Sunday, March 31, 2013

Homili Hari Raya Paskah, Misa Sore

Luk  24:13-35

Mane Nobiscum Domine

Sewaktu menyiapkan homili untuk Hari raya Paskah, Misa Sore, saya teringat pada lirik sebuah lagu populer dalam Kidung Jemaat: “Tinggal sertaku; hari t’lah senja. G’lap makin turun,Tuhan tinggallah! Lain pertolongan tiada kutemu: Maha Penolong, tinggal sertaku!” Lirik lagu ini sebenarnya menggambarkan suasana bathin dua murid yang dalam perjalanan ke Emaus.

Apa yang terjadi dengan kedua murid, satunya bernama Kleofas dan yang lain tanpa nama? Mereka berdua rela meninggalkan kampung Emaus sekitar 11 km dari Yerusalem untuk mengikuti Yesus. Apa yang menarik dari seorang Yesus? Ia berkeliling dan berbuat baik dengan menyembuhkan banyak orang sakit, mengusir setan-setan, mengajar dengan kuasa dan wibawa. Hal-hal ini yang kiranya menjadi dasar yang kuat untuk membuat mereka berbondong-bondong mengikuti Yesus. Bukan hanya itu, mereka juga mau menjadikanNya sebagai raja. Sebelumnya mereka sudah berteriak: "Hosana..hosana". Tetapi semua harapan itu sirna ketika mereka melihatNya dibunuh dengan keji di atas kayu salib. Mereka kecewa dan memilih kembali ke kampung halaman Emaus dan menjadikan Yesus sekedar seorang figur yang pernah mereka kenal dan banggakan.

Dalam situasi penuh kekecewaan, merasa kehilangan bahkan mungkin marah dengan para
algojo, Kelofas dan temannya kembali ke Emaus sambil bercerita tentang pengalaman kebersamaan dengan Yesus. Pada saat itu Yesus hadir dan berbicara dengan  mereka. Ia bertanya: “Apa yang yang saudara persoalkan sambil berjalan ini sehingga sedih hati?” Kedua murid itu heran dan Kleofas bertanya kepada Yesus: “Apakah saudara satu-satunya orang pendatang di Yerusalem yang tidak tahu apa yang terjadi di sana akhir-akhir ini?” Yesus bertanya: “Kejadian apa?” Maka mereka mulai membuka diri dan berbicara tentang Yesus: “Yesus orang Nazaret. Dia seorang nabi, yang berkuasa dengan perkataan dan perbuatan di hadapan Allah dan seluruh rakyat. Para imam kepala dan pemimpin kami telah menyerahkan Dia untuk dihukum mati di atas kayu salib. Padahal kami berharap bahwa Ia akan menjadi Mesias bagi Israel. Namun setelah tiga hari ada berita bahwa Ia sudah hidup, hanya saudara-saudara kami belum melihatNya”.

Mendengar semuanya ini, Yesus yang belum mereka kenal ini dengan keras mengatakan: “Saudara-saudara belum juga mengerti, lagi pula lamban hati, sehingga tidak percaya akan semua Sabda nabi-nabi. Bukankah Almasih harus menderita semuanya untuk mencapai kemuliaanNya?” Yesus lalu menerangkan Kitab Suci tentang diriNya mulai dari Kitab Taurat sampai dengan Kitab para nabi. Mendekat Emaus, hari sudah senja. Yesus pura-pura berjalan terus tetapi kedua murid ini memaksa Dia untuk tinggal bersama mereka karena hari sudah senja. Ketika makan bersama, Yesus mengambil roti dan mengucap doa syukur.
Ketika membagi roti-roti itu, terbukalah mata mereka dan mengenalNya. Saat itu Yesus yang sudah bangkit mulia hilang. Hati mereka berkobar-kobar maka mereka memutuskan untuk kembali ke Yerusalem. Disana mereka mewartakan pengalaman iman mereka.

Kisah pengalaman dua murid dalam perjalanan menuju ke Emaus mengundang kita pada hari raya paskah ini untuk dua hal yang istimewa:

Pertama, Kita semua disadarkan untuk memahami Ekaristi. Ekaristi kita terdiri atas dua bagian penting yaitu Liturgi Sabda dan Liturgi Ekaristi. Kita semua memiliki beraneka pergumulan, datang ke Gereja untuk berjumpa dengan Yesus. Ia senantiasa mengajak kita: “Datanglah padaKu kalian yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberikan kelegaan kepadamu” (Mat  11:28). Kita datang kepadaNya dan Ia meneguhkan kita dengan SabdaNya. Pernahkah anda menyadari bahwa setiap sabda Tuhan itu membuat hati kita berkobar-kobar? Liturgi sabda membantu kita untuk mengenal Yesus lebih dalam dan mengimani serta mencintaiNya. Bagian kedua adalah bagian liturgi Ekaristi. Yesus memberi diriNya, tubuh dan darahNya dalam rupa roti untuk kita sambut. Dengan menyambut tubuh dan darahNya kita siap menjadi utusan untuk mengatakan bahwa Yesus sungguh-sungguh bangkit

Kedua, pengalaman Emaus merupakan pengalaman parenting  bagi para orang tua. Salah satu hal yang sangat sulit saat ini adalah kesempatan bagi para orang tua untuk menjadi pembina bagi anak-anak dan kaum muda. Sulit untuk memiliki kesempatan mendampingi anak-anak untuk mengenal diriNya, sesama dan Tuhan. Sulit hadir, berbicara dari hati ke hati dan membuat hati anak-anak berkobar-kobar, penuh dengan sukacita. Yesus menunjukkan teladan, tanpa membuat perhitungan, melakukan perjalanan 11 kilo meter sambil berbicara dengan kedua muridNya. Andaikan para orang tua memiliki waktu yang cukup untuk mendampingi anak-anak dan kaum muda maka dunia kita akan berubah menjadi indah.

Sabda Tuhan hari ini menghadirkan Yesus yang mulia, hadir nyata dalam Ekaristi dan mendampingi perjalanan hidup kita. Mari kita belajar dari Yesus untuk menyerupaiNya, menjadi pembina dan pendidik serta pendamping setia anak-anak dan kaum muda.

Doa: Tuhan, terima kasih atas penyertaanMu yang tiada berkesudahan bagi kami. Amen.

PJSDB

Homili Hari Raya Paskah Misa Pagi

Hari Raya Paskah
Kis 10:34a.37-43
1Kor 5:6b-8
Yoh 20:1-9

Yesus Harus bangkit dari antara orang mati

Ada dua orang bersahabat yang sama-sama mengakui dirinya sebagai orang katolik sejak dalam kandungan ibu. Pada suatu kesempatan mereka berdiskusi tentang Paskah. Sahabat pertama mengatakan  bahwa Yesus sangat mencintai dunia dalam hal ini manusia sehingga Ia berani wafat di kayu salib. Sahabat kedua menambahkan, Ia tidak hanya wafat di kayu salib tetapi Ia juga bangkit dari alam maut. Sahabat pertama mengangguk dan membuka mulut sambil berkata: “Bahwa Yesus bangkit atau tidak bangkit itu bukan urusanku karena saya juga tidak tahu. Saya juga tidak pernah tinggal bersamaNya dan tahu apakah Ia hidup atau mati.” Sahabat kedua berkata: “Saya memang tidak tahu juga tapi hati kecilku mengatakan bahwa Dia sudah bangkit karena kain kafan yang membungkus tubuhNya masih lengkap di dalam makamNya dan sangat teratur”. Setelah itu mereka saling memandang  dan memikirkan kembali semua komentar tentang Yesus yang bangkit dari alam maut. Sambil tersenyum mereka sama-sama berkata "Dia harus bangkit karena Dia Allah yang hidup".

Hari ini kita merayakan Hari raya paskah. Selama 40 hari masa puasa dan pantang permenungan kita diarahkan pada sikap hidup: makin beriman, makin bersaudara dan makin berbela rasa. Aksi Puasa Pembangunan ini sebenarnya menjadi sarana yang bagus untuk mendekatkan kita dengan Tuhan Yesus. Dalam arti apa mendekatkan dengan Yesus? Yesus sangat mencintai kita sehingga Ia rela mengutus Yesus Kristus PuteraNya untuk menebus kita. Bagaimana Ia dapat menebus kita? Ia mengurbankan diriNya dan selalu kita kenang dalam Ekaristi sebagai paskah harian dan mingguan (hari Kamis Putih). Dia rela memikul salib dan wafat tidak berbusana, miskin dan taat kepada kehendak Bapa di Surga (Jumat Agung). Dia menjadi cahaya dunia, memanggil kita untuk terus menerus membaharui diri sebagai orang yang dibaptis (Malam Paskah). Maka pada hari raya paskah ini kita mulai mengenal Yesus yang sudah bangkit dan menampakan diriNya kepada semua orang.

Penginjil Yohanes hari ini melaporkan keadaan komunitas para Rasul. Para rasul saat itu masih kecewa karena peristiwa kegagalan salib. Mereka putusa asa, ragu-ragu dan seakan tidak percaya lagi  pada Yesus. Lebih lagi ketika melihat makam kosong. Bukti-bukti autentik dalam Kitab Suci dan tradisi Gereja yang pernah mereka dengar disepelehkan begitu saja. Memang ini hal yang sangat manusiawi dan patut diterima sebagai bagian dari pengalaman Gereja perdana.

Dikisahkan oleh Yohanes bahwa pada hari pertama Minggu itu, pagi-pagi benar ketika hari
masih gelap, pergilah Maria Magdalena ke kubur Yesus dan ia melihat bahwa batu telah diambil orang dari kubur. Laporan Yohanes ini tidak boleh kita sepelehkan: “Hari Minggu, masih pagi dan gelap”. Maria Magdalena memang mencintai Yesus tetapi pada level yang masih sangat manusiawi. Oleh karena itu ia berjalan juga dalam kegelapan dengan maksud melihat Yesus yang Ia banggakan itu. Ternyata harapannya pudar karena makamNya kosong. Pengalaman pribadinya dengan segala kekuatiran membuat dia tidak lama-lama tetapi langsung kembali komunitas dan menyampaikan pengalamannya ini kepada Petrus dan Yohanes (murid kesayangan). Petrus dan Yohanes berlari ke kubur, Yohanes lebih cepat berlari tetapi tidak masuk ke dalam kubur,Petrus tiba, masuk ke dalam kubur dan melihat kain kafan terletak di tanah, kain peluh agak ke samping dalam posisi tergulung. Murid kesayangan Yesus masuk dan percaya. Petrus dan Yohanes menyaksikan makam Yesus kosong. Apa artinya pengalaman rohani ini? Artinya Yesus sudah bangkit. Tidak mungkin jenazahNya dipindahkan. Kain kafan dan kain peluh saja masih ada di dalam kubur dan teratur. Kalau dipindahkan pasti tidak ada lagi kain kafan dan kain peluh.

Pengalaman kedua murid ini memang menarik perhatian kita. Secara eklesiologis, figur
Petrus dan Yohanes sangat kuat. Petrus adalah figur kepemimpinan atau Hirarki. Figur Yohanes adalah karismatis. Maka gerak tubuh mereka menandakan: Yohanes sebagai figur karismatis lebih cepat karena gerakan Roh Kudus di dalamnya. Yohanes mungkin sudah percaya bahwa Yesus pasti bangkit dari antara orang mati. Tetapi supaya kharisma itu bisa di akui Gereja maka butuh pengakuan hirarki atau pemimpin Gereja. Dengan demikian ia “melihat dan percaya” . Petrus adalah figur hirarki, bijaksana maka gerakan fisik lebih lambat tetapi ia harus masuk ke dalam kubur sehingga dapat berani bersaksi. Figur karismatis dan hirarki bertemu di dalam kubur dan percaya. Ia harus bangkit dari antara orang mati. Hal lain yang kiranya tidak perlu kita sepelehkan adalah Maria Magdalena yang mewakili umat atau gereja menyampaikan hirarki untuk memberi kesaksian tentang iman dalam hal ini kebangkitan Kristus.

Jalan pikiran Yohanes sebagai figur karismatis di depan kubur Yesus. Ia melihat dan percaya. Tentu saja Yohanes menyimpulkan bahwa Yesus sudah bangkit dengan demikian dia percaya.Gereja juga kiranya mengalami pengalaman Yohanes dan Petrus. Petrus menurut Injil Lukas masih merasa heran ketika melihat makam kosong, dan memikirkan apa yang terjadi.

Selanjutnya apakah Petrus dan Yohanes behenti di sini? Lukas dalam Kisah Para Rasul menggambarkan bagaimana Petrus dengan berani menceritakan kisah perjalanan Yesus. Puncak perutusan Yesus adalah dalam mewujudkan Misteri Paskah. Itu sebabnya di depan Kornelius, Petrus berani berkata tentang kehidupan Yesus secara singkat mulai dari kehidupan misioner Yohanes Pembaptis yang menyiapkan jalan bagi Yesus Kristus. Yesus orang Nazareth menurut Petrus, telah diurapi dengan Roh Kudus dengan kuat kuasa. Yesus juga berkeliling dan berbuat baik. Ia telah di bunuh dengan cara digantung di salib, tetapi Allah telah membangkitkanNya pada hari ketiga.  Yesus yang bangkit juga menampakkan diriNya. Barang siapa percaya kepadaNya akan mengalami pengampunan dosa.  Tentang kesaksian, Petrus berkata kepada Kornelius: “Kami telah makan dan minum bersama dengan Dia setelah Ia bangkit dari antara orang mati”.

Apa dampak kebangkitan Kristus bagi kita? Paulus dalam bacaan kedua mengingatkan umat di Korintus dan juga kita semua untuk membuang ragi yang lama supaya menjadi adonan yang baru. Mengapa? Karena Kristus anak domba paskah sudah di sembeli. Maka kita perlu bersukacita dalam kemurnian dan kebenaran. Kebangkitan Kristus hendaknya membawa dampak, perubahan hidup yang radikal, yakni melepaskan hidup lama dan mengenakan hidup baru. Itulah kesempurnaan atau kekudusan.

Sabda Tuhan pada hari raya paskah ini mengajak kita untuk memiliki iman yang besar kepada Yesus. Dia telah wafat dan bangkit dari alam maut satu kali untuk selama-lamanya. Sebagai orang beriman tugas kita adalah memberi kesaksian bahwa Yesus telah bangkit dari alam maut.  Supaya kesaksian itu tepat sasaran maka kita perlu berubah, meninggalkan hidup lama dan mengenakan hidup baru dalam kemurnian dan kebenaran. Yesus adalah jalan, kebenaran dan hidup (Yoh 14:6). Dialah kebenaran yang memerdekakan kita (Yoh 8:32). Sungguh, “Berbahagialah orang yang murni hatiNya karena mereka akan melihat Allah” (Mat 5:8).

Doa: Tuhan, semoga saya juga mampu meninggalkan hidup lama dan mengenakan hidup baru yang Engkau limpahkan hari ini Amen

PJSDB

Pencerahan Paskah


Berdosakah mengucapkan Happy Easter?

Hari-hari terakhir ini saya dikagetkan dengan  pesan singkat larangan untuk menulis “Happy Easter” kepada sesama karena kata Easter berasal dari kata Isthar sebagai perayaan kebangkitan dewa Tamus dan merupakan budaya orang kafir. Lalu mulailah penjelasan “mengada-ada” tentang dewa Tamus. Memang mengherankan juga yah karena yang mewartakan hal seperti ini biasanya orang jenius tetapi bisa keliru juga.

Banyak pakar sepakat untuk mengatakan bahwa kata easter  itu berasal dari nama dewi orang kafir. Rujukannya adalah pada nama dewi Isthar, seorang dewi terkenal bangsa Akadia dan Sumeria. Mereka menganggapnya sebagai dewi kasih sayang, dewi perang dan dewi kesuburan. Ada juga yang merujuk pada dewi  Eastre atau Astarte dari Mesopotamia. Dewi ini juga dipuja sebagai dewi kesuburan. Orang-orang Yunani menerima dan menyebut dewi ini dengan nama Aphrodite atau Artemis. Ada juga orang yang mengacu pada kata Eostur yang berarti musim semi sebagai musim kebangkitan atau pertumbuhan. Memang nama ini tidak pernah digunakan di dalam Kitab Suci dan tidak ada sangkut pautnya dengan kebangkitan Yesus Kristus. Oleh karena itu banyak orang lebih suka menggunakan kata “Resurrection Sunday” atau hari Minggu Kebangkitan dari pada “Easter” atau “Paskah” yang merujuk pada perayaan tahunan kebangkitan Kristus dalam liturgi.

Banyak buku referensi sepakat mengatakan bahwa kata Easter berasal dari nama Eastre
atau Astarte nama dewi kesuburan Bangsa Mespotamia. Nama asli Astarte kalau ditelusuri mungkin berawal dari saat orang-orang membangun menara Babel atau setelah musibah air bah. Ketika Tuhan melihat bahwa kejahatan manusia semakin bertambah, kecenderungan hatinya membuahkan kejahatan maka Tuhan menyesal” (Kej 6:5-6). Namun Tuhan masih memberi kesempatan hidup bagi manusia yang diwakili oleh keluarga Nuh di dalam bahteranya. Setelah musibah air bah, muncullah nama Nimrod (Kej 10:6-10) yang melawan Allah. Nimrod adalah seorang tirani yang mendirikan kota-kota yang megah seperti: Babel, Asyur, Niniwe dan Kalah (Kej 6:10-12).

Ketika Nimrod meninggal dunia, figurnya di dalam agama Babilonia masih tetap dipertahankan. Istrinya ratu Semiramis menganggap Nimrod sebagai seorang dewa yakni dewa matahari. Dia kemudian hari akan dikenal dengan nama Baal sebagai dewa pemberi hidup, dewa api, Baalim, Bel, Molech. Ratu Semiramis kemudian melahirkan seorang anak bernama Tammuz sebagai penjelmaan atau reinkarnasi dari Nimrod. Semiramis mengklaim bahwa ia mengandung anak  ini dengan kuasa ilahi (tanpa ayah manusiawi) dan bahwa dialah anak yang dijanjikan dewa. Nimrod sendiri didewakan sebagai dewa matahari dan pencipta, sedangkan Semiramis sebagai dewi kesuburan, bulan. Tammuz disembah pada musim semi. Ia kemudian dibunuh oleh boar dan pergi ke bawah bumi.

Dengan kisah singkat ini dapatlah dilihat bahwa figur Nimrod dan Semiramis juga Tammuz menjadi penting dalam dunia orang kafir. Ketika orang meninggalkan Babel, mereka menggunakan bahasa-bahasa tertentu untuk mengatakan tentang Nimrod dan Semiramis. Ada yang mengatakan ibunda dewi “Ishtar” (diucapkan Easter). Di tempat-tempat lain diucapkan Eostre, Eastre, Astarte, Ostera, dan Eastre. Nama lain untuk Semiramis adalah istri Baal, Ashtaroth, Ashtoreth dan ratu langit. Dia bahkan dianggap sebagai penghubung para dewa dan manusia. Nah inilah yang dipakai orang untuk mengatakan bahwa kata Easter tidak Kristiani. Semiramis yang dianggap Isthar adalah musuh kristianitas dan Tammuz adalah anti kristus, mesias palsu.

Nah, kata Easter ini masuk dalam bahasa-bahasa Eropa seperti bahasa Inggris di mana mereka menggunakan kata Easter. Dalam bahasa Jerman kuno mereka  menggunakan kata Eastur. Daerah-daerah yang menggunakan bahasa Latin dan neo Latin memakai kata: Pascha (Latin dan Yunani); Pesach (Ibrani), Pasqua (bahasa Italia), Pascua (Spanyol), Paschen (Belanda). Kalau kita kembali ke dalam bahasa Jermannya, kata Ostern itu terdiri atas dua kata: Ost artinya Timur sebagai tempat terbitnya matahari atau dari bahasa Mesopotamia artinya pertama. Kata ini digabung dengan kata stehen artinya bangkit, berdiri. Maka terjadilah bentukan kata baru: ostehen atau auferstehen artinya kebangkitan. Maka boleh jadi kata easter (inggris) sama dengan kata ostern dalam bahasa Jerman.

Dengan berpatok pada aspek etimologis ini kita melihat bahwa sebenarnya tidak ada hubungan antara penyembahan kuno bagi para dewi bangsa Akadia dan Sumeria yaitu dewi Isthar atau dewi Eostre di Mesopotamia. Ketika mengucapakan Happy Easter,  pikiran orang-orang zaman ini sudah tepat karena berhubungan dengan kebangkitan Kristus. Dia adalah terang, matahari yang terbit di Timur atau Fajar baru bagi kehidupan manusia. Haruslah diingat bahwa Gereja sendiri berinkulturasi dengan mengambil khasana budaya tertentu untuk menjadi sarana memuji Tuhan Allah yang benar. Sebagai contoh bangunan gereja dan altarnya sebenarnya tidak murni milik gereja. Gereja sebagai bangunan, pada mulanya adalah kuil atau tempat pemujaan kuno bagi dewa-dewi. Tetapi  orang-orang kristiani saat itu mengubahnya menjadi tempat untuk berdoa dan menyembah Tuhan yang benar. Di dalam Gereja katolik, gereja baru selalu diberkati atau ditahbiskan oleh Uskup.

Pertanyaannya adalah apakah di dalam Kitab suci terdapat kata Easter? Kata Easter sendiri tidak terdapat di dalam Kitab Suci. Hanya ada terjemahan dalam bahasa Inggris yang menggunakan kata Easter yaitu dalam Kis 12:4: “Setelah Petrus ditangkap, Herodes menyuruh memenjarakannya di bawah penjagaan empat regu, masing-masing terdiri dari empat prajurit. Maksudnya adalah sehabis PASKAH ia menghadapkannya kepada orang banyak”. Kemungkinan ini adalah Alkitab terjemahan seorang pakar protestan Wiliam Tyndale  (1494-1536). Kata asli yang dipakai dari bahasa Yunani adalah Pascha atau dalam bahasa Yahudi (Pesach) yang berarti “passover” atau paskah. Dalam Kitab Perjanjian Lama kita menemukan kata Paskah dalam Imamat 23:5; Kel 12:11 dst; Bilangan 9:2 dst; Ulangan 16:1 dst; 2 Raja-raja 23:21 dst).

Dalam penggunaannya yang sudah sangat populer untuk kata Happy Easter ini, kita “tidak
perlu terlalu merasa berdosa” untuk menggunakan istilah ini. Mengapa? Karena dengan menyebut kata Easter, tidak banyak orang yang mengerti tentang dewa-dewi bangsa Sumeria dan Babilonia, tetapi pikiran orang selalu terarah pada Tuhan Yesus yang bangkit dengan mulia. Dia dipandang sebagai “matahari baru”, “Pribadi Pertama dan Utama” yang memberi kehidupan kekal kepada umat manusia. Pada zaman ini orang juga menggunakan simbol-simbol yang menghibur seperti telur paskah, kelinci paskah yang sebenarnya juga merupakan warisan kau kafir milik orang-orang Babilonia.

PJSDB

Renungan 27 April 2013


Hari Sabtu, Pekan IV Paskah
Kis 13:44-52
Mzm 98:1.2-3ab.3cd-4
Yoh 14:7-14

Tunjukanlah Bapa kepada kami

Philipus. Rasul yang satu ini berasal dari Betsaida, sekampung halaman dengan Petrus dan Andreas (Yoh 1:44). Kemungkinan besar Philipus sudah bersahabat dengan anak-anak Yunus yakni Petrus dan Andreas dan juga anak-anak Zebedeus yaitu Yakobus dan Yohanes. Hal ini berhubungan dengan cara ia meminta kepada Yesus tentang Bapa. Mereka juga sama-sama memiliki harapan akan pribadi seorang Mesias. Ada relasi yang akrab antara Philipus dan Andreas (Yoh 6:5-9;12:20-23). Dalam Injil-Injil Sinoptik, nama Philipus tidak banyak dikenal, selain merupakan salah seorang rasul Yesus. Sebagai rasul, namanya pun tidak setenar Petrus, Yohanes dan Yakobus. Nama Philipus berarti “pencinta kuda-kuda” dalam arti orang yang menunggang kuda untuk berperang.

Penginjil Yohanes hari ini melaporkan keadaan iman Philipus. Ketika Yesus dalam
wejangan perpisahanNya berkata: “Sekiranya kamu mengenal Aku, pasti kamu juga mengenal BapaKu. Sekarang ini kamu mengenal Dia dan kamu telah melihat Dia”. Kata-kata Yesus ini untuk mendukung perkataanNya sebelumnya bahwa di rumah Bapa banyak tempat tinggal. Dan Yesus juga berkata: “Akulah Jalan, kebenaran dan Hidup”. Yesus tahu bahwa perkataanNya ini tentu akan menimbulkan perbantahan tertentu. Philipus bereaksi: “Tuhan tunjukkanlah Bapa itu kepada kami dan itu sudah cukup”. Philipus memang pintar sehingga ia mempertanyakan satu hal penting pada Yesus. Yesus berkata: “Telah sekian lama, Aku bersama-sama kamu, Filipus, namun Engkau tidak mengenal Aku? Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa”

Tinggal bersama Yesus ternyata belum menjadi jaminan mutlak bahwa para murid mengenal identitas Yesus. Masih ada keragu-raguan di dalam diri para rasulNya. Para rasul harus memiliki iman yang kuat dan teguh hanya kepada Yesus. Untuk itu Yesus berkata: “Percayalah padaKu, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku. Percayalah kepada semua pekerjaan”. Konsekuensi dari percaya kepada Yesus: “Jika kamu meminta sesuatu kepadaKu dalam namaKu, Aku akan melakukannya”

Bacaan Injil hari ini mau mengatakan kepada kita semua bahwa sesuai dengan kehendak Yesus Kristus kita semua harus percaya kepadaNya karena Yesus sendiri menampakan wajah Allah Bapa kepada kita semua. Yesus adalah satu-satunya Tuhan dan Penebus kita. Dia menampakkan wajah Bapa kepada kita semua. Dengan demikian Ia memiliki  kemampuan untuk menerima  semua orang yang datang kepadaNya. 

Lukas dalam bacaan pertama mengisahkan lebih lanjut aktivitas pastoral Paulus dan Barnabas. Setelah Paulus menjelaskan misteri paskah kepada orang-orang tentang penolakan mereka terhadap Yesus, maka timbullah rasa benci di antara kalangan Yahudi sehingga mereka berusaha mengusir para rasul. Itu sebabnya Paulus berkata: “Memang kepada kamulah firman Allah harus diberitakan lebih dahulu! Tetapi kamu menolaknya dan menganggap dirimu tidak layak untuk beroleh hidup yang kekal. Dengan demikian kami berpaling kepada bangsa-bangsa lain” Ini sepertinya nada kesal karena para rasul mengalami kesulitan yakni tidak percaya pada Yesus dan segala pekerjaaNya.

Sabda Tuhan pada hari ini mengingatkan kita bahwa Yesus adalah segalanya. Dialah yang bersatu dengan Bapa dan mau menunjukkan wajah Bapa kepada kita. Pertanyaannya adalah apakah kita sungguh percaya kepadaNya.

Doa: Tuhan Bapa di dalam Surga bantulah kami supaya pada hari ini kami boleh menunjukkan wajahMu kepada sesama. Amen

PJSDB

Saturday, March 30, 2013

Homili Malam Paskah Tahun C

Malam Paskah tahun C
Rm 6:3-11
Mzm 118:1-2.16ab.17.22-23
Luk 24:1-12

Ia sudah bangkit!


Saudara dan saudari yang dikasihi Tuhan. Retret agung dengan tema berbela rasa mencapai puncaknya pada malam hari ini. Kita akan mengalami sekaligus merasakan Tuhan berbela rasa dengan manusia melalui Pengorbanan Yesus Kristus PuteraNya. Pada malam hari ini, sesuai dengan tradisi Gereja, kita memasuki malam paskah atau malam vigili (malam berjaga-jaga) bagi Tuhan (Kel 12:42). Penginjil Lukas menasihati supaya kita siap dan berjaga-jaga dengan pelita yang bernyala untuk menantikan kedatangan Tuhan (Luk 12:35-37). Apabila Ia datang dan  kita siap sambil berjaga maka Ia juga akan mengundang kita untuk duduk dan makan bersama pada satu meja perjamuan.

Apa yang unik dalam perayaan malam paskah? Pada malam berjaga-jaga (vigilia) ini diadakan beberapa upacara penting yakni: 

Pertama, upacara cahaya. Upacara ini ditandai dengan memasang semua ornamen lilin paskah dan menyalahkannya pada api yang baru, mengaraknya ke depan altar sambil menyanyikan “Terang Kristus” dan ditutup dengan madah pujian paskah. Upacara pertama ini sangat penting karena menjadi simbol Kristus sebagai terang yang mengalahkan segala kegelapan, maut sebagai simbol kegelapan dikalahkanNya. 

Kedua, Liturgi Sabda. Di sini disiapkan tujuh bacaan dari Kitab Perjanjian Lama yang mengisahkan sejarah keselamatan. Manusia jatuh dalam dosa tetapi Tuhan membimbingNya pada jalan keselamatan. Figur Mesias dalam diri Yesus Kristus juga tercermin dalam setiap bacaan. Bacaan-bacaan Perjanjian Lama dijembatani oleh Epistola dari Surat Paulus kepada umat di Roma dengan bacaan Injil tentang kebangkitan Kristus. Bagian ini penting karena berisi kisah-kisah ajaib yang dilakukan Tuhan bagi umatNya sejak dunia di jadikan sambil mengorientasikan manusia untuk menerima penebusan yang berlimpah dalam diri Yesus Kristus PuteraNya. Sebagai Gereja, umat Allah juga disadarkan tentang sakramen Pembaptisan sehingga dapat mengimani Yesus yang bangkit dari alam maut.  

Ketiga, Sakramen Pembaptisan. Pada malam paskah ini, sikap berjaga-jaga dapat diwujudkan juga dengan pembaptisan bagi para calon baptis atau pembaharuan janji baptis bagi mereka yang sudah dibaptis. 

Keempat, Komuni kudus. Ini adalah perjamuan kekal untuk mengenang: “Wafat Kristus kita maklumkan, kebangkitanNya kita muliakan, kedatanganNya kita rindukan”. Inilah misteri iman kita.


Seorang sahabat pernah bertanya kepadaku: "Apakah Yesus benar-benar wafat? Apakah Dia benar-benar bangkit?" Yesus memang benar-benar wafat di kayu salib. TubuhNya juga dikuburkan. Sumber-sumber Alkitabiah dan tradisi gereja memberi kesaksian. Penginjil Yohanes memberi kesaksian bahwa para tentara memastikan bahwa Yesus sudah wafat, mereka menusuk lambungnya dengan tombak sehingga keluarlah darah dan air. Dua penjahat yang disalibkan bersama Yesus dipatahkan kakinya oleh para tentara (Yoh 19:33 dst). 

Pertanyaan selanjutnya adalah apakah ada bukti-bukti bahwa Yesus sungguh bangkit? Memang tidak ada bukti ilmiah tentang kebangkitan Yesus namun kesaksian kolektif dengan tegas mengatakan bahwa Yesus sungguh-sungguh bangkit. Kesaksian tertulis yang paling tua adalah tulisan Paulus kepada jemaat di Korintus (15:3-6). Surat ini ditulis 20 tahun setelah Yesus wafat. Ada tradisi yang nantinya hidup dalam komunitas Kristen berdasarkan pengalaman pribadi Paulus. Perempuan-perempuan sebenarnya tidak memiliki hak untuk memberi kesaksian, tetapi justru merekalah yang pertama menyaksikan Yesus yang bangkit. Para murid mengalami penampakan Yesus yang bangkit, dan butuh proses supaya mereka sungguh-sungguh percaya. Memang Yohanes “melihat dan percaya” (Yoh 20:8) namun tidak mudah bagi para murid yang lainnya.

Bacaan-bacaan suci pada hari ini mengundang kita untuk lebih fokus lagi pada Yesus. Ia sudah wafat tetapi Ia sendiri pernah berjanji bahwa Ia akan bangkit dari alam maut. Penginjil Lukas memberi kesaksian ini: “Pagi-pagi benar, pada hari pertama dalam pekan, para wanita pergi ke kubur dengan membawa rempah-rempah yang telah mereka sediakan.” Penginjil Lukas menggunakan bahasa simbolis: “Pagi-pagi benar” tentu suasananya masih gelap. Ini menjadi simbol kegelapan manusiawi kita namun ada kerinduan untuk berjumpa dengan Yesus sebagai terang. Mereka membawa rempah-rempah karena mereka masih terpesona dengan Yesus sebagai manusia. Ia pantas diberi rempah-rempah supaya tubuhNya awet, padahal Ia sudah mengatakan tentang kebangkitanNya tetapi mereka belum mengerti. Roh Kudus yang dijanjikan belum diterima.

Para wanita ini bingung karena mereka hanya melihat makam kosong. Para wanita masih terpesona dengan Yesus sebelum masuk dalam misteri paskahNya. Perjalanan iman
mereka baru mulai bertumbuh untuk melihat Yesus sungguh-sungguh sebagai Tuhan. Mereka memang bingung karena iman mereka masih kecil, baru bertumbuh. Itu sebabnya mereka dicerahi oleh dua malaikat dalam rupa dua pemuda: “Mengapa kamu mencari yang hidup di antara orang mati? Dia tidak ada di sini, Dia sudah bangkit. Ingatlah akan perkataan, yang telah disampaikanNya kepadaMu: Putra Manusia harus diserahkan ke tangan orang berdosa, disalibkan dan bangkit pada hari ketiga”

Bagaimana reaksi para rasul yang semuanya kaum pria? Mereka tidak percaya ketika para wanita yakni: Maria Magdalena, Yohana dan Maria bunda Yakobus menyampaikan berita kebangkitan Yesus. Mengapa mereka tidak percaya? Karena Roh Kudus yang dijanjikan Allah mereka belum menerimanya. Petrus ketika pergi ke kubur juga menemukan makam kosong, dan yang ada padanya hanya rasa heran dengan makam Yesus yang kosong.

Kisah Injil ini memang menarik perhatian kita. Para murid dan para wanita yang melayani komunitas, setiap hari ada bersama Yesus. Sebelumnya Yesus juga sudah berkali-kali menjelaskan paskahNya tetapi mereka tidak mendengar. Mereka masih berada dalam bayang kegelapan dan euforia bersama Yesus yang hebat dalam karya dan Sabda sebelumnya. Tetapi saat ini adalah saat yang tepat di mana mereka harus membuktikan diri sebagai orang percaya.

Pengalaman makam kosong sering terjadi dalam kehidupan gereja. Orang berada di zona nyaman ketika ada kesadaran bahwa dirinya dibaptis. Tetapi ketika ada penganiayaan, penderitaan maka makam kosong menguasainya. Apa yang harus kita sadari sebagai pengikut Kristus? Paulus dalam Epistola mengajak kita untuk percaya secara radikal bahwa Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati, dan tidak akan mati lagi! Hal ini harus disadari oleh orang yang dibaptis. Paulus menulis: “Saudara-saudara kita semua sudah dibaptis dalam Kristus, telah dibaptis oleh kematianNya. Kita juga dikuburkan bersama Dia oleh pembaptisan kematian. Karena kebangkitan Kristus maka kita juga akan hidup dalam hidup baru”. 

Dengan sakramen permbaptisan kita memiliki sebuah kesadaran bahwa kita mati bersama Kristus dan bangkit juga bersamaNya. Hidup lama diubah menjadi hidup baru di dalam Kristus karena Ia juga tidak mati lagi. Sakramen pembaptisan mempersatukan kita dengan Kristus, menyaturagakan kita dalam wafatNya di salib sehingga membebaskan kita dari kuasa dosa dan membuat kita bangkit dengan Dia untuk hidup tanpa akhir. Allah memang menghendaki semua orang untuk diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran (1Tim 2:4). Di dalam baptisan kita menjadi anggota Tubuh Kristus, saudari dan saudara Sang Penebus dan putra-putri Allah. Kita dibebaskan dari dosa, direbut dari kematian dan hidup dalam kemuliaan kekal bersama Yesus.

Sabda Tuhan pada malam Paskah ini sangat menguatkan kita untuk semakin percaya pada Tuhan yang menebus kita melalui Yesus Kristus, terang dunia. Ia yang dijanjikan Tuhan  Allah dalam sejarah keselamatan mulai dari Kitab Taurat, Para Nabi dan Kitab Mazmur, sungguh sempurna. Janji Tuhan sempurna dan digenapi dalam diri Yesus Kristus. Mari kita juga menyadari sakramen pembaptisan sebagai saat kita dikuduskan untuk layak tinggal bersama Tuhan. Selamat Pesta Paskah saudara dan saudariku.

Doa: Tuhan, malam ini kami berjaga-jaga dan merindukan kebangkitanMu. Semoga Engkau juga bangkit dalam diri kami untuk menjadi sempurna sesuai kehendakMu. Amen

PJSDB

Friday, March 29, 2013

Homili Jumat Agung

Hari Jumat Agung
Yes 52:13-53:13
Mzm: 31: 2.6.12-13.15-16.17.25
Ibr: 4:14-16; 5:7-9
Yoh 18:1-19:42

"Sudah Selesai"

Saudara dan saudari yang dikasihi Tuhan. "Lihatlah kayu salib!" Ini sebuah ajakan yang hari ini menjadi pusat permenungan kita. Kita memandang salib, tempat di mana tubuh Yesus Kristus di salibkan. Dari salib mengalir darah dan air, tanda kasih yang tuntas dari Yesus buat kita semua. Gereja mengenang aliran darah yang mulia Yesus Kristus dan air yang keluar dari lambungnya sebagai simbol sakramen-sakramen di dalam Gereja. Dengan memandang Kristus tersalib kita mengalami penebusan berlimpah dari Tuhan.

Santo Petrus dalam suratnya menulis: “Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Yesus Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tidak bernoda dan tidak bercacat” (1Ptr 1:18-19). Mengapa Tuhan melakukan semua ini di dalam diri Yesus Kristus? Satu jawaban pasti adalah karena kasih kepada manusia: “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga telah mengaruniakan anakNya yang tunggal supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup kekal” (Yoh 3:16). 

Beberapa hari yang lalu ada seorang yang bertanya kepadaku, “Romo, mengapa Yesus
harus menebus kita di kayu salib? Apakah tidak ada cara lain lagi?” Sesuai dengan situasi zaman, pada zaman Yesus, menyalibkan orang selalu terjadi kalau orang itu menghujat Allah atau melakukan kejahatan-kejahatan seperti memberontak melawan kekuasaan yang ada. Di dalam Katekismus Gereja Katolik dikatakan bahwa Salib sendiri adalah tempat hukuman paling hina dan mengerikan. Kristus, Penebus kita, meskipun tidak berdosa memilih salib untuk menanggung kesalahan dunia dan merasakan kesakitan dunia. Dengan memikul salib maka Yesus membawa dunia kembali kepada Allah dengan kasih yang sempurna (KGK 613-617; 622-623). Memang tidak ada cara yang lebih radikal bagi Allah untuk menyatakan kasihNya selain membiarkan diriNya dalam pribadi PutraNya dipaku di kayu salib. Penyaliban merupakan hukuman yang paling memalukan dan mengerikan namun Allah sendiri mau masuk ke dalam hukuman terkejam yang pernah dibuat oleh manusia.

Ibu Theresia dari Kalkuta pernah berkata: “Ketika kita memandang kayu salib, kita memahami keagungan kasihNya. Ketika kita melihat palungan, kita memahami kelembutan kasihNya bagimu dan bagiku, bagi keluargamu dan setiap keluarga”. Jauh sebelumnya St Bernardus dari Clairvaux berkata: “Bukan kematian yang menggembirakan Allah Bapa, tetapi terlebih Kristus dengan bebas memilih kematian, yang melalui kematianNya Dia menghapuskan kematian, memungkinkan terjadinya keselamatan, dan mengembalikan kekudusan, yang menang atas setan dan kekuasaannya, merampas kematian dan memperkaya surga, yang memulihkan perdamaian di surga dan di bumi dan menyatukan segala sesuatu.”

Yesus tersalib, Yesus menderita bagi kita. Dalam bacaan pertama dari kitab nabi Yesaya
tentang Hamba Tuhan yang menderita, mengilustrasikan seluruh kehidupan Yesus terutama drama penyalibanNya. Tuhan melalui Yesaya berkata: “Sesunguhnya, hambaKu akan berhasil, ia akan ditinggikan, disanjung dan dimuliakan. Meskipun tidak bersalah tetapi Ia memilih menjadi Hamba yang menderita. Banyak orang akan tertegun melihat dia begitu buruk rupanya, bukan seperti manusia lagi, dan tampaknya bukan seperti anak manusia lagi” (Yes 52:13-14). Kematian Hamba Tuhan yang menderita demi pengampunan dosa. Ini adalah pilihan bebasNya untuk mengasihi manusia.

Yesus melakukan pilihan bebasNya untuk mengasihi sampai tuntas dengan bertindak sebagai imam agung. Penulis kepada umat Ibrani dalam bacaan kedua menulis: ”Kita sekarang mempunyai Imam Besar Agung, yang telah melintasi semua langit, yaitu Yesus Anak Allah, baiklah kita berteguh dalam pengakuan iman kita. Imam besar kita dicobai, hanya tidak berbuat dosa” (Ibr 4:14-15). Kita juga diajak untuk berani mendekatkan diri kepadaNya untuk mendapatkan pertolongan pada waktunya. Yesus Kristus sebagai imam Agung juga menunjukkan ketaatanNya dengan menderita. Ia juga menyelamatkan semua orang yang taat kepadaNya. 

Yesus sebagai Imam Agung tidak mempersembahkan hewan sebagai korban. Ia justru mempersembahkan diriNya satu kali untuk selama-lamanya. Dengan mengikuti Kisah sengsaraNya kita merasakan pengurbanan Yesus. Satu kata yang menarik dari kisah sengsara Yesus Kristus adalah “Sudah selesai” (Yoh 19:30) sebelum Dia menundukkan kepala dan menyerahkan diriNya kepada Bapa di Surga. Dalam bahasa Yunani: "tetelestai". Dalam sebuah penggalian arkeologis di tanah suci ditemukan peninggalan-peninggalan para pemungut cukai. Ada setumpuk catatan dari para pemungut cukai dengan tulisan


tetelestai yang berarti sudah lunas. Kalau sudah lunas maka wajib pajak tidak perlu bayar lagi. Hal ini kiranya inspiratif untuk memahami kasih Yesus ketika Ia juga mengatakan “Sudah selesai”. Dosa-dosa sudah dilunasi oleh diriNya. Tidak ada utang piutang lagi. 

Apa konsekuensi penebusan berlimpah dari Yesus? Kalau Yesus memikul salib sebagai tanda kasih sampai tuntas dengan mengatakan “Sudah selesai” maka mari kita juga menunjukkan kasih kita sampai tuntas bagi Tuhan dan sesama. Mari kita berani mengampuni supaya kita juga diampuni. Saya tutup homili har ini dengan sebuah kutipan dari
Thomas A Kempis: “Jika engkau memanggul salibmu dengan sukacita maka salibmu akan memanggulmu”. 

Doa: Tuhan Yesus, terima kasih atas penebusanMu yang berlimpah bagiku. Amen

PJSDB

Thursday, March 28, 2013

Homili Hari Kamis Putih

Perjamuan Malam Terakhir
Kel 12: 1-8.11-14
Mzm 116:12-13.15-16bc.17-18
1Kor 11:23-26
Yoh 13:1-15

Ia senantiasa mengasihi!


Dalam kesempatan retret bersama sekelompok orang muda, saya amat terkesan dengan sebuah kegiatan tambahan yakni pembasuhan kaki. Pada kesempatan ini ada wakil tertentu: orang tua, kakak, adik, guru dan pastor. Anak-anak yang merasa pernah terluka mendatangi para wakil ini dan saling memaafkan. Secara simbolis mereka saling membasuh kaki. Ada rasa terharu ketika mendengar orang saling memaafkan dengan tulus, saling mengasihi  dan menerima seadanya. Keajaiban terjadi ketika orang saling mengasihi sampai tuntas.

Saya ingat sebuah keluarga yang pernah saya kunjungi. Hidup di rumah itu sepasang suami isteri, sudah lansia berumur sekitar 60 tahun. Beberapa tahun belakangan ini sang isteri terkena dimensia. Suaminya berusaha merawat isterinya di rumah. Namun kondisi isterinya semakin parah, sedangkan sang suami semakin tua. Sang suami tetap berjanji untuk merawat isterinya sepenuh hati. Ketika mengantar komuni kudus ke rumah saya memperhatikan rumahnya sangat bersih. Kamar di mana isterinya berbaring juga kelihatan begitu bersih dan teratur. Pakaian yang dikenakananya juga rapi. Suaminya mengatakan bahwa ia melakukan semua kegiatannya dari jam 6.00 layaknya seorang karyawan tetapi tidak digaji. Ia memasak, menyuapi, memandikan, dan menemani. Ia berkata: “Saya akan melayaninya sampai suatu hari kami meninggal dunia". Ini sebuah cinta kasih sampai tuntas. Nah, anda ingin melihat suatu keajaiban? Tanamkanlah kata-kata kasih secara mendalam di hati seseorang. Rawatilah dengan senyuman dan doa. Lalu perhatikanlah apa yang akan terjadi.

Pada malam ini kita mengenang Tuhan Yesus melakukan malam perjamuan terakhir bersama para muridNya. Penginjil Yohanes memberi kesaksian: “Sebelum Hari raya Paskah mulai, Yesus sudah tahu bahwa saatnya sudah tiba untuk beralih dari dunia ini kepada Bapa. Sebagaimana Ia mengasihi murid-muridNya, demikian sekarang Ia mengasihi mereka sampai saat terakhir”  (Yoh 13:1). Kesaksian Yohanes ini mau mengatakan bahwa Yesus sadar dan tahu mengasihi.  Ia sadar dan tahu bahwa Ia mengasihi para muridNya sampai tuntas dengan menyerahkan nyawaNya.  Hal ini kiranya tepat dengan apa yang kita baca pada bagian lain dari Injil Yohanes: “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan AnakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” (Yoh 3:16).

Yesus juga mengetahui bahwa Ia datang dari Allah dan akan kembali kepada Allah (Yoh 13:3). Maka wujud kasih yang Ia lakukan kepada para muridNya adalah membasuh kaki para muridNya. Sesuai dengan kebiasaan orang Romawi, yang  seharusnya membasuh kaki adalah hamba, tetapi kini Yesus menjadikan diriNya seorang hamba yang berlutut di hadapan manusia yang berdosa. Di antara mereka ada Yudas Iskariot yang akan mengkhianatiNya (Yoh 13:2) dan Petrus yang akan menyangkalNya tiga kali. Hal ini kiranya tepat dengan apa yang dikatakan Paulus: “Yesus Kristus walaupun dalam  rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diriNya sendiri, dengan mengambil rupa seorang hamba dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diriNya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib” (Flp 2:6-8).



Sambil membasuh kaki para muridNya, Petrus berdialog denganNya. Petrus menolak untuk dibasuh kakinya tetapi Yesus dengan tegas mengatakan: “Jika Aku tidak membasuh engkau, engkau tidak mendapat bagian dalam Aku” (Yoh 13:8). Petrus lalu meminta supaya jangan hanya kaki tetapi juga kepalanya dibasuh. Yesus berkata kepadanya, “Barangsiapa telah mandi, ia tidak usah membasuh diri lagi selain membasuh kakinya, karena ia sudah bersih seluruhnya. Kamu sudah bersih hanya tidak semuanya. (Yoh 13:10-11). Pada akhirnya Yesus mengingatkan ara muridNya: “Jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamu pun wajib saling membasuh kakimu” (Yoh 13:15).

Membasuh kaki adalah sebuah tanda kasih yang bukan hanya dikatakan tetapi dilakukan. Ini adalah teladan persaudaraan dan pelayanan. Itu sebabnya pada akhir perikop Injil kita, Yesus meminta para muridNya untuk saling membasuh kaki. Para murid saling mengasihi seperti Yesus mengasihi mereka. Kita juga saling mengasihi, saling melayani seperti Yesus sendiri melakukannya kepada kita masing-masing.

Pelayananan Yesus selalu dikenang dalam perayaan Ekaristi. Yesus menunjukkan cinta kasihNya sampai tuntas dengan menyerahkan diriNya dan selalu kita rayakan dalam sakramen Ekaristi. Paulus memberi kesaksian dalam bacaan kedua: “Saudara-saudara, apa yang telah kuteruskan kepadamu ini telah aku terima dari Tuhan” . Paulus mau mengatakan bahwa kesaksiannya itu betul-betul nyata tidak hanya sekedar sebuah kesaksian tetapi sungguh berasal dari Tuhan. Kesaksian Paulus ini dikenang turun temurun di dalam Gereja yakni: “Tuhan Yesus, pada malam Ia diserahkan, mengambil roti, mengucap syukur, memecah-mecahkan roti itu sambil berkata: “Inilah TubuhKu yang diserahkan bagimu, perbuatlah ini untuk mengenangkan Daku!”  Hal yang sama Ia lakukan dengan cawan yang berisi air anggur. Ia berkata: “Cawan ini adalah perjanjian baru yang dimeteraikan dalam
darahKu.Setiap kali kamu meminumnya, perbuatlah ini untuk mengenangkan Daku”. Kristus menyerahkan diriNya untuk keselamatan manusia. Setiap kali kita merayakan Ekaristi, kita mengenang Yesus dan pengorbananNya atau Yesus dan paskahNya. Paulus memahami Ekaristi sebagai sebuah paskah. Itu sebabnya setiap hari minggu adalah paskah mingguan.

Dalam bacaan pertama dari Kitab Keluaran kita diingatkan tentang Paskah yang dirayakan umat perjanjian lama. Mereka merayakan paskah dengan mengurbankan anak domba: jantan, tidak bercela dan berumur satu tahun. Dalam perkembangan selanjutnya, anak domba diganti dengan Yesus sendiri. Ia menjadi Anak domba Allah yang menghapus dosa dunia.

Sabda Tuhan pada malam hari ini mengingatkan kita pada banyak hal. Hal pertama adalah ketulusan dalam mencintai. Yesus mencintai kita dengan tulus maka mari kita melakukan hal yang sama. Hal kedua adalah melayani. Yesus melayani tanpa pamrih. Ia tahu ada Yudas yang mengkhianati  tetapi ia tetap mau melayani dengan membasuh kaki. Hal ketiga adalah Ekaristi. Ekaristi adalah perayaan puncak keselamatan. Setiap kali merayakan Ekaristi kita merayakan paskah, kita mengenang kasih Kristus sampai tuntas. Luar biasa Tuhan kita! Ia senantiasa mengasihi kita.

Doa: Tuhan, terima kasih atas kasih dan pelayananMu kepada kami. Amen

PJSDB

Renungan Hari Kamis Putih Pagi, Misa Krisma

Misa Krisma, Hari Kamis Pagi
Yes 61:1-3a.6a.8b-9
Mzm 88/89
Why 1:5-8
Luk 4:16-21

Engkaulah Imamku Selamanya

Ada seorang pemuda yang ngefans dengan saya hampir dua puluh tahun. Ketika masih sebagai frater, ia selalu menyumbang pemikiran-pemikiran yang mengarahkan saya menuju ke imamat. Ketika merayakan sepuluh tahun sebagai imam, ia mengirim ucapan selamat kepada saya dengan tulisan singkat: “Engkaulah imamku selamanya”. Mulanya saya merasa biasa saja makna tulisan tersebut. Tetapi setelah merefleksikan tulisan seorang pemuda dan awam, ternyata ia mengharapkan agar saya tetap pada komitmen saya untuk menjadi imam yang baik. Pada akhir tulisannya ia mengingatkan moto tahbisanku: “Aku ini, Jangan takut!” (Yoh 6:20). Hingga saat ini saya bangga menjadi imam karena disayangi oleh Tuhan dan umat yang Tuhan percayakan kepadaku.

Hari ini, hari Kamis Putih. Pada pagi hari di banyak keuskupan diadakan sebuah Misa konselebrasi bersama Uskup. Misa ini disebut Misa Krisma. Di banyak keuskupan Misa Krisma diadakan setelah perayaan paskah. Mengapa disebut misa Krisma? Karena pada
misa ini Bapa Uskup sebagai pemimpin Gereja lokal memberkati tiga jenis minyak yakni minyak Krisma, Minyak katekumen dan Minyak pengurapan orang sakit. Minyak Krisma diberkati sebelum paskah karena dapat dipakai untuk menguduskan para baptisan baru pada malam paskah. Selain itu Minyak krisma akan dipakai sepanjang tahun untuk mengurapi baptisan baru, krisma, tahbisan imam, pemberkatan gereja dan altar baru, perlengkapan misa seperti piala, patena dan siborium. Minyak katekumen biasanya dipakai untuk mengurapi para katekumen dewasa. Minyak pengurapan orang sakit dipakai untuk mengurapi orang sakit. 

Di samping memberkati minyak-minyak, Misa Krisma juga menjadi kesempatan bagi Bapa Uskup dalam persekutuan dengan para imam tertahbis akan bersama-sama membaharui janji imamat. Biasanya Bapa uskup membaharui janjinya di hadapan para imam dan umatnya. Para imam juga membaharui janji imamatnya di hadapan uskup dan umat yang dilayani. Inti janji imamat adalah: semakin bersatu dengan Tuhan Yesus Kristus, berusaha menyerupai Yesus dalam karya pelayanan, menyangkal diri untuk lebih berkomitmen
terhadap sakramen imamatnya terutama dalam merayakan ekaristi dan sakramen-sakramen lain di dalam Gereja, Mewartakan Sabda Tuhan, melakukan pelayanan cinta kasih Kristus di dalam Gereja.

Sabda Tuhan yang dibacakan dalam perayaan Misa Krisma juga mendorong para imam untuk menyadari komitmen panggilan dan pelayanan. Para imam ketika ditahbiskan menerima urapan Roh Kudus dengan urapan Minyak Krisma yang diberkati hari ini. Minyak adalah salah satu simbol Roh Kudus. Minyak krisma yang diurapi di tangan para imam bersifat menguatkan dan menguduskan imam tersebut untuk berkomitmen dalam tugas-tugas pelayanannya. 

Dalam bacaan pertama yang diambil dari bagian ketiga Kitab Yesaya, menggambarkan autobiografi panggilan nabi. Dalam autobiografi ini ia melukiskan panggilan dan perutusannya. Yesaya berkisah: “Roh Tuhan ada padaku, oleh karena Tuhan telah mengurapi aku; Ia telah mengutus aku untuk menyampaikan kabar gembira kepada orang-orang sengsara, dan merawat orang-orang yang remuk hati, untuk memberitakan pembebasan kepada kaum tawanan dan kepada orang-orang terkurung kelepasan dari penjara, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan dan hari pembalasan Allah kita, untuk menghibur semua orang yang berkabung” (Yes 61:1-2). Kata-kata nabi Yesaya ini diikuti oleh Yesus ketika menyampaikan misi dan visiNya di hadapan umum di dalam Sinagoga Nazaret (Luk 4:16-19). Pengurapan kenabian menandakan bahwa Allah sungguh-sungguh hadir dalam diri utusanNya. Maka konsekuensinya adalah para utusan tidak melakukan kehendak sendiri tetapi melakukan kehendak Allah. 

Yesus mengatakan di hadapan publik sebagai Utusan Bapa di Surga bagi kaum miskin dan menderita. Seluruh hidup Yesus akan dihiasi oleh figur Yesus yang menyayangi kaum miskin, kaum pendosa dan mereka yang menderita sakit penyakit. Mereka-mereka ini adalah opsi pelayanan Yesus. Ia melayani mereka sampai tuntas. Gereja juga memiliki opsi mengikuti Yesus untuk memperhatikan kaum papa miskin, kecil dan terlantar. Dalam bahasa yang aktual: berbela rasa dengan kaum papa miskin, kecil dan terlantar.

Selanjutnya nabi Yesaya melanjutkan kisahnya: “Tetapi kamu akan disebut imam Tuhan dan dinamai pelayan Allah kita” (Yes 61:6a). Dalam Kitab Wahyu dikatakan: ”Yesus telah melepaskan kita dari dosa karena DarahNya. Ia membuat kita menjadi satu kerajaan, menjadi imam-imam bagi Allah, BapaNya (Why 1:6-7). Baik Yesaya maupun penulis Wahyu mau mengingatkan kita akan imamat umum yang diterima saat pembaptisan. Kita dibaptis dan memperoleh imamat umum sehingga dapat melayani kaum papa miskin dan para penderita.

Bertepatan dengan perayaan Misa Krisma ini, marilah kita mendoakan para imam yang melayani Gereja. Banyak kali umat mengharapkan imam yang ideal menurutnya. Selalu saja ada keluhan, homili para imam tidak menarik. Janganlah melihat imam dari segi homilinya karena ini hanya salah satu sakramen saja. Mungkin dia kebetulan tidak pandai berbicara, tetapi dia juga masih bisa melayani sakramen-sakramen lain di dalam gereja. Kami para pembina para calon imam merasa sangat sulit membuat orang menjadi imam. Banyak yang panggil dan sedikit yang dipilih Tuhan untuk melayaniNya. Oleh karena itu dukunglah para imam dalam doa dan berbagai dukungan kasih yang lain.

Doa: Tuhan, berkatilah para imam yang melayani GerejaMu. Semoga Engkau menguduskan mereka hari demi hari sehingga mereka juga dapat menguduskan kami umatMu dalam pelayanan sakramen-sakramen, Sabda dan karya amal kasih di dalam GerejaMu. Amen

PJSDB