Sunday, June 30, 2013

Homili Hari Minggu Biasa XIII/C

Hari Minggu Biasa XIII/C
1Raj 19: 16b.19-21
Mzm 16:1-2a.5.7-8.9-10.11
Gal 5:1.13-18
Luk 9:51-62

Mengikuti Yesus ke Yerusalem

Banyak di antara kita mungkin pernah mendengar lirik lagu  “Oh Yerusalem” yang dipopulerkan kembali oleh Victor Hutabarat beberapa tahun yang lalu. Inilah liriknya: “Oh Yerusalem kota mulia, hatiku rindu ke sana, Oh Yerusalem kota mulia, hatiku rindu ke sana, tak lama lagi Tuhanku  datanglah, bawa saya masuk sana, tak  lama lagi Tuhanku datanglah, bawa saya masuk sana.” Lagu ini dapat menginspirasikan kita untuk mengerti bacaan Injil hari ini. Penginjil Lukas mengisahkan Yesus yang mengarahkan pandanganNya untuk pergi ke Yerusalem sebelum Ia diangkat ke Surga. Yerusalem atau kota damai ini adalah tempat di mana Ia akan mewujudkan semua rencana dan kehendak Bapa untuk menyelamatkan umat manusia. Ia mengarahkan pandanganNya ke Yerusalem dengan tekad yang bulat untuk mewujudkan secara total rencana Tuhan. Tentu saja Yesus sudah tahu apa yang akan terjadi dengan diriNya.

Perjalanan yang akan dilewati ke Yerusalem ternyata tidaklah mulus. Ia mengutus beberapa utusan mendahuluiNya memasuki desa-desa orang Samaria. Namun Yesus mengalami penolakan karena Ia pergi ke Yerusalem. Hal ini terjadi karena relasi Samaria (Kerajaan Israel: 1Raj 16:24) dan Yerusalem (Kerajaan Yudea) tidaklah akrab dan damai. Kedua Kerajaan ini memiliki masa lalu yang berbeda sehingga berdampak pada penolakan kehadiran Yesus Kristus. Reaksi para rasul dengan adanya sikap orang Samaria yang memblokir perjalanan Yesus ke Yerusalem adalah memohon sebuah kekerasan bagi orang Samaria dengan meminta Yesus untuk menurunkan api dari langit. Tetapi Yesus menegur mereka dengan mengatakan bahwa Anak Manusia datang bukan untuk membinasakan orang, melainkan untuk menyelamatkannya. Mereka pun mengambil rute perjalanan lain ke Yerusalem.

Dalam perjalanan melalui rute lain, terjadi percakapan menarik antara calon-calon pengikut Yesus. Orang pertama datang kepada Yesus dan menyatakan niatnya untuk mengikuti Yesus tanpa ada syarat apa pun. Orang ini memang unik karena biasanya Tuhan yang memanggil pribadi tertentu menjadi muridNya, namun orang ini sukarela melamar dirinya untuk menjadi murid Yesus. Namun Yesus memberi kepadanya persyaratan untuk melepaskan kediamannya yang nyaman. Yesus berkata: “Serigala mempunyai liang, burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepalaNya.” Orang kedua, ia langsung dipanggil Yesus untuk mengikutiNya. Tetapi ia memberi satu syarat kepada Yesus untuk menguburkan ayahnya lebih dahulu. Tetapi syarat ini ditolak oleh Yesus dan orang itu pun langsung diutusNya untuk mewartakan Kerajaan Allah. Orang ketiga, Ia merupakan gabungan orang pertama dan kedua. Ia yang mau mengikuti Yesus tetapi ia juga memberi satu persyaratan yaitu hendak berpamitan dengan orang tuanya terlebih dahulu. Kepada orang ini Yesus mengatakan  bahwa dengan menunda keputusan dan niat untuk mengikuti Yesus yang sedang pergi ke Yerusalem, ia tidak layak bagi Kerajaan Allah.

Kisah Injil ini memang sangat menarik perhatian kita. Yesus hendak melakukan perjalanan ke Yerusalem tetapi langsung mengalami penolakan. Hal ini ditanggapi secara manusiawi oleh para murid dengan meminta Yesus untuk membinasakan mereka dengan api dari langit tetapi Yesus mengajar mereka untuk sabar dan berdamai dengan sesama. Yesus memang memiliki satu misi yang agung yakni menyelamatkan semua orang bukan membinasakan mereka. Di dalam perjalananNya ini, ada orang yang mengatakan keinginannya untuk mengikuti Yesus ke Yerusalem. Yesus menuntut suatu sikap yang serius, penuh dedikasi yakni: sikap lepas bebas atas semua kepemilikan, meninggalkan dosa,dan maju dengan melupakan masa lalu. Banyak kali kita mungkin secara pribadi mau menunjukkan hasrat kita untuk mengikuti Yesus, memiliki seribu satu hasrat untuk bersama Yesus dan melayaniNya tetapi semua hasrat itu murni berasal dari diri kita. Seharusnya Yesuslah yang memanggil kita bukan kita melamar dan memberi syarat kepada Yesus. Akibatnya kita tidak dapat memberi yang maksimal untuk Tuhan. Kerajaan Allah adalah mutlak!

Di dalam Bacaan Pertama dari Kitab pertama Raja-Raja, kita mendapat inspirasi cemerlang. Nabi Elia sebagai utusan Allah mengetahui masa depannya yakni ia akan diangkat ke Surga. Oleh karena itu Tuhan mengangkat Elisa menjadi nabi yang akan memberi kesaksian kepada umatNya.Allah senantiasa mencari keselamatan umatNya bukan kebinasaan. Para nabi diutus Allah bagi umatNya yang setia. Bagaimana proses terpilihnya Elisa? Dikisahkan bahwa pada suatu ketika Tuhan meminta Elia untuk mengurapi Elisa bin Safat dari Abel Mehola menjadi nabi. Elisa dipanggil pada saat dia sedang bekerja sebagai petani yang membajak tanah garapannya dengan dua belas ekor lembu. Ketika dekat dengan Elisa, Elia melemparkan jubahnya kepada Elisa.

Reaksi Elisa adalah meninggalkan pekerjaan dan ternaknya, mengejar Elia dan memberi satu syarat yakni mencium ayah dan ibunya. Elia mengijinkan Elisa untuk melakukannya. Elisa membuat perayaan syukur dengan membunuh sepasang lembu, memasak dengan kayu bajak sebagai kayu api, memberikan daging kepada orang-orangnya untuk dimakan. Sesudah melakukan semuanya ini, ia pergi mengikuti Elia dan melayaninya. Kita melihat satu rencana luhur di dalam diri Elisa. Ia setuju dengan rencana Tuhan melalui nabi Elia. Ia mau mencium orang tuanya sebagai tanda hormat, meninggalkan mereka dengan segala ternak dan melayani Tuhan bersama Elia sebelum ia naik ke Surga. Sikap kerelaan, kesiapsediaan seperti ini adalah tanda murid yang sejati. Ini juga merupakan keputusan dan komitmen yang bagus untuk menjadi pelayan.

Santo Paulus dalam Bacaan Kedua memfokuskan perhatian kita lebih khusus lagi untuk menyadari panggilan kita sebagai orang merdeka. Kamu dipanggil untuk merdeka. Mengapa? Karena Kristus sendiri telah memerdekakan kita supaya kita benar-benar merdeka. Merdeka berarti lepas dari kuk perhambaan. Ini memang patut disyukuri. Namun demikian Paulus juga menasihati jemaat di Galatia untuk tidak menyalahgunakan kemerdekaan demi kejahatan. Kemerdekaan itu seharusnya menjadi kesempatan bagi kita untuk bertumbuh dalam kasih. Paulus juga mengharapkan agar jemaat Galatia hidup oleh Roh. Hidup dalam Roh berarti hidup sebagai orang yang merdeka dari dosa (kedagingan).

Sabda Tuhan pada hari ini menuntut kita untuk mengambil keputusan yang jelas tentang mengikuti Yesus. Dia yang memanggil dan mengutus kita. Dia yang menghendaki agar kita pun mengikutiNya dalam perjalanan menuju ke Yerusalem. Kita hendaknya berkomitmen untuk melakukan kehendaknya di dalam hidup kita. Sambil kita bersyukur sebagai orang merdeka, kita juga membawa Yesus sebagai Kebenaran yang memerdekakan sesama kita (Yoh 8:32).

Doa: Tuhan terima kasih karena Engkau juga menghendaki kami untuk menemani perjalananMu ke Yerusalem. Bantulah kami untuk memiliki keputusan dan komitmen yang jelas dalam mengikutiMu. Amen


PJSDB

Saturday, June 29, 2013

Homili Hari Raya St. Petrus dan Paulus

Hari Raya Petrus dan Paulus, Rasul
Kis 12:1-11
Mzm 34:2-3.4-5.6-7.8-9
2Tim 4:6-6.17-18
Mat 16:13-19

Petrus dan Paulus, kompak dalam Semangat

Hari ini kita merayakan Hari Raya Petrus dan Paulus. Setiap tahun kita merayakan Hari Raya ini tepatnya tanggal 29 Juni. Ada umat yang bertanya kepada saya mengapa Hari Raya ini dirayakan  bersama-sama? Memang kedua orang kudus ini hidup dalam waktu yang berbeda, menderita pada saat yang berbeda tetapi mereka sama-sama memiliki semangat yang sama yakni cinta kasih yang besar kepada Kristus. Hal ini mereka tunjukkan dengan cara yang sama yaitu menumpahkan darah karena mencintai Kristus. Kedua figur rasul ini memiliki nama besar dalam perkembangan Gereja Katolik.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini menggambarkan semangat kerasulan Petrus dan Paulus yang tidak kenal lelah mewartakan Injil Yesus Kristus. Lukas dalam Kisah Para Rasul melukiskan awala perkembangan Gereja yang dipimpin oleh Petrus. Dengan kuasa Roh Kudus, Petrus dan para rasul lainnya berani mewartakan Injil di Yerusalem. Ketakutan yang mereka alami sebelumnya lenyap, kini bahkan menyerahkan nyawa pun mereka siap. Kuasa Roh Kudus memang luar biasa di dalam Gereja. Pengalaman yang sama dialami Paulus dalam perjalanan misionernya. Roh Yesus yang bangkit menguatkannya dalam mewartakan Injil (Flp 1:19).

Dikisahkan di dalam bacaan pertama bahwa ketika jemaat di Jerusalem bertambah banyak maka muncul juga penganiayaan terhadap para rasul dan jemaat. Herodes menyuruh membunuh Yakobus, Uskup Yerusalem. Setelah Yakobus dibunuh, giliran Petrus ditangkap dan dipenjarakan dengan penjagaan yang ketat. Ada 4 regu yang menjaganya. Pada saat yang sulit ini, jemaat berdoa dengan tekun kepada Allah untuk keselamatan Petrus. Petrus dibelenggu dengan dua rantai dengan pengawalan ketat, tetapi secara misterius dibebaskan oleh Malaikat Tuhan. Petrus lepas dari belenggu, keluar dengan bebas dari penjara. Peristiwa menakjubkan ini membuat Petrus dengan nada syukur berkata: “Sekarang benar-benar tahulah aku bahwa Tuhan menyuruh malaikatNya dan menyelamatkan aku dari tangan Herodes dan dari segala sesuatu yang diharapkan orang Yahudi.”

Kisah singkat ini menggambarkan bagaimana cinta dan kuasa Tuhan bagi Gereja dan pemimpinnya. Petrus di dalam bacaan Injil hari ini mengakui imannya di hadapan Yesus dan pada saat yang sama Yesus mengangkat dia menjadi pemimpin jemaatNya. Yesus berkata: “Berbahagialah engkau Simon Bin Yunus, sebab bukan manusia yang mengatakan itu kepadamu, melainkan BapaKu di Surga. Dan Aku pun berkata kepadamu: ‘Engkau adalah Petrus, dan di atas batu karang ini akan kudirikan jemaatKu, dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan kuberikan kunci Kerajaan Surga, dan apa yang kau lepaskan di dunia akan terlepas di surga.”

Petrus sebagai pemimpin dengan kuasa ilahi yang ia miliki dari Tuhan mendapat dukungan dari jemaat. Mereka mendoakannya kepada Allah dan Allah melakukan karya besar dengan melepaskannya dari segala belenggu dan penderitaan di penjara. Petrus tidak melakukan kehendaknya tetapi kehendak Tuhan yang ia emban sebagai wadas, pemegang kunci dan kuasa melepaskan segala sesuatu.

Santo Paulus dikenal dengan masa lalunya sebagai Saulus yang kejam. Tetapi pengalaman iman dalam perjalanan ke Damsik mengubah Paulus. Dalam suratnya kepada jemaat di Roma, Paulus menulis: “Dari Paulus, hamba Kristus Yesus, yang dipanggil menjadi rasul dan dikuduskan untuk memberitakan Injil Allah. Injil itu telah dijanjikanNya sebelumnya dengan perantaraan nabi-nabiNya dalam Kitab Suci…kepada kamu sekalian yang tinggal di Roma yang dikasihi Allah, yang dipanggil dan dijadikan orang-orang kudus: Kasih karunia menyertai kamu dan damai sejahtera dari Allah Bapa kita, dan dari Tuhan Yesus Kristus.” (Rom 1:1-2.7).

Panggilan untuk mewartakan Injil kepada bangsa-bangsa membuat Paulus berani untuk memberikan dirinya bagi Yesus Kristus. Ia melakukan perjalanan misionernya, mengalami banyak penderitaan, dipenjarakan, dianiaya. Semuanya itu membuat Paulus merasa bahwa bukan dia yang hidup melainkan Kristuslah yang hidup di dalam dia (Gal 2:20). Ia sendiri dengan tegas mengatakan, “Celakalah aku kalau tidak mewartakan Injil” (1Kor 9:16). Apa yang terjadi setelah mewartakan Injil? Dalam suratnya yang kedua kepada Timotius, Paulus menulis, “Saudaraku terkasih, darahku sudah mulai dicurahkan  sebagai persembahan, dan saat kematianku sudah dekat. Aku telah mengakhiri pertandingan dengan baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman” (2 Tim 4:6-7). Ini benar-benar sebuah refleksi yang sangat mendalam dari pengalamannya sendiri.

Lebih lanjut Paulus mengatakan, “Sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan, hakim yang adil”. Tuhan memahkotai Paulus dengan semangat hidup missioner dan pengalaman penderitaan demi Kristus. Ia juga mengingatkan bahwa mahkota kebenaran akan diberikan kepada semua orang yang menanti kedatangan Tuhan. Keselamatan dalam Yesus Kristus yang diwartakan Paulus bukan untuk dirinya sendiri tetapi Tuhan menyertainya untuk mewartakan kepada semua orang. Dengan demikian keselamatan dalam Yesus Kristus bersifat universal.
Add caption

Sabda Tuhan pada hari ini menghadirkan figur penting Petrus dan Paulus. Petrus mewakili hirarki di dalam Gereja, Paulus mewakili para misionaris Gereja. Hirarki dan misionari menyatu dalam semangat untuk melayani Tuhan hingga menumpahkan darah, mengikuti Kristus sang martir agung. Kita semua hari ini diajak untuk tekun dalam panggilan terutama dalam mewartakan Injil dengan hidup sebagai pengikut Kristus yang baik. Gereja sedang mengangkat kembali semangat Evangelisasi Baru. Petrus dan Paulus dapat menjadi inspirator kita.

Doa: Ya Santo Petrus dan Paulus, bantu dan berkati kami untuk rela berkorban dalam pelayanan kami terutama membuat nama Yesus semakin dikenal oleh segala bangsa. Amen

PJSDB

Friday, June 28, 2013

Renungan 28 Juni 2013

St. Ireneus dari Lyon
Hari Jumat, Pekan Biasa XII
Kej 17: 1,9-10.15-22
Mzm 128:1-2.3.4-5
Mat 8:1-4

Orang takwa diberkati Tuhan!

Hari ini seluruh Gereja Katolik memperingati St. Ireneus. Ia lahir di Asia Kecil kira-kira pada tahun 140. Ia belajar di Smyrna di bawah bimbingan St. Polikarpus, seorang murid Santo Yohanes Rasul. Ia dikenal dari tulisan-tulisannya. Ada surat yang ditulisnya sebagai kesan terhadap maestronya St. Polikarpus. Berikut ini adalah salah satu kutipan suratnya: “Peristiwa-peristiwa pada masa itu masih kuingat baik daripada yang terjadi baru-baru ini. Karena yang kita pelajari pada masa muda tumbuh subur dan mengakar dalam batin. Saya masih mengingat dimana Polykarpus duduk ketika ia mengajar, bagaimana caranya berjalan dan bagaimana sikapnya. Saya masih ingat akan khotbah-khotbahnya kepada umat, dan bagaimana ia mengisahkan pergaulannya dengan Yohanes serta orang-orang lain yang menjadi saksi hidup Tuhan. Polykarpus mengajarkan apa yang didengarnya dari saksi-saksi mata kehidupan Yesus dan mukzijat-mukzijatNya. Semua berkat kemurahan Allah itu telah kuterima dengan sepenuh hati dan kucatat bukannya di atas selembar kertas, melainkan di dalam hatiku, serta oleh rahmat Allah selalu kurenungkan dengan seksama”.

Meskipun ia seorang Yunani tetapi sebagai imam Ireneus bekerja di Lyon. Di kemudian hari, ia diangkat menjadi uskup Lyon menggantikan Potinus. Ia menggembalakan umatnya dengan penuh perhatian dan cinta. Ia berusaha membela ajaran iman yang benar. Ia juga memperjuangkan kesatuan Gereja dan menegakkan kewibawaan Paus di Roma. Namanya Ireneus, yang berarti pencinta damai, menjadi kenyataan di dalam seluruh hidupnya. Dalam perselisihan antara Gereja Latin dan Yunani tentang tanggal hari raya Paska, ia menjadi juru bicara Sri Paus. Ia meninggal pada tahun 202 selaku seorang martir Kristus.

Satu hal yang dapat kita pelajari dari kehidupan St. Ireneus adalah ia mengikuti kehendak Allah. Kehendak Allah yang di alami bersama Polikarpus gurunya, sampai menjadi uskup dan martir di Lyon. Ia menyerahkan dirinya secara total karena ia percaya pada Tuhan. Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini mempertegas rasa percaya atau iman kita kepada Tuhan seperti yang dialami Ireneus.

Di dalam bacaan pertama dari Kitab Kejadian, kita mendengar kisah lanjutan dari keluarga Abraham. Sebelumnya kita mendengar nama Abram tetapi kali ini namanya diganti oleh Tuhan menjadi Abraham karena ditetapkan Tuhan sebagai bapa sejumlah besar bangsa (Kej 17:5). Tuhan menampakkan diriNya kepada Abraham yang sudah berusia 90 tahun dan bersabda: “Akullah Allah yang Mahakuasa, hiduplah di hadapanKu dengan tidak bercela!” Kehendak Tuhan bagi Abraham adalah menjadi orag kudus di hadiratNya. Tuhan juga mengikat perjanjian baruNya dengan Abraham yakni setiap anak laki-laki harus di sunat. Tentu saja hal ini membingungkan Abraham karena ia belum memiliki Anak dari istrinya yang sah yaitu Sarai. Anak yang sekarang adalah Ismael dari Hagar, budaknya.

Tuhan tetap membangkitkan iman Abraham dengan mengatakan: “Tentang istrimu Sarai, jangan kau sebut lagi Sarai, tetapi Sara. Aku akan memberkatinya dan kepadanya juga Aku akan memberikan kepadamu seorang anak laki-laki, bahkan Aku memberkatinya, sehingga ia akan menjadi ibu bangsa-bangsa, raja pelbagai bangsa akan lahir dari padanya”. Reaksi dari Abraham adalah ia tertawa dan dalam hatinya ia meragukan perkataan Tuhan sebab usianya dan Sara sudah lanjut. Lagi pula ia sudah memiliki Ismael dari Hagar. Namun Tuhan tetap mengatakan kepada Abraham bahwa Ia akan menganugerahkan anak dari kandungan Sara. Anak itu akan di namai Ishak. Ishak berarti “dia tertawa” yang menggambarkan Abraham tertawa ketika mendengar janji Tuhan akan kelahiran Ishak di usia senja dia dan Sara. Tuhan berjanji untuk mengadakan perjanjian dengan Ishak dan keturunannya. Tuhan juga memiliki kehendak yang luhur untuk Ismael. Ismael akan diberkati sebagai bangsa yang besar, dengan dua belas raja dari keturunannya. Namun Perjanjian tetap diikat oleh Tuhan Allah dan Ishak.

Membaca kisah Abraham dan Sara di dalam Kitab Kejadian ini, kita melihat semua rencana dan relasi yang begitu akrab antara Tuhan dan manusia. Abraham dan Sara mengharapkan keturunan. Mereka kelihatan sudah putus asa dan kehilangan kepercayaan kepada Tuhan. Ketika mendengar bahwa Sara akan melahirkan seorang anak laki-laki, Abraham tertawa seakan tidak percaya pada rencana dan kehendak Tuhan. Di pihak Tuhan, Ia tetap meyakinkan Abraham bahwa dari kandungan Sara akan lahir seorang anak laki-laki dan Ia akan mengikat Perjanjian dengannya. Untuk itu Tuhan membimbing Abraham untuk bertumbuh dalam iman. Rencana dan kehendak Tuhan memang melampaui pikiran manusiawi Abraham tetapi sungguh terlaksana di dalam hidup Abraham dan Sara dengan kelahiran Ishak.

Rencana dan kehendak Tuhan juga indah bagi orang yang berharap padaNya. Di dalam bacaan Injil kita mendengar kisah penyembuhan seorang yang sakit kusta. Ia berinisiatif datang kepada Yesus dan memohon: “Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat mentahirkan daku”. Yesus dan para murid baru turun dari bukit dan para murid masih mengingat Sabda Bahagia yang diucapkan Yesus. Yesus mengajarkan bahwa orang yang miskin termasuk orang sakit juga berbahagia karena bagi merekalah Kerajaan Allah. Itu sebabnya, tanpa banyak komentar Yesus mengulurukan tanganNya, menjamah orang itu dan berkata: “Aku mau, jadilah engkau tahir”. Orang kusta itu pun menjadi sembuh.

Yesus menyuruh orang kusta itu untuk memperlihatkan dirinya kepada imam bahwa ia sudah sembuh dan memberikan persembahan sebagai tanda syukur kepada Tuhan. Mengapa Yesus menyuruh orang kusta untuk memperlihatkan dirinya kepada imam? Karena pada waktu orang kusta dianggap seolah-olah bukan manusia. Mereka menggunakan pakaian compang-camping, dengan rambut yang tidak terurus, dan kalau berjalan di jalan mereka berteriak bahwa mereka orang kusta sehingga orang sehat dapat menjauhkan dirinya dari mereka. Sikap manusia terhadap sesamanya yang sakit berbeda dengan Yesus. Ia justru mengulurkan tangan dan menjamah orang kusta itu sehingga ia sembuh. Tentu saja iman orang kusta kepada Yesus juga kuat. Ia percaya bahwa Yesus akan menyembuhkannya. Iman yang terungkap di dalam doa permohonannya.

Sabda Tuhan pada hari ini sangat menguatkan kita. Tuhan memiliki rencana dan kehendak yang luhur bagi manusia. Rencana dan kehendakNya melampaui pikiran manusia seperti yang dialami Abraham. Tuhan tetap sabar dengan Abraham. Ia membimbing Abraham sehingga perlahan-lahan Abraham mengerti dan menerima rencana dan kehendakNya. Tuhan juga mendengar dan peduli dengan kehidupan manusia yang sakit dan menderita. Maka orang sakit dijamah dan disembuhkan. Dari pihak manusia, Tuhan menuntut iman dan keterbukaan pada semua rencana dan kasihNya. Apakah ketika mengalami pergumulan hidup, kita masih berharap pada Tuhan atau justru kita semakin jauh dari padaNya? Selidikilah batinmu di hadirat Tuhan! Orang yang bertakwa kepada Tuhan pasti akan diberkatiNya.

Doa: Tuhan, Engkau selalu memiliki rencana yang indah bagi kami. Bantulah kami untuk tetap menyadari kehadiranMu. Jamah dan sembuhkanlah sakit penyakit kami. Amen


PJSDB

Thursday, June 27, 2013

Renungan 27 Juni 2013

Hari Kamis, Pekan Biasa XII
Kej 16:1-12.15-16
Mzm 106:1-2.3-4a.4b-5
Mat 7:21-29

Bersyukurlah kepada Tuhan, sebab Ia baik

Kisah keluarga Abram berlanjut. Setelah Ia mencurahkan isi hatinya kepada Tuhan maka ia menerima janji Tuhan. Tuhan memberi keturunan kepada Abraham dan tanah yang luas dan subur. Namun demikian fakta masih menunjukkan bahwa Sarai belum mendapat karunia anak dari Tuhan. Dalam pergumulan seperti ini Sarai meminta kepada Abram untuk menghampiri Hagar, sang hamba perempuan dari Mesir. Abram pun menghampiri Hagar sehingga hamillah ia. Ketika mengetahui bahwa Ia hamil maka ia mulai berlaku kasar terhadap Sarai istri sah Abram. Sarai merasakan penderitaan yang dilakukan oleh Hagar maka ia berkata kepada Abram: “Penghinaan yang kuderita ini adalah tanggung jawabmu. Akulah yang memberikan hambaku kepangkuanmu; tetapi baru saja ia tahu bahwa ia mengandung, ia memandang rendah aku. Tuhan kiranya menjadi hakim antara aku dan engkau.”

Reaksi Abram adalah memihak Sarai sebagai istri yang sah. Abram berkata kepadanya: “Hambamu itu di bawah kekuasaanmu, perbuatlah kepadanya sesuka hatimu.” Sarai menindas Hagar sehingga Hagar pergi ke padang gurun. Hagar berjumpa dengan malaikat Tuhan dan ia disuruh kembali kepada Sarai untuk ditindas. Namun demikian Tuhan berjanji melalui malaikatNya akan menjadikan keturunan yang sangat banyak kepada Hagar. Di samping itu malaikat juga mengatakan kepada Hagar bahwa ia akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki bagi Abraham dan dinamai Ismael. Anak ini menurut malaikat akan menjadi seorang laki-laki yang perilakunya seperti keledai liar. Ia akan melawan tiap-tiap orang. Ia akan menentang semua saudaranya.

Ismael dalam bahasa Yahudi berarti Allah mendengarkan. Tuhan Allah mendengar keinginan Sarai supaya hambanya Hagar melahirkan seorang anak laki-laki bagi Abram. Meskipun ada saling menindas di antara Hagar kepada Sarai kemudian Sarai kepada Hagar namun kuasa Tuhan jauh melebihi pengalaman manusiawi mereka. Hagar nantinya diusir tetapi Tuhan tetap memeliharanya. Ia diberkati dengan banyak keturunan. Ismael, meskipun berarti Tuhan Allah mendengar, namun perilaku hidupnya akan liar, menimbulkan banyak masalah di dalam keluarga. Hal terpenting dalam kisah ini adalah Tuhan selalu memperhatikan umat kesayanganNya. Ia tidak akan membiarkan Sarai menderita selamanya karena tidak memiliki keturunan. Ia juga tidak akan membiarkan Hagar menderita di padang gurun tetapi diberi berkat untuk keturunan yang banyak.  Ismael dengan perilaku hidup yang liar juga tetap akan diberkati Tuhan.

Pengalaman keluarga Abram juga masuk dalam pengalaman kita setiap hari. Di dalam banyak keluarga ada masalah perkawinan, tidak ada keturunan yang kadang membuat pasangan suami dan istri stress. Tidak ada kesepakatan bersama untuk mengadopsi anak karena ketakutan tertentu. Ada juga pengalaman ekstrim di mana setiap pasangan mencari hiburan masing-masing dengan berselingkuh sampai memiliki anak di luar perkawinan yang sah. Mengapa hal-hal ini dapat terjadi? Karena orang belum memiliki iman yang kuat kepada Tuhan. Kalau saja orang percaya kepada Tuhan maka segalanya akan diberikan kepadanya. Tuhan sangat setia pada janji-janjinya. Dia tidak pernah ingkar janji kepada manusia.

Dampak dari rasa tidak percaya kepada Tuhan adalah mengandalkan dirinya sendiri. Orang menjadi munafik terhadap dirinya dan sesama. Orang boleh melakukan banyak kegiatan dengan dalil demi nama Tuhan tetapi bisa jadi demi nama diri sendiri. Tuhan menjadi kerdil sedang diri menjadi lebih besar dan tenar. Tuhan tidaklah popular, diri saya sebagai manusia yang jadi lebih popular. Itu sebabnya dalam bagian terakhir kotbah di bukit Yesus bersabda: “Bukan setiap orang yang berseru kepadaKu “Tuhan, Tuhan” akan masuk ke dalam Kerajaan Surga, melainkan dia yang melakukan kehendak BapaKu di surga”. Di dalam masyarakat kita, banyak juga orang yang menyerukan nama Tuhan sambil berbuat jahat. Hati nuraninya telah mati, sehingga dalam nama Tuhan yang kudus mereka menghilangkan hidup orang lain. Sikap seperti ini yang membuat Tuhan membalikan wajahNya dari manusia. Tuhan akan terus terang mengatakan tidak mengenal kita karena terlalu banyak kejahatan yang kita lakukan.

Bagaimana cara menumbuhkan rasa kepercayaan Tuhan yang nyaris hilang pada diri kita?
Di pihak Tuhan cintaNya kekal bagi manusia. Di pihak manusia, perlu ada upaya-upaya tertentu misalnya setia mendengar Sabda Tuhan dan melakukannya di dalam hidup setiap hari. Ini adalah dasar yang kuat untuk bertumbuh dalam iman. Orang yang tidak mendengar Sabda dan melakukannya di dalam hidup itu sama dengan orang yang tidak bijaksana sehingga membangun rumah di atas pasir. Ini adalah orang-orang yang imannya sangat kecil bahkan tidak ada iman kepada Tuhan. Orang bijaksana akan membangun rumahnya di atas wadas yang kokoh.

Sabda Tuhan pada hari ini mengajak kita untuk kembali kepada Tuhan dan membangun komitmen pribadi yang jelas untuk setia pada setiap janji kepada Tuhan dan sesama. Iman yang kuat akan membuat orang bertahan di dalam hidup, meskipun banyak kesulitan dan penindasan. Kita juga diajak untuk mampu mendengar dan mewartakan Sabda Tuhan. Dengan sikap mendengar dapat membuat orang bertumbuh dalam kasih. Sikap bersyukur juga sangat penting. Bersyukurlah kepada Tuhan sebab Ia baik, kekal abadi kasih setiaNya! (Mzm 107:1; 118:1; 118:29).

Doa: Tuhan, bantuan kami untuk semakin menyadari panggilan kami masing-masih dan berilah kami rahmat kesetiaan hari demi hari. Amen

PJSDB

Wednesday, June 26, 2013

Renungan 26 Juni 2013

Hari Rabu, Pekan Biasa XII
Kej 15:1-12.17-18
Mzm 105 1-2.3-4.6-7.8-9
Mat 7:15-20

Selamanya Tuhan ingat akan perjanjianNya

Kisah Abram dari Kitab kejadian berlanjut. Setelah ia berpisah dengan kerabatnya Lot maka sahabat yang dekat dengannya adalah Tuhan sendiri. Abram sedang memiliki satu pergumulan besar yakni ia tidak memiliki keturunan. Ia sedang memikirkan kiranya siapa yang dapat menjadi ahli waris semua harta kekayaannya. Hanya kepada Tuhan Abram mau mencurahkan seluruh isi hatinya. Pada suatu kesempatan Tuhan bersabda kepada Abram: “Jangan takut, Abram, Akulah perisaimu; upahmu akan sangat besar.” Abram menjawab Tuhan,”Ya Tuhan Allah, apakah yang akan Engkau berikan kepadaku? Aku akan meninggal tanpa mempunyai anak, dan yang mewarisi rumahku adalah Eliezer, orang Damsyik itu. Engkau tidak memberi aku keturunan, sehingga seorang hambakulah yang nanti menjadi ahli warisku”. Tuhan menjawab Abraham: “Orang itu tidak akan menjadi ahli warismu, melainkan anak kandungmulah yang akan menjadi ahli warismu!”

Dialog penuh persaudaraan ini dapat terjadi karena Abram percaya kepada Tuhan dan Tuhan juga percaya pada Abram. Mereka berdua seperti sahabat yang akrab sehingga dapat berbicara dari hati ke hati. Sekarang Tuhan membangun rasa percaya diri Abram dengan membawanya ke luar dan berkata: “Coba lihatlah ke langit, hitunglah bintang-bintang jika engkau dapat! Demikian banyaknya nanti keturunanmu.” Abraham semakin percaya kepada Tuhan bahwa apa yang dikatakannya adalah kebenaran. Tuhan melanjutkan perkataanNya: “Akulah Tuhan, yang membawa engkau keluar dari Ur-Kasdim, guna memberimu negeri ini menjadi milikmu.” Abram menjawab Tuhan, “Ya Tuhan Allah, dari manakah aku tahu bahwa aku akan memilikinya?” Tuhan meminta Abram untuk mempersembahkan kurban bakaran kepadaNya. Dengan kurban bakaran ini maka Tuhan akhirnya mengadakan perjanjian dengan Abram kataNya: “Kepada keturunanmulah Kuberikan tanah ini, dari sungai Mesir sampai ke sungai Efrata yang besar itu”.

Dengan mengikuti dialog Tuhan dan Abram, kita menyadari betapa kuasa Tuhan itu sangat besar. Tuhan memiliki rencana yang luhur kepada setiap pribadi dan rencanaNya itu berupa janji-janji yang diberikanNya kepada Abram serta keturunannya. Selamanya Tuhan ingat akan perjanjianNya! Di pihak Abram, ia memiliki iman dan kepercayaan yang kuat. Abram merasa bahwa Tuhan adalah sahabat yang tepat untuk menyatakan isi hatinya. Ia mengatakan pergumulannya terutama karena tidak punya keturunan. Tetapi satu hal yang menjadi modal baginya adalah imannya kepada Tuhan. Itu sebabnya Abram disebut Abraham artinya bapa seluruh umat manusia yang percaya kepada Yahwe.

Tuhan mengingat semua janjiNya. Kita semua dibantu untuk berefleksi tentang perjanjian yang kita buat di hadapan Tuhan Yang Mahakudus bahwa ia sangat mengasihi kita. Sebagai imam, biarawan dan biarawati kita mengikrarkan janji setia kita untuk mengikutiNya dari dekat. Para suami dan istri mengucapkan janji perkawinannya untuk setia selamanya di hadirat Tuhan. Tuhan selalu setia pada janji-janjiNya, hanya kita sebagai manusia tidak setia selamanya dalam menghayati janji-janji kita. Tuhan tak pernah ingkar janji, kita selalu ingkar janji.


Yesus di dalam Injil hari ini mangajar para muridNya untuk waspada terhadap nabi-nabi palsu. Mereka datang seperti domba tetapi mereka sesungguhnya adalah serigala buas. Banyak yang datang dengan banyak janji seolah-olah dapat menepatinya tetapi sebenarnya untuk memeras dan menindas orang lain. Mereka bisa saja berdalil untuk membantu tetapi justru menyengsarakan orang lain. Bagaimana mengetahui karakteristik para nabi palsu? Yesus memberi contoh pohon yang dapat dikenal dari buahnya. Pohon yang baik akan menghasilkan buah yang baik. Pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik. Dari buahnya kita mengenal jenis apakah pohon itu.Demikian terjadi juga dalam diri manusia. Pribadi yang baik akan berperilaku baik, pribadi yang jahat akan berperilaku jahat.

Apa yang dapat kita tangkap sebagai pesan dari Injil pada hari ini? Kita semua dipaggil oleh Tuhan dan dikuduskan pada saat dibaptis. Konsekuensinya adalah kita harus tetap berani untuk berbuat baik, jangan pernah berhenti berbuat baik dan menggantinya dengan suatu perbuatan jahat. Tuhan menghendaki kita untuk berbuat baik karena Ia mahabaik dan ada di pihak kita. Ketika kita berbuat jahat maka kejahatan akan bertumbuh dan berkembang. Kita pun menjauh dari Tuhan dan buah-buah yang dihasilkan adalah kejahatan. Oleh karena itu kita butuh Roh Kudus untuk senantiasa menguatkan kita sehingga bisa lepas dari kuasa-kuasa yang jahat. Ada saja godaan di dalam kehidupan tetapi dengan mengandalkan Tuhan maka kita akan kuat dan tegar di hadapan Tuhan. Godaan untuk jatuh dalam dosa akan lenyap dengan sendirinya karena kuasa Tuhan ada di pihak kita.

Sabda Tuhan pada hari ini mengingatkan kita pada Tuhan yang senantiasa berjanji untuk menyelamatkan kita. Ia yang memiliki kuasa untuk membebaskan manusia dari kemalangan hidup dan menganugerahkan kebaikan. Ia sudah memenuhi janjiNya kepada Abram dan keturunannya. Ia juga senantiasa mendampingi kita menuju keabadian. Apa yang harus kita lakukan untuk menjawabi kasih Allah ini? Kita semua diajak untuk tidak pernah berhenti berbuat baik bagi sesama manusia. Kita menjauhkan diri dari berbagai perbuatan jahat. Kita menunjukkan iman kita dengan perbuatan-perbuatan baik.

Doa: Tuhan, kami bersyukur kepadaMu atas semua anugerah yang Engkau berikan kepada kami. Bantulah kami untuk selalu bertumbuh dalam cinta kasih dan selalu berbuat baik bagi sesama. Jauhi kami dari keserakahan hidup. Amen

PJSDB

Tuesday, June 25, 2013

Renungan 25 Juni 2013

Hari Selasa, Pekan Biasa XII
Kej 13: 2.5-18
Mzm 15: 2-3ab, 3cd-4ab, 5
Mat 7:6.12-14

Jangan ada perkelahian, kita ini kerabat!

Pada suatu kesempatan aku dikunjungi seorang bapa. Ia ingin berbicara dengan saya karena beban yang sedang ia hadapi bersama saudaranya dalam hal harta warisan. Sejak kedua orang tuanya meninggal dunia, saudaranya menuntut supaya segala warisan orang tua dibagi secara adil. Mereka hanya dua bersaudara dan sudah bertemu dengan notaris. Akta pembagian warisan pun dibuat. Setelah semuanya itu terjadi, ia merasa hubungan persaudaraan dengan saudaranya semakin jauh. Ia merindukan masa lalu di mana mereka bisa merasakan bagaimana sebagai saudara yang pernah sama-sama menghuni satu rahim yang sama yaitu rahim mendiang ibu dan satu rumah yang sama, rumah yang dibangun sang ayah. Kini gara-gara warisan yang sudah dipisahkan maka hubungan persaudaraan juga rasanya ikut terpisah. Saya mendengar semua kisah hidupnya kemudian saya menganjurkan dia untuk memulai kembali relasi dengan saudaranya.

Kisah di atas kiranya dapat membantu kita untuk memahami kisah Abram dan Lot. Abram digambarkan sebagai orang yang sangat kaya, banyak ternak, perak dan emasnya. Lot kerabat Abram juga dikenal sebagai orang kaya karena memiliki domba, lembu dan kemah. Daerah hunian mereka terbatas sehingga tidak mampu menampung ternak peliharaan mereka. Hal ini menimbulkan pertikaian di antara para gembala Abram dan Lot. Kedengaran memang lucu karena yang bertikai adalah para gembala yang setiap hari melakukan pekerjaan yang sama, punya majikan yang masih kerabat. Abram memanggil Lot menyampaikan perasaan hati kepadanya bahwa mereka adalah kerabat sehingga bertikai merebut tanah garapan adalah tidak wajar. Mereka lalu membagi daerah itu dengan hanya melayangkan pandangan saja. Lot memilih Lembah Yordan yang subur dan berkemah di dekat Sodom. Sejak saat itu Lot berpisah dengan Abram.

Abram mendapat berkat istimewa dari Tuhan. Inilah Firman Tuhan kepadanya: “Pandanglah sekelilingmu dan lihatlah dari tempat engkau berdiri itu ke timur, dan barat, utara dan selatan. Sebab seluruh negeri yang kaulihat itu akan Kuberikan kepadamu dan kepada keturunanmu untuk selama-lamanya. Dan Aku akan menjadikan keturunanmu seperti debu tanah banyaknya, sehingga jika seandainya ada yang dapat menghitung debu tanah, keturunanmupun akan dapat dihitung juga. Bersiaplah, jalanilah negeri itu menurut panjang dan lebarnya, sebab kepadamulah akan Kuberikan negeri itu” (Kej 13:14-17).


Pengalaman Abram dan Lot adalah pengalaman keseharian kita. Banyak kali kita merasakanya dalam relasi dengan saudara-saudari dalam keluarga atau komunitas tertentu. Ada pertikaian, permusuhan tanpa memandang lebih jauh hidup sebagai saudara dan saudari. Hanya karena harta kekayaan maka dapat memisahkan relasi sebagai saudara. Mengapa dapat terjadi demikian? Karena kita lupa bahwa kita adalah saudara dan saudari dan bahwa semua yang kita miliki adalah berkat dari Tuhan. Lihatlah reaksi dari Tuhan setelah Lot memisahkan dirinya dari Abram. Tuhan memberi berkat yang berlimpah kepada Abram karena Abram percaya pada semua rencana dan kehendak Tuhan. Tuhan tidak hanya memberi Abram tanah yang luas untuk semua ternak tetapi keturunannya pun diperbanyak seperti debu tanah. Kita kadang hanya berhenti pada kekayaan dan kita memilih tempat nyaman seperti Lot lalu lupa pada Tuhan. Seharusnya semangat Abram dengan iman yang besar kepada Tuhan dapatlah menopang seluruh langkah hidup kita.


Penginjil Matius melanjutkan pengajaran Yesus di bukit. Kali ini Yesus memulai pengajarannya dengan bahasa yang sulit di mengerti: “Jangan kamu memberikan barang yang kudus kepada anjing dan jangan kamu melemparkan mutiaramu kepada babi supaya jangan diinjak-injaknya dengan kakinya lalu ia berbalik lalu mengoyak kamu” (Mat 7:6). Barang yang kudus agaknya berhubungan dengan tubuh manusia yang kudus karena diciptakan sesuai gambar dan citra Allah. Tubuh yang kudus tidak boleh dipersembahkan kepada pribadi-pribadi berdosa yang tidak mengenal Allah. Ini tentu sama dengan anjing yang tidak dapat membedakan mana sajian yang boleh dimakannya dan sajian yang dipersembahkan di dalam bait suci atau sajian di pinggir jalan. Mutiara adalah barang berharga. Yesus sendiri mengumpamakan Kerajaan Allah dengan mutiara yang indah. Babi memang tidak mengerti tentang berharganya sebuah mutiara maka babi akan menginjak dengan kakinya. Orang-orang Yahudi menganggap anjing dan babi sebagai hewan yang kotor. Orang-orang kafir juga disamakan dengan kedua hewan ini. Barang kudus dan mutiara boleh menjadi gambaran Injil yang diwartakan Yesus dan akan diteruskan oleh para muridNya.

Selanjutnya Yesus memberikan sebuah hukum yang menjadi isi dari hukum Taurat dan Kitab para nabi. Hukum yang dilandasi oleh kasih itu berbunyi: “Segala sesuatu yang kamu kehendaki diperbuat orang kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka”. Orang-orang kafir dan kaum pendosa akan melakukan perbuatan-perbuatan yang merugikan orang lain. Mereka boleh melakukan kejahatan sesuka hati tetapi tidak ingin mendapat balasan dari orang lain. Mereka boleh mengatakan bahwa orang lain bersalah tetapi tidak mau mengakui kesalahan sendiri di hadapan sesama.

Salah satu kecenderungan umum yang dilakukan manusia adalah menyukai hal-hal yang mudah dan menghindari hal-hal yang sulit. Ternyata Yesus memiliki prinsip yang berbeda dan manusia harus melakuannya. Orang yang mencari pola hidup gampang, jauh dari kesulitan itu adalah orang yang menyukai pintu yang lebar yang dapat membawa mereka kepada kebinasaan. Pengikut Kristus yang baik akan memilih yang paling sulit laksana pintu yang sempit karena akan meminliki hidup. Hanya sedikit orang yang menemukan dan melewati pintu yang sempit.

Logika pintu yang lebar dan sempit ini sudah dialami oleh Abram dan Lot sebagaimana di kisahkan di dalam bacaan pertama. Daerah di mana Lot dan Abraham menggembalakan ternak adalah bagian utara Yerusalem. Sayang sekali karea para gembala bertikai sehingga kedua bersaudara ini harus berpisah. Abram memberikan kesempatan kepada Lot untuk memilih tempat baginya. Ia memilih daerah lembah Jordan yang subur. Abram berkemah di bagian selatan Palestina, sekitar 40 km dari Yerusalem atau 3 km dari Hebron. Di tempat itu ia juga membangun altar pemujaan bag Yahwe. Lihatlah bahwa Lot memilih pintu yang lebar sedangkan Abram memilih pintu yang sempit. Berkat dan hidup dianugerahkan bagi Abram.


Sabda Tuhan pada hari ini membangkitkan semangat hidup sebagai pengikut Kristus. Kita memiliki panggilan yang luhur untuk menjadi kudus, mempersembahkan diri bagi Tuhan untuk mewartakan Injil bagi sekalian bangsa terutama mereka yang belum mengenal Kristus. Dalam usaha mewartakan Injil kita ditawarkan untuk memilih pintu yang lebar atau pintu yang sempit. Orang yang setia kepada Kristus akan menemukan dan memilih pintu yang sempit yang membawa kepada kehidupan.

Doa: Tuhan, dihadapanMu kami mengakui, sering kami berkelahi karena kami terlalu melekat pada harta duniawi. Bantulah kami supaya hari ini kami dapat mengubah sikap hidup kami ini sehingga kami lebih dekat padaMu. Amen

PJSDB

Monday, June 24, 2013

Homili Hari Raya Kelahiran Yohanes Pembaptis

HR Kelahiran Yohanes Pembaptis
Yes 49:1-6
Mzm 139:1-3.13-14ab.14c-15
Kis 13:22-26
Luk 1:57-66.80

Namanya adalah Yohanes

Hari ini seluruh Gereja merayakan Hari Raya kelahiran Yohanes Pembaptis. Sebagaimana kita ketahui bahwa di dalam Liturgi Gereja Katolik hanya ada tiga orang yang dirayakan ulang tahun kelahiran mereka. Hari ini  HUT kelahiran Yohanes Pembaptis 24 Juni, Bunda Maria, 8 September dan Yesus Kristus, 25 Desember. Merayakan hari kelahiran Yohanes Pembaptis membuat kita secara istimewa memusatkan perhatian kita kepada figur istimewa ini. Ayahnya bernama Zakharias, seorang imam di Yerusalem. Ibunya bernama Elisabeth, masih kerabat dekat Bunda Maria. Yohanes dilahirkan ketika ibunya sudah dianggap mandul, tetapi Tuhan punya rencana istimewa baginya sehingga ia dikaruniai Yohanes, putra tunggalnya.

Yohanes pernah ditanya tentang identitasnya. Ia hanya menjawab: “Akulah suara orang yang berseru-seru di padang gurun: Luruskanlah jalan Tuhan!” (Yoh 1:23); Ada suara yang berseru-seru di padang gurun: Persiapkanlah jalan untuk Tuhan, luruskanlah jalan bagiNya (Luk  3:4). Jadi boleh dikatakan bahwa Yohanes memang diutus secara khusus oleh Tuhan untuk mempersiapkan kedatangan Yesus Kristus Putra Allah. Mengapa ia mengakui dirinya sebagai suara? Karena dengan suaranya ia berseru untuk mempersiapkan kedatangan Tuhan dengan seruan Tobat, ia juga membaptis orang-orang yang datang kepadanya dengan air.

Pada hari kelahirannya ini, kita diingatkan kembali oleh Penginjil Lukas bagaimana proses kelahirannya di dunia. Orang-orang yang tadinya beranggapan bahwa Elisabeth mandul kini berdatangan ke rumahnya karena ada berita sukacita. Ia melahirkan puteranya. Ini menjadi kesempatan istimewa bukan hanya bagi keluarga Elisabeth dan Zakharias tetapi orang-orang itu juga bersukacita dan memuji Tuhan Allah karena karyaNya yang ajaib bagi Elizabeth yang disebut mandul itu. Mereka tidak hanya bergembira pada saat hari kelahiran Yohanes tetapi juga pada hari kedelapan dimana ia disunat dan dinamai Yohanes.Yohanes berarti Allah berbelas kasih. Nama Yohanes ini memang memiliki power tersendiri karena Zakharias yang tadinya bisu dapat berbicara kembali. Allah sungguh berbelas kasih dan menyelamatkan. Yohanes juga istimewa karena tangan Tuhan atau kuasa Tuhan menaunginya. Roh Kudus menyertai seluruh hidupnya.

Tuhan memang memiliki kuasa yang dahsyat. Hal-hal yang sebenarnya tidak bisa terjadi akhirnya terjadi juga. Ini tentu butuh iman yang mendalam kepada Tuhan sehingga rencanaNya sungguh dapat terjadi di dalam hidup kita sebagai manusia. Elizabeth ibu Yohanes dan Zakharias ayahnya tentu memiliki pergumulan hidup yang luar biasa. Mereka dihina, diolok karena semua pengalaman di dalam keluarga tetapi mereka tetap berpasrah kepada Tuhan. Tuhan pun memperhatikan iman mereka. Bagaimana dengan kita? Banyak kali kita jauh dari Tuhan. Kita tidak mau mengikuti semua rancangan dan rencanaNya bagi kita. Padahal tangan Tuhan senantiasa menyertai kita. Bukankah kita ini adalah makhluk istimewa? Bukankah Ia sudah menciptakan kita sewajah denganNya dan ini berarti ia sangat mengasihi kita?

Yohanes bertumbuh menjadi pribadi yang istimewa, penuh kuasa dan wibawa. Sebenarnya Nabi Yesaya di dalam dunia Perjanjian Lama sudah benubuat juga dan nubuat itu berasal dari pengalaman pribadinya. Ia berkata, “Dengarkanlah aku, hai pulau-pulau, perhatikanlah hai bangsa-bangsa yang jauh. Tuhan sudah memanggil aku sejak dari kandungan, telah menyebut namaku sejak dari perut ibuku”. Pengalaman Yesaya kiranya mirip dengan pengalaman dari Yohanes Pembaptis. Tuhan sudah memiliki rencana yang istimewa baginya sejak masih di dalam kandungan ibunya.

Yesaya juga membagi pengalamannya terutama keberanian yang ia miliki mulut sebagai pedang yang tajam, panah yang runcing.Ia juga akan menjadi terang bagi bangsa-bangsa. Nubuat Yesaya ini luar biasa. Tuhan menggenapi firmanNya di dalam diri Yesaya dan menjadi sempurna di dalam diri Yohanes Pembaptis. Yohanes juga membawa terang untuk menerangi hidup orang dengan seruan tobat sambil menanti kedatangan Terang sejati yaitu Yesus Kristus.

Lukas juga melukiskan kedatangan Yesus yang disiapkan oleh Yohanes Pembaptis di dalam Kisah Para Rasul. Di kisahkan juga bahwa Paulus mengajar orang-orang Antiokhia sejarah keselamatan, dalam hal ini  Allah telah membangkitkan Yesus Kristus, Juru Selamat  bagi Israel. Menjelang kedatangan Yesus, Yohanes bertugas untuk menyerukan seruan tobat dan membaptis dengan air. Yohanes bahkan dengan rendah hati mengatakan bahwa ia menunduk dan membuka tali sepatu Yesus pun ia tidak layak. Ia merendahkan diri, tetapi Yesus lebih merendahkan diri lagi untuk dibaptis Yohanes. Yesus adalah Tuhan dan jurus selamat kita.

Sabda Tuhan pada hari raya ini membantu kita untuk menjadi suara yang baik bagi Tuhan dan sesama. Suara dalam arti apa? Dalam arti Sabda Tuhan yang kita dengar hendaknya menjadi bagian di dalam hidup kita dan dengan demikian kita dapat menjadi suara bagi sesama yang lain. Suara yang menghibur dan menyelamatkan! Suara yang membuat banyak orang merasakan kerahiman dan belaskasihan Tuhan. Suara yang turut menghantar mereka untuk menjadi dekat dan akrab dengan Tuhan. Dengan bantuan Tuhan anda dan saya, kita pasti menjadi suara yang baik!

Doa: Ya Santo Yohanes Pembaptis, ajarilah kami untuk menjadi suara yang berseru dan membawa banyak orang untuk mengenal dan mengasihi Yesus Kristus Tuhan kami. Amen

PJSDB