Sunday, September 30, 2012

Homili Hari Minggu Biasa, Pekan XXVI/B

Bil 11:25-29
Mzm 19: 8.10.12-13.14
Yak 5:1-6
Mrk 9:38-43.45.47-48

Anda memihak atau mengumpat Yesus?

Pada Hari Minggu ini kita menutup bulan Kitab Suci Nasional. Dengan pertemuan dan pendalaman Kitab Suci selama sebulan terakhir ini kiranya membantu banyak umat untuk bertumbuh sebagai pribadi yang mendengar Sabda sekaligus melakukan Sabda di dalam hidup setiap hari. Kita juga mengingat St. Hironimus yang memiliki peran besar dalam menerjemahkan Kitab Suci ke dalam bahasa Latin (Vulgata). Karena kecintaannya kepada Kitab Suci maka ia mengatakan “Ignorance of Scripture is Ignorance of Christ” atau ketidaktahuan terhadap Kitab Suci sama saja dengan ketidaktahuan terhadap Kristus. Kata-kata Hironimus ini kiranya tepat menjadi permenungan kita dalam konteks memahami Kitab Suci sebagai Sabda atau logos atau Yesus yang menjelma menjadi manusia dalam peristiwa Inkarnasi.

Selama beberapa tahun melayani di Paroki, saya mengamati perilaku umat dan kehidupan devosional. Kalau pendalaman iman pada masa adventus dan prapaskah, sharing Kitab Suci pada bulan September biasanya partisipasi umat sangat terbatas. Hal ini berbeda dengan berkumpul bersama untuk doa Rosario pada bulan Oktober. Persentasi kehadiran umat biasanya sangat tinggi. Satu hal yang kiranya menjadi kesulitan adalah belum ada kebiasaan untuk sharing pengalaman dan membuka diri kepada sesama. Mungkin saja orang malu bercerita tentang dirinya dalam sharing atau sharing pengalamannya itu ditanggapi atau didiskusikan, padahal sebenarnya sharing pengalaman pribadi itu tidak harus didiskusikan. Itu sebabnya orang menjadi malu atau malas untuk sharing pengalaman.Terlepas dari kelebihan dan kekurangan yang ada dan banyak ini, hendaknya ada komitmen pribadi yang jelas untuk bertumbuh bersama sebagai umat Allah.

Bacaan-bacaan liturgi pada hari Minggu Biasa XXVI tahun B ini berbicara tentang bagaimana kita membangun relasi yang positif dengan sesama. Dalam bacaan pertama dari Kitab Bilangan, dikisahkan bahwa Tuhan turun dalam awan dan berbicara dengan Musa. Tuhan mengambil sebagian dari Roh yang ada pada Musa dan ditaruhNya atas ketujuh puluh tua-tua Israel. Ketika Roh hinggap pada mereka, mereka semua mengalami kepenuhan Roh seperti nabi tetapi kemudian hilang. Eldad dan Medad adalah dua orang yang ada di dalam perkemahan dan namanya juga dicatat mengalami kepenuhan Roh. Berita ini di dengar oleh Musa dan muncul reaksi dari abdinya Yosua bin Nun yang meminta Musa untuk mencegah Eldad dan Medad. Tetapi Musa dengan bijaksana berkata, “Apakah engkau giat mendukung diriku? Ah, sekiranya seluruh umat Tuhan menjadi nabi, karena Tuhanlah yang memberikan RohNya kepada mereka.”

Pengalaman komunitas Musa menunjukkan betapa Tuhan memperhatikan umatNya. Roh kenabian dicurahkan kepada tujuh puluh tua-tua merupakan inisiatif Tuhan dan haknya Tuhan untuk memberikan roh kenabian bukan haknya Musa. Tugas Musa sebagai pemimpin komunitas adalah dirinya terbuka kepada Tuhan dan membiarkan anggota-anggotanya mengakses Roh dari Tuhan. Ia mendorong anggota-anggota komunitasnya untuk terbuka pada kehendak dan karya Allah. Hebatnya Musa terletak pada animasi dan motivasi supaya anggota-anggotanya (umat) terbuka pada Tuhan.

Pengalaman Musa juga mirip dengan pengalaman Yesus. Dikisahkan oleh Markus bahwa pada suatu kesempatan Yohanes berkata kepada Yesus, “Guru, kami melihat seorang yang bukan pengikut kita mengusir setan demi namaMu. Lalu kami mencegah orang itu karena ia bukan pengikut kita.” Yesus berkata kepada Yohanes dan kawan-kawannya, “Jangan kamu cegah dia! Sebab tak seorang pun yang telah mengadakan mukjizat demi namaKu dapat seketika itu juga mengumpat Aku. Barangsiapa tidak melawan kita, ia ada di pihak kita”

Kita melihat di sini bahwa Yohanes memiliki kemiripan dengan Yosua dalam bacaan pertama. Yesus memiliki kemiripan dengan Musa. Yohanes dan kawan-kawannya berpikir bahwa hanya orang-orang di sekitar Yesus atau yang mengaku terang-terangan dengan kehadirannya mengikuti Yesus boleh melakukan mukjizat dalam nama Yesus. Kalau tidak termasuk keanggotaan Yesus maka patut dicegah atau dihalang-halangi. Tetapi Yesus meminta mereka untuk tidak mencegah orang-orang di luar komunitasnya untuk membuat mukjizat dalam namaNya. Yesus punya satu alasan, apabila orang itu berada di luar komunitas tetapi hidupnya sesuai dengan kehendak dan ajaranNya maka tidak ada alasan apa pun untuk menghalangi mereka.

Kadang-kadang di dalam kehidupan kita setiap hari, ada saja kesempatan untuk menyombongkan diri secara rohani. Ada rasa puas yang membuat orang berpikir bahwa dirinya jauh lebih sempurna, lebih akrab dan bersahabat dengan Tuhan. Kadang-kadang orang sombong secara rohani dan mengakui dirinya mendapat karunia istimewa dari Tuhan sedangkan orang tidak memiliki karunia istimewa dari Tuhan bukanlah sahabat dekat Tuhan. Seorang yang mengikuti seminar hidup baru dalam Roh (shbdr), mengatakan bahwa dia bisa berbahasa roh setelah mengucapkan berkali-kali kata alleluia sedangkan yang lain  tidak bisa berbahasa roh seperti dirinya. Seorang yang lain lagi pernah mengatakan bahwa agama katolik lebih benar dari pada agama-agama lain padahal imannya juga masih lemah.

Sikap Yesus dan Musa ini memang patut menjadi pertimbangan kita untuk mematikan kesombongan rohani. Yesus sendiri mengatakan dalam Injil hari ini, “Sesungguhnya barangsiapa memberi kamu minum secangkir air oleh karena kamu adalah pengikut Kristus, ia tidak akan kehilangan ganjarannya.” Mereka yang berada di sekitar kita sebagai pengikut Kristus akan mendapat ganjaran karena mereka melakukan perbuatan kasih. Jadi meskipun dia bukan orang katolik atau pengikut Kristus tetapi melakukan perbuatan kasih, orang itu sedang melakukan ajaran Kristus sendiri. Tentu ini bukan hal yang baru. Dalam pelayanan-pelayanan publik, kita sebagai orang katolik dilayani oleh orang-orang bukan katolik dengan baik. Kadang-kadang pelayanan mereka jauh lebih manusiawi artinya lebih ramah dan menerima daripada orang yang mengakui diri katolik tetapi tidak murah hati, angkuh dan sombong.

Pertanyaan bagi kita adalah siapa yang memihak atau tidak memihak Yesus. Orang yang memihak Yesus adalah semua orang yang melakukan Sabda Yesus di dalam hidupnya. Jadi baik orang katolik atau bukan katolik yang melakukan semua ajaran Yesus: cinta kasih, damai sejahtera, pelayanan kepada kaum papa miskin, memperjuangkan keadilan dan promosi kehidupan yang layak adalah bagian dari Yesus. Orang yang tidak memihak Yesus adalah orang yang mengakui dirinya pengikut Kristus atau bukan pengikut Kristus yang hidupnya jauh dari Kristus sendiri: fanatik, menganggap orang lain tidak beriman, sombong rohani, tidak memihak orang kecil dan lain sebagainya.

Dalam sejarah gereja, berabad-abad orang memakai pernyataan St. Siprianus: “Di luar gereja tidak ada keselamatan”. Tetapi kalau kita membaca  Matius 25:40: “Sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudaraKu yang paling hina ini, kamu melakukannya untuk Aku” dan Konsili Vatikan II, kita akan mendapat gambaran yang jelas bahwa Yesus menyelamatkan semua orang. Artinya, meskipun orang tersebut bukan pengikut Kristus tetapi dalam kehidupannya setiap hari melakukan ajaran-ajaran Yesus, seperti perbuatan kasih maka ia juga dapat di selamatkan.

Yesus dalam Injil juga mengatakan tentang bagian-bagian tubuh yang dapat menjadi sandungan baik terhadap diri sendiri maupun sesama: tangan, kaki dan mata. Yesus mengatakan lebih baik masuk surga dengan anggota tubuh yang tidak lengkap dari pada masuk api neraka dengan bagian tubuh yang utuh. Panggilan kepada pertobatan didengungkan oleh Yesus kepada kita. Tangan itu biasanya dipakai untuk bekerja maka yang Yesus maksudkan adalah perbuatan-perbuatan kita. Pakailah tangan untuk berbuat baik, memberkati dan meneguhkan bukan untuk berbuat dosa. Kaki itu membantu kita untuk berjalan, menentukan arah hidup kita setiap hari. Pakailah kaki untuk kebaikan diri dan sesama. Jangan menggunakan kaki untuk berbuat dosa: menendang orang, pergi ke tempat tertentu untuk berbuat dosa. Mata adalah pelita tubuh. Mata merupakan penerjemah suasana bathin. Kalau bathin murni maka mata tidak akan menyesatkan. Pakailah mata untuk melihat yang benar.

Apa yang harus kita perbuat?

Ini adalah sebuah pertanyaan yang menarik bagi kita. Dengan prinsip bahwa kita bukanlah status quo keselamatan maka kita dipanggil untuk bersikap sosial kepada sesama manusia. Yakobus dalam bacaan kedua mengarahkan perhatian kita untuk menghormati setiap pribadi dan hak miliknya. Orang tamak akan merebut hak milik orang lain. Sikap positif yang hendak dibangun justru prinsip saling berbagi atau hidup sosial dengan sesama. Kita belajar dari Yesus sendiri yang berbagi dengan kita dalam Ekaristi yang kita rayakan: Ia, dalam rupa roti rela dipecah-pecah, dan dibagi-bagi demi keselamatan semua orang.

Sabda Tuhan pada hari ini mengundang kita semua untuk memiliki kepekaan sosial seperti Yesus sang pelayan sejati. Kita mau menerima semua orang apa-adanya, melayani mereka tanpa memandang apakah mereka ada di pihak kita atau pihak Yesus. Semua orang adalah saudara dan saudari dari satu Allah yang sama dan Yesus Kristus adalah penebus kita.

Doa: Tuhan, terima kasih atas semua anugerahMu bagi kami hari ini. Amen

PJSDB

Saturday, September 29, 2012

Renungan 29 September 2012


Pesta Para Malaikat Agung
St. Mikhael, St. Rafael dan St. Gabriel
Dan 7:9-10.13.14
Mzm 138: 1-2ab.2cde-3.4.5
Yoh 1:47-51
Para Malaikat adalah Pelayan Tuhan

Kita dihadapkan pada satu pertanyaan: “Siapakah para malaikat itu?” Menurut Kompendium Katekismus Gereja Katolik, Malaikat adalah ciptaan yang murni dan rohani, tanpa badan, tidak kelihatan, tidak dapat mati dan makhluk pribadi yang dianugerahi akal budi dan kehendak. Mereka selalu memandang Allah dari muka ke muka, memuliakan Dia, melayani Dia dan mereka adalah pembawa pesan Allah dalam pelaksanaan misi keselamatan bagi semua manusia (KKGK, 60). Sejak masa anak-anak sampai pada kematiannya malaikat-malaikat mengelilingi kehidupan manusia dengan perlindungan dan permohonan (KGK, 336). Sedangkan dalam tradisi suci, St. Basilius Agung mengatakan bahwa para malaikat mendampingi setiap orang beriman sebagai pelindung dan gembala supaya mengantarnya kepada kehidupan. Santu Gregorius Agung mengatakan bahwa para malaikat itu kita kenal bukan berdasarkan hakikatnya tetapi berdasarkan perannya bagi manusia. Gereja bersatu dengan para Malaikat dalam menyembah Allah, meminta pertolongan mereka, dan memperingati beberapa di antara mereka dalamm liturgi.

Pada hari ini seluruh Gereja katolik merayakan Pesta para Malaikat Agung. Di dalam Kitab Suci dan tradisi Gereja terdapat tiga nama Malaikat Agung yakni St. Mikhael, St. Gabriel dan St. Rafael. Mikhael berarti Siapa yang seperti Allah. Ia memimpin balatentara para Malaikat yang mencampakkan setan dan para malaikat pemberontak ke dalam neraka. Ia juga bertugas untuk menghunus pedang sehingga dapat memisahkan orang yang baik dan jahat (Why 12:7). Gabriel artinya kekuatan Allah. Dialah yang membawa khabar sukacita Allah kepada Bunda Maria (Luk 1:1-19; Dan 8:17; 9:12 dan Luk 1:5-22.26.38). Rafael artinya kesembuhan dari Allah. Dialah yang menyembuhkan mata Tobit yang buta (Tobit 5).

Dalam Bacaan Pertama dari Kitab Daniel kita mendapat gambaran bahwa Daniel melihat takhta-takhta yang dipasang dan seorang Yang Lanjut Usia yang berpakaian putih seperti salju, berambut bersih duduk di atas takhta tersebut. Takhtanya dari nyala api dan roda-rodanya dari api yang berkobar-kobar. Sungai api timbul dan mengalir di hadapanNya. Beribu-ribu melayani Dia, beratus-ratus ribu berdiri di hadapanNya. Daniel juga melihat seorang seperti Anak Manusia yang muncul dan diserahi kekuasaan sebagai raja. Segala suku dan bangsa mengabdi kepadaNya, kekuasaanNya kekal, KerajaanNya tidak binasa.

Di dalam Kitab Wahyu, kita mendapat gambaran bahwa Malaikat Agung Mikhael adalah perwira yang gagah perkasa yang dapat mengalahkan balatentara iblis. Gereja melihat kisah ini dalam konteks pengorbanan diri para martir yang menumpahkan darah mereka karena mengimani Kristus. Kristus sendiri adalah martir agung yang bertindak sebagai Anak Domba Paskah. Kemartiran bukan hanya menumpahkan darah tetapi sikap militansi gereja di dunia ini untuk mengalahkan kejahatan dengan bantuan kuasa surgawi.

Di dalam bacaan Injil kita memiliki tokoh Natanael sebagai orang yang murni hatinya sehingga dapat melihat Tuhan. Ketika berjumpa pertama kali, Yesus berkata kepadanya bahwa ia adalah orang Israel sejati, tidak ada kepalsuan di dalam dirinya. Yesus mengatakan Natanael demikian karena Ia mengenalnya sebelum mereka saling bertemu yaitu di bawah pohon ara. Natanael pun mengakui Yesus sebagai Rabi, Anak Allah dan Raja orang Israel. Yesus berkata kepadanya, “Sesungguhnya engkau akan melihat langit terbuka dan malaikat-malaikat Allah turun naik kepada Anak Manusia.”

Merayakan pesta para Malaikat Agung, kita semua diarahkan pada satu pemahaman bahwa Allah kita itu suka menolong. Allah kita suka melayani umat kesayanganNya. Allah menolong kita dengan kuasaNya sebagai Allah (Mikhael), Allah menolong dengan kekuatanNya (Gabriel) dan Allah menolong dengan menyembuhkan semua orang (Rafael). Nama-nama Malaikat Agung ini menggambarkan sifat Allah sebagai kasih sejati yang menolong dan melayani umatNya. Inilah yang diakui juga oleh St. Gregorius Agung bahwa para malaikat itu kita mengerti lewat perannya bukan hakikatnya.

Para malaikat beribu-ribu dan beratus-ratus melayani Tuhan siang dan malam. Kita semua juga menyadari bahwa hidup kita kelak di surga juga akan menjadi "seperti malaikat" yang melayani Tuhan selamanya (Mat 22:30; Mrk 12:25; Luk 20:36). Kalau Allah saja melayani manusia melalui para malaikatNya, kita pun dipanggil untuk melayani Tuhan dan sesama. Kita dipanggil untuk melawan kejahatan di dunia yang tentu berlawanan dengan sifat Allah sebagai mahabaik (Mikhael). Kita dipanggil untuk memiliki kekuatan mewartakan kabar sukacita seperti Gabriel. Kita juga dipanggil untuk menyembuhkan orang-orang sakit (Rafael). Mari melayani Tuhan dan sesama dengan sungguh-sungguh!

Doa: Tuhan, terima kasih atas para MalaikatMu yang Engkau berikan untuk melayani dan menolong kami. Amen.

PJSDB

Friday, September 28, 2012

Renungan 28 September 2012

Hari Jumat, Pekan Biasa XXV
Pkh 3:1-11
Mzm 144:1-4
Luk 9:19-22

Yesus adalah Mesias dari Allah!

Herodes Antipas galau! Ia cemas mendengar tentang Yesus yang membuat banyak mukjizat sehingga ia bertanya, “Siapakah gerangan orang ini yang membuat tanda-tanda heran?”. Ia ingin melihat secara langsung apa yang sudah dikerjakan Yesus dan menghebokan seluruh daerah Galilea dan Yudea. Keinginannya tercapai ketika Yesus memulai PaskahNya. Dia begitu senang dan berharap Yesus akan menunjukkan kebolehanNya tetapi Yesus tidak melakukannya. Akibatnya Yesus pun diolok-olok oleh Herodes dan pasukannya. Hal yang menarik perhatian kita di sini adalah Herodes tidak mengenal Yesus tetapi tertarik untuk mengenal Yesus, bahkan ia sendiri dibayang-bayangi oleh kecemasan. Hadirnya Yesus memang membuat perbedaan besar. Orang baik dan orang berdosa memiliki keinginan untuk mengenal Dia, meski banyak juga yang tidak mengimaniNya seperti Herodes.

Yesus sendiri sudah mengutus para rasulNya. Ia memberi tenaga dan kuasa untuk menguasai setan-setan dan menyembuhkan orang-orang sakit. Ini berarti bukan para rasul yang menguasai kuasa-kuasa dunia tetapi Yesus sendiri yang menguasainya karena Dialah yang memberi kuasa. Setelah mereka kembali, Yesus mengajak mereka pergi ke Kaisarea Filipi untuk beristirahat. Kaisarea Filipi disebut juga Banias, letaknya sekitar 25 km sebelah utara Danau Galilea, tepatnya di bawah kaki gunung Hermon. Tempat ini memang indah karena merupakan mata air Sungai Yordan.

Yesus menggunakan tempat dan kesempatan untuk berdoa seorang diri. Ketika para murid datang kepadaNya, Ia bertanya kepada mereka, “Kata orang banyak, siapakah Aku ini?” Mereka menjawab, “Ada yang mengatakan Engkau adalah Yohanes Pembaptis, yang lain mengatakan bahwa Engkau Elia, dan yang lain lagi mengatakan bahwa Engkau adalah seorang nabi yang dahulu telah ada bangkit dari kematian.” Pertanyaan pertama tentang “kata orang” memang mudah dijawab. Wajar saja kalau mereka mengatakan Yohanes pembaptis sebab dialah yang menyiapkan jalan bagi Tuhan. Nama Elia muncul karena mereka percaya bahwa sebelum Mesias datang, Elia akan datang lebih dahulu (Maleakhi 4:5). Orang-orang juga berpikir bahwa Yesus adalah salah seorang nabi lain yang bangkit dari kematian.

Pertanyaan Yesus menjadi lebih sulit ketika Ia bertanya, “Menurut kamu siapakah Aku?” Tentu mereka diam sejenak lalu Petrus menjawab, “Mesias dari Allah”. Maksud pertanyaan Yesus ini adalah, Dia mencari tahu kepada para muridNya, kira-kira menurut mereka sendiri siapakah diriNya yang patut mereka sampaikan kepada orang-orang yang mereka jumpai. Petrus dengan keyakinannya menyampaikan Yesus bahwa mereka tidak keliru dalam menggambarkan Guru sebagai Mesias, Dia yang diutus Allah. Yesus sendiri tidak mengingkari diriNya tetapi melarang mereka untuk tidak menceritakannya kepada siapapun. Mengapa? Yesus tahu hati mereka. Bayangan mereka akan Mesias adalah  leader yang memimpin revolusi rakyat untuk mengusir kaum Romawi dari Palestina.

Hal-hal yang menarik perhatian kita dari perikop Injil adalah pertama, Yesus menyendiri dan berdoa. Kalau kita membaca dengan saksama Injil Lukas, kita temukan rahasia ini: setiap kali Ia mewahyukan diriNya kepada para muridNya, Ia selalu berdoa. Misalnya sebelum Ia dibaptis (Luk 3:21), sebelum memilih keduabelas rasul (Luk 6:12), sebelum pengakuan Petrus (Luk 9:18), sebelum menampakan kemuliaanNya (Luk 9:28), sebelum mengajar doa Bapa kami (Luk 11:1), sebelum malam perjamuan terakhir (22:32), sebelum ditangkap dan dianiaya(Luk 22:41), sebelum wafat di salib (Luk 23:46). Yesus di dalam Injil Lukas digambarkan sebagai pendoa ulung.

Hal kedua adalah pada pertanyaan Yesus, “Kata orang siapakah Aku?” (Luk 9:18) dan “Menurut kalian siapakah Aku ini?” (Luk 9:20).  Kedua pertanyaan ini kiranya berhubungan dengan pertanyaan Herodes sebelumnya, “Siapakah gerangan orang ini yang khabarnya melakukan hal-hal yang mengherankan itu?” (Luk 9; 9). Pertanyaan-pertanyaan ini berhubungan dengan identitas Yesus. Herodes yang tidak percaya berusaha untuk mengenal Yesus yang dikiranya Yohanes Pembaptis. Orang-orang berpikir sama dengan Herodes, Yesus adalah Yohanes Pembaptis, Elia atau salah seorang nabi yang bangkit. Para murid melalui Petrus mengakui Yesus sebagai Mesias, atau Yang Kudus dari Allah. Di harapkan bahwa para murid Kristus berani mengatakan kepada dunia bahwa sungguh Yesus adalah Mesias, Kristus, Yang diurapi! Bagi Penginjil Lukas, Yang diurapi adalah pembawa bentara sukacita (Luk 2:11).

Hal ketiga, dalam doaNya, Yesus mewahyukan bahwa sebagai Mesias, Anak Allah, Ia akan menderita, ditolak oleh tua-tua, wafat dan bangkit. Yesus yang seperti inilah yang harus diimani oleh para muridNya. Jadi sebagai Mesias, bukanlah dalam arti pribadi dengan kejayaan tertentu seperti  raja. Mesias adalah pribadi yang menderita, ditolak, dibunuh dan bangkit dengan mulia. Inilah Mesias yang benar. Tepat apa yang dikatakan pengkotbah dalam Bacaan Pertama, “Tuhan menjadikan segala sesuatu indah pada waktunya dan memberi kekekalan” (Pkh 3:11). Semua pengorbanan Yesus itu indah pada waktunya.

Doa: Tuhan, terima kasih karena Engkau menjadi Mesias bagi kami. Amen

PJSDB

Thursday, September 27, 2012

Renungan 27 September 2012

St. Vinsensius a Paulo
Hari Kamis, Pekan Biasa XXV
Pkh 1:2-11
Mzm 90:3-4.5-6.12-13.14.17
Luk 9:7-9

Siapakah gerangan Dia ini?

Hari ini seluruh Gereja Katolik memperingati St. Vinsensius a Paulo. Ia lahir di desa Pouy, Perancis Selatan pada tahun 1581. Sebelum berumur 20 tahun ia telah ditahbiskan  menjadi imam. Pada awal hidup imamatnya, ia menjadi pembimbing rohani di sebuah puri.  Namun ia tergugah untuk melayani umat yang miskin jasmani dan rohani. Perhatian kepada kaum miskin ini menjadi  dasar cita-citanya untuk mendirikan kongregasi Lasaris. Karya utamanya adalah misi rakyat (retret umat) dan pendidikan klerus. Bersama Louise de Marillac, didirikannya Kongregasi Putri Kasih. Ia pernah berkata, “Kalau kamu memandang orang miskin di bawah terang iman, kamu akan melihat bahwa mereka itu mewakili Allah Putra yang memilih menjadi miskin”. Vinsensius meninggal pada tahun 1660. 

Kata-kata St. Vinsensius a Paulo di atas sangat inspiratif. Setelah Yesus memberi kuat dan kuasaNya kepada para Rasul untuk mewartakan Injil dan melepaskan sakit penyakit di dunia ini, Ia juga mengingatkan mereka untuk hidup sederhana. Tuhanlah yang menjadi andalan hidup dan Dia yang akan mencukupkan segala keperluan manusia. Mengapa menjadi murid yang sederhana dalam melakukan tugas perutusan? St. Paulus memberi jawaban yang paling tepat. Para rasul harus menyerupai Yesus sendiri: “Walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraanNya dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diriNya sendiri dan mengambil rupa seorang hamba, dan Ia menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaanNya sebagai manusia, ia telah merendahkan diriNya dan taat sampai wafat, bahkan sampai wafat di Salib” (Flp 2: 6-8). 

Figur Yesus, Putera Allah yang berinkarnasi menjadi manusia, memiliki kuasa yang besar terhadap segala kuasa duniawi. Orang banyak yang sakit disembuhkan, yang dikuasai roh jahat dilepaskan. Banyak tanda heran yang Ia lakukan sehingga membuat banyak orang mencariNya (Mrk 1:37). Herodes, raja wilayah Galilea misalnya, ia mendengar tentang Yesus sehingga ia cemas. Kecemasannya karena ada orang yang mengatakan kepadanya bahwa Yohanes Pembaptis yang dipenggal kepalanya telah bangkit. Dalam Injil Markus, Herodes sendiri percaya bahwa Yesus adalah Yohanes yang bangkit (Mrk 6:16). Ada juga yang mengatakan Elia sudah muncul kembali atau seorang dari para nabi zaman sebelumnya bangkit kembali. Saking cemasnya Herodes sehingga ia berkata, “Yohanes telah kupenggal kepalanya. Siapa gerangan Dia ini, yang kabarnya melakukan hal-hal besar itu?”

Mari kita memandang pada Herodes. Dia dikenal dengan nama Herodes Antipas. Ayahnya bernama Herodes Agung dan Malthace, ratu berdarah Samaria. Setelah ayahnya meninggal ia menguasai daerah Galilea dan Perea, sedangkan Arkhelaus saudaranya menjadi raja Yudea, Samaria dan Idumea (Mat 2:22). Saudara mereka bernama Filipus yang isterinya bernama Herodias, memerintah bagian utara Israel yakni Iturea dan Trachonitis. Herodes Antipas memiliki sifat ambisius dan menyukai perempuan. Ia menceraikan isterinya yang bedarah Nabatea supaya dapat menikahi Herodias isteri Filipus saudaranya. Lukas memberi kesaksian bahwa Herodes Antipas cemas karena perbuatan dosa yang ia lakukan dengan membunuh Yohanes Pembaptis. Yohanes adalah orang baik, tetapi kehadirannya mengganggu kehidupan pribadi Herodes. Yohanes menegurnya karena ia mengambil Herodias isteri Filipus saudaranya. 

Kehadiran Yesus juga menjadi tanda tanya bagi Herodes. Herodes galau! Ia mencari tahu identitas Yesus. Ia juga ingin melihat secara langsung Yesus membuat mukjizat. Penginjil Lukas melukiskan perjumpaan Herodes dengan Yesus dalam kisah sengsara Yesus: “Ketika Herodes melihat Yesus, ia sangat girang. Sebab sudah lama ia ingin melihatNya, karena ia sering mendengar tentang Dia, lagi pula ia mengharapkan melihat bagaimana Yesus mengadakan suatu tanda. Herodes kemudian bersama pasukannya mengolok-olok Yesus” (Luk 23:8.11). 

Herodes itu orang yang berlawanan dengan Yesus. Ia memang mendengar tentang Yesus dan merasa cemas tetapi kecemasannya itu memiliki alasan yang sangat manusiawi. Ia hanya mau melihat mukjizat tetapi tidak mengimani Yesus. Sama seperti Ayahnya Herodes Agung, ada perasaan disaingi oleh orang baik seperti Yohanes Pembaptis dan Yesus. Ini juga kiranya menjadi alasan kecemasannya atau kegalauannya. Namun kerinduannya untuk melihat Yesus merupakan hal positif Herodes, meskipun tanpa mengimani Yesus.

Sabda Tuhan hari ini mengingatkan kita untuk selalu memandang pada Yesus. Dia adalah pusat iman kita. Dia adalah segala-galanya dalam hidup. Nah, kalau Herodes yang jahat saja memiliki kerinduan untuk melihat Yesus, bagaimana dengan anda dan saya yang mengakui dan mengimani Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat? Apakah ada kerinduan mendalam juga di dalam diri kita untuk bertemu, mengikutiNya dari dekat, mengimaniNya lebih kuat lagi? Apakah anda juga galau seperti Herodes? Periksalah bathinmu di hadirat Tuhan dan jawablah "Siapakah Yesus bagimu?".

Doa: Tuhan, tambahlah selalu iman kami kepadaMu. Amen

PJSDB

Wednesday, September 26, 2012

Renungan 26 September 2012

Hari Rabu, Pekan Biasa XXV
Ams 30:5-9
Mzm 119:29.72.89.101.104.163
Luk 9:1-6

Ia memberi tenaga dan kuasa kepada utusanNya

Bacaan Injil dalam perayaan Ekaristi kemarin, kita di hadapkan pada pertanyaan siapa yang menjadi saudara-saudari dan ibu Yesus? Jawabannya menurut Yesus sendiri adalah mereka yang mendengar Sabda Allah dan melakukannya di dalam hidupnya. Para murid Yesus mendengar secara langsung kata-kata ini. Tentu saja mereka sedikit sadar diri bahwa mereka adalah bagian dari rencana Yesus karena mereka sudah melepaskan segalanya untuk mengikuti Yesus. 

Yesus disapa para pengikutNya waktu itu sebagai Rabbi artinya Guru. Pada zaman dahulu biasanya murid yang memilih seseorang menjadi gurunya untuk belajar hukum Taurat. Yesus berbeda, Dialah yang memilih dua belas orang dari banyak orang yang mengikutiNya untuk menjadi Rasul (Luk 6:13). Jadi keduabelas orang pilihan ini bukan hanya sebagai “mathetai” atau murid, pengikut atau orang yang mendampingi Yesus dalam pelayananNya. Mereka adalah “apostoloi” artinya pribadi-pribadi yang diutus untuk menjalani misi Yesus (Luk 6:13). Harapan Yesus adalah para utusan ini dapat meneruskan pekerjaanNya ketika Ia akan kembali kepada Bapa di Surga. 

Apa yang Yesus lakukan bagi para rasulNya? Ia mempersiapkan mereka untuk menjalani misiNya. Caranya adalah Ia memberi mereka instruksi khusus agar mereka dapat mengerjakan apa yang harus mereka kerjakan. Ia mengingatkan mereka bagaimana membaca tanda-tanda zaman. Hal nyata yang dilakukanNya adalah memanggil keduabelas muridNya dan memberi “tenaga dan kuasa”. Tenaga dan kuasa ini berguna untuk menguasai setan-setan dan sakit penyakit. Lukas mengulangi terus menerus “tenaga dan kuasa” untuk mengatakan bahwa segala sesuatu yang akan mereka lakukan bukan atas nama diri mereka sendiri tetapi Yesus sendiri yang menyertai mereka dan menaklukan segala kuasa di bumi terutama kuasa setan dan penyakit (Luk 4:36;Luk 5:17; Luk 6:19). Dalam terang Injil Yohanes, kuasa yang diberikan Yesus adalah Roh Kudus. Misalnya dalam peristiwa kebangkitan, Yesus menampakan diriNya kepada para muridNya dan berkata, “Terimalah Roh Kudus. Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada.” (Yoh 20:22-23). 

Prioritas perutusan para murid Yesus adalah mewartakan Kerajaan Allah dan menyembuhkan orang-orang. Kerajaan Allah yang diwartakan merupakan gambaran keprihatinan Allah bagi manusia. Kuatnya tenaga dan kuasa Allah dalam diri Yesus untuk mengusir setan-setan dan menyembuhkan segala jenis penyakit adalah tanda hadirnya kekuatan yang baik  yang datang dari Allah. Para utusan Tuhan dihimbau untuk hidup sederhana, “Janganlah membawa apa-apa dalam perjalanan, jangan membawa tongkat atau bekal, roti atau uang atau dua helai baju”. Mengapa Tuhan menghimbau para utusanNya untuk hidup sederhana? Karena para utusan ini harus menunjukkan betapa kayanya Kerajaan Allah sehingga mereka tidak akan berkekurangan apa pun. Segala-galanya berasal dari Tuhan. 

Kerajaan Allah adalah prioritas utama dan yang lainnya akan ditambahkan (Mat 6:13). Yesus sendiri mengingatkan mereka, “Di mana hartamu berada di situ hatimu berada”. (Mat 6:21). Tentang harta kekayaan ini, dalam bacaan pertama kita diingatkan bahwa baik kekayaan maupun kemiskinan dapat menjadi situasi yang membahayakan kalau dapat menyebabkan orang kehilangan imannya. Sang bijak justru berdoa seperti ini: “Janganlah aku Kauberi kemiskinan atau kekayaan, melainkan hanyalah kebutuhan hidupku secukupnya”. Dalah kaitan dengan hidup para rasul,  pola hidup sederhana akan membantu mereka untuk lebih memprioritaskan perutusan mereka, bukan kekhawatiran akan apa yang mereka akan makan, minum dan pakai (Mat 6:25). Para rasul juga membawa damai, menyampaikannya dan tegas apabila menghadapi penolakan. Kehadiran mereka hendaknya merupakan kehadiran yang membawa damai dan ketenangan.

Perutusan para rasul adalah panggilan dan perutusan Gereja masa kini. segala sesuatu yang Gereja lakukan bukan berasal dari Gereja sendiri tetapi bersumber pada Yesus. Karya Gereja adalah karya Yesus sendiri karena Dia yang punya Gereja. Relasi Gereja dan Yesus akan membantu kita memahami luhurnya pelayanan para Hamba Tuhan di dalam Gereja bukan berbelit-belitnya sebuah birokrasi buatan manusia di dalam Gereja. Maka misi utama Gereja adalah mewartakan Kerajaan Allah dan menyembuhkan sakit penyakit. Hal ini nyata dalam pewartaan Injil dan perbuatan kasih.

Kita semua dikuatkan oleh Tuhan untuk memiliki skala prioritas dalam menjalani hidup ini. Seperti para rasul, kita sebagai Gereja memiliki prioritas menghadirkan Kerajaan Allah lewat pewartaan Injil dan perbuatan kasih terutama melayani dan menyembuhkan orang-orang sakit. Gereja juga mendapat kuasa untuk mengusir setan-setan dalam pelayanan sakramen-sakramen. Semua ini dapat dilakukan dengan sempurna kalau Gereja dalam hal ini umat Allah menyadari penyertaan Tuhan hingga akhir zaman (Yoh 15:5; Mat 28:20).

Doa: Tuhan Yesus terima kasih atas tenaga dan kuasa yang Engkau anugerahi bagi kami. Amen

PJSDB

Tuesday, September 25, 2012

Renungan 25 September 2012

Hari Selasa, Pekan XXV
Ams 21: 1-6.10-13
Mzm 119: 1.27.30.34.35.44
Luk 8:19-21

Mendengar dan melaksanakan Sabda

Sabda Tuhan itu ibarat pelita yang menyala. Pelita harus diletakkan di atas tempat yang tinggi supaya nyalanya dapat memenuhi seluruh rumah. Setiap orang yang keluar dan masuk ke dalam rumah dapat saling melihat karena cahaya pelita. Pemahaman kita tentang Sabda Tuhan ditambah hari ini yakni setiap orang yang melihat cahaya pelita memiliki tugas untuk meneruskan cahaya itu kepada orang-orang lain. Sabda Tuhan adalah pelita bagi langkah kaki manusia (Mzm 119:105), maka setiap orang yang mendengar Sabda Tuhan harus melakukannya sehingga nama Tuhan dapat dimuliakan. Perbuatan-perbuatan baik juga harus  dilakukan supaya semua orang dapat memuliakan Tuhan.

Penginjil Lukas hari ini mengisahkan bahwa Yesus dikunjungi oleh ibu dan saudara-saudaraNya. Kalau kita membaca Injil Markus, dikatakan bahwa ibu dan saudara-saudara Yesus datang untuk mengambilNya karena mereka berpikir bahwa Yesus sudah tidak waras lagi (Mrk 3:21). Lukas tidak memasukkan bagian ini di dalam Injilnya karena Ia mau menekankan aspek ketaatan Bunda Maria kepada Allah (Fiat) dalam  Luk 1:38. Bagi Lukas, Maria adalah pribadi yang sudah mendengar dan melaksanakan Sabda. Lukas juga memasukkan kisah keluarga Yesus dalam perikop kita ini untuk mengatakan bahwa keluargaNya adalah model bagi orang-orang yang mendengar dan melakukan Sabda. 

Fokus pewartaan penginjil Lukas dalam perikop kita adalah bahwa ikatan kekerabatan tidak harus membuat kita menjadi saudara dengan Yesus (hubungan darah). Hal terpenting supaya orang dapat menjadi saudara, saudari dan ibu Yesus adalah ketika pribadi-pribadi itu mendengar Sabda Allah dan melakukannya di dalam hidup. Hubungan kekeluargaan secara manusiawi akan habis saat maut menjemput, karena di surga semua orang akan menjadi seperti malaikat yang melayani Tuhan siang dan malam. Hubungan yang tetap bertahan adalah hubungan dengan Yesus karena mendengarNya. Sifatnya kekal karena kasih Tuhan itu kekal abadi dan setia.

Menjadi pertanyaan bagi kita semua adalah, apakah kita sudah siap melaksanakan Sabda Tuhan? Ya, menjadi saudara dan saudari Yesus berarti menjadi pelaku-pelaku Sabda Tuhan. Sabda Tuhan adalah pelita yang menuntun kepada keselamatan. Semakin kita mengenal Tuhan di dalam Sabda, semakin kita juga mengasihiNya sebagai satu-satunya Tuhan dan Allah kita.

Sejak kemarin kita mendengar Sabda dalam bacaan pertama dari Kitab Amsal. Perikop yang kita dengar dalam bacaan pertama hari ini berbicara kepada kita tentang Tuhan yang menguji dan menyelidiki bathin manusia. Bathin yang dapat mengarahkan pribadi kita untuk menjunjung tinggi cinta kasih dan keadilan. Cinta kasih diarahkan kepada orang-orang kecil dan yang kurang diperhatikan: “Siapa yang menutup telinga bagi jeritan orang lemah tidak akan menerima jawaban kalau ia sendiri berseru-seru". Hati yang sombong dan congkak akan menjadi sumber dusta. Hal ini tentu berlawanan dengan Tuhan yang mahabaik.

Sabda Tuhan hari ini mengarahkan kita pada Yesus sebagai Sabda Hidup. Dia mempersatukan semua orang karena sabdaNya didengar dan dilakukan dalam hidup. SabdaNya memiliki daya pemersatu yang luar biasa. Apakah kita merasakan kuasa Sabda di dalam hidup dan membuat kita bertumbuh karena Sabda? Apakah Sabda Tuhan juga mendorong kita untuk memperhatikan orang-orang kecil dan tak berdaya? Apakah Sabda membuat kita merasa semakin hari semakin menjadi saudara dan saudari Yesus?

Doa: Tuhan, Syukur kepadaMu karena SabdaMu sungguh-sungguh menghidupkan kami. Amen

PJSDB

Monday, September 24, 2012

Renungan 24 September 2012

Hari Senin, Pekan Biasa XXV
Ams 3:27-34
Mzm 15:2-3ab,3cd-4ab,5
Luk 8:16-18

Jangan menghalangi cahaya pelitamu

Lampu untuk menerangi rumah merupakan salah satu kebutuhan penting di dalam setiap keluarga. Pada zaman yang sudah modern ini masih banyak rakyat yang belum menikmati  layanan listrik. Berbagai upaya dipakai untuk menghasilkan tenaga listrik tanpa mengandalkan BBM seperti bantuan tenaga matahari dan angin. Namun demikian masih juga ada daerah belum dijangkau sehingga pelita tetap merupakan sebuah andalan dalam keluarga-keluarga yang miskin. 

Orang-orang Palestina juga pernah memiliki rumah yang di desain sedemikian rupa supaya mudah dijangkau oleh cahaya pelita. Biasanya ada tempatnya dengan posisi agak tinggi sehingga orang yang keluar dan masuk rumah dapat saling melihat (Mat 5:15). Kalau kita perhatikan baik-baik, penginjil Matius dan Lukas sama-sama menekankan pentingnya pelita sebagai sumber cahaya dan cahaya itu tak boleh dipadamkan. Cahaya itu hendaknya tetap bersinar dan semua orang tetap melihat sinarnya.

Pasti kita bertanya apa yang Yesus maksudkan dengan perumpamaan ini? Setiap pengikut Kristus sudah dianggap sebagai lahan untuk ditaburkan benih Sabda Tuhan. Setiap pribadi boleh memeriksa bathin, apakah termasuk  daerah pinggir jalan, tanah berbatu, semak berduri atau tanah yang baik. Sang penabur bebas menaburkan benihnya dan lahan memiliki komitmen untuk menumbuhkannya. Nah, pada hari ini Yesus menghendaki agar setiap pribadi yang dipanggil untuk mendengar Sabda, dia sekaligus menjadi pelaku Sabda. Artinya Sabda Tuhan yang yang didengar tidak bisa disembunyikan seperti cahaya yang ditutup di bawah tempayan atau menempatkannya di bawah tempat tidur. Pengikut Kristus yang baik tidak boleh menutup dirinya terhadap Sabda yang ia telah dengar, sebaliknya ia harus membuka dirinya dan menjadi pelaku Sabda. Penginjil Lukas dalam perikop kita menulis, “Sebab tiada sesuatu yang tersembunyi yang tidak akan dinyatakan , dan tiada suatu rahasi yang tidak akan diketahui dan diumumkan.”

Tuhan adalah pelita yang menyinari kegelapan hidup manusia (2Sam 22:29). Pemazmur berdoa, “Firman Tuhan adalah pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku” (Mzm 119:105) Yesus menganggap Yohanes sebagai pelita yang menyala tetapi orang-orang Yahudi hanya mau menikmatinya sesaat (Yoh 5:35). Firman Tuhan itu laksana terang yang menyala dan menerangi langkah kaki manusia untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang baik. Sabda Tuhan menjadi penerang untuk mengusir kegelapan dan dosa yang dapat dilakukan oleh manusia. Jadi Sabda Tuhan itu memiliki kuasa bagi kita bukan hanya sekedar mendengarnya tetapi melakukannya di dalam hidup kita. St. Yakobus dengan tepat menulis harapannya, “Hendaknya kamu menjadi pelaku Firman dan bukan hanya pendengar saja, sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri.” (Yak 1:22). 

Apa yang harus kita lakukan?

Yesus menghendaki kita semua sebagai pelaku SabdaNya hari ini. Menjadi pelaku Sabda berarti memberi kesaksian nyata tentang Sabda Tuhan seperti cahaya pelita di dalam rumah. Maka perbuatan-perbuatan baik hendaknya dilakukan dengan komitmen yang jelas dan ketekunan untuk menghasilkan buah yang melimpah. Di dalam bacaan pertama dari Kitab Amsal, kita diajak untuk melakukan perbuatan kasih terhadap sesama. Sikap iri hati dan cemburu tidaklah berguna  karena dapat mengganggu kehidupan bersama. Demikian juga pertengkaran dan pertikaian yang dapat menghancurkan relasi antar pribadi. Hal yang seharusnya dimiliki oleh setiap pribadi adalah membangun keadilan dan cinta kasih persaudaraan. Mengapa? Karena Tuhan selalu bergaul dengan orang yang baik, murah hati dan jujur. Jangan menghalangi cahaya pelitamu atau meredupkan bahkan mematikan cahayanya. Jadilah pelaku Firman. Singkat kata, Jangan berhenti untuk berbuat baik!

Doa: Tuhan semoga hari ini kami menjadi pelita yang menerangi hidup sesama kami. Amen

PJSDB

Sunday, September 23, 2012

Homili Hari Minggu Biasa XXV/B

Keb 2:12.17-20
Mzm 54:3-4.5.6.8
Yak 3:16-4:3
Mrk 9:30-37

Menjadi pelayan itu tugas nomor satu!

Mengharukan! Pada tanggal 20 September 2012 sore hari setelah pemilihan umum kepala daerah Propinsi DKI, pasangan calon gubernur Foke-Nara membuat siaran pers. Mereka melihat hasil perhitungan cepat yang semuanya memenangkan pasangan Jokowi-Ahok. Dalam siaran persnya, Foke-Nara berjiwa besar mengakui kekalahan berdasarkan hasil perhitungan cepat. Foke mengatakan bahwa yang memenangkan pilkada adalah rakyat Jakarta sedangkan yang memimpin nanti adalah pelayan. Nara yang kurang fasih berbicara di depan umum meminta maaf kepada masyarakat atas kekurangan yang mereka lakukan selama masa kampanye. Ini merupakan sebuah pengalaman yang menarik perhatian kita semua. Orang pada akhirnya harus merasa bahwa menjadi pemimpin itu hendaknya menjauhkan diri dari nafsu mementingkan diri karena dapat menimbulkan iri hati dan permusuhan. Dengan berdalil SARA atau keanggotaan dalam partai politik tertentu ternyata belum cukup. Masyarakat ternyata semakin pintar dan cerdas. Orang yang bernafsu untuk berkuasa dapat melupakan Allah dan kegagalan adalah buahnya.

Penginjil Markus mengisahkan bahwa Yesus melintasi daerah Galilea bersama para muridNya sambil mengajar mereka. Inti ajaranNya hari ini adalah pemberitahuan kedua tentang penderitaanNya: “Anak manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia, dan mereka akan membunuh Dia. Ia akan bangkit”. (Mrk 9:31). Pengajaran Yesus ini mengingatkan kita pada pemberitahuanNya yang pertama: “Anak Manusia harus menanggung banyak pederitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan bangkit sesudah hari ketiga” (Mrk 8:31). Pada saat itu Petrus tidak menerima model Mesias yang menderita. Bagi Petrus, Mesias atau Kristus itu hendaknya berjaya seperti Raja yang diurapi bukan pribadi yang menderita. Maka Yesus menghardik Petrus dengan mengatakannya Iblis karena memikirkan Mesias secara manusiawi bukan secara ilahi.

Yesus sekali lagi mengatakan hal yang sama tentang penderitaanNya namun para murid tidak mengerti maksudNya. Mereka sendiri segan untuk menanyakannya kepada Yesus. Pasti kita bertanya mengapa sikap para murid demikian? Mereka memang masih berharap bahwa Yesus yang mengakui diriNya diurapi (Luk 4:18) akan menjadi pemimpin yang kiranya dapat mengusir penjajah Romawi di Yerusalem. Namun semuanya ini tidak akan terlaksana sesuai harapan mereka karena justru yang mereka saksikan adalah peristiwa Yesus memanggul Salib. Yesus justru menjadi Mesias, orang benar yang menderita. Dalam terang bacaan pertama dari Kitab Kebijaksanaan dikatakan, “Jika orang yang benar itu sungguh Anak Allah, niscaya Allah akan menolong dia serta melepaskannya dari tangan para lawannya. Mari, kita mencobainya dengan aniaya dan siksa, agar kita mengenal kelembutannya serta menguji kesabaran hatinya. Hendaklah kita menjatuhi hukuman mati keji terhadapnya, sebab menurut katanya, ia pasti mendapat pertolongan.” 

Ketika berjalan bersama, para muridNya mempertengkarkan siapa kiranya yang terbesar di antara mereka. Mereka ternyata memiliki ambisi-ambisi tertentu. Setiap hari mereka bersama dengan Yesus ternyata belum merupakan jaminan bahwa mereka rendah hati. Mereka masih sombong, iri hati dan ingin berkuasa. Untuk membuka wawasan mereka, Yesus memanggil seorang anak kecil dan meletakkannya di tengah-tengah mereka. Sambil memandang anak kecil itu Yesus merumuskan figur seorang pemimpin yang benar: “Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaknya ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan menjadi pelayan dari semuanya. Barangsiapa menerima seorang anak seperti ini dalam namaKu, ia menerima Aku. Dan barang siapa menerima Aku sebenarnya bukan Aku yang mereka terima, melainkan Dia yang mengutus Aku”

Kita semua mendapat gambaran yang semakin jelas tentang siapakah Yesus itu sebenarnya. Yesus diakui oleh Petrus sebagai Mesias atau Kristus. Bagi Petrus, Kristus adalah pemimpin ideal secara manusiawi. Namun Yesus menghendaki sesuatu yang sangat berbeda. Mesias justru harus mengalami penolakan, wafat dan bangkit dengan mulia. Ini adalah sebuah bentuk kepemimpinan Yesus. Ia, meskipun Allah rela mengosongkan diri, merendahkan diri sampai wafat di salib (Fil 2:7). Kerelaan untuk mengsongkan diri merupakan pelayanan Yesus sebagai pemimpin kita. Itu sebabnya Ia mengatakan bahwa jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaknya ia menjadi yang terakhir dan pelayan bagi semuanya. Pemimpin bukanlah penguasa melainkan pelayan!

Yakobus dalam bacaan kedua menegaskan bahwa di mana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri, di situ ada kekacauan dan segala perbuatan jahat. Orang dalam hal ini para pemimpin jemaat hendaknya terbuka pada hikmat yang berasal dari Tuhan yang sifatnya murni, pendamai, peramah, penurut, penuh belas kasihan dan buah-buah yang baik, tidak memihak dan tidak munafik. Ini adalah hal-hal yang perlu dihindari dalam membangun kebersamaan. Yakobus juga mengingatkan komunitasnya tentang hidup doa. Seringkali orang berpikir sudah berdoa dengan baik tetapi menurut Yakobus, orang bisa juga salah berdoa. Orang salah berdoa ketika permintaannya pada Tuhan semata-mata untuk memuaskan hawa napsunya.

Pikirkanlah juga hari-hari hidupmu. Banyak kali anda juga menginginkan popularitas, ingin menjadi terbesar dan hebat. Hasrat yang demikian terkadang dapat menghancurkan relasi antar pribadi karena rasa ingat diri yang tinggi. Nah, menjadi pemimpin atau orang  besar berarti mau merendahkan diri menjadi orang kecil, mau menderita dan melayani sesama. Melayani itu nomor satu! Yesus melakukannya dengan kenosis atau mengosongkan diriNya. 

Sabda Tuhan hari ini mengundang kita untuk memandang Yesus sebagai pemimpin dan pelayan sejati. Dia melayani kita dengan salibNya. Salib bagi Yesus adalah penolakan yang terus menerus sampai wafat di atas palang kayu yang sama. Mari kita membaharui hidup kita dengan berani memanggul salib kehidupan. Kita setia kepadaNya sebab Ia yang pertama-tama setia pada kita. 

Doa: Tuhan, bantulah kami untuk menjadi pelayan-pelayanMu yang setia. Amen

PJSDB

Saturday, September 22, 2012

Renungan 22 September 2012

Hari Sabtu, Pekan Biasa XXIV
1Kor 15:35-37.42-49
Mzm 56:10.11-12.13-14
Luk 8:4-15

Hasilkanlah buah dalam ketekunan!

Dalam masyarakat agraris, pekerjaan menabur benih di ladang adalah pekerjaan rutin setiap tahun. Bila musim hujan tiba maka para petani akan menyiapkan bibit benih terbaik untuk ditabur atau ditanam. Para petani zaman ini sudah pandai bercocok tanam. Biasanya lahan disiapkan dengan membajak, memberi pupuk, menabur dan merawat tanaman sampai menuai hasilnya. Cara bercocok tanam ini berkembang menjadi sebuah budaya agraris dan diwariskan turun temurun. Tantangannya adalah ketika orang mapan dengan cara bercocok tanam yang ada maka sulit untuk mengubah atau mencari cara yang lain untuk mendapat hasil yang lebih baik.

Yesus menyadari bahwa banyak orang mengikuti Dia, mereka mendengar SabdaNya dan menyaksikan serta mengalami mukjizat-mukjizat dalam hidup mereka. Untuk itu Yesus mau membangun kesadaran baru dalam diri mereka untuk mengerti dan melaksanakan SabdaNya. Tentang hal ini, Yesus menggunakan perumpamaan tentang penabur: Ada seorang penabur keluar untuk menaburkan benih. Benih-benih yang ditabur itu ada yang jatuh di pinggir jalan, di tanah yang berbatu-batu, di tengah semak duri dan di tanah yang baik. Di lahan yang berbeda-beda ini tentu keadaan benih juga berbeda-beda. Benih yang jatuh dipinggir jalan akan diinjak orang atau dimakan burung. Benih di atas batu akan bertumbuh sebentar namun cepat layu karena tidak mendapat air. Benih yang jatuh di antara semak duri terhimpit oleh semak duri sampai mati. Benih di tanah yang baik akan bertumbuh dan berbuah seratus kali lipat.

Tentu saja orang-orang yang mendengar perumpamaan ini merasa sebagai hal yang biasa. Mungkin saja sebagian besar orang yang datang dan mendengar Yesus adalah para petani yang sudah terbiasa bercocok tanam di sekitar danau Galilea yang subur. Pemahaman mereka akan apa yang mereka dengar juga terbatas pada aktivitas sebagai petani yang menabur benih. Para muridNya cerdas dan meminta penjelasan atas perumpamaan ini. Maka Yesus pun membuka pikiran mereka untuk mengartikannya. Bagi para murid, mereka diberi karunia untuk mengerti rahasia Kerajaan Allah. Bagi orang lain mereka perlu perumpamaan untuk mengerti Kerajaan Allah. Mengapa? Karena "Sekalipun memandang namun mereka tidak melihat, sekalipun mendengar namun mereka tidak mengerti".

Untuk itu Yesus lalu mencoba menjelaskan makna perumpamaan ini: benih adalah Sabda Allah. Sabda Allah ini diwartakan dan diterima oleh empat tipe manusia. Pertama, ada pribadi yang mirip “pinggir jalan”. Mereka mendengar Sabda, namun iblis mengambil Sabda itu dari hati mereka sehingga mereka tidak percaya dan diselamatkan. Kedua, ada pribadi yang mirip “tanah berbatu”. Orang itu mendengar Sabda, menerimanya dengan senang hati, tetapi Sabda itu tidak berakar dalam hati. Ketiga, ada pribadi yang mirip “semak berduri”. Orang itu mendengar Sabda, namun selalu terhimpit oleh kekhawatiran, kekayaan, kenikmatan hidup sehingga tidak menghasilkan buah yang matang. Keempat, ada pribadi yang mirip “tanah yang baik”. Mereka mendengar Sabda, menyimpannya di dalam hati yang baik dan menghasilkan buah dalam ketekunan.

Yesus hebat! Ini sebuah perumpamaanNya yang tadinya mungkin kurang bermakna bagi kebanyakan orang dalam masyarakat agraris di Palestina saat itu. Namun sebagaimana Yesus sendiri katakan bahwa mereka yang bukan murid-muridNya tidak memiliki karunia untuk mengerti rahasia Kerajaan Surga sehingga perumpamaan ini dijelaskanNya dan tentu membuka wawasan banyak orang yang mengikutiNya saat itu.

Perumpamaan ini membuat kita berefleksi bersama pada pertanyaan siapakah diri kita ini, menjadi lahan apakah pribadi kita untuk menerima benih Sabda Tuhan? Kita juga masih berada dalam bulan Kitab Suci Nasional maka apakah Sabda yang didengar membuat kita juga menjadi pelakunya? Dalam menghayati Sabda Tuhan, bagaimana anda membangun sikap untuk mengatasi halangan dan hambatan seperti: iblis sebagai sumber kejahatan, ketakutan, kekhawatiran, penganiayaan, kegelisahan hidup, kekayaan dan kenikmatan hidup? Yesus berkata, “Barangsiapa mempunyai telinga untuk mendengar, hendaklah ia mendengar!” Marilah kita berjalan di hadapan Allah dalam cahaya kehidupan. Sungguh, “Berbahagialah orang yang menyimpan Sabda Allah dalam hati yang baik dan tulus ikhlas dan menghasilkan buah dalam ketekunan.”

Hal lain yang kiranya penting untuk kita renungkan bersama adalah komitmen pribadi pada Sabda. Sang penabur memang menabur benih sesuai seleranya. Dia bebas menabur di mana Ia mau menabur. Lahan itu siap menerima benih tetapi tentu tidak berhenti di situ. Lahan yang dalam arti hati kita perlu punya komitmen untuk tekun sehingga menghasilkan buah. Hidup tanpa komitmen yang jelas tentu tidak akan menghasilkan apa-apa yang bermakna dalam hidup. Komitmen pribadi ini juga akan membuat pribadi menjadi matang untuk mengatasi kesulitan-kesulitan dalam menumbuhkan benih Sabda.

Komitmen Pribadi dalam pemahaman Paulus adalah transformasi hidup di dunia menjadi hidup surgawi. Hidup di dunia masih ditandai dengan penderitaan, tubuh hancur tetapi hidup surgawi itu kekal dan tidak akan hancur. Setiap orang terarah pada hidup kekal bersama Bapa di Surga. tentu saja, kembali ke Sabda Tuhan sebagai pedoman, pelita bagi kaki untuk melangkah menuju kepada Bapa di Surga.

Doa: Tuhan semoga kami menjadi lahan yang baik untuk bertumbuhnya sabdaMu. Amen

PJSDB

Friday, September 21, 2012

Renungan 21 September 2012

St.Matius, Rasul dan Penginjil
Ef 4:1-7.11-13
Mzm 19:2-3.4-5
Mat 9:9-13

Indahnya sebuah panggilan hidup

Hari ini seluruh Gereja Katolik merayakan pesta St. Matius, Rasul dan Penginjil. Matius berarti Pemberian Yahwe. Kita menemukan namanya dalam Injil Matius 9:9 dan 10:3 dan profesinya adalah sebagai pemungut pajak. Sebagai orang Yahudi yang bekerja sebagai pemungut pajak bagi orang-orang Romawi pada zaman Herodes Antipas, ia termasuk salah satu orang yang dibenci oleh orang-orang pada saat itu. Mengapa? Karena ia orang Yahudi yang bekerja bagi orang Romawi dan kadang-kadang dinilai memeras orang-orang sebangsanya. Demikianlah anggapan orang-orang pada saat itu bagi Matius dan para pemungut pajak lainnya. Ia dipanggil oleh Yesus dan ia segera mengikutiNya. Ia juga menerima dan menjamu Yesus di rumahnya. Dia adalah orang sakit yang membutuhkan tabib. Sebagai hadia istimewa, ia menulis Injil yang isinya mengatakan tentang Yesus yang dinubuatkan para nabi datang untuk menyelamatkan manusia dan menyertai gerejaNya hingga akhir zaman. Injil Matius dilambangkan dengan seorang manusia ilahi.

Ketika membaca Kitab Suci Perjanjian Lama dan Baru, kita menemukan pribadi-pribadi tertentu yang dipanggil Tuhan itu memiliki keistimewaan tertentu. Tuhan tidak memanggil mereka ketika mereka sedang berdoa tetapi umumnya mereka sedang bekerja dalam situasi hidup yang nyata. Musa dipanggil Allah lewat semak duri yang menyala pada saat ia sedang menggembalakan ternak Yitro, mertuanya, imam Midian (Kel 3:1-2). Tuhan menunjukkan Samuel untuk mengurapi Daud anak Isai menjadi raja ketika Daud masih bekerja sebagai gembala (1Sam 16:11-13). Melalui Elia, Tuhan memanggil Elisa ketika ia sedang membajak dengan duabelas pasang lembu, Elia melemparkan jubahnya kepada Elisa (1Raj 19:19). Tuhan memanggil Amos menjadi nabi ketika sedang bekerja sebagai gembala dan pemungut buah ara (Amos 7:14). Tuhan Yesus memanggil Simon, Andreas, Yakobus dan Yohanes  ketika mereka sedang membersihkan jala (Mat 4:18-22). Sekarang Ia memanggil Matius ketika sedang duduk di kantor pajak. Tuhan membutuhkan mitra kerja yaitu para rasul bukan yang sangat ideal tetapi “para pekerja di ladang” (Mat 9:38; Luk 10:2).

Panggilan Tuhan memang unik. Matius saja mungkin terheran-heran dengan panggilan ini dan secara manusiawi tidak gampang bagi Matius untuk menerima panggilan ini. Ia sedang bekerja tetapi rela meninggalkannya, ia juga dicemooh karena profesinya sebagai penagih pajak. Ketika ia berani melupakan dirinya dan menerima panggilan Tuhan maka ia merasa ada sukacita besar yang patut disyukuri. Kata-kata Yesus, “Ikutlah Aku” menjadi kekuatan bagi Matius. Sebagai tanda syukur atas panggilan ini, Matius juga menerima Yesus di dalam rumahnya dan menjamu Yesus bersama banyak orang berdosa lainnya. Misi Yesus menjadi lengkap yaitu menyelamatkan orang berdosa. Ia datang bukan untuk memanggil orang benar melainkan orang-orang berdosa. Mengikuti Yesus berarti meniru seluruh kehidupan Yesus, menjadi serupa denganNya. Semuanya ini yang dituliskannya di dalam Injil. 

Para rasul dipilih oleh Yesus untuk menjadi utusan yang melayani atas nama Yesus sendiri. Yesus yang oleh Paulus, memberikan baik rasul-rasul maupun para nabi, baik pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi tugas pelayan demi pembangunan tubuh Kristus (Ef 4:11-12). Tugas pelayanan Yesus tetap bertahan sampai saat ini di dalam Gereja karena Ia sendiri menyertai sampai akhir zaman (Mat 28:20). 

Kita bersyukur kepada Tuhan karena panggilan Tuhan bagi kita selalu unik. Ia memanggil kita dalam hidup kita seadanya. Ia membekali kita dengan Roh KudusNya untuk teguh dalam pelayanan kasih setiap hari. Kita juga menyadari hidup sebagai pribadi yang tidak sempurna, namun kata-kata Yesus: “Ikutlah Aku” memiliki kekuatan tersendiri untuk mengubah seluruh hidup kita menjadi baru. Syukurilah panggilan hidupmu!

Doa: Tuhan teguhkanlah panggilanku. Amen

PJSDB