariamente al Padre y extendidos por nosotros, son signos de poder y de realeza. María empuña el cetro y significa el poder salvífico adquirido por su Hijo en el misterio de la cruz.

La corona es signo de reino y de realeza: Jesús se va a Galilea a anunciar el reino de Dios o reino de los cielos. Es el rey que da vista a los cielos, que libera a los presos, a los cojos les da movimiento. Y ante Pilatos Jesús proclama: “Sí, yo soy rey”. En la cruz había una inscripción: “Este es el rey de los judíos” .El reino de Dios ya está entre nosotros. María como Madre, es parte de ese reino. María con su corona nos quiere advertir la presencia de ese reino. María nos entrega a su Hijo, nos entrega la fuerza del reino de su Hijo. María con su corona y su cetro nos manifiesta y nos garantiza los grandes dones que Cristo nos trae. La esencia del Evangelio está ahí: Cristo es el Rey, Cristo anuncia el reino.

La imagen de María Auxiliadora con el Niño Jesús indica que María es la Madre de Dios. La corona y el cetro indican la fuerza del Evangelio, la fuerza de Jesús. María nos trajo a Jesús. María nos trae toda la fuerza del Evangelio"

Auxiliatrice


"Bunda Maria Penolong Umat Kristiani"


Hari ini 24 Mei, seluruh keluarga besar Salesian merayakan Pesta Bunda Maria Penolong Umat Kristiani. Sebuah devosi yang dipopulerkan oleh santo Yohanes Bosco, pendiri Kongragasi Salesian. Maria Penolong Umat Kristiani merupakan devosi kepada Maria Bunda Gereja karena banyak intervensinya bagi gereja terutama di saat2 gereja mengalami kesulitan, entah sebagai pribadi umat, keluarga atau hirarki.
Perayaan liturgi Bunda Maria Penolong Umat Kristiani dibuat oleh Paus Pius VII. Ini sebagai ungkapan syukur Paus karena campurtangan Bunda Maria ketika Gereja mengalami masa kegelapan dalam sejarahnya. Tahktah Suci sendiri mengalami kesulitan. Paus Pius VII pernah ditawan selama limat tahun dan ia berdoa, meminta juga bantuan seluruh umat untuk mendoakannya. Dia akhirnya dibebaskan dan kembali ke Roma pada tanggal 24 Mei 1814. 
Don Bosco menyapa Maria sebagai Bunda Penolong Umat Kristiani. Bagi Don Bosco sapaan ini bukanlah baru. Dalam tradisi Gereja, Maria diangkat ke surga, dan berdiri di samping kanan Yesus Puteranya dengan gaun kebesarannya sebagai Ratu Surga. Don Bosco juga mengatakan bahwa Bunda Maria telah ditentukan Allah untuk menjadi penolong mana kala manusia mengalami kesulitan, penderitaan, dan berjuang karena iman akan Yesus. Dengan bantuan Bunda Maria kita diharapkan setia terhadap ajaran Gereja melalui Bapa Suci.
Ini sebuah syair indah Don Bosco untuk Bunda Maria:
"O Maria, Virgo potens. Tu magnum et praeclarum in Ecclesia praesidium; Tu singulare Auxilium Christianorum: Tu terribilis ut catrorum acies ordinata. Tu cunctas haereses sola intermisti in universo mundo. Tu in angustiis, Tu bello, Tu in necessitatibus nos ab hoste protege, atque in aeterna gaudia in mortis hora suscipe."
Terjemahan bebas:

 “O Maria, Perawan yang perkasa. Engkau agung dan mulia dalam mengawal Gereja. Engkaulah satu-satunya Penolong Umat Kristiani. Engkau dashyat laksana bala tentara dan panji-panjinya. Engkau memerangi dan melindungi Gereja dari musuh dan lawan sehingga pada saat kematian nanti, kami juga boleh ikut menikmati kebahagian abadi”.
Bunda Maria Penolong Umat Kristiani: Doakanlah kami. Amen.
PJSDB

Renungan 24 Mei 2012

Hari Kamis Pekan Paskah VII
Kis 22:30.23:6-11
Mzm 16:1-2.5.7-8.9-10.11
Yoh 17:20-26
"Supaya mereka menjadi satu dan sempurna!"
Adalah Raymond E. Brown. Dia adalah salah seorang pakar Kitab Suci zaman ini. Ia pernah memberi komentar tentang “Gulungan-gulungan Laut Mati” atau “Dead Sea Scrolls” yang ditemukan di beberapa gua di Qumran pada tahun 1947. Baginya, salah satu hasil penemuan dari tulisan-tulisan pada gulungan-gulungan itu membuktikan bahwa pada masa hidup Yesus terdapat banyak aliran pemikiran dan di antara aliran pemikiran ini terdapat ide-ide yang pada abad ke 3 dan 4 ikut mengembangkan gnostisisme. Penekanan Injil Yohanes tentang dualisme: terang dan gelap, baik dan jahat, “dari dunia ini”, dan “bukan dari dunia” ini juga memiliki kemiripan dengan Qumran. Para gnostis berusah untuk menyingkirkan dualisme ini lebih jauh. Mereka berusaha meyakinkan bahwa materi dan dunia fisik itu jahat sedangkan realitas-realitas rohani dan transendens adalah baik.
Dalam Perjamuan malam terakhir, Yesus berdoa bagi diriNya (Yoh 17:1-5); bagi para murid yang selalu menyertaiNya (Yoh 17: 6-20) dan mendoakan semua orang yang percaya kepadaNya karena pewartaan para muridNya (Yoh 17:21-24). Para murid adalah mereka yang dipilih oleh Yesus untuk merepresentasikan diriNya, yang kiranya mirip juga dengan diriNya sebagai tanda kehadiran Bapa. Yesus juga mendoakan supaya milikNya ini dijauhi dari segala yang jahat. Kejahatan bagi Yohanes dalam Injilnya berarti segala sesuatu yang bertentangan dengan Tuhan (Yoh 12:31; 14:30; 16:30).
Dalam bacaan Injil hari ini, Yesus mengatakan bahwa segala kekuatan dan kredibilitas perutusanNya didasarkan pada: Dia sendiri dan Bapa adalah satu. Kesatuan ini tidak semata-mata didasarkan pada fakta bahwa Yesus diutus oleh Bapa dan bahwa segala Sabda dan Karya itu menurut kehendak Bapa. Kesatuan itu justru didasarkan pada Kesatuan Hakikat dan persekutuan yang mendalam keilahian Allah. Yohanes memberikan kesaksian ini dalam Yoh 1:1; 8:24.29; 10:33.38; 14:9-10; 17:11-21. 
Dia mendoakan bukan hanya untuk para rasulNya yang selalu bersama-sama dengan Dia pada saat itu, tetapi Ia juga mendoakan mereka yang percaya kepadaNya karena pewartaan para rasul. Kita sebut komunitas orang yang percaya. Ia berdoa supaya ekklesia (Gereja) boleh menjadi satu kesatuan sebagai wujud penyataan dari perutusanNya. Intensi pokok dari doa ini adalah supaya mereka sempurna menjadi satu karena mereka juga percaya dan mengasihi Yesus. Pengalaman akan Allah menjadi nyata dalam koinonia atau berbagi kehidupan sebagai saudara (1Yoh 1:1-4). 
Tentu saja menjadi murid yang setia akan banyak dibenci orang. Yesus sendiri sudah mengatakan bahwa “dunia membenci kamu karena kamu bukan berasal dari dunia” (Yoh 15:18-19; 17: 14; 1 Yoh 3:13). Pengalaman ini dirasakan oleh Paulus. Ia kembali ke Yerusalem. Di sana ia ditangkap dan dipenjarakan. Salah satu alasan penangkapan itu adalah karena Paulus mewartakan tentang Kebangkitan Kristus. Tentang hal ini Paulus bersaksi: “Hai saudara-saudaraku, aku adalah orang Farisi, keturunan orang Farisi, aku dihadapkan ke mahkamah ini karena aku mengatakan tentang kebangkitan orang mati”.  Pernyataan Paulus ini membuat pertentangan baru antara kaum Farisi dan orang-orang Saduki. Pada malam harinya Tuhan menampakan diriNya kepada Paulus dan berkata: “Kuatkanlah hatimu, sebab sebagaimana engkau berani bersaksi tentang Aku di Yerusalem, demikian jugalah hendaknya engkau bersaksi di Roma”
Hari ini kita bersyukur karena Tuhan mendoakan kita! Kita semua sebagai komunitas orang-orang beriman yang mengimani Yesus karena iman para RasulNya. Betapa luhurnya kita dihadapanNya karena Dia terus menerus mendoakan kita supaya menjadi sempurna atau kudus dan bersatu dengan sesama kita. Kalau Tuhan saja mendoakan kita maka kita juga harus saling mendoakan.
Kuasa doa Yesus membuat kita memiliki kekuatan untuk bersaksi. Paulus mengalami kekuatan Yesus dan diminta untuk bersaksi di Roma. Sebuah tantangan baru karena ia harus bersaksi di negeri orang kafir (non Yahudi). Pengalaman Paulus, hendaknya juga menjadi pengalaman kita di negeri yang majemuk ini. Mampukah kita menjadi saksi Kristus di negeri kita ini, ditengah badai diskriminasi dan seribu satu ancaman terhadap kebebasan beragama? Kata-kata Tuhan Yesus ini sangat meneguhkan: “Kuatkan hatimu dan jangan takut! Aku menyertai engkau!”
Doa: Tuhan Yesus Kristus, terima kasih karena Engkau telah mendoakan aku. Amen.
PJSDB

Wednesday, May 23, 2012

Renungan 23 Mei 2012


Rabu Pekan Paskah VII
Kis 20:28-38
Mzm 68:29-30.33-35a.35b-36c
Yoh 17:11b-19

“Supaya mereka menjadi satu”

Pesan-pesan dalam perpisahan dengan pribadi-pribadi tertentu selalu menarik perhatian dan dikenang selamanya. Pesan-pesan itu mungkin sederhana tetapi memiliki daya yang luar biasa bagi setiap pribadi yang mendengarnya. Ketika pesan-pesan itu ditulis dan dibacakan kembali secara turun temurun maka kenangan akan persekutuan dan persaudaraan dengan pribadi tertentu itu tetap ada dan hidup. Kehadiran orang yang berpamitan dengan kata-kata perpisahan itu akan tetap terasa.
Hari ini kita berjumpa kembali dengan dua pribadi yang membantu kita berefleksi.  Mereka adalah Yesus dan Paulus yang sudah berkarya melayani umat manusia. Yesus menghadirkan Kerajaan Allah di daerah Yudea dan Galilea serta wilayah-wilayah disekitarnya. Paulus mengembangkan Kerajaan Allah lewat perjalanan misionernya ke negeri-negeri baru dan membuat banyak orang menjadi percaya. Kini, baik Yesus dan Paulus sama-sama berjalan menuju ke “garis akhir” hidup mereka. Oleh karena itu mereka memberikan pesan-pesan istimewa kepada orang-orang yang dikasihi.
Dalam Perjamuan Malam Terakhir, Yesus mendoakan para muridNya. Ia berdoa, “Ya Bapa yang kudus, peliharalah mereka dalam namaMu, yaitu Nama yang telah Engkau berikan kepadaKu supaya mereka menjadi satu sama seperti kita”. Yesus berperan sebagai Imam Agung mendoakan sahabat-sahabatNya supaya Bapa dengan namaNya yang Kudus dapat memelihara dan mempersatukan setiap pribadi yang berbeda. Yesus mendoakan ini secara istimewa karena Ia mengetahui hati setiap pribadi. Para muridNya sendiri memiliki sifat ambisius. Kita ingat Ibunda anak-anak Zebedeus yang meminta kepada Yesus posisi di sebelah kiri dan kananNya dalam Kerajaan Surga (Mt 20:21), atau mereka mempertentangkan siapa yang terbesar di antara mereka (Mrk 9:34). Oleh karena itu Yesus mendoakan supaya setiap muridNya yang berbeda-beda karakternya itu dapat hidup rukun sebagai saudara.
Di samping alasan “ambisi manusiawi” para murid, Yesus juga menghendaki agar semua yang sudah dilakukanNya tetap ada dan hidup. Hal yang dilakukan selama bersama-sama dengan para muridNya adalah: mengajarkan “Nama Bapa” sebagai Allah yang benar yang disapaNya ABBA, memelihara para murid dalam “Nama Bapa”, Menjaga para murid sehingga tidak tersesat atau disesatkan”.  Di samping memohon kepada Bapa untuk mempersatukan para muridNya, Yesus juga memohon supaya Bapa menguduskan mereka dan menjauhkan mereka dari pengaruh dunia.
Doa dan harapan Yesus mirip dengan pengalaman Paulus di Efesus. Kepada para penatua Efesus, Paulus menasihati mereka untuk berlaku sebagai gembala yang baik. Para penatua yang telah dipilih oleh Roh Kudus harus menjaga diri dan menjaga kawanan umat yang Tuhan percayakan kepada mereka. Tentu saja Paulus tahu dengan baik pengaruh-pengaruh jahat yang identik dengan serigala buas, yang dapat menghancurkan jemaat di Efesus. Maka Paulus juga berdoa dan menyerahkan mereka kepada Tuhan: “Aku menyerahkan kamu kepada Tuhan yang berkuasa membangun kamu dan menganugerahkan kepada kamu suatu bagian yang telah ditentukan”.
Sabda Tuhan sekali lagi membangunkan kita dari “tidur rohani”. Kadang-kadang kita bersungut-sungut ketika mengalami pergumulan hidup yang tidak menentu, sakit penyakit, musibah silih berganti dan lain sebagainya. Kita lupa bahwa diri kita adalah milik Tuhan dan Ia selalu mengasihi kita. Kita lupa bahwa Tuhan selalu menjaga dan memelihara kita sebagai anak-anak kesayanganNya. Pengalaman dikasihi harus berkembang menjadi pengalaman mengasihi karena dari pengalaman inilah setiap pribadi dapat mewujudkan persekutuan. Bagaimana anda dapat mematikan ambisi hidupmu supaya persekutuan dan persaudaraan sejati dapat ada, bertumbuh dan berkembang?
Paulus memberikan suatu pengalaman iman yang bagus. Ia berhasil membawa banyak orang kepada Kristus. Dalam perpisahan dengan para penatua di Efesus, dia mengingatkan semua perbuatan baik, benih-benih Injil yang ditaburkannya supaya tetap dijaga dan dipelihara. Dengan demikian iman akan Yesus dapat bertumbuh di sana. Tugas dari setiap penginjil adalah menaburkan benih Injil, menjaga dan memeliharanya. Dengan demikian semua orang dapat bersatu dengan Kristus. Banyak kali dalam karya-karya pelayanan kita masih mempertaruhkan gengsi, harga diri, perhitungan “sudah menyumbang sekian” untuk Gereja. Mari kita membenahi diri kita. Kita perlu ingat, bahwa semuanya untuk kemuliaan Tuhan bukan kemuliaan diri kita. Apakah kita berani?
Doa: Tuhan semoga kami mampu membawa banyak orang untuk memuliakan NamaMu. Amen
PJSDB

Tuesday, May 22, 2012

Renungan 22 Mei 2012

Hari Selasa Pekan  Paskah VII
Kis 20:17-27
Mzm 68: 10-11.20-21
Yoh 17:1-11a
Aku mencapai garis akhir


Perpisahan dengan orang-orang yang dikasihi selalu memiliki makna tersendiri. Ada kata hati yang diucapkan atau tidak diucapkan tentang pengalaman kebersamaan. Pada hari ini kita berjumpa dengan dua tokoh yaitu Yesus dan Paulus rasulNya yang sama-sama mengatakan kata perpisahan dalam doa bersama orang-orang yang dikasihi. Yesus mengatakan kata-kata perpisahan dengan para muridNya. Paulus mengatakan isi hatinya kepada para sahabat yakni para penatua Miletus.
Dalam Perjamuan malam terakhir Yesus berdoa, “Bapa telah tiba saatnya, permuliakanlah AnakMu, supaya AnakMu mempermuliakan Engkau”. Setelah melakukan semua pekerjaan yang dipercayakan Bapa kepadaNya maka Yesus merasa bahwa ini adalah kesempatan istimewa untuk menyerahkanNya kembali kepada Bapa. Artinya, semua karya dan Sabda yang dilakukan Yesus adalah Pekerjaan Bapa (Yoh 4:34; 5:36;17:4). Ia telah melakukannya dan akan menyempurnakanNya dalam penebusan berlimpah lewat pengorbanan di atas kayu Salib. Pengorbanan di Salib adalah pengalaman Yesus memberi segala-galanya sampai tuntas kepada Bapa.
Dalam doaNya ini, Yesus menunjukkan beberapa sikap penting yang dihayati selama hidupNya. Pertama, Sukacita karena Ia memperkenalkan nama Bapa kepada semua orang yang telah percaya dan terhibur: “Mereka telah menerima FirmanKu dan mereka tahu bahwa semuanya itu keluar atau berasal dariMu”. Kedua, Sukacita karena selama hidupNya ia hanya mencari dan melakukan kehendak Bapa. Ia mewartakan dan berpartisipasi dalam hidup ilahi Bap. Ia membuat banyak orang mengenal Allah satu-satunya dan diriNya sebagai Utusan Bapa. Ketiga, Sukacita karena saatnya tiba. Saat yang dinantikan selama berabad-abad dengan hasrat yang tinggi dan persiapan yang besar. Saat dimana semua orang akan mengingat kembali semua Karya dan Sabda, terutama pengurbananNya di atas kayu salib bagi semua orang.
Pengalaman Yesus ini mirip dengan Paulus. Setelah melakukan perjalanan misioner di berbagai tempat, tidak kenal lelah dalam melakukan amanat Yesus yaitu mewartakan Injil dan membaptis orang dalam nama Yesus maka sekarang Ia kembali ke Yerusalem. Kepada para penatua Miletus, Paulus mengungkapkan isi hatinya, “Sejak kedatanganku ke tempat ini, aku melayani Tuhan dengan rendah hati. Aku menderita, banyak mencucurkan air mata dan mengalami banyak cobaan karena orang Yahudi mau membunuhku. Aku tak kenal lelah memberitakan dan mengajarkan. Aku bersaksi baik terhadap orang Yahudi maupun orang Yunani sehingga membuat mereka bertobat dan percaya.” 
Setelah mengucapkan isi hatinya terutama suka dan dukanya sebagai rasul maka ia juga menyampaikan masa depannya kepada mereka. Sebagai seorang tawanan Roh, ia hendak pergi ke Yerusalem dimana penjara dan sengsara menunggunya. Namun dengan tegar Paulus berkata, “Aku tidak menghiraukan nyawaku sedikit pun asal saja aku telah mencapai garis finis dan menyelesaikan semua pekerjaan  yang ditugaskan Yesus yaitu mewartakan InjilNya.”
Luar biasa pengalaman Yesus dan Paulus ini! Kita mengingat kembali apa yang dikatakan Yesus sendiri, “Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya” (Yoh 15:13). Perkataan ini diwujudkan secara sempurna dalam semangat pengorbanan diri. Yesus mengorbankan diriNya untuk menebus dosa manusia. Paulus juga mengorbankan diri karena cintanya kepada Yesus dan umat di mana ia pernah merasul. Apakah kita juga memiliki semangat rela berkorban bahkan menyerahkan nyawa bagi Tuhan dan sahabat-sahabat kita? Berjuanglah seperti St. Paulus sampai garis akhir!


Sabda Tuhan juga menyadarkan kita bahwa kita semua adalah milik Tuhan. Kita telah menjadi bagian dari Yesus karena Firman yang Ia wartakan dan dengan demikian kita juga menjadi bagian atau milik kepunyaan Allah. Kepemilikan ini lebih sempurna ketika kita dikuduskan dan dimeteraikan dalam pembaptisan. Mari kita bersyukur kepada Tuhan karena kita juga milik kepunyaanNya. Kita laksana biji mata Tuhan (Mzm 17:8). Apakah anda sadar bahwa dirimu milik Tuhan?


Doa: Tuhan Yesus, terima kasih kamai ucapkan kepadaMu karena cinta dan pengurbananMu demi keselamatan kami. Engkau telah memperkenalkan Bapa kepada kami dan kami percaya kepadaNya. Mampukan kami untuk tetap mengimaniNya sebagai satu-satuNya Tuhan kami. Semoga kami menyadari bahwa kami ini milik kesayaganMu. Amen
PJSDB 

Monday, May 21, 2012

Renungan 21 Mei 2012

Hari Senin Pekan Paskah VII
Kis 19:1-8
Mzm 68:2-3.4-5ac.6-7ab
Yoh 16:29-33
Berkatalah terus terang!
Seorang Romo muda barusan mendapat tugas untuk melayani sebuah paroki di pedalaman. Tingkat pendidikan umat di Paroki itu masih rendah. Setiap kali memberi homili dalam perayaan Ekaristi, ia selalu menggunakan contoh-contoh sederhana sesuai kehidupan umat yang mayoritas bekerja sebagai petani sawah dan nelayan. Pada bulan pertama Romo dikagumi karena mengatakan hal-hal yang konkret. Pada bulan kedua sudah ada umat yang protes, “Kenapa homili Romo selalu tentang buah pisang, kelapa, ikan lele dan kepiting air tawar?” Romo itu harus menata ulang semua data di kepalanya karena ternyata beliau lupa bahwa dikalangan umat ada guru dan pegawai yang punya pendidikan cukup tinggi hampir setara dengan Romo. Dia lalu berbenah diri dan menjadi seorang Romo yang hebat.
Pengalaman ini kiranya sejalan dengan pengalaman para murid Yesus. Selama berjalan bersama Yesus, banyak pengajaranNya di sampaikan dalam perumpamaan-perumpamaan yang sederhana sesuai dengan situasi konkret saat itu (Mt 13:10.13). Misalnya ketika Yesus berkata, “Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya” (Yoh 15). Memang pada saat itu seluruh daerah Yudea dan Galilea banyak ditumbuhi anggur dan mungkin juga musim panen anggur. Perumpamaan tentang domba yang hilang, (Luk 15: 1-8), tentang lalang di antara gandum (Mt 13: 24-30) dan tentang seorang penabur (Luk 8:4-15). Tentu saja Yesus menggunakan perumpamaan-perumpamaan karena Ia mengetahui tingkat pemahaman mereka tentang Kerajaan Allah yang dihadirkanNya lewat Sabda dan KaryaNya. Lagi pula, para muridNya belum menerima Roh Kudus sehingga belum mengerti segala sesuatu yang diajarkanNya. 
Dalam amanat perpisahanNya, Yesus berusaha mengatakan hal-hal dengan jelas tanpa melalui perumpamaan atau perbandingan tertentu. Itu sebabnya para murid berkata kepadaNya, “Lihatlah, Sekarang Engkau berkata-kata terus terang dan Engkau tidak memakai kiasan. Sekarang kami tahu, bahwa Engkau mengetahui segala sesuatu dan tidak perlu orang bertanya kepadaMu. Karena kami percaya bahwa Engkau berasal dari Allah”. Dengan keterbukaan hati dan pikiran para murid yang mengatakan “Kami percaya bahwa Engkau berasal dari Allah” maka Yesus masuk lebih dalam lagi dalam amanatNya tentang masa depan mereka sebagai murid-muridNya. Para muridNya akan mengalami kesulitan-kesultan tertentu, yakni diceraiberaikan dan bahwa mereka juga akan meninggalkan Yesus seorang diri. Pengalaman Yesus ini menjadi nyata pada malam terakhir di Getzemani. Ia ditinggalkan para MuridNya karena mereka ketakutan. Para murid juga diingatkan untuk tetap percaya kepada Yesus yang bersatu dengan Bapa dan harus tetap kuat karena Ia sendiri sudah mengalahkan dunia.
Keterbatasan pengetahuan iman akan Allah Tritunggal dialami oleh orang-orang Efesus. Ketika Palus berada di sana dan bertanya apakah mereka sudah menerima Roh Kudus, mereka semua sepakat mengatakan bahwa mereka belum mengenal Roh Kudus. Mereka juga mengakui di hadapan Paulus bahwa mereka dibabtis dengan baptisan Yohanes. Oleh karena itu Paulus mendoakan dan membaptis mereka dalam nama Yesus karena baginya baptisan Yohanes hanyalah baptisan tobat. Pada saat itu terjadilah pentekosta baru bagi 12 orang di tempat itu karena mereka penuh dengan Roh Kudus. Mereka dapat berkata-kata dalam bahasa Roh dan bernubuat.
Sabda Tuhan memiliki kekuatan yang dashyat. Setiap kata dalam Kitab Suci memiliki daya yang luar biasa. Kadang-kadang mungkin sulit untuk dipahami maka kita sungguh-sungguh membutuhkan Roh Kudus untuk dapat membuka pikiran kita supaya dapat memahami SabdaNya dan melakukannya di dalam hidup. Apakah Kitab Suci membantu kita untuk mengenal Yesus sang Sabda? St. Hironimus mengatakan bahwa semakin kita akrab dan bersahabat dengan kitab suci kita juga akan semakin akrab, bersahabat dan mencintai Yesus sendiri sebagai sang Sabda. Sudakah anda memiliki waktu untuk membaca Kitab Suci? 
Doa: Tuhan terima kasih, Engkau mengingatkan kami untuk memahami SabdaMu dengan kuasa RohMu yang Kudus. Semoga RohMu membantu kami untuk berkata terus terang kepadamU dan kepada sesama kami. Amen.
PJSDB

Sunday, May 20, 2012

Homili Hari Minggu Paskah VII/B

Homili Minggu Paskah VII/B
Kis 1: 15-17.20-26
Mzm 103:1-2.11-12.19-20
1Yoh 4:11-16
Yoh 17: 11b-19
Komunikasi yang mempersatukan
Hari ini kita merayakan hari komunikasi sosial sedunia ke-46. Tema yang diberikan oleh Sri Paus Benediktus ke XVII adalah “Keheningan dan Kata sebagai jalan Evangelisasi.” Dunia masa kini dipenuhi dengan kata-kata. Orang lebih banyak berbicara, memboroskan kata-kata tanpa membiarkan waktu untuk keheningan. Padahal dalam keheningan orang dapat mendengar dengan baik suara Tuhan dan sesama. Mendengar dengan baik dapat membuat orang lebih mentaati dan mengasihi.
Tuhan Yesus dalam bacaan Injil hari ini berkomunikasi dengan Bapa dan memohon persekutuan antar manusia dan dengan Tuhan. Ia berdoa, "Ya Bapa yang kudus, peliharalah mereka dalam namaMu yaitu namaMu yang telah Engkau berikan kepadaKu supaya mereka menjadi satu sama seperti kita." Ia juga berkomunikasi dengan Bapa dengan mendeskripsikan tugasnya yakni memelihara dan menjaga supaya tidak ada yang binasa. Dia juga menghendaki supaya sukacitaNya menjadi penuh di dalam diri manusia. Dengan demikian Dia memohon kepada Bapa untuk melindungi manusia dari dunia  dengan membebaskannya dari segala kejahatan. Dengan demikian manusia menjadi kudus karena Tuhan sendiri kudus adanya. 
Persekutuan yang diinginkan Yesus dibangun di atas dasar kasih. Yohanes dalam bacaan kedua menegaskan bahwa Allah begitu mengasihi kita! Tidak ada seorang punn yang pernah melihat Allah namun barangsiapa berada di dalam kasih ia tetap berada di dalam Allah dan Allah di dalam Dia. Dengan bantuan Roh Kudus dan iman kepada Yesus sebagai Anak Allah maka setiap pribadi dapat dipersatukan baik sebagai sesama mau pun dengan Tuhan. Komunikasi yang bagus dibangun dalam kasih satu sama lain karena kasih itu berasal dari Allah. Dengan tegas Yohanes mengakui bahwa “Allah sendiri adalah kasih”. Model komunikasi yang terbentuk di sini adalah komunikasi kasih antara Allah dengan manusia dan manusia menjawabnya dengan kasih, komunikasi kasih antar pribadi dengann pribadi. Komunikasi kasih ini menembus semua tembok pemisah setiap orang. 
Supaya kasih Allah menggapai seluruh alam semesta maka pesan Yesus untuk mewartakan kasihNya harus diwujudkan. Lukas dalam Kisah Para Rasul, mengisahkan keterpilihan Mathias sebagai pengganti Yudas Iskariot. Ditegaskan bahwa para Rasul bertugas untuk mengkomunikasikan Kebangkitan Kristus. Doa dengan penuh iman dari komunitas menunjukkan pertumbuhan iman mereka: “Ya Tuhan, Engkaulah yang mengenal hati semua orang!” Tuhan mengenal orang-orang pilihan yang dapat menjadi mitra kerjaNya. Dia mengutus RohNya turun kepada Mathias dan Ia menjadi Rasul. Memang menjadi cadangan apalagi mengganti Yudas Iskariot itu tidak enak di telinga kita. Tetapi yang terpenting adalah makna keterpilihan menjadi Rasul yang akan bersaksi dan mengkomunikasikan Injil.
Sabda Tuhan pada hari Minggu ini membuat kita menyadari pentingnya komunikasi yang tidak hanya dengan aneka kata-kata kosong tetapi yang juga sangat penting adalah keheningan untuk mendengar dengan baik. Komunikasi yang dibangun dalam suasana kasih akan mempersatukan setiap pribadi sebagai sesama dan juga bersatu dengan Tuhan. Tuhan menciptakan dua telinga untuk mendengar lebih banyak dan satu mulut supaya sedikit berbicara. Tuhan memberi kesempatan supaya kita memiliki keheningan bathin dan membiarkan Dia berbicara dengan kita. Pengalaman iman seperti ini dapat membantu kita untuk mengkomunikasikan InjilNya (evangelisasi). 
Mari kita membenahi komunikasi yang tidak efektif di dalam keluarga dan lingkungan kita karena itulah yang selalu menghalangi kemampuan kita untuk mengasihi. Komunikasi yang tidak efektif yang sering terjadi ketika orang tenggelam dalam dunia gadget dan aneka sarana komunikasi sosial yang lainnya. Di tempat-tempat  umum sering kita melihat komunikasi kosong antara pribadi-pribadi dengan gadget. kadang orang tertawa terbahak-bahak di depan gadget tetapi tidak bahagia di dalam keluarga. kadang orang begitu akrab di facebook tetapi di dalam keluarga sendiri tidak ada komunikasi. Mawas diri menjadi alat bantu bagi kita di hadapan satan-sarana komunikasi sosial.
Doa: Tuhan semoga Engkau senantiasa mempersatukan kami sesuai kehendakMu. Amen.
PJSDB