Wednesday, October 31, 2012

Renungan 31 Oktober 2012

Hari Rabu, Pekan Biasa XXX
Ef 6:1-9
Mzm 145:10-14
Luk 13:22-30

Taat kepada orang tua itu mahal!

Menjadi orang patuh, taat dan setia kepada orang tua? Ini adalah pertanyaan sekaligus tugas yang berat bagi seorang anak di dalam keluarga saat ini. Dalam perjumpaan dengan banyak pribadi, pada umumnya mereka merasa berat untuk melaksanakan kebajikan ketaatan. Banyak imam, biarawan dan biarawati mengakui bahwa nasihat Injil yang paling berat untuk dilakukan dalam hidup adalah nasihat injil ketaatan. Banyak anak muda yang mengakui sulit membangun relasi yang akrab dengan orang tua karena kurangnya ketaatan mereka terhadap orang tua. Banyak suami dan istri yang relasinya diambang kehancuran karena kebajikan ketaatan belum maksimal bahkan nyaris tidak ada dalam keluarga. Orang lebih mudah memilih untuk hidup dengan mengatur dirinya sendiri dari pada hidup dalam aturan dan ketundukan atau ketaatan pada pemimpinnya.

Ketika mengikuti upacara tahbisan seorang imam, pada akhir perayaan selalu ada sambutan dari orang tua imam baru. Tampillah ayahanda sang imam baru dan memberikan sambutan singkat seperti ini: “Anakku, hari ini engkau ditahbiskan. Engkau akan saya sapa juga sebagai Pater artinya Bapa meskipun engkau anakku. Ingatlah bahwa anda bukan hanya seorang imam tetapi sebelum menjadi imam, engkau adalah seorang biarawan yang mengikrarkan kaul ketaatan, kemiskinan dan kemurnian. Kalau engkau menjadi taat maka dengan sendirinya menjadi miskin dan murni. Kalau engkau menjadi miskin maka engkau hidup taat dan murni. Kalau engkau menjadi murni maka engkau hidup miskin dan taat. Ketiga nasihat Injil ini seperti rantai yang menyatu!” Sebuah sambutan yang mengesankan, singkat, jelas dan tepat. Memang tepat apa yang diungkapkan ayahanda pastor baru ini, karena nasihat-nasihat injil adalah satu kesatuan dan harus dilakukan bersama-sama.

Pada hari ini kita mendengar kelanjutan pengajaran Paulus tentang peraturan di dalam sebuah keluarga. Satu aspek yang ditekankan Paulus hari ini adalah ketaatan atau ketundukan. Paulus mengatakan bahwa semua orang harus memiliki semangat ketaatan (Ef 5:21). Para istri tunduk dan taat kepada suami (Ef 5:22). Anak-anak mentaati orang tuanya di dalam Tuhan karena haruslah demikian (Ef 6:1). Hamba-hamba, taat kepada tuannya yang di dunia ini dengan takut dan gentar dan dengan tulus hati, sama seperti mereka taat kepada Kristus (Ef 6:5). Mereka yang memiliki kuasa diminta untuk taat kepada Tuhan (Ef 6:4.9). Tuhan menghendaki ketaatan atau ketundukan ini menjadi sebuah kebutuhan, sebuah budaya bagi masyarakat luas.

Ketaatan berasal dari kata bahasa Latin yaitu obedire. Kata ini terdiri atas dua suku kata ob dan audire. Ob berarti sebelum atau di depan. Audire artinya mendengarkan. Maka orang yang taat adalah orang yang dapat mendengar dengan baik sehingga dapat memiliki kemampuan untuk mengasihi. Apabila kita menerima panggilan Tuhan dan kita patuh kepada kehendakNya maka kita akan memiliki keterbukaan untuk dipenuhi dengan Roh KudusNya. Tentang hal ini, Paulus mengatakan, “Rendahkanlah dirimu seorang kepada yang lain dan takut akan Kristus” (Ef 5:21).

Orang yang taat akan memiliki rasa hormat. Paulus menulis kepada anak-anak, “Hai anak-anak, hormatilah ayah dan ibumu supaya kamu berbahagia dan panjang umur di bumi.” (Ef 6:2-3; Ams 3:11-12). Perkataan Paulus ini menantang setiap anak yang memiliki hati nurani bahwa mereka memiliki orang tua. Kadang-kadang rasa hormat anak pada orang tua hilang, terutama ketika komunikasi di antara mereka tidak berjalan dengan baik, ketika orang tua keliru dalam mendidik sehingga menimbulkan luka bathin, ketika orang tua membeda-bedakan anaknya. Orang tua kurang menujukkan wibawanya, melakukan kesalahan fatal yang membuat anak kehilangan kepercayaan. Dari pihak anak, ketika merasa diri sudah bisa berbicara karena mampu secara akademik, sudah bekerja dan menikmati uang dari keringat sendiri. Semua ini bisa menimbulkan hilangnya rasa hormat anak terhadap orang tuanya.

Apa yang harus dilakukan orang tua bagi anak-anak? Paulus menulis, “Jangan bangkitkan amarahmu dalam hati anak-anak, didiklah mereka dalam ajaran dan nasihat Tuhan” (Ef 6:5). Ini menjadi refleksi tersendiri bagi para orang tua dalam parenting. Kadang-kadang orang tua berpikir bahwa marah adalah obat yang tepat untuk mendisiplinkan anak. Padahal semakin orang tua marah, semakin anak menjadi liar dan hilang rasa hormatnya. Orang tua sebagaimana disarankan Paulus, sebaiknya mendidik dan menasihati dalam Tuhan. Artinya orang tua memiliki waktu untuk mengganti “marah-marah” dengan doa. Orang tua adalah pendidik utama (Ul 8:5)

Kita belajar dari Bunda Maria. Dia adalah figur orang yang taat pada kehendak Allah. Bunda Maria menerima Roh Kudus setelah mengatakan ketaatannya kepada Tuhan (Luk 1:38). Gereja perdana merendahkan dirinya setelah menerima Roh Kudus dan bertanya, “Apa yang harus kami lakukan?” (Kis 2:37). Dua belas orang Efesus menerima Roh Kudus setelah mereka merendahkan diri dan mengakui bahwa mereka belum mendengar tentang Roh Kudus (Kis 19:2). Kornelius dan keluarganya menerima Roh Kudus setelah mereka semua menyatakan ketundukan mereka kepada Petrus (Kis 10:25). Roh Allah turun kepada Yesus ketika Yesus tunduk pada Yohanes untuk dibaptis (Mat 3:14-15). Orang yang hidup dalam ketaatan akan dibimbing kepada hidup oleh Roh Kudus.

Sabda Tuhan hari ini membuka jalan untuk berjumpa dengan Tuhan. Kesulitan dalam membangun relasi antar pribadi di dalam keluarga, ibarat pintu yang sempit. Tetapi orang harus berusaha untuk melewati pintu yang sempit itu untuk bersatu dengan Tuhan. Para orang tua diteguhkan dan anak-anak pun diingatkan untuk berbakti kepada orang tuanya. Bagaimana relasimu di dalam keluarga sebagai anak dan orang tua?

Doa: Tuhan, terima kasih karena Engkau memberikan bapa dan mama yang terbaik untukku. Amen

PJSDB

Tuesday, October 30, 2012

Renungan 30 Oktober 2012

Hari Selasa, Pekan Biasa XXX
Ef 5:21-33
Mzm 127:1-5
Luk 13:18-21

Rahasia ini sungguh besar!

Ada sepasang muda yang hendak menikah. Tanggal pernikahan sudah diketahui oleh mereka semua.Tiba-tiba sang calon suami mengatakan kepada ayahnya, “Daddy, aku punya rahasia. Kalau aku terbuka pada calon pasanganku, kemungkinan besar ia menolak aku.” “Rahasia apa?” tanya ayahnya. “Kaki saya bau”  Jawab anak itu. Ayahnya mengajak anak itu ke toko dan membeli aneka sabun dan kaus kaki. Ayahnya berpesan kepadanya, “Cucilah kakimu dengan sabun yang wangi dan pakailah selalu kaus kaki. Ketika tidur, selalu menggunakan kaus kaki”. Anak itu mengangguk dan mengikuti pesan ayahnya.  Giliran anak perempuan, calon istri juga mengatakan memiliki rahasia kepada ibunya. Anak itu berkata, "Mami, aku punya rahasia yang belum diketahui calon suamiku".  “Rahasia apa, nak?” tanya ibunya. “Mami, gigi saya banyak yang busuk dan bau. Aku tidak pernah membicarakannya dengan calon suami. Aku takut jangan sampai ia menolak aku.” Jawab anaknya. Ibunya mengatakan, "Tidak apa-apa." Mereka pergi ke toko, membeli aneka sikat gigi, pasta dan pengharum mulut. Ibunya berkata, “Gosok gigi dengan teratur, pakailah pengharum mulut setelah menggosok gigi.”

Pasangan muda ini pun menikah. Suaminya menjelaskan kepada istrinya bahwa ia selalu menggunakan kaus kaki saat tidur karena kakinya sensitif dengan cuaca dingin. Pada suatu malam, sang suami merasa kakinya kedinginan, ternyata kaus kaki sebelahnya hilang. Ia cemas, maka berusaha mencarinya sampai istrinya terbangun. Istrinya bertanya, “Ada apa mas?” Begitu mendengar suara istri, suaminya berteriak, “O my God, kenapa kamu tega memakan kaus kaki saya?” Setiap orang punya rahasia kecil atau besar. Namanya rahasia maka selalu tersembunyi tetapi pada kesempatan yang tidak terduga, rahasia itu bisa terbongkar juga. Ibarat sambal terasi dibungkus dengan rapi tetapi suatu saat baunya akan keluar dengan sendirinya.

Pada hari ini St. Paulus dalam tulisan kepada jemaat di Efesus, berusaha menjelaskan relasi intim antara Kristus dan GerejaNya. Paulus mengatakan relasi Kristus dan Gereja itu adalah sebuah rahasia yang sungguh besar. Relasi antara manusia yang hidup (Gereja) dan Tuhan Yesus yang tidak kelihatan adalah sebuah rahasia agung dan dapat dipahami oleh banyak orang dalam relasi antara suami dan istri. Kepada para istri Paulus menulis, “Hendaklah para istri tunduk kepada suaminya dalam segala hal, seolah-olah kepada Tuhan karena suami adalah kepala.” Kepada para suami, Paulus berpesan untuk mengasihi istrinya sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat, dan telah menyerahkan diri bagi jemaat untuk menguduskannya setelah menyucikannya dengan air dan firman. Suami mengasihi istri seperti ia mengasihi tubuhnya sendiri. Suami juga merawat istrinya seperti ia merawat dirinya sendiri.

Setelah menjelaskan relasi kasih antara suami dan istri, Paulus menyimpulkan: “Karena itu pria akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.” Sikap bathin “meninggalkan” akan membuat suami dan istri saling mengasihi dan saling menghormati. Harapan Paulus adalah relasi kasih manusiawi ini hendaknya menjadi nyata juga dalam relasi ilahi antara Umat sebagai Gereja dan Kristus. Kristus mencintai Gereja sebagai Umat Allah dan Umat Allah mencintai Kristus sebagai Tuhan.

Bagaimana kita dapat memahami relasi ini sebagai sebuah rahasia besar? Relasi Kristus dan Gereja sepadan dengan relasi suami dengan istrinya. Kristus telah menyerahkan diriNya satu kali untuk selama-lamanya bagi keselamatan manusia. Dalam dunia Perjanjian Lama, Yahwe pun memiliki kehendak untuk membangun relasi penuh keakraban dengan umat Israel. Kita bisa membacanya dalam Hosea 1-3; Yer 2:2; Yeh 16:23 dan Yes 54:1-10. Dalam kutipan-kutipan ini Tuhan menunjukkan kasihNya yang besar bagi manusia. Gereja yang bersatu dengan Kristus memiliki sebuah keindahan yang tinggi karena Kristus sendiri telah memurnikan, menyucikan Gereja. Ia menyucikannya dengan sakramen pembaptisan dan sabdaNya. Relasi Kristus dan Gereja hendaknya menjadi model relasi antara pria dan wanita dalam perkawinan. Kristus menyatu dengan Gereja, Suami menyatu dengan istrinya.

Bagaimana mengungkapkan sikap mengasihi Kristus selamanya?

Pertama, Umat Allah sebagai Gereja mengasihi Kristus dengan segenap hati dan budi dan kekuatan. Mengasihi Kristus berarti tinggal bersamaNya dan melakukan kehendak yang terungkap di dalam FirmanNya. Mengasihi Kristus  berarti mendengar dan menjadi pelaku FirmanNya.

Kedua, mencintai Kristus berarti mengikuti Kristus dari dekat. Kristus adalah pribadi yang taat, miskin dan murni dan hendaknya Gereja juga demikian.

Ketiga, mencintai Kristus berarti menjadi seperti Kristus yang menerima semua orang apa adanya. Suami dan istri saling menerima kelebihan dan kekurangan, melihat dan menghayati kesepadanan mereka.

Tentu saja untuk menghayati kasih, kita memulai dari hal-hal yang kecil dan lama kelamaan akan menjadi besar. Hal-hal kecil itu ibarat biji sesawi atau ragi. Biji sesawi meskipun kecil tetapi dapat bertumbuh menjadi besar, bahkan burung dapat bersandar di atasnya. Ragi meskipun jumlahnya sedikit tetapi dapat membuat adonan menjadi besar. Perbuatan-perbuatan baik, sekecil apa pun memiliki power untuk menjadikan sesama bernilai dan bermartabat.

Sabda Tuhan menguatkan relasi kita dengan Tuhan dan sesama. Bagi para suami dan istri, sabda Tuhan adalah peneguh: Jadilah istri yang taat dan penuh hormat kepada suami. Jadilah suami yang mengasihi istri seperti diri sendiri dan merawatnya seperti merawat diri sendiri. Keluarga-keluarga akan menjadi sebuah gereja yang sempurna kalau Kristus sungguh hadir dan menetap di dalamnya. Apakah keluarga-keluarga terbuka pada Kristus? Sakramen Ekaristi adalah sakramen yang membantu kita untuk memahami rahasia persekutuan intim antara umat dan Tuhan. Apakah kita menyadari Ekaristi sebagai saat bersekutu dengan Tuhan Yesus  dalam Sabda serta menerima Tubuh dan DarahNya?


Doa: Tuhan, terima kasih karena Engkau mengasihi keluarga kami. Amen


PJSDB 

Monday, October 29, 2012

Renungan 29 Oktober 2012

Hari Senin, Pekan Biasa XXX
Ef 4:32-5:8
Mzm 1:1-2.3.4.6
Luk 13:10-17
Mengampuni itu indah!

Seorang anak muda memberikan sharing pengalamannya tentang seni mengampuni. Ia mengatakan kepada semua yang mendengar sharingnya, “Siapa di antara kita yang mengatakan mengampuni itu sulit dan berat? Bagi saya mengampuni itu sangat indah dan patut kita lakukan dengan segenap hati!” Dia mempertegas sharingnya dengan mengambil contoh Bapa yang penuh kasih di dalam Injil Lukas (Luk 15:11-32). Indah sekali sikap bapanya yang baik hati dan suka mengampuni: Ketika masih jauh ayahnya tekah melihatnya. Ayahnya tergerak hati oleh belas kasihan dan berlari mendapatkan anak itu, merangkul, dan mencium dia. Anak itu diberi jubah, cincin dan sepatu yang baru. Sebagai tanda syukur anak lembu tambun juga menjadi hidangan yang lezat bagi mereka (Luk 15: 20-23). Semua orang tentu merasa heran dengan ungkapan orang muda ini. Mereka dapat saja bertanya dalam hatinya, “Bagaimana mungkin mengampuni itu dikatakan indah sebab pada kenyataannya semua orang merasa sulit untuk mengampuni?”  Yah, secara teoretis orang dapat saja mengatakan: “Mengampuni itu indah” tetapi pada kenyataannya orang dapat saja mengalami kesulitan.

Beberapa hari yang lalu saya mendampingi sebuah Seminar Hidup Baru dalam Roh (SHBdR) bersama sekelompok anak-anak muda. Setelah sesi ke empat yaitu menerima karunia Allah mereka mengaku dosa dan doa untuk menyembuhkan luka bathin. Mereka dibimbing dan didoakan kemudian secara simbolis mereka membasuh kaki figur orang tertentu yang menimbulkan luka bathin mereka. Ada figur orang tua, saudara-saudari, mantan pacar dan romo. Orang-orang muda ini dengan kesadaran nurani yang tinggi datang kepada figur yang pernah menyakitinya, kemudian secara simbolis membasuh kaki, mengeringkan dan mencium kaki figur sebagai tanda mengampuni orang yang pernah menyakiti. Tangisan adalah iringan yang terbaik dalam proses ini. Anak-anak muda ini sepakat mengatakan, “menuju kesembuhan dan dibaharui”.

Dua pengalaman di atas kiranya membuka wawasan kita pada hari ini untuk memahami Sabda Tuhan. Santo Paulus kepada jemaat di Efesus menulis: “Saudara-saudara, hendaklah kalian bersikap ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih sayang dan saling mengampuni, sebagaimana Allah telah mengampuni kalian di dalam Kristus.” Paulus menggarisbawahi ciri khas para pengikut Kristus yakni: Keramahan sebagai saudara. Orang yang ramah itu memiliki hati yang damai dan terpancar dalam wajahnya yang tenang. Penuh kasih sayang ditunjukkan dalam perilaku dan perbuatan kasih yang nyata. Saling mengampuni dengan berusaha melupakan dosa dan salah yang telah diperbuat oleh orang lain kepadanya.

Apa yang harus dilakukan para murid Kristus? Paulus mengajar beberapa hal praktis ini:

Pertama,  supaya para murid Kristus menjadi penurut Allah laksana anak-anak kesayangan Allah.  Para murid Kristus juga  harus hidup di dalam kasih sebagaimana Kristus Yesus juga telah mengasihi dengan mengurbankan diriNya.

Kedua, Menjauhkan diri dari percabulan, rupa-rupa kecemaran, keserakahan dan perkataan kotor. Paulus mengatakan “menyebutnya” saja tidak boleh!

Ketiga, Selalu bersyukur kepada Tuhan. Apa pun pengalaman di dalam hidup, suka maupun duka selalu berusaha untuk bersyukur kepada Tuhan.

Tuhan Yesus sendiri menunjukkan keindahan mengampuni ketika berjumpa dengan orang-orang yang sakit, orang-orang berdosa dan tersesat. Bagi Yesus, mengampuni itu bersifat menyembuhkan. Dalam Injil hari ini, Yesus mengampuni seorang wanita yang sudah 18 tahun kerasukan roh. Ia menderita secara fisik, sampai tidak berdiri secara tegak. Ia seperti punya beban yang berat. Yesus mengampuni dengan menumpangkan tangan ke atasnya. Orang itu sembuh dan memuliakan Allah.

Hidup kristiani akan menjadi indah ketika kita berlaku ramah, penuh kasih sayang dan saling mengampuni. Semuanya ini sudah kita terima dari Tuhan dan marilah kita melakukannya di dalam hidup kita. Mari kita juga menjauhkan sikap keras hati yang selalu nampak dalam kebiasaan mengulangi dosa-dosa yang sama. Tentu saja orang yang keras hati akan sulit untuk mengampuni sesama yang bersalah kepadanya. Bagaimana dengan anda? Masih menyimpan dendam? Apa untungnya anda menyimpan dendam terlalu lama?

Doa: Tuhan, ampunilah kami karena selalu jatuh dalam dosa. Amen

PJSDB

Sunday, October 28, 2012

Homili Hari Minggu Biasa ke-XXX/B

Yer 31:7-9
Mzm 126:1-2ab.2cd-3.4-5.6
Ibr 5:1-6
Mrk 10:46-52
Rabbuni, semoga aku dapat melihat!

Hari ini kita memasuki Hari Minggu Biasa ke-XXX, tahun B. Bacaan-bacaan Kitab Suci hari Minggu ini mengarahkan kita pada pribadi Yesus sebagai satu-satunya keselamatan kita. Penginjil Markus mengisahkan Perjalanan Yesus bersama para muridNya melewati kota Yerikho. Ketika itu ada seorang pengemis bernama Bartimeaus. Orang ini mungkin sudah lama mendengar tentang Yesus maka dia memiliki pencarian tersendiri. Sayangnya, dia seorang buta dan banyak orang yang mengikuti Yesus  menghalangi dia untuk bertemu dengan Yesus.

Apa yang dilakukan Barthimeus untuk mewujudkan pencariannya? Ketika ia mendengar Yesus lewat di dekatnya, ia berseru dengan sapaan Yesus sebagai manusia: “Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!” Ketika ditegur orang banyak, Bartimeaus menyapa tanpa menyebut “Yesus” tetapi hanya “Anak Daud, kasihanilah Aku.” Lihatlah pergeseran pengenalan dan sapaannya terhadap Yesus. Orang buta ini punya keyakinan istimewa bahwa Yehosua, artinya  “Allah yang menyelamatkan” adalah Anak Daud maka Ia pasti akan memperhatikannya. Ketika mendapat halangan dari banyak orang, Ia menyapa dengan lebih akrab lagi, “Anak Daud kasihanilah Aku”. Bartimeus merasa bahwa Ia sangat membutuhkan Yesus lagi pula mereka sama-sama keturunan Daud.

Sikap Yesus sangat positif. Ia peka dengan penderitaan manusia, apalagi dengan saudara seketurunan Daud. Ia pun memanggil orang buta itu. Orang banyak yang mengikuti Yesus berubah perilakunya kepada Bartimeaus dan berkata, “Kuatkanlah hatimu! Berdirilah, Ia memanggil engkau.” Bartimeaus tahu dirinya sebagai orang yang tidak sempurna maka cara ia menjawab ajakan Yesus adalah dengan meninggalkan jubahnya, setelah itu pergi dan memohon untuk disembuhkan dan dapat melihat: “Rabunni, semoga aku dapat melihat”. Yesus memahami pencarian Bartimeaus dan imannya yang besar kepadaNya. Ia berkata kepada Bartimeaus, “Pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau”. Dampak kesembuhan Bartimeaus adalah dengan mata terbuka, ia melihat Yesus.

Kisah Injil ini memberikan kita kekuatan untuk mengimani Yesus sebagai satu-satunya Juru Selamat kita. Perhatikan figur-figur dalam kisah Injil ini: 

Pertama, Orang buta bernama Bartimeaus. Bartimeaus artinya anak Timeaus. Artinya orang buta ini tanpa nama. Ia memiliki pencarian tersendiri untuk berjumpa dengan Yesus. Ia mungkin buta secara fisik atau mungkin saja buta rohani. Ia terbuka pada Yesus dan mengimaniNya, meskipun halangan datang dari dirinya dan sesama. Hebatnya dia adalah berani karena percaya bahwa Yesus akan menyelamatkannya. Kehebatan lainnya adalah ia berani meninggalkan mantel, sebagai simbol hidup yang lama untuk mengikuti Yesus. Si buta ini adalah anda dan saya. Maka kalau mau ikut Yesus, kita harus berani meninggalkan hidup lama dan memperoleh hidup baru dalam Yesus! 

Kedua, orang banyak. Orang banyak juga anonim. Ada di antara mereka yang ikut-ikutan Yesus tanpa motivasi yang jelas. Mereka adalah gambaran orang yang berada di zona nyaman, tidak terusik dan cenderung menghalangi orang untuk bertemu dengan Tuhan. Tetapi Yesus membuka pikiran mereka untuk terbuka kepadaNya dan sesama. Mereka juga berubah dan mau berjalan bersama Yesus. Pengikut Kristus yang setia adalah mereka yang punya opsi memperhatikan orang-orang kecil dan menderita. 

Ketiga, Yesus. Dari namanya, Yehosua artinya Allah yang menyelamatkan. Ia peduli dengan kehidupan manusia. Ia tidak melihat cashing pribadi tetapi jati diri di mana iman itu bertumbuh. Itu sebabnya Yesus menyembuhkan si buta ini karena imannya yang besar. Kita dikoreksi Yesus untuk tidak melihat cashing tetapi menghargai manusia sebagai pribadi yang bermartabat.

Pengalaman Yesus dalam Injil juga pernah dialami oleh Yeremia. Dalam bacaan pertama, Yeremia menggambarkan bagaiamana Umat Tuhan di Babel mengalami kegelapan dan putus harapan tetapi ia masih percaya bahwa Tuhan tidak akan melupakan anak-anakNya. Tuhan berfirman kepada Yeremia, “Bersorak-soralah bagi Yakub dengan sukacita, bersukarialah dengan pemimpin bangsa. Tuhan telah menyelamatkan umatNya, yakni sisa-sisa Israel.” Tuhan berniat mengumpulkan semua orang dari ujung bumi: orang-orang buta dan lumpuh, perempuan hamil pun dikumpulkan Tuhan. Mereka menangis karena menderita tetapi Tuhan punya kuasa untuk mengumpulkan mereka. Kebesaran Tuhan terlihat dalam perhatianNya kepada orang-orang yang menderita. Sikap Tuhan ini membuat kita bertanya dalam hati kita, apakah kita juga peka terhadap sesama yang menderita?

Mengapa Tuhan mau berempati dengan manusia yang menderita? Tuhan Allah berempati dengan umatNya yang menderita sengsara karena mereka juga diciptakan sewajah denganNya. Mereka juga biji mataNya. Mereka berharga di mata Tuhan! Yesus berempati dengan si buta dan kaum penderita yang lain karena Dialah imam Agung. Penulis surat kepada umat Ibrani dalam bacaan kedua menulis, “Setiap imam agung yang dipilih dari antara manusia, ditetapkan bagi manusia dalam hubungan mereka dengan Allah supaya ia mempersembahkan kurban karena dosa”. Imam agung memiliki tugas memperhatikan semua orang termasuk orang jahil dan sesat. Maka ketika mempersembahkan kurban, ia juga memperuntukkan bagi umat dan dirinya. Yesus adalah imam Agung yang diangkat oleh Allah sendiri. Dia melebihi segalanya dan mempersembahkan diriNya untuk keselamatan manusia. Dialah imam Agung selamanya menurut tata cara Melkizedek.

Sabda Tuhan hari ini sangat inspiratif untuk mempersatukan kita dengan Tuhan sendiri. Kadang-kadang kita buta di hadapan Tuhan dan sesama. Kadang-kadang kita tidak peka terhadap penderitaan dan kebutuhan sesama. Kita lebih melihat diri kita, bahkan menghalangi orang lain yang mau bersatu dengan Tuhan. Mari kita berbenah diri dan berkata juga kepada Yesus, “Rabunni, semoga saya dapat melihat”

Saya akhiri homili ini dengan menceritakan kisah inspiratif ini: 

Ada dua orang, sejak dilahirkan sudah buta. Selamanya tidak pernah melihat hutan yang hijau dan matahari yang berwarna merah. Mereka tidak merasa nyaman, setelah mendengar kehidupan orang normal yang demikian susah, harus mencari nafkah, bekerja keras memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.Malahan mereka beranggapan sebagai orang buta mereka lebih beruntung, tidak seperti orang normal yang bersusah payah mencari nafkah.

Pada suatu hari mereka berdua pergi berjalan-jalan, sambil  mengobrol. Perlahan-lahan mereka mulai membahas kehidupan mereka: ”Di dunia ini apakah ada orang yang kehidupannya lebih baik daripada orang buta? Orang normal dari pagi sampai malam sibuk terus, bekerja keras, begitu pula petani lebih parah lagi bekerja sangat keras, mana ada orang yang seperti orang buta demikian santai?” kata mereka dengan nada sangat puas diri dan sombong.

Kebetulan pada saat ini ada beberapa petani yang berjalan bersebelahan dengan kedua orang buta ini. Tanpa sengaja mereka mendengar percakapan kedua orang buta ini. Para petani ini sangat marah: ”Kedua orang buta ini sungguh tidak tahu diri, tidak berusaha lebih rajin untuk menutupi kekurangannya malahan bisa-bisanya mereka menertawai kita, harus diberi pelajaran, supaya mereka tahu apakah menjadi orang buta itu sungguh bagus!” ujar petani itu dengan nada merah.

Setelah para petani ini berunding, mereka sepakat menyamar sebagai pejabat, lalu sambil berteriak mereka berjalan kearah kedua orang buta ini, sambil menghardik: ”Minggir-minggir, pejabat tinggi mau lewat!”teriak mereka. Setelah berada dihadapan kedua orang buta ini, salah satu petani berteriak: ”Sungguh tidak tahu diri, pejabat tinggi mau lewat, tidak menyingkir!” hardiknya.

Lalu para petani ini menangkap kedua orang itu ke pinggir jalan dengan tongkat menghajar mereka dan memaki mereka. Kemudian mereka meninggalkan kedua orang buta itu dipinggir jalan. Setelah para petani ini melampiaskan kemarahannya, sambil tersenyum mereka berkata: ”Sekali ini kedua orang buta ini tahu rasa, coba kita diam-diam mendekati mereka mendengar apa yang dikatakan mereka,”katanya.

Kedua orang buta ini babak belur setelah dipukul oleh petani itu: ”Aiyaa, sungguh beruntung menjadi orang buta! Jika tadi kita berdua orang normal, melihat pejabat tinggi lewat tidak menghindar, tidak saja hanya kena hajar, setelah dihajar masih akan ditangkap dan diadili, kita berdua sungguh beruntung!” gumam mereka.

Kedua orang buta ini tidak saja matanya buta sanubarinya juga buta. Tidak mempunyai kemauan untuk berusaha bekerja lebih keras dan gigih tidak berusaha menutupi kekurangan dirinya. Sebenarnya hal ini lebih menyedihkan daripada kecacatan mereka. Jika kita sebagai manusia normal senantiasa hidup dengan santai hanya bermalas-malas saja, tidak berambisi dan tidak berusaha bekerja lebih keras dan gigih, apa bedanya kita dengan kedua orang buta ini?

Doa: Tuhan, semoga saya dapat melihat. Amen

PJSDB

Saturday, October 27, 2012

Renungan 27 Oktober 2012

Hari Sabtu, Pekan Biasa XXIX
Ef 4:7-16
Mzm 122:1-2.3-4a.4b-5
Luk 13:1-9

Ancaman serius bagi mereka yang tidak bertobat!

Ketika saya masih mengajar di Sekolah Menengah, saya selalu mengalami pengalaman tertentu bersama para siswa. Misalnya, ada siswa yang kadang-kadang datang kepadaku dan melaporkan teman-teman dengan kesalahan-kesalahan tertentu. Kebanyakan di antara mereka membenarkan dirinya di depanku dan seolah-olah teman-teman lainnya itu jahat. Saya juga kadang-kadang berhadapan dengan pribadi-pribadi yang senang melihat dan menilai orang dari bagian luarnya saja. Belum tentu orang itu jahat seperti yang dipikirkan.

Tuhan Yesus pun pernah mengalami hal ini. Penginjil Lukas mengisahkan bahwa Yesus di datangi beberapa orang dan membawa kabar tentang orang-orang Galilea yang dibunuh Pilatus sehingga darah mereka tercampur dengan darah kurban yang mau dipersembahkan. Mendengar laporan itu, mereka berpikir Yesus akan mengutuk perbuatan jahat itu. Yesus menjawab mereka, “Sangkamu orang-orang Galilea ini lebih besar dosanya daripada semua orang Galilea yang lain karena mengalami nasib demikian? Tidak. Aku berkata kepadamu jikalau kalian tidak bertobat, kalian semua pun akan binasa seperti mereka.” Untuk lebih jelas lagi, Yesus menambahkan sebuah peristiwa yang dikenal luas kalangan Yahudi saat itu yakni tewasnya delapan belas orang yang ditimpa menara Siloam. Yesus kembali menekankan tentang pentingnya pertobatan: “Jikalau kalian tidak bertobat, kalian pun akan binasa seperti mereka”

Memang terlalu mudah kita membenarkan diri di hadapan orang lain. Kita berpikir kita lebih sempurna daripada orang lain. Pembenaran diri yang terus menerus  membuat kita kebal dan lupa diri bahwa kita sebenarnya orang yang lemah, berdosa dan tidak berdaya di hadapan Tuhan. Hal yang terbaik yang seharusnya kita bangun adalah semangat pertobatan. Bertobatlah dan baharuilah hidupmu. Ingat kata-kata Yesus ini, “Jikalau kalian tidak bertobat, kalian pun akan binasa seperti mereka”.

Apakah Tuhan akan menghukum semua orang berdosa yang tidak bertobat? Yesus mengatakan bahwa Ia datang bukan untuk mencari orang benar, Ia justru datang untuk mencari orang berdosa untuk bertobat (Mat 9:13). Tuhan justru menunjukkan kesabaranNya yang  besar dan memberi kesempatan kepada manusia untuk bertobat dan tidak binasa. Yesus memberi contoh yang  bagus tentang pemilik kebun anggur yang memiliki pohon ara. Pohon ara itu hendak ditebang karena tidak menghasilkan buah selama tiga tahun. Pengurus kebun anggur mengenal hati pemiliknya yang baik hati dan sabar. Itu sebabnya ia meminta kepada tuannya, “Tuan, biarkanlah pohon ini tumbuh selama setahun lagi. Aku akan mencangkul tanah sekelilingnya dan memberi pupuk kepadanya. Mungkin tahun depan akan berbuah. Jika tidak tebanglah”.

Kesabaran Tuhan sungguh luar biasa. Ia berusaha melupakan dosa-dosa kita. Ia lebih memperhatikan kualitas kasih kita kepada sesama. Dalam kotbah tentang akhir zaman Yesus menekankan tentang perbuatan kasih sebagai dasar untuk mengadili umat manusia. Ia berkata, “Ketika Aku lapar kamu memberi Aku makan, Ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum...dan Apa yang kalian lakukan untuk salah seorang saudara yang paling hina ini, kalian lakukan untuk Aku” (Mat 25:35-36.40). Di dalam perayaan Ekaristi, kita juga selalu berdoa, “Tuhan Yesus Kristus, jangan memperhitungkan dosa-dosa kami, tetapi perhatikanlah iman GerejaMu dan restuilah kami supaya hidup bersatu dengan rukun sesuai kehendakMu”.

Apa yang harus kita lakukan? Paulus dalam bacaan pertama menegaskan bahwa Tuhan Yesus Kristus adalah kepala tubuh, dan daripadaNya seluruh tubuh menerima pertumbuhannya. Yesus, tatkala naik ke tempat tinggi, Ia membawa tawanan-tawanan, Ia memberikan pemberian-pemberian kepada manusia. Semua orang perlu saling membantu supaya dapat bersatu dengan Kristus. Kristus adalah pusat kehidupan kita. Ia mencintai kita apa adanya dan menunjukkan kesabaranNya yang luar biasa kepada kita. Apakah kita juga dapat menjadi orang yang sabar dengan diri sendiri, dan sesama? Mari kita bertobat, membenahi diri dan menjadi layak di hadirat Tuhan.

Doa: Tuhan, semoga kami dapat bertobat. Amen

PJSDB

Friday, October 26, 2012

Renungan 26 Oktober 2012


Hari Jumat, Pekan Biasa XXIX
Ef 4:2-3
Mzm. 24:1-2.3-4ab.5-6
Luk: 12:54-59

Hiduplah sepadan dengan Panggilanmu!

Seorang Bapa dalam sharing keluarga, mengungkapkan bahwa ia merasa sebagai Bapa untuk anak-anak dan sebagai suami yang sukses. Ia merasa sukses karena selalu melihat hal-hal yang terbaik dalam diri istri dan anak-anaknya dan berusaha melupakan kelemahan dan kesalahan mereka. Dia bahkan berjanji untuk setia dalam panggilan sebagai seorang bapa di dalam keluarga. Seorang ibu juga mengakui diri sebagai istri yang bahagia karena selalu terbuka dan berkomunikasi baik dengan suaminya. Dia juga mendidik anak-anak untuk bertumbuh dalam kasih. Seorang Romo juga merasa bahagia dengan panggilannya. Meskipun banyak kesulitan dalam hidup dan pelayanan sebagai imam namun ia tetap merasakan kasih Tuhan yang tiada habis-habisnya. Dari situ ia berjanji untuk menjadi Romo yang baik untuk umat dan Tuhan.

Beberapa kesaksian di atas membuka wawasan kita untuk memahami panggilan sebagai anugerah yang indah dan berharga dari Tuhan. Oleh karena itu rasa syukur atas panggilan hidup perlu dimiliki oleh setiap orang. Kadang-kadang orang lupa bersyukur untuk menjadi bapa, ibu, anak atau syukur atas jabatan tertentu dalam berkarya. Mungkin orang lebih suka menunggu manakala ada kesulitan baru mendekatkan diri pada Tuhan. Padahal, dalam situasi apa saja orang harus setia dalam panggilannya.

Santo Paulus menunjukkan teladan yang baik. Dari dalam penjara Paulus mengingatkan jemaat di Efesus untuk tidak menyia-nyiakan pewartaannya. Dia telah bekerja keras menghadirkan Injil maka kiranya jemaat Efesus hidup mereka sepadan dengan panggilan mereka sebagai pengikut Kristus. Orang kristiani berarti orang yang hidup dalam jalan Tuhan. Hari demi hari Yesus adalah segalanya bagi mereka.

Lebih jelas Paulus menulis: "Hendaklah kalian selalu rendah hati, lemah lembut dan sabar. Tunjukkanlah kasihmu dalam saling membantu. Dan berusahalah memelihara kesatuan Roh dalam ikatan damai sejahtera. Satu tubuh, satu Roh, sebagaimana kalian telah dipanggil kepada satu pengharapan yang terkandung dalam panggilanmu". Kebajikan-kebajikan kristiani seperti rendah hati, lemah lembut dan sabar adalah kebajikan dasar yang kalau dihayati dengan baik akan membuat semua orang menjadi satu. Pikirkanlah, apakah anda orang yang rendah hati? Apakah anda orang yang lemah lembut? Apakah anda juga orang yang sabar? Apakah anda juga orang yang mampu mengasihi?

Persekutuan sebagai umat Tuhan dapat berjalan dengan baik kalau orang rendah hati, lemah lembu dan sabar. Seringkali kebajikan-kebajikan kristiani ini disepelekan. Bagaimana jemaat dapat berkembang dan membangun persekutuan kalau orang hidupnya jauh dari ajaran Tuhan? Paulus juga mengingatkan mereka bahwa Roh Kudus berkarya dan mempersatukan mereka. Persekutuan dalam Roh akan membuat mereka merasakan sebuah persaudaraan yang penuh kedamaian dan kasih. Dengan semangat ini, mereka juga akan merasakan kehadiran Tuhan yang esa, yang selalu mencintai mereka.

Menjadi pertanyaan kita adalah apa yang harus kita lakukan? Di dalam bacaan Injil, Yesus memberi satu rumusan: "Kita harus pandai membaca tanda-tanda zaman!" Di dalam  peredaran waktu, semua orang perlu merasakan kehadiran Tuhan. Dia yang menciptakan alam semesta, Dia juga hadir dan menunjukkan diriNya lewat ciptaanNya. Maka hiduplah sepadan dengan panggilanmu.

Doa: Tuhan bantulah kami untuk menjadi saudara! Amen

PJSDB

Thursday, October 25, 2012

Renungan 25 Oktober 2012


Hari Kamis, Pekan Biasa XXIX
Ef 3:14-21
Mzm 33:1-2.4-5.11-12.18-19
Luk 12:49-53

Bukan damai melainkan pertentangan!

Pada hari-hari ini Yesus berbicara tentang akhir zaman di mana Ia sendiri akan datang untuk mengadili orang yang hidup dan mati. Harapan Yesus adalah setiap orang yang mengimaniNya memiliki sikap berjaga-jaga, selalu siap siaga menanti kedatanganNya. Sikap sebagai abdi atau hamba yang setia kiranya menginspirasikan kita semua untuk siap dengan hati yang murni menyambut kedatanganNya kembali. Pertanyaan mendasar bagi kita adalah, apakah kita memiliki hati yang terarah hanya kepada Yesus? Apakah kita memiliki kerinduan yang mendalam terhadap Tuhan Yesus? Sebagai orang percaya, Yesus hendaknya menjadi satu-satunya sahabat yang terbaik bagi kita.

Dalam bacaan Injil hari ini, Yesus mengatakan suatu hal yang sangat mengherankan kita semua. Kalau sebelumnya Ia mengingatkan kita supaya berjaga-jaga maka rasanya kita bisa melakukannya dengan mudah. Tetapi dalam perikop Injil kita, Ia berkata, “Aku datang untuk membawa api ke atas bumi dan betapa Aku harapkan agar api itu menyala”. Apa yang anda pikirkan tentang Api? Mungkin banyak di antara kita langsung berpikir tentang Api sebagai simbol cinta kasih, injil atau karunia Roh Kudus. Yesus tidak bermaksud mengatakan Api dalam arti seperti ini. Ia justru mau mengatakan tentang Api yang berfungsi untuk memurnikan, membakar semua yang lapuk, memberi kehangatan dan  menunjang kehidupan. Ini adalah Api pengadilan ilahi yang dapat menghancurkan semua orang yang tidak mau menyerahkan diri kepadaNya. Api yang dapat membantu manusia untuk mengambil keputusan yang tepat untuk mengikuti Yesus atau tidak mengikutiNya.

Api menjadi simbol ilahi untuk memurnikan umat manusia (Yes 66:15-16; Yeh 38:22; Yer 5:14 dan Sir 48:1). Api memurnikan orang-orang benar sedangkan orang-orang jahat dihancurkan (Mal 3:2-5). Yesus memurnikan manusia melalui peristiwa Paskah yang akan dialamiNya sendiri. Ia pergi ke Yerusalem untuk menderita, sengsara dan wafat bagi manusia yang berdosa. Penebusan berlimpah yang Yesus lakukan laksana Api yang memurnikan hidup manusia. Bagi Penginjil Lukas, Api juga dapatlah menjadi simbol Roh Kudus (Luk 3:16) karena Yesus membaptis dengan Roh Kudus. Konsekuensinya adalah setiap orang yang menerima Api ini harus mengambil bagian dalam karya penyelamatan Yesus. Harapan Yesus adalah “Api itu tetap menyala!”  

Selanjutnya Yesus berkata, “Aku harus menerima baptisan dan betapa susahnya hatiKu sebelum hal itu berlangsung”. Yesus sendiri mengetahui segala yang akan menimpa diriNya. Yesus sudah tahu tentang Peristiwa Paskah Agung yakni Ia akan menderita, sengsara sampai wafat di atas kayu salib yang hina. Ini adalah bentuk pembaptisanNya. Yesus adalah pemimpin dan menjadi orang pertama yang akan mati di atas kayu Salib, dan bangkit dengan mulia. Peristiwa Paskah yang dialami oleh Yesus menjadi tanda pembaptisanNya. Apa hubungannya dengan kita? Paulus menulis, "Kamu tahu, bahwa dalam pembaptisan  yang menyatukan kita dengan Kristus, kita semua dibaptis dan dibenamkan dalam kematianNya. Tetapi oleh pembaptisan dalam kematianNya  kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Kristus dan seperti Kristus kita juga dibangkitkan. Kita bersatu dengan Kristus dalam kematianNya" (Rom 6:3-5).

Yesus berbicara dengan jelas tentang Api, perjuangan dan pemisahan. Penginjil Lukas memiliki satu maksud yang mulia yakni menunjukkan kemiripan antara para murid dengan Yesus sang Maestro. Jadi Yesus menerima pembaptisan di Sungai Jordan memiliki konsekuensi bagi setiap orang yang mengikutiNya. Baptisan bagi Yesus adalah pengalaman PaskahNya, dan baptisan bagi manusia yang percaya pada Yesus. Dengan pembaptisan manusia juga mengalami wafat dan kebangkitan Kristus (Rom 6). Kristus menginginkan Api yang memurnikan dan mengubah. Pengikut Kristus menerima Api Roh Kudus pada Hari Raya Pentekosta. Api yang mengubah hidup para Rasul untuk mengabdi, menjadi saksi dan pewarta Injil (Kis 2). Kristus membawa pemisahan, manusia adalah pribadi yang mencintai damai. Damai adalah titipan Tuhan sendiri (Yoh 14:7) dan siapa yang membawa damai akan disebut Anak-anak Allah (Mat 5:9).

Pada akhirnya Yesus berkata, “Kamu menyangka Aku datang untuk membawa damai di atas bumi? Aku datang bukan untuk membawa damai melainkan pertentangan.” Pertentangan akan terjadi dalam keluarga dan lingkungan hidup. Setiap pribadi juga boleh bertanya dalam dirinya apakah ia berada di pihak Yesus atau bukan berada di pihak Yesus. Orang yang berada di pihak Yesus tentu memperoleh keselamatan, orang yang tidak bersama Yesus akan binasa.

Santo Paulus dalam bacaan pertama berdoa memohon agar jemaat di Efesus diteguhkan dalam kekuatan Roh Kudus sehingga menjadi manusia rohani. Maksud manusia rohani adalah manusia baru yang diciptakan dan dibangun oleh Kristus sendiri. Doa Paulus tetap aktual hingga saat ini. Di dalam Gereja, para gembala memiliki tugas mulia untuk mendoakan domba-dombanya. Di samping itu, hendaknya ada rasa kekaguman terhadap Yesus secara terus menerus. Dia mati untuk kita, Dia juga bangkit untuk kita.

Doa: Tuhan Yesus, semoga kami mampu membawa damaiMu kepada sesama.

PJSDB

Wednesday, October 24, 2012

Renungan 24 Oktober 2012

Hari Rabu, Pekan Biasa ke XXIX
Ef 3:1-12
Yes 12:2-3.4bcd.5-6
Luk 12:39-48

Setialah dalam Panggilanmu!

Menjadi orang yang setia itu suatu harapan dan perjuangan di dalam hidup manusia. Para suami dan istri ketika menikah, mereka berjanji untuk setia satu sama lain dalam untung dan malang, di waktu sehat dan sakit. Para imam dan biarawan serta biarawati berjanji saat mengucapkan kaul untuk setia hari demi hari sebagai orang yang taat, miskin dan murni demi Kerajaan Allah. Para karyawan dan karyawati, pegawai negeri membuat janji setia demi Allah untuk bekerja tekun. Dalam semua aspek kehidupan dibutuhkan kesetiaan untuk mengabdi dan melayani.

Para murid Yesus diingatkan untuk menjadi pribadi-pribadi yang mengabdi dengan setia. Kesetiaan sebagai abdi itu ditunjukkan dengan sikap bathin 5S yakni siap sedia selalu setiap saat. Sama seperti pemilik rumah yang mengetahui saat kedatangan pencuri untuk membongkar rumahnya maka ia akan siap sedia supaya rumahnya tidak dibongkar pencuri itu. Sikap siap sedia dan setia dalam mengabdi juga menjadi bagian penting dalam menanti kedatangan Tuhan. Yesus berkata, “Hendaklah kalian juga siap sedia karena Anak Manusia akan datang pada saat yang tak kalian sangka-sangka”. Maka tentu saja orang tidak akan terlena dengan dirinya apabila saat itu ia berada di zona nyaman. Ia harus berjuang untuk mengabdi dengan setia kepada Tuhan dan menanti kedatanganNya.

Yesus juga memberi perumpamaan lain tentang bagaimana menjadi hamba yang setia menanti kedatangan tuannya. Hamba yang setia akan melakukan pekerjaan dengan tulus sedangkan hamba yang jahat akan melakukan tindak kekerasan terhadap sesamanya. Mengapa demikian, karena ia berpikir bahwa tuannya akan lambat. Hamba yang setia dalam melakukan tugasnya akan disapa bahagia oleh tuannya. Hamba yang tidak setia dalam tugas akan mendapat hukuman setimpal. Pada akhir bacaan Injil, Yesus berkata, “Barangsiapa diberi banyak, banyak pula yang dituntut daripadanya. dan barangsiapa dipercaya banyak, lebih banyak lagi yang dituntut daripadanya”.

“Bersiap sedia” merupakan suatu undangan Tuhan untuk menjadi setia dalam mengabdi. Ini mengandaikan tugas dan tanggung jawab, dan bagaimana kita bereaksi terhadap segala sesuatu yang sudah kita terima dari Tuhan. “Mengetahui kehendak sang Maestro” adalah apa yang kita identifikasikan dengan pertimbangan nurani yang jernih dan tanggung jawab terhadap segala tindakan kita. Ini adalah upaya kita untuk membangun persekutuan yang adil dan penuh kasih terhadap sesama.

Bacaan Injil hari ini mengundang kita untuk selalu siap menanti kedatangan Tuhan Yesus Kristus yang mulia. Meskipun kedatangannya tidak terduga tetapi sebagai murid yang setia, harus berjaga-jaga sehingga tawaran perjamuan Kristus juga tidak sia-sia. Orang tidak dapat hidup gampang dan santai tetapi tekun dalam bekerja dan mengabdi.

Santu Paulus dalam bacaan pertama menunjukkan sikap yang tepat sebagai abdi Allah. Ia menceritakan kembali kisah panggilannya untuk mengabdi Tuhan melalui pewartaan Injil. Tentu ia bukan mau menyombongkan diri tetapi untuk menunjukkan bahwa dirinya dipilih Tuhan untuk mengabdi dengan setia. Ia menjadi hamba misteri Yesus Kristus yang diproklamasikan sebagai sumber keselamatan bagi semua manusia. Ia berusaha menyerahkan  seluruh hidup, kekuatan, dan kemampuannya untuk mewartakan rencana keselamatan Allah dalam Kristus Yesus. Semua ini bagi Paulus merupakan karya Roh Kudus yang terus menerus di dalam dirinya sebagai rasul. Oleh karena pewartaannya juga, orang-orang bukan Yahudi juga menjadi ahliwaris, anggota-anggota tubuh, peserta dalam janji yang diberikan Kristus Yesus.

Sabda Tuhan pada hari ini membimbing kita, menerangi langkah kaki kita untuk menjadi abdi Tuhan yang setia dan bijaksana. Abdi yang selalu siap sedia dalam mewartakan kasih Allah di dalam dunia ini. Abdi yang memiliki komitmen untuk menanti kedatangan Tuhan dengan siap sedia. Sikap ini merupakan sebuah sikap terbuka, dan merupakan sebuah panggilan hidup. Bagaimana komitmenmu dalam pelayanan? Apakah anda setia di dalam panggilan dan pelayananmu?

Doa: Tuhan Yesus, jadikanlah kami abdi-abdiMu yang setia. Amen

PJSDB

Tuesday, October 23, 2012

Renungan 23 Oktober 2012

Hari Selasa, Pekan Biasa XXIX
Ef 2:12-22
Mzm 85:9ab.10-14
Luk 12:35-38
Selalu berjaga-jaga!

Ada seorang pemuda calon militer Angkatan Darat. Pada hari-hari pertama pendidikan, ia mesti mengikuti latihan fisik dan psikis secara reguler. Pada jam-jam tertentu mereka dipanggil dengan menggunakan bunyi  peluit, dan bel. Para calon militer ini harus selalu siap dengan posisi tubuh tertentu yang menunjukkan sikap hormat kepada seniornya. Setelah selesai latihan-latihan dasar di pusat latihan militer, mereka mendapat jatah liburan dua hari untuk kembali ke rumah masing-masing untuk menyiapkan diri dan melengkapi persyaratan lain sebelum mengalami pembinaan teori dan praktik. Ketika berada di rumah, pada sore harinya ada seorang pejalan kaki yang meniup peluit di jalan. Serentak orang muda itu melompat dari atas tempat tidur langsung mengambil sikap hormat. Kebetulan ayahnya berada di kamar yang sama dengannya. Ayahnya menenangkan dan bertanya kepadanya alasan mengapa mengambil sikap hormat. Anak muda itu mengatakan bahwa ia terbiasa bangun dengan bunyi peluit dan pekerjaan pertama adalah sikap hormat. Kadang-kadang orang terbiasa  dengan latihan dan disiplin tertentu. Orang boleh saja melakukan gerak-gerak fisik tertentu sebagai tanda siap sedia atau waspada.

Tuhan Yesus dalam bacaan Injil hari ini mengingatkan para muridNya untuk berjaga-jaga. Ia berkata, “Hendaklah pinggangmu tetap berikat dan pelitamu tetap menyala. Hendaknya kalian seperti  orang yang menanti-nantikan tuannya pulang dari pesta nikah, supaya ketika tuannya datang dan mengetuk pintu, segera dapat dibukakan pintu. Berbahagialah hamba yang didapati tuannya sedang berjaga ketika ia datang".  Hamba yang setia akan selalu siap menanti kedatangan tuannya. Hamba seperti  itu patut dihadiahkan kata “bahagia”. Berjaga-jaga bagi kita berarti kita berpikir tentang apa yang akan terjadi bagi diri kita di masa depan. Berjaga-jaga berarti sadar akan kebenaran dalam arti kita berani untuk mengatakan Ya atau Tidak. Kita tidak mengatakan Ya untuk hal yang jahat dan Tidak untuk hal yang baik. Siap sedia ini tidak mengenal adanya kompromi. Siap sedia adalah suatu keharusan. Apalagi dalam konteks kita menyambut Tuhan, kita pasti harus lebih siap sedia lagi.

Malam menjadi sebuah penantian atas matahari baru. Malam adalah saat menanti dengan siap siaga akan kedatangan sang pembebas dan Hakim Agung. Kita mengenang kembali peristiwa paskah perdana dalam dunia Perjanjian Lama dimana setiap orang Ibrani diingatkan untuk siap siaga dengan pinggang terikat (Kel 12:11). Malam itu umat Israel mengalami pembebasan dari perbudakan Mesir. Kali ini Yesus mengingatkan mereka bahwa melalui Dialah semua orang mengalami damai, sukacita dan kemerdekaan. Tentu tuan yang kembali dari pesta pada malam itu menemukan hamba-hamba yang setia menunggu dengan siap siaga, melayani dengan penuh cinta. Kita mengingat perumpamaan tentang gadis yang bijaksana dan gadis yang bodoh (Mat 25). Gadis-gadis yang  bijaksana  dapat masuk dan ikut dalam perjamuan bersama. 

Paulus dalam Bacaan Pertama, mengingatkan jemaat di Efesus untuk menyadari diri mereka di hadapan Kristus. Sebelumnya jemaat di Efesus belum mengenal Kristus maka mereka juga hidup tanpa Kristus, belum termasuk warga umat Allah dan tidak mendapat bagian dalam ketentuan-ketentuan yang dijanjikan. Mereka juga tidak memiliki harapan. Namun ketika mereka menerima Kristus, terutama dengan menumpahkan darahNya, Ia mendekatkan semua orang, pribadi lepas pribadi menjadi saudara. Kristus sendiri juga mempersatukan Tuhan dan manusia yang berdosa. Hidup baru diberikanNya kepada orang yang ditebusNya.

Dengan PaskahNya, Kristus mendamaikan Allah dan manusia. Kristus adalah damai kita dan Dialah yang membebaskan kita semua. Relasi yang terputus karena dosa menjadi pulih kembali. Manusia dipersatukan sebagai ciptaan baru sebagai saudara yang berjalan kepada Bapa dalam kesatuan Roh. Semua jemaat menjadi satu keluarga, warga kerajaan Allah dan para kudus. 

Sabda Tuhan hari ini membuka pikiran kita untuk selalu bersiap sedia menanti kedatangan Tuhan. Kita semua adalah hamba yang dipanggil dan dipilih Tuhan untuk menanti dan siap melayaniNya. Mengapa kita bersiap sedia untuk melayani Tuhan? Karena kita memiliki satu panggilan luhur untuk bersatu dengan Tuhan. Kita menjadi satu warga surgawi bersama para kudus.

Doa: Tuhan, terima kasih karena Engkau juga mau menyapa kami sebagai hamba yang bahagia dalam menanti kedatanganMu. Amen

PJSDB

Monday, October 22, 2012

Renungan 22 Oktober 2012

Hari Senin, Pekan Biasa XXIX
Ef 2:1-10
Mzm 100: 2.3.4.5
Luk 12:13-21

Kerakusan harus diwaspadai!

Ketika masih melayani Tuhan di daerah pedalaman, saya mengalami banyak pengalaman yang unik dan indah. Saya menemukan umat yang sederhana, polos dan terbuka kepada rencana Tuhan. Saya juga menemukan umat yang membaktikan dirinya bagi Gereja sebagai pelayan yang tulus. Ada juga umat yang seolah-olah baik tetapi sebenarnya selalu ada kejahatan tertentu yang dilakukan bagi sesama baik dalam keluarga maupun sesama umat. Ya, pastor itu dianggap seperti “Ensiklopedi berjalan” yang tahu semua hal, misalnya urusan adat dan perkawinan, pembagian warisan, pendidikan anak dan lain-lain. Pastor dianggap penengah yang dapat bersikap adil. 

Pengalaman-pengalaman ini menginspirasikan kita untuk memahami perikop Injil hari ini. Sesudah Yesus mengajar banyak orang, ada satu di antara mereka yang mendengar Yesus berkata kepadaNya, “Guru, katakanlah kepada saudaraku, supaya ia berbagi warisan dengan daku.” Yesus tidak mengatakan ya atau tidak tetapi malah menjawab, “Saudara, siapa yang mengangkat Aku menjadi hakim atau penengah bagimu?” Tentu Yesus tahu isi hati mereka ini. Ternyata hal yang diperjuangkan bukan soal keadilan, kebenaran dan cinta kasih tetapi kerakusan atau ketamakan. Itu sebabnya Yesus berkata, “Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala jenis ketamakan! Sebab walaupun seseorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidak tergantung pada kekayaan itu”. 

Orang-orang Yahudi sebenarnya sudah tahu apa yang Tuhan perintahkan dalam 10 perintahNya kepada mereka. Ada tiga perintah yang berhubungan dengan perikop Injil ini: jangan menyembah berhala, jangan mencuri, dan jangan mengingini barang-barang milik sesama. Ketika orang menjadi tamak dengan harta duniawi, hati mereka berada di dalam harta, mereka juga tidak menyadari bahwa mereka menjadikan barang-barang itu berhala dan bersikap tidak adil karena mengingini dan memiliki hak milik orang lain.

Untuk lebih meyakinkan mereka maka Yesus menyampaikan sebuah perumpamaan ini. Ada seorang kaya, memiliki banyak tanah dan hasil pertanian. Setelah memanen hasil kebunnya, ia berusaha memperbesar lumbungnya. Lumbung itu pun penuh.  Hatinya ada pada harta tersebut maka ia berkata dalam hatinya supaya istirahat dengan tenang, sambil makan dan minum sepuasnya. Ketika ia lupa diri seperti ini maka Tuhan akan berkata, “Hai orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil daripadamu. Bagi siapakah nanti apa yang kausiapkan itu. Demikian jadinya orang yang menimbun harta bagi dirinya sendiri, tetapi ia tidak kaya di hadapan Allah.” Perumpamaan ini mau mengatakan bahwa kekayaan itu tidak menjamin hidup kekal. Ketika meninggal dunia, kekayaan itu tidak berguna lagi karena tidak akan masuk bersama dalam liang kubur atau dibawa ke surga.

Yesus dalam perikop Injil hari ini mengoreksi hati kita yang selalu ada dalam belenggu kekayaan. Ia sendiri berkata, “Dimana hartamu berada, di sana hatimu juga berada”. Ada keterikatan pada harta kekayaan yang menghalangi kebersamaan dengan Tuhan dan sesama. Harta kekayaan itu berhubungan dengan hati sebagai tempat munculnya berbagai keinginan, dan kehendak untuk memiliki. Perlu adanya kesadaran baru bahwa harta kekayaan bukanlah jaminan bagi kehidupan, bahkan terkadang harta kekayaan justru menjadi hambatan untuk bersatu dengan Tuhan dan sesama. Nafsu untuk memiliki harta kekayaan dapat menjadikan kekayaan sebagai berhala. Lihatlah orang-orang yang selalu mencuri, atau melakukan korupsi. Mereka telah menjadikan segalanya berhala dan perasaan dosa itu sudah mati di dalam hati mereka. 

Paulus dalam bacaan pertama menghimbau jemaat di Efesus untuk selalu terbuka kepada Tuhan Yesus yang telah menyelamatkan mereka. Dengan kasih karunia yang tiada habis-habisnya, Tuhan membuat mereka menjadi kaya dalam rahmat dan kerahimanNya. Bukan hanya itu, kekayaan terbesar adalah mereka dikasihi dan menjadi ciptaan baru. Memang karena dosa manusia mati tetapi dengan kebangkitan Kristus, manusia juga ditebusNya. Itulah ciptaan baru di dalam Tuhan.

Sabda Tuhan menyadarkan kita semua bahwa nafsu untuk memiliki barang-barang di dunia selalu ada, bahkan kadang menjadi berhala tersendiri. Tetapi Tuhan meghendaki perubahan yang radikal dalam diri kita. Kesadaran untuk bertobat, mengalami kerahiman Tuhan sangatlah penting bagi setiap orang percaya. Sikap lepas bebas merupakan jalan yang baik untuk bertobat.

Doa: Tuhan, syukur kepadaMu karena selalu menyadarkan kami untuk hidup dalam kerahimanMu. Amen

PJSDB

Sunday, October 21, 2012

Homili Hari Minggu Biasa XXIX/B

Hari Minggu Biasa XXIX/B
Yes 53:10-11
Mzm 33:4-5.18-19.20+22
Mrk 10:35-45

Berani Melepaskan Diri!

Hari ini kita memasuki Hari Minggu Biasa XXIX, tahun B. Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini mengajak kita untuk memfokuskan seluruh hidup kita hanya kepada Tuhan Yesus  yang menderita, wafat dan bangkit bagi kita. Kita dituntun untuk menentukan pilihan yang tepat dalam iman kepadaNya, memfokuskan diri dan berani melepaskan hal-hal lain dalam hidup sehingga yang ada adalah hidup sebagai abdi dan pelayan bagi Tuhan dan sesama.

Ada seorang muda yang barusan menyelesaikan studinya di luar negeri. Ia mendapat dua gelar sekaligus dengan hasil akademis yang bagus dalam bidang IT dan musik. Ketika kembali ke Indonesia ia bingung dengan kedua gelar akademis ini. Setelah perayaan misa syukur di rumahnya, ia bertanya kepadaku perihal pekerjaan yang cocok karena dia punya dua gelar akademis. Saya mengatakan kepadanya supaya memilih yang tepat untuk mengabdi dan melayani dengan baik. Namun ia masih bingung juga. Saya mengatakan kepadanya, “Sekiranya ada dua kursi di depanmu, anda hanya bisa memilih satu kursi untuk diduduki. Anda tidak akan duduk di antara dua kursi karena anda akan jatuh. Kalau anda mengejar dua ekor kelinci di padang rumput, anda tidak akan mendapat seekor kelinci pun karena anda tidak fokus. Seorang dengan ijazah SMA bisa lebih sukses dari anda yang memiliki dua gelar akademis kalau anda sendiri tidak membuat pilihan yang tepat untuk mengabdi dan melayani”. Ia mengangguk-angguk, memohon berkat dan kini menjadi profesionalis muda dalam bidang IT.

Hidup akan lebih bernilai di hadapan Tuhan dan sesama ketika kita fokus dan memiliki pilihan yang tepat untuk melayani dengan baik. Dalam bacaan pertama, nabi Yesaya membantu kita untuk mengarahkan pandangan kita kepada figur hamba yang menderita. Hamba yang menderita itu memiliki tugas yang luhur sebagai Juru Selamat, memiliki martabat yang luhur, memiliki kerasulan yang mulia dan mengalami aneka penderitaan. Meskipun banyak menderita, apabila ia rela menyerahkan dirinya sebagai kurban silih, ia akan melihat keturunannya dan umurnya akan lanjut serta kehendak Tuhan akan terlaksana. Hamba yang menderita akan puas dan melihat terang setelah melewati penderitaan. Tuhan sendiri berfirman kepadanya: “HambaKu itu, sebagai orang yang benar, akan membenarkan banyak orang oleh hikmatnya, dan kejahatan mereka dia pikul”.

Hidup manusia juga akan bermakna kalau dihiasi dengan penderitaan. Figur Hamba yang menderita ini membantu kita mengerti tentang kesetiaan sebagai hamba yang baik yang rela menderita demi kebahagiaan sesama. Pengurbanan diri adalah sebuah pilihan dasar sang hamba untuk memberi hidup kepada sesama. Dalam bacaan injil, Markus memberikan kisah tentang anak-anak Zebedeus yakni Yakobus dan Yohanes yang berani mendekati Yesus dan meminta tempat duduk yang tepat di sisi kiri dan kanan Yesus. Mereka berkata, “Guru, kami harap Engkau mengabulkan suatu permohonan kami!” Yesus bertanya kepada mereka, “Apa yang hendak Kuperbuat bagimu?” Mereka menjawab, “Perkenankanlah kami ini duduk dalam kemuliaanMu kelak, seorang di sebelah kananMu dan seorang lagi di sebelah kiriMu”

Yesus tidak menjawab ya atau tidak. Ia bertanya kepada mereka tentang kesetiaan sebagai murid yang mau menjadi serupa dengan Dia, dalam hal ini menderita dengan meminum cawan yang diminum Yesus sendiri dan dibaptis dengan baptisan yang diterima Yesus. Kedua bersaudara itu menjawab ya, mereka bersedia meminumnya. Bagi Yesus, kesetiaan sebagai murid itu jauh lebih penting. Bukan kedudukan yang membuat murid itu hebat tetapi kesetiaan, bahkan kemartiran yang menyerupai Kristus sang Guru sendiri. Yesus menderita, wafat dan bangkit, para murid juga harus mengalami hal yang sama. Yesus menjelaskan kepada kedua bersaudara itu, hal duduk di sisi kiri dan kanan itu adalah urusan Bapa.

Kedua bersaudara ini memang punya ambisi tertentu dalam mengikuti Yesus Kristus. Kesepuluh murid yang lain marah terhadap kedua bersaudara ini. Apakah ini berarti kesepuluh murid ini lebih baik dari Yakobus dan Yohanes? Jawabannya “tidak”. Mereka juga punya ambisi tertentu dalam mengikuti Yesus, hanya saja mereka belum sempat terbuka dan jujur dengan Yesus. Itu sebabnya secara umum Yesus berkata, “Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu dan barangsiap ingi menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya. Sebab Anak Manusia datang bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawaNya sebagai tebusan banyak orang.”

Yesus menyerahkan nyawaNya. Penulis surat kepada umat Ibrani dalam bacaan kedua mengatakan bahwa tindakan Yesus mempersembahkan diriNya ini adalah tindakan seorang imam agung. Bedanya adalah imam agung mempersembahkan kurban persembahan kepada Tuhan di dalam altar Bait Suci, Yesus adalah Imam Agung yang mengorbankan diriNya di atas kayu salib sebagai altarNya. Dialah Imam Agung yang melintasi semua langit. Dia sama dengan kita, telah dicobai hanya tidak berbuat dosa. Dialah penolong kita.

Sabda Tuhan hari ini mengarahkan kita semua untuk memiliki komitmen dalam pilihan hidup. Kalau memilih Yesus maka ikutilah dari dekat dan belajarlah padaNya karena Dia lemah lembut dan rendah hati. Yesus adalah hamba yang menderita, imam agung yang meminum cawan derita dan baptisan darah. Ia menumpahkan darahNya untuk menyucikan kita. Ini semua adalah bentuk pelayanan Yesus. Dia meskipun Allah Putera, tetap rela memberi diri sampai tuntas bagi kita.

Doa: Tuhan, semoga kami dapat menjadi pelayan-pelayanMu. Amen

PJSDB

Saturday, October 20, 2012

Renungan 20 Oktober 2012

Hari Sabtu, Pekan Biasa XXVIII
Ef 1:15-23
Mzm 8:2-3a.4-7
Luk 12:8-12

Apakah anda juga menghujat Roh Kudus?

Yesus menjelaskan kepada banyak orang bahwa mereka bernilai di mata Tuhan melebihi burung di udara. Rambut di kepala sendiri kita tidak mengetahui jumlahnya tetapi Tuhan mengetahuinya karena Dialah Pencipta. Oleh karena itu setiap pribadi hendaknya menjauhkan diri dari ketakutan atau kekhawatiran akan segala kebutuhannya. Tuhan Allah pasti menyediakannya bagi umat kesayanganNya. Semua ini mengandaikan iman kepada Tuhan Yesus Kristus. Mengapa? Karena Bapa Telah memberi seluruh kuasa kepadaNya (Yoh 10:18; 17:2). Iman tidak hanya tinggal diam di dalam diri setiap orang percaya, tetapi iman itu dapat diwartakan. Artinya orang itu tidak merasa takut untuk bersaksi tentang Yesus dan mewartakanNya. Roh Kudus akan memberi kekuatan untuk bersaksi tentang Yesus di hadapan manusia.

Di dalam budaya Timur Tengah, nilai-nilai rasa hormat dan rasa malu mencakup segala aspek kehidupan manusia. Menghormati berarti mengakui keberadaan sesama. Yesus dalam Injil hari ini berbicara tentang kebenaran iman dalam konteks nilai-nilai budaya pada zamanNya. Untuk mengenal seseorang dengan baik berarti mampu menghormatinya, menyangkal keberadaan seseorang berarti mempermalukannya. Semua ini dapat dilakukan di hadapan sesama manusia dan juga di hadapan Tuhan. Maka Yesus mengatakan bahwa barangsiapa mengenal dan menghormatiNya di bumi ini maka orang itu akan diakui oleh Yesus sang Anak Manusia di hadapan para malaikat Allah. Barangsiapa menyangkal Yesus, dia juga akan disangkal oleh Yesus sang Anak Manusia di hadapan para malaikat Allah.

Selanjutnya Yesus mengatakan bahwa kalau orang melawan Anak Manusia yakni diriNya sendiri maka ia masih akan diampuni. Tetapi barangsiapa menghujat Roh Kudus maka ia tidak dapat diampuni. Apa maksudnya karena kedengaran terlalu berat. Ketika Yesus membuat tanda-tanda heran, ada orang yang mengatakan bahwa apa yang Dia lakukan terjadi karena kuasa Beelzebul, si penghulu setan. Di sini Yesus mau menegaskan kepada seluruh umat beriman, bagaimana dapat memberi kesaksian yang benar. Kalau sebelum wafatNya, orang Farisi dan para ahli Taurat masih menyangkal Yesus, tidak percaya kepadaNya maka masih dapat dimengerti dan diampuni, tetapi kalau mereka menyangkal Yesus setelah Ia bangkit dengan mulia maka dosa menyangkal atau tidak percaya pada kebangkitan Yesus ini tidak dapat diampuni. Mengapa? Karena kabangkitan Yesus mengalahkan maut. Kebangkitan Yesus merupakan puncak keselamatan kita.

Jadi apa maksud dosa menghujat Roh Kudus? Dosa menghujat Allah Roh Kudus berarti situasi bathin orang yang tidak percaya pada kebangkitan Kristus. Orang seharusnya percaya bahwa Roh Kuduslah yang membangkitkan Yesus maka tidak percaya pada kebangkitan Yesus sama dengan tidak percaya pada Roh Kudus yang berkarya. Dan orang yang “tidak percaya” akan kebangkitan Kristus inilah yang tidak dapat diampuni. Kita dapat mengakui Yesus Kristus kalau kita dikuatkan oleh Roh Kudus. Kalau orang mengingkari Roh Kudus berarti pada saat yang sama orang mengingkari seluruh kebenaran iman. Orang itu setingkat dengan orang murtad.

Pada akhir bacaan Injil hari ini, Yesus mendorong para muridNya untuk memiliki keberanian, mematikan kekhawatiran ketika berhadapan dengan masalah-masalah  iman kehidupan. Ketika dihadapkan pada majelis atau pemerintah, janganlah takut karena Roh Allah akan bekerja. Roh Kudus dari Allah akan mengajarkan kepada kita bagaimana kita harus bersaksi tentang Tuhan Yesus Kristus. Ini adalah janji Tuhan yang selalu Ia penuhi!

Banyak kali umat beriman memiliki pengalaman yang sama dengan jemaat di Efesus. Dalam Bacaan Pertama, Paulus mendoakan jemaat di Efesus supaya mereka dapat diterangi oleh iman. Dengan demikian mereka dapat menjadi bagian dari Yesus atau bersatu denganNya. Hal yang menarik perhatian di sini adalah Paulus mendoakan jemaat.  Sebuah doa untuk menerangi umatnya supaya terarah hanya kepada Yesus. Gembala mendoakan umatnya. Ini menjadi pelajaran berharga bagi para gembala.

Sabda Tuhan hari ini menyadarkan kita akan Tritunggal Mahakudus yang kita imani. Bapa yang menciptakan, Putera yang menebus dan mendapat kuasa untuk mengadili orang yang hidup dan mati dan Roh Kudus yang membangkitkan Putera dan tetap menjiwai Gereja hingga saat ini. Setiap orang percaya diharapkan tetap setia pada Tuhan Allah. Tanda kesetiaannya adalah tidak takut memberi kesaksian iman.

Doa: Tuhan, utuslah Roh KudusMu untuk membaharui diri kami. Amen

PJSDB