Friday, May 31, 2013

Pesta Bunda Maria Mengunjungi Elizabeth Saudaranya

Visitation of BVM
Zef 3:14-18
Mzm (Yes): 12:2-3.4bcd, 5-6
Luk 1:39-56

Segala keturunan menyebut aku bahagia


Hari ini seluruh Gereja katolik merayakan Pesta Bunda Maria mengunjungi Elisabeth saudaranya. Setiap kali berdoa Rosario, secara khusus peristiwa gembira kita selalu mengulangi salah satu peristiwa gembira yakni Bunda Maria mengunjungi Elizabeth saudaranya. Dikisahkan oleh Penginjil Lukas bahwa ketika Bunda Maria menerima khabar sukacita, Malaikat Gabriel menyampaikan karya agung Allah sebagai bukti kasih dan rencanaNya bagi manusia. Ia juga turut bekerja dalam diri Elizabeth yang dikatakan mandul (Luk 1:36). Ternyata sekarang Elizabeth sedang hamil 6 bulan. Mendengar berita sukacita ini, Maria melakukan perjalanan yang cukup jauh dari Nazareth menuju ke Ein Karem untuk melayaninya. Jarak antara Nazareth dan Ein karem sekitar 145km dan saat ini ditempuh dalam waktu 1.40 menit. Pada zaman dulu pasti hampir seminggu perjalanan karena Maria juga sedang hamil muda. Maria melewati perjalanan jauh bersama Yusuf dengan kendaraan andalan yaitu seekor keledai. Ini benar-benar sebuah perjalanan yang menantang bagi Maria dan Yusuf juga Yesus di dalam rahimya. Namun rencana Allah selalu sempurna dalam diri Bunda Maria.

Hal yang menarik perhatian kita adalah Bunda Maria penuh dengan Roh Kudus, ia
membawa sukacita kekal dalam rahimnya yaitu Yesus Kristus untuk bertemu dengan sang “suara yang nantinya berseru di padang gurun” untuk menyiapkan jalan bagi Tuhan, yaitu Yohanes Pembaptis. Ada suka cita besar juga dialami oleh Elizabeth ibunda Yohanes. Perjumpaan yang membahagiakan antara Bunda Maria dan Elizabeth dan perjumpaan antara Yesus dan Yohanes dihiasi dengan sukacita dan kebahagiaan. Hal ini terbukti dengan girangnya Yohanes di dalam rahim ibunya. Elizabeth pun bergembira menyambut kedatangan Maria dan Yesus dengan berkata: “Diberkatilah engkau di antara semua wanita, dan diberkati pula buah rahimmu. Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku? Sebab ketika salammu sampai ke telingaku, anak yang di dalam rahimku melonjak kegirangan. Sungguh berbahagialah yang percaya, sebab Sabda  Tuhan telah dikatakan  kepadanya dan terlaksana”.

Pujian Elisabeth kepada Bunda Maria karena perjalanan yang melelahkan dari Nazareth untuk melayaninya. Bagi Elizabeth, Maria diberkati di antara semua wanita dan diberkati juga Yesus buah rahimnya. Maria disapa berbahagia karena ia percaya pada Sabda Allah dan terlaksana dengan baik. Tentu ini berhubungan dengan Yesus, sang Sabda menjadi manusia dalam peristiwa inkarnasi. Pujian Elizabeth kepada Maria dibalas oleh Maginificat atau Kidung Maria yang diucapkan dengan meriah oleh Bunda Maria. Magnificat ini tetap menjadi satu doa yang penting di dalam Gereja hingga saat ini.

Maria memulai magnificat dengan memuliakan Tuhan dengan hati dan jiwanya. Mengapa Maria memuliakan Tuhan dengan hati dan jiwanya? Karena Tuhan Allah memperhatikan kerendahan hatinya. Ia rendah hati dan menerima semua rencana dari Allah sepenuhnya dan bahwa Allah sendiri akan melakukan karya-karya agung di dalam diri Bunda Maria sehingga segala bangsa akan menyapanya  yang berbahagia. Kebahagiaan akan lebih dirasakan oleh orang-orang kecil. Sukacita akan terlaksana dan menjadi milik mereka. Tuhan menggunakan Bunda Maria untuk membahagiakan umatNya

Tema sukacita bersama Tuhan juga diangkat oleh Zefanya dalam bacaan pertama hari ini. Ia mengajak kita semua untuk selalu bersukacita menanti kedatangan Tuhan. Lebih jelas Zefanya menulis: “Bersorak-sorailah hai putri Sion, bergembiralah hai Israel. Bersukacita dan beria-rialah dengan segenap hati hai putri Yerusalem.” Alasan utama mengapa ada sukacita adalah Tuhan itu baik dan Ia berada di tengah-tengah umatNya. Kehadiran Tuhan di tengah umatNya membawa kenyamanan karena para musuh pun ditaklukanNya.

Sabda Tuhan pada hari ini menghadirkan figur dua orang ibu yang hidupnya senasib
sebagai orang pilihan Allah. Maria adalah seorang wanita sederhana yang dipilih Allah menjadi Bunda Yesus sang Penyelamat umat manusia. Saya teringat St. Anselmus dari Canterbury pernah berkata: “Tanpa Anak Allah tak ada suatu apa pun dapat berada, tanpa Putra Maria, tak ada seorang pun yang dapat ditebus.” Maria memiliki peran besar sebagai Bunda Yesus, Bunda Allah dalam sejarah keselamatan manusia dan Bunda Gereja masa kini. Elizabeth juga mengalami tekanan karena dikatakan mandul tetapi merasakan kebahagiaan kekal karena ia percaya pada semua rencana Allah. Mari kita meniru iman kedua ibu ini. Kiranya hidup dan kekudusan mereka dapat menginspirasikan kita untuk menjadi kudus.

Doa: Ya Bunda Maria, bantulah kami untuk selalu dekat dengan Yesus PutraMu dan menjadi kudus. Amen

PJSDB

Thursday, May 30, 2013

Renungan 30 Mei 2013

Hari Kamis, Pekan Biasa VIII
Sir 42:12-25
Mzm 33:2-3.4-5.6-7.8-9
Mrk 10:46-52

Master, I want to See!

Pada suatu kesempatan saya menyempatkan diri ke Gereja St. Yohanes Bosco Sunter, Jakarta Utara untuk mencari seorang bapa bernama Aldo. Hampir semua orang pasti mengenal beliau karena dia melakukan karya sosial dengan melatih bapa-bapa paroki untuk melayani lewat pijat refleksi. Pa Aldo memiliki kekurangan fisik sebagai tuna netra tetapi menginspirasikan para bapa untuk melayani dengan sungguh. Itu sebabnya setiap hari Minggu mereka memiliki satu ruangan khusus untuk melakukan pelayanan sosial ini. Setiap kali kalau bertemu dengan Pa Aldo, yang nampak dari dia adalah keramahan dan kegembiraan. Saya heran kalau melihat orang yang bukan tuna netra memiliki wajah yang sedih atau tidak ceriah dan tidak mau melayani sesama. Tuhan memang selalu punya rencana yang indah bagi semua anakNya.

Hari ini penginjil Markus melaporkan kisah Bartimeus. Bartimeus berarti anak laki-laki
Timeus, jadi nyatanya ia tidak punya nama dan menjadi simbol semua orang yang mau memulai perjalanan iman bersama Yesus. Yesus bersama para muridNya melewati kota Yerikho dan ketika hendak meninggalkan kota tertua itu, anak Timeus berprofesi sebagai pengemis yang duduk di pinggir jalan berseru: “Yesus, Putra Daud, kasihanilah aku!”  Sapaan ini menarik karena identitas Yesus dinyatakan dengan jelas. Reaksi dari banyak orang yang sudah berjalan bersama Yesus adalah menegur, melarang untuk diam. Tetapi si pengemis buta ini berseru lagi dengan menghilangkan nama Yesus: “Putra Daud, kasihanilah aku”. Seruan ini membuat Yesus tergugah untuk memanggilnya. Reaksi lagi dari orang-orang banyak yang tadi menghalanginya juga berubah: “Tabahkanlah hatimu, berdirilah, Dia memanggil engkau”. Hasilnya adalah, ia segera melepas jubahnya, berdiri, mendekati Yesus.

Yesus pun berdialog dengan si buta ini. Dalam dialog itu Yesus memulai pembicaraan dengan bertanya apa keinginannya untuk dapat dipenuhi Yesus. Ia masih menganggap Yesus sebagai guru maka ia meminta: “Guru, supaya aku dapat melihat lagi.” Yesus melihat hal terdalam dari si buta ini yakni imannya. Maka Yesus pun berkata kepadanya: “Pulanglah, imanmu telah menyelamatkan engkau”. Si buta pun sembuh dan mengikuti Yesus ke Yerusalem. Di sana ia ikut melihat Yesus menderita, wafat dan bangkit.

Kisah ini memang sangat menarik perhatian kita. Figur-figur yang digambarkan di sini adalah: Pertama, orang buta. Tuhan Allah adalah Pribadi yang senantiasa menggerakkan hati kita untuk memohon sesuatu kepadaNya. Orang buta yang dikisahkan di sini cerdas karena ia tahu bahwa kesempatan penebusan yang berlimpah sedang lewat dan dia tidak boleh membiarkannya berlalu begitu saja. Oleh karena itu ia berseru lebih kuat lagi meskipun dihalangi oleh orang-orang yang sudah sedang mengikuti Yesus. Iman dan cintanya kepada Yesus membuat dia berani, apapun halangannya untuk bertemu dengan Yesus. Ia meminta untuk dikasihani, diberi anugerah untuk melihat. Ia bersedia melepaskan pakaian lamanya, berdiri dan mendekati Yesus. Ia menginginkan pakaian baru dalam Kristus. 

Kedua, banyak orang yang sedang mengikuti Yesus sedang merasa nyaman dan lupa untuk bersolider dengan orang yang miskin dan lemah. Tetapi Tuhan juga membuka hati mereka untuk bisa berbagi dengan orang-orang miskin. Itu sebabnya perilaku mereka berubah ketika si buta berseru untuk kedua kalianya Putra Daud artinya Mesias. Orang-orang itu meneguhkan dia dengan memintanya untuk tabah hati, berdiri karena dipanggil oleh Yesus. Kita butuh Tuhan untuk menyadarkan kita di zona nyaman supaya lebih terbuka kepada sesama lain.

Ketiga, Yesus sangatlah inspiratif. Ia mendengar namaNya disapa tetapi Ia berjalan terus. Ia
di sapa untuk kedua kalinya sebagai Mesias maka Ia berhenti. Orang ketika berdoa kepada Tuhan harus berdoa tanpa henti, bukan sekali berdoa langsung malas berdoa. Yesus memanggil si buta, memandangnya, berdialog penuh kasih. Orang buta yang tadinya minder dapat terbuka bahkan disembuhkan. Ia melihat hal terdalam di dalam kehidupan orang buta yakni imannya.

Ketiga figur yang kita temukan dalam bacaan Injil ini menginspirasikan kita untuk banyak hal. Salah satunya adalah interaksi antara Allah dengan manusia. Orang buta berinteraksi dengan Yesus dengan seruan yang menarik perhatian Yesus. Dia tidak takut terhadap segala halangan yang sedang dihadapinya. Yesus sebenarnya tidak menghiraukan seruan orang buta ini karena tentu menghalangi pembicaraanNya kepada banyak orang. Tetapi satu pilihan yang tepat dari Yesus dalam interaksiNya adalah bahwa melakukan sebuah pelayanan itu jauh lebih penting dari pada hanya sekedar berbicara. Orang itu dikatakan hebat bukan karena ia pandai berbicara tetapi dengan rendah hati siap menolong siapa saja yang membutuhkannya. 

Saya kembali pada figur Pa Aldo. Ia tidak banyak berbicara tetapi bekerja, melayani sesama
dengan pijat refleksinya. Kita memiliki banyak orang sederhana yang senantiasa memberi inspirasi untuk kehidupan kita. Mari kita mengambil Yesus sebagai inspirator yang melayani tanpa kenal lelah. Banyak orang miskin yang mengulurkan tangan ke arah kita untuk memohon bantuan. Apakah anda punya hati untuk menolong? Mari kita juga mengambil figur orang buta yang berani mencari Tuhan karena imannya. Imannya juga yang menyelamatkannya.

Penulis Kitab Putra Sirakh dalam bacaan pertama melukiskan Allah kita, Allah yang Mahakuasa dan kemuliaanNya memenuhi segala ciptaanNya. Ada semacam pengakuan iman bahwa segala sesuatu yang kelihatan diciptakan melalui Sabda Tuhan.  Segala ciptaan dengan sendirinya akan memancarkan keagungan Tuhan yang begitu rapi dan harmonis. Semua ini dipikirkan dan dirancang oleh Tuhan sendiri. Apakah kita pernah menyadari alam semesta kita dirancang begitu teratur? Semuanya ini membuktikan bahwa Tuhan ada karena rencananya yang begitu mulia dan teratur maka muliakanlah Dia.

Doa: Tuhan, bantulah kami untuk peka terhadap kebutuhan sesama kami. Amen

PJSDB

Wednesday, May 29, 2013

Renungan 29 Mei 2013

Hari Rabu, Pekan Biasa VIII
Sir 36: 1.4-5a.10-17
Mzm 79: 8.9.11.13
Mrk 10: 32-45

Bukan Prestise bukan juga Kuasa!

Atas nama pelayanan! Banyak saudara dan saudari yang selalu berbicara atas nama pelayanan dan mencoba untuk bersembunyi dibelakang semboyan ini: “Atas nama pelayanan dalam komunitas”. Banyak orang memang mempunyai niat baik untuk melayani komunitas tetapi banyak juga yang mengatakan hal ini untuk memancing pujian atau tip tertentu yang menandakan bahwa ia memang ada di dalam kelompok tersebut atau dia memang kaya dan memiliki segalanya. Ada seorang bapa yang  selalu berdalil atas nama pelayanan dan komunitas. Kebetulan ia memiliki villa yang dapat dipakai untuk pertemuan-pertemuan besar. Ia sendiri sudah menyiapkan souvenir tertentu sebagai ucapan terima kasih kepadanya sebagai pemilik villa. Setiap kelompok yang menggunakan aula di villanya, pada akhir pertemuan akan ada foto bersama dan biasanya ia meminjamkan souvenir tersebut untuk dipegang saat foto bersama kemudian ditempatkan kembali di tepatnya. Seolah-olah orang memberi kepadanya padahal ia sendiri sudah menyiapkannya. Memang kelihatan aneh tapi nyata!

Penginjil Markus hari ini melaporkan kisah perjalanan Yesus ke Yerusalem bersama para
muridNya. Yesus berada depan dan para murid mengikuti jejakNya dengan takut dan cemas. Yesus berkata kepada mereka: “Sekarang kita pergi ke Yerusalem dan Anak Manusia akan diserahkan kepada imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat. Mereka akan menjatuhi Dia hukuman mati, mereka akan menyerahkan Dia kepada bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Ia akan diolok-olok, diludahi, disesah, dibunuh dan sesudah tiga hari Ia akan bangkit”. Yesus untuk ketiga kalinya mengatakan kepada mereka dengan terbuka tentang apa yang akan Ia alami di Yerusalem. Ini adalah pilihan bebas dan ketaatan Yesus kepada kehendak Bapa untuk menyelamatkan umat manusia. Ia mengatakan dengan terus terang dan lengkap: Di Yerusalem, Dia akan diserahkan oleh salah satu dari keduabelasanNya yang saat itu sedang berjalan bersama mereka dari Galilea. Ia akan diolok-olok, disesah, dibunuh. Semua ini menunjukkan hidup manusiawiNya bahwa Ia akan mati untuk menebus dosa kita. KeilahianNya adalah “Sesudah  tiga hari Ia akan bangkit”.

Sambil mengatakan paskah yang akan Ia alami di Yerusalem, para anggota komunitas para rasul juga masih memiliki ambisi-ambisi tertentu. Mereka selalu bersama dengan Yesus setiap hari masih menuntut prestise dan kuasa.Hal ini diwakili oleh dua anak Zebedeus yang dari awal dipanggil Yesus untuk menjadi penjala manusia. Mereka mungkin masih berpikir bahwa menjadi penjala manusia itu menuntut prestise dan kuasa. Padahal yang dituntut Yesus bukan soal prestise dan kuasa melainkan kesetiaan untuk mengikuti jalan Tuhan Yesus. Yesus sedang berjalan di depan dan mengingatkan mereka tentang konsekuensi sebagai muridNya: meminum dari piala yang satu dan sama dengan Yesus sendiri dan menerima baptisan kemartiran Yesus. Sebelumnya Yesus sudah mengingatkan: “Barangsiapa yang mau mengikut Aku harus menyangkal dirinya, memikul Salibnya dan mengikut Aku” (Mrk 8:34). Kesetiaan untuk mengikuti Jalan Yesus adalah dalam melayani setiap hari. Ia sendiri berkata: “Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kalian, hendaknya ia menjadi pelayanmu” karena “Anak manusia datang bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani dan untuk menyerahkan nyawanya sebagai tebusan bagi banyak orang”.

Di dalam gereja sebagai satu persekutuan, di dalam kelompok-kelompok territorial dan
kategorial kita semua berusaha untuk menghadirkan Kristus yang kita imani. Gereja haruslah menjadi hamba untuk mengabdi. Gereja prihatin terhadap kaum miskin dan lemah dan mau menyerahkan segalanya dalam karya-karya pelayanan seperti Kristus untuk menyelamatkan manusia. Aspek pengorbanan diri memang harus dimiliki setiap orang. Pikulah salibmu dan ikutlah Dia. Lupakan prestise dan kuasa dan ikutilah jalan Tuhan, jalan penderitaan. Janganlah takut sebab tidak ada suatu apa pun yang dapat memisahkan kita dari kasih Kristus.

Penulis Kitab Putra Sirakh dalam bacaan pertama bersifat nasionalis. Atas nama bangsanya, Ia meminta kepada Yahwe untuk memberikan tanda-tanda baru dan karya-karya yang menganggumkan karena dengan demikian semua bangsa di dunia akan tahu bahwa Yahwe adalah Allah Israel. Penulis dan umumnya orang-orang pada zaman itu berpikir bahkan keselamatan seluruh umat manusia itu bisa terjadi kalau umat Israel atau umat Yahudi diselamatkan. Bangsa yang lain boleh dikatakan ikut-ikutan memperoleh keselamatan kalau orang Yahudi diselamatkan. Para nabi sudah bernubuat bahwa Allah akan memberikan keadilan dan mengumpulkan anak-anak Israel yang tercerai berai. Ini adalah harapan yang sangat kuat dalam diri umat Yahudi. Mereka berpatok pada letak geografis yang dijanjikan Tuhan.

Dalam kacamata Kristiani, status quo seperti ini dikoreksi dengan hadirnya Kristus yang mempersatukan semua orang. Tuhan memiliki rencana untuk menebus semua orang, orang Yahudi dan bukan Yahudi, mereka yang bersunat dan tidak bersunat. Tuhan yang punya rencana untuk memberikan keselamatan kepada semua orang, tidak memandang prestise atau kuasa apa pun. Di mata Tuhan semua sama sebagai anak-anak dari Bapa yang sama.

Sabda Tuhan hari ini sangat inspiratif untuk kita semua. Banyak kali kita berpikir bahwa sudah cukup kita dibaptis dan menerima sakramen-sakramen di dalam Gereja. Mungkin pikiran kita juga sempit dan merasa bahwa hanya kita saja yang memperoleh keselamatan karena Tuhan Yesus milik kita. Hal terpenting yang dituntut Tuhan kepada kita adalah mengikuti Dia dari dekat. Menjadi orang Kristiani berarti Kristus adalah segalanya dan terlepas dari Dia kita tidak dapat berbuat apa-apa.

Doa: Tuhan Yesus, betapa besar pengorbananMu bagi kami. Bimbinglah kami untuk bertumbuh menjadi abdi-abdiMu yang setia. Amen.



PJSDB

Tuesday, May 28, 2013

Renungan 28 Mei 2013

Hari Selasa Pekan Biasa VIII
Sir 35:1-12
Mzm 50:5-6.7-8.14.23
Mrk 10:28-31

Hidup dalam kelimpahan Rahmat Tuhan

Penginjil Markus melaporkan bahwa Yesus sangat tepat mengingatkan orang muda yang kaya untuk tidak sekedar menjual segala yang ia miliki, tetapi hasil penjualannya itu diberikan kepada kaum papa miskin. Pada saat itulah dia tidak punya apa-apa dan hanya bersandar pada Tuhan sebagai sumber penyelenggaraan ilahi. Ini berarti ia sudah memiliki sikap lepas bebas untuk mengikuti Yesus kemana pun Yesus pergi. Ini tentu saja sebuah pilihan yang ekstrim. Mengapa Yesus langsung pada titik kelemahan orang muda ini? Karena Yesus melihat ada keterikatan yang mendalam yang dimilikinya terhadap semua kekayaannya. Yesus perna berkata: “Di mana hartamu berada, di sana hatimu juga berada” (Mat 6:21). Ia juga mengatakan bahwa sangat sulit bagi orang kaya untuk masuk dalam Kerajaan Surga, lebih mudah bagi seekor unta untuk masuk lewat lubang jarum. Di sini Yesus tidak bermaksud bahwa bagi orang kaya tidak akan ada keselamatan. Yesus mengatakan bahwa orang-orang kaya sulit untuk masuk ke dalam Kerajaan Surga karena sangat terikat dengan harta kekayaan mereka.

Persoalan yang dihadapi para murid dalam komunitas Yesus adalah berapakah upah yang dapat mereka terima
sebagai ganjaran bagi mereka karena mengikutiNya. Mengapa? Karena Petrus dan teman-temannya sudah meninggalkan segalanya dan mengikuti Yesus. Di dalam pikiran Petrus, sekurang-kurangnya muncul pikiran tentang harta benda mana yang akan mereka terima dari Yesus. Tetapi ketika Yesus mengatakan kepada orang muda untuk menjual dan membagi hasil penjualan kepada kaum papa dan miskin maka hal ini menimbulkan persoalan di dalam komunitas Yesus. Petrus berani berkata kepada Yesus: “Kami telah meninggalkan segala sesuatu untuk mengikuti Engkau”.

Yesus berusaha untuk menjelaskan dengan contoh-contoh yang sederhana. Ia berkata: “Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, barangsiapa meninggalkan rumah, saudara-saudari, ibu atau bapa, anak-anak atau ladangnya, pada masa ini juga akan ia akan menerima kembali seratus kali lipat: rumah, saudara laki-laki, saudara perempuan, ibu, anak-anak dan lading sekali pun disertai banyak penganiayaan dan di masa mendatang akan  menerima hidup yang kekal” (Mrk 10: 29-30). Yesus mengatakan dua hal yang penting di sini. Pertama, orang beriman yang mengikuti Yesus akan menerima kelimpahan rahmat di dalam hidupnya meskipun hidupnya dihiasi dengan penderitaan. Kedua, hidup kekal adalah jaminan yang patut diberikan kepada murid yang setia dalam pemuridannya.

Kata-kata Yesus ini hanya dapat dimengerti oleh orang-orang yang sungguh beriman dan
percaya kepadaNya. Orang beriman yang tidak memandang harta sebagai motivasi dasar untuk mengikuti Yesus Kristus tetapi mengikutiNya karena kasih ilahi dan keselamatan berlimpah yang akan diberikanNya kepada mereka. Yesus meminta para muridNya untuk memiliki sikap lepas bebas dan Ia sendiri akan menambahkan segalanya. Janji Tuhan ini disertai dengan pernyataan tentang penderitaan yang akan dialami para muridNya. Memang dalam sejarah, Gereja pernah perdana mengalami kesulitan berupa penganiayaan. Banyak orang menjadi martir dengan menumpahkan darahnya karena mengimani Yesus Kristus. Tentang hal ini Yesus juga pernah berkata: “Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu” (Mat 5:11-12).

Penulis Kitab Putra Sirakh menggambarkan Allah kita sebagai Allah yang adil. Ia senantiasa memperhatikan setiap orang yang yang dengan jujur dan tulus mempersembahkan korban kepadaNya. Kita membaca bagian terakhir dari bacaan pertama ekspresi yang bagus: “Sebab Tuhan pasti membalas, dan akan membalas engkau tujuh kali lipat. Jangan mencoba menyuap Tuhan, sebab tidak akan Ia terima!”

Sabda Tuhan hari ini mengajak kita untuk tetap percaya pada semua rencana dan kehendak Tuhan. Dia menghendaki sikap lepas bebas dari pihak kita karena Ia akan melengkapi semua yang kita butuhkan di dalam hidup ini. Banyak kali ada di antara kita yang protes kepada Tuhan karena doanya belum dikabulkan Tuhan. Tuhan menganugerahkan segala yang kita butuhkan bukan semua yang kita minta. Memang Ia pernah berkata: “Mintalah maka kamu akan diberi” tetapi adakalanya kita meminta tetapi sebenarnya kita tidak butuhkan. Jadilah orang-orang yang jujur di hadirat Tuhan dan dengan demikian dapat menyaksikan keselamatan yang daripadaNya.

Doa: Tuhan, bantulah kami untuk tetap setia di dalam panggilan hidup kami setiap hari. Amen


PJSDB

Monday, May 27, 2013

Renungan 27 Mei 2013

Hari Senin, Pekan Biasa VIII
Sir 17:24-29
Mzm 32:1-2.5.6.7
Mrk 10:17-27

Komitmen Untuk Menjadi Baru

“Pater, saya akan berusaha untuk meninggalkan hidup lama yang penuh dengan kedagingan dengan hidup baru yang penuh sukacita”, demikian janji seorang pemuda setelah pengakuan dosa. Saya mengatakan kepadanya bahwa janji itu mudah diungkapkan tetapi yang terpenting adalah lakukanlah janjimu dengan rendah hati dan dengan penuh komitmen. Banyak kali kita berjanji dengan muluk-muluk tetapi posisi kita selalu berada di luar jangkauan dalam melaksanakannya. Kita berpikir bahwa dengan janji itu kita akan lebih baik tetapi ternyata masih berada di tempat dan bahkan mundur. Sekarang periksalah bathin tentang komitmen dan janji-janji yang telah dibuat dan tanyalah dirimu, apakah benar-benar terlaksana sesuai komitmen dan janji-janjimu atau tidak sesuai.

Bacaan-bacaan suci hari ini mengajak kita untuk berpegang teguh pada komitmen pribadi
kita masing-masing supaya dapat berubah. Artinya kemampuan untuk berubah secara total dengan meninggalkan sesuatu yang mengikat diri kita haruslah berasal dari dalam diri kita dan dilaksanakan dengan penuh kesadaran dan kasih. Penulis Kitab Putra Sirakh di dalam bacaan pertama mengajak kita untuk memiliki komitmen untuk meninggalkan hidup yang lama yang penuh dengan dosa kepada hidup di dalam rahmat Tuhan. Tuhan telah menciptakan manusia serupa denganNya maka Ia juga mengharapkan agar manusia memiliki kemampuan untuk berubah. Misalnya, Tuhan mengijinkan mereka yang bertobat untuk kembali, menghibur mereka yang harapannya melemah. Tuhan juga menyeruhkan untuk meninggalkan dosa-dosa, kembali atau berbalik kepada Tuhan yang mahakuasa. Kembali kepada Tuhan berarti menghindari perbuatan salah dan dosa. Tuhan memiliki rasa belas kasih yang besar kepada mereka yang berbalik kepadaNya.

Tuhan menghendaki perubahan radikal di dalam diri setiap pribadi. Perubahan itu diharapkan Tuhan karena Ia telah menciptakan kita serupa denganNya. Oleh karena itu hendaknya segala kebajikan dari Tuhan juga menjadi milik orang-orang yang percaya kepadaNya. Salah satu hal yang penting di sini adalah metanoia atau sikap berbalik kepada Tuhan dengan segenap hati dan jiwa. Apakah ada komitmen untuk benar-benar bermetanoia? Banyak kali kita melakukan metanoia atau pertobatan dengan benar. Itu sebabnya kita selalu jatuh ke dalam dosa yang sama.

Penginjil Markus dalam bacaan injil hari ini melaporkan bahwa Tuhan Yesus mengajar kita bagaimana memiliki komitmen untuk meninggalkan segala-galanya supaya layak menjadi salah seorang pengikutNya. Di kisahkan bahwa ada seorang baik datang kepada Yesus yang sedang berada dalam sebuah perjalanan. Penginjil Matius mengatakan dia seorang pemuda (Mat 19:16), Lukas menyebutnya orang penting (Luk 18:18). Ia berlutut di depan Yesus dan bertanya: “Guru yang baik, apa yang harus kulakukan  untuk memperoleh hidup kekal?” (Mrk 10:17). Yesus sengaja bertanya kepadanya mengapa kaukatakan Aku baik. Padahal sesungguhnya orang itu sedang haus dan mencari Allah dan menemukanNya kalau sungguh-sungguh tinggal bersama Yesus sendiri.

Yesus tidak menjawab pertanyaan orang tersebut tetapi mulai menuntunnya untuk memiliki kesadaraan diri yang jelas. Yesus mengatakan tentang perintah-perintah Tuhan yang lazim diketahui orang Yahudi seperti
jangan membunuh, jangan berzina, jangan mencuri, jangan bersaksi dusta, jangan menipu, hormatilah ibu dan bapamu. Semua perintah Tuhan ini harus dilakukan dengan prinsip keadilan dan belaskasihan. Ini saja sudah cukup untuk memperoleh hidup kekal. Orang itu mengatakan bahwa ia sendiri telah melakukan perintah-perintah Tuhan tersebut bahkan balik bertanya kepada Yesus, apa yang masih kurang yang harus di lengkapinya supaya menjadi sempurna.

Sekarang Yesus menawarkan kepadanya suatu cara baru dan pengalaman baru akan kebebasan sebagai pengikut serta meneladani Yesus sendiri. Yesus mengingatkannya bahwa kebahagiaan kekal itu tidak terwujud dalam kemampuan meninggalkan segala yang dimiliki tetapi dalam upaya menjadi orang yang bebas supaya dapat menyerahkan diriNya kepada Kristus. Lebih jelas dan tegas Yesus berkata: “Untukmu masih ada satu yang masih kurang.
Pergilah, juallah apa yang kau miliki dan berikanlah uang itu kepada orang miskin dan engkau akan beroleh harta di surga. Sesudah itu datanglah kemari dan ikutlah Aku” (Mrk 10:21). Ya, menjual segala yang dimiliki belum cukup. Hasilnya harus diberikan kepada kaum miskin. Ini berarti anda tidak punya apa-apa selain Tuhan. Itulah momen yang tepat anda berjalan bersama Tuhan. Orang itu kecewa dan meninggalkan Yesus.

Melihat reaksi orang ini, Yesus mengingatkan para muridNya untuk memiliki sikap lepas bebas dari segala harta. Sulit bagi orang yang mengandalkan
kekayaan masuk ke dalam surga. Tentu Yesus tidak mengatakan bahwa orang kaya tidak akan diselamatkan tetapi tidak akan masuk Kerajaan Allah. Kekayaan itu tidak pernah dipermasalahkan, kalau toh dipermasalahkan karena kekayaan itu menjadi penghalang untuk bertemu dengan Tuhan dan tidak dibagikan kepada kaum miskin. Kalau sesorang tidak merasa bebas dari kekayaan maka dengan sendirinya dia juga tidak bahagia dalam hidupnya. Yesus berkata: "Dimana hartamu berada, jiwamu juga ada di sana" (Mat 6:21).

Sabda Tuhan pada hari ini mengajak kita untuk memiliki komitmen yang jelas tentang hidup kita di hadirat Tuhan. Sikap yang hendak kita bangun bersama adalah komitmen untuk bermetanoia. Kita butuh perubahan yang radikal dari dalam hati untuk kembali kepada Tuhan. Satu hal yang sulit bagi setiap pribadi adalah kemampuan untuk melepaskan diri dari harta duniawi yang sangat mengikat setiap pribadi. Orang yang hatinya diikat oleh harta selalu mengalami kesulitan untuk berbagi dengan sesama. Mari kita berbalik kepada Tuhan!

Doa: Tuhan, bantulah aku untuk dapat bemetanoia. Amen

PJSDB

Sunday, May 26, 2013

Homili Hari Raya Tritunggal Mahakudus/C

Hari Raya Tritunggal Mahakudus.
Ams 8:22-31
Mzm 8:4-5.6-7.8-9
Rm 5:1-5
Yoh 16:12-15

Credo ut Intelligam!

Pada hari ini kita merayakan Hari Raya Tritunggal Mahakudus. Tritunggal dari bahasa Latin Trinitas. Allah yang kita imani itu Esa atau satu tetapi dalam tiga pribadi yang berbeda yakni Bapa, Putra dan Roh Kudus. Pribadi-pribadi Ilahi yang kita sapa sebagai Bapa, Putra dan Roh Kudus selalu kita sebut ketika membuat tanda salib sebagai tanda kemenangan kita. Ziarah hidup kita selalu menuju kepada Bapa, mengikuti jejak Yesus PutraNya dan jiwai oleh RohNya yang kudus. Ketika merayakan Ekaristi, kita juga menyapa Allah Tritunggal Mahakudus melalui tanda salib dan doa kemuliaan serta Aku Percaya.

Ada seorang muda yang datang kepadaku dan mengatakan bahwa Ia belum mengerti ajaran Tritunggal Mahakudus. Baginya, ajaran Tritunggal Mahakudus itu sulit sehingga dia belum mengerti. Saya bertanya kepadanya apakah dia percaya dan ia mengatakan percaya kepada Allah Tritunggal mahakudus, tetapi dia sendiri belum mengerti.  Saya teringat pada perkataan St. Anselmus: “credo ut intelligam” artinya aku percaya supaya aku mengerti.  Banyak kali kita menuntut untuk  mengerti lebih dahulu baru percaya. Ternyata Tuhan menghendaki supaya kita mengimani dan percaya supaya dapat mengerti rahasiaNya. Tuhan Allah Tritunggal adalah dalam misteri iman kita.

Allah Tritunggal Mahakudus: Bapa, Putra dan Roh Kudus. Allah disebut Bapa karena Ia adalah pencipta, peduli, penuh kasih kepada ciptaanNya. Yesus sang Putra telah mengajarkan kepada kita untuk memanggil BapaNya sebagai Bapa kita dan menyebutNya juga sebagai “Bapa kita”. Sebelum umat katolik menyebut Yang Ilahi sebagai Bapa, ungkapan  Allah sebagai Bapa sudah ada dalam Kitab Perjanjian Lama (Ul 32:6; Mal 2:10). Tuhan juga dirasakan seperti seorang ibu (Yes 66:13). Yesus sendiri berkata: “Barangsiapa telah melihat Aku,ia telah melihat Bapa" (Yoh 14:9).  Roh Kudus adalah pribadi Tritunggal Mahakudus dan memiliki keilahian yang sama dengan Bapa dan Putra. Ketika kita menemukan kenyataan bahwa Allah ada di dalam kita, Roh Kudus ada dan menguatkan kita. Allah mengutus Roh PutraNya ke dalam hati kita (Gal 4:6). Roh Kudus yang diterima bukan Roh perbudakan yang membuat kita takut melainkan Roh yang menjadikan kita anak-anak Allah (Rom 8:15). Yesus dari Nazareth adalah Putra, Sang Pribadi ilahi yang kedua. Pertanyaan yang tetap laku sepanjang masa adalah bagaimana kita dapat memahami Tritunggal Mahakudus?

Alkisah pada suatu kesempatan St. Agustinus sedang berjalan di pinggir pantai. Ia berjumpa dengan seorang anak kecil yang sedang bermain-main. Anak itu menggali sebuah lubang kecil seperti sumur di atas pasir. Lalu ia berulang kali mengambil air laut dengan sebuah gelas kecil dan memasukannya ke dalam lubang itu. Setiap saat lubang itu diisi langsung menjadi kering karena dasarnya adalah pasir. Agustinus bertanya kepadanya: untuk apa ia melakukan  semuanya itu. Ia menjawab hendak memindahkan seluruh air laut ke dalam lubang kecil tersebut. Agustinus mengatakan kepadanya bahwa usahanya itu hanya sia-sia saja. Tidaklah mungkin memindahkan seluruh air laut ke dalam lubang tersebut.

Anak itu kemudian bertanya kepada Agustinus apa yang sedang dipikirkannya. Agustinus menjawab bahwa ia sedang memikirkan misteri Tritunggal Mahakudus. Anak itu tertawa terbahak-bahak sambil mengatakan bahwa otakmu itu kecil seperti lubang buatan saya ini sedangkan Tritunggal Mahakudus jauh lebih luas dari samudra raya ini. Agustinus menjadi sadar bahwa ternyata akal budinya tidak mampu memahami seluruh rahasia Tuhan. Ia kemudian berkesimpulan: “Di mana ada cinta kasih, di situ ada AllahTritunggal: pencinta, yang dicinta, dan sumber cinta kasih".

Penginjil Yohanes hari ini menjelaskan tentang persekutuan Tritunggal Mahakudus. Dalam amanat perpisahanNya, Yesus menjanjikan Roh Kudus sebagai penghibur. Roh Kudus itu berasal dari Bapa dan dicurahkan dalam nama Yesus Putra. Yesus sendiri menekankan persekutuanNya dengan Bapa: “Aku dan Bapa adalah satu saja” maka apa yang Bapa punya, Aku punya. Tugas Roh Penghibur adalah membimbing kepada seluruh Kebenaran (Yesus sendiri). Roh Kudus juga akan mengatakan kepada kita tentang segala sesuatu yang sudah diajarkan Yesus dan juga tentang hal-hal yang akan datang.

Penyertaan Roh Kudus di dalam Gereja amat dirasakan oleh Paulus dalam pewartaannya. Kepada jemaat di Roma, Paulus menegaskan bahwa kita dibenarkan karena iman. Kita hidup dalam damai sejahtera karena Yesus Kristus. Karena iman kepada Kristus, kita juga menjadi anak-anak Allah. Kita akan hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Kristus dalam kasih yang dicurahkan oleh Roh Kudus. Lihatlah pemahaman Paulus tentang Tritunggal, kelihatan sederhana tetapi nyata dalam hidup. Kita dapat berdamai dengan Allah karena Yesus dalam kasih yang tercurah oleh Roh Kudus. Tuhan sendiri adalah kebijaksanaan sebagaimana dilukiskan di dalam bacaan pertama dari Kitab Amsal. Bagi Amsal, sebelum bumi diciptakan  sudah ada Kebijaksanaan.

Sambil kita merayakan Hari Raya Tritunggal Mahakudus, permenungan kita semakin dalam  untuk dua hal berikut ini. Pertama, kita menyembah Allah yang tidak sendirian melainkan seorang Allah yang penuh dengan persekutuan kasih dan saling berbagi. Allah Tritunggal Mahakudus, Bapa , Putra dan Roh Kudus adalah satu komunitas, satu kesatuan. Ini haruslah menjadi dasar bagi persekutuan setiap orang yang percaya, bukan hanya sekedar model saja. Kedua, Allah Tritunggal Mahakudus adalah kasih yang sempurna.  Tidak ada kasih lain yang sempurna seperti kasih Tuhan Allah Tritunggal Mahakudus.

Doa: Tuhan Allah Tritunggal Mahakudus, semoga kami selalu berusaha untuk menjadi tanda dan pembawa cinta kasihMu kepada sesama yang lain. Amen

PJSDB

Saturday, May 25, 2013

Renungan 25 Mei 2013

Hari Sabtu, Pekan Biasa VII
Sir 17:1-15
Mzm 103: 13-14.15-16.17-18a
Mrk 10:13-16

Iman anak-anak kecil

“Romo, setelah komuni kudus, tolong berkati anak-anak ya”, demikian permohonan seorang ibu guru agama kepada saya. Kebetulan untuk pertama kali saya diminta memberkati anak-anak setelah komuni kudus. Saya berdiri di depan altar dan ibu guru agama menyanyikan lagi “biar anak-anak datang kepadaKu…”.  Dalam waktu singkat, anak-anak berlarian datang mendekatiku dan memohon untuk diberkati. Banyak kali saya memulainya dengan doa pemberkatan, dilanjutkan dengan memberikan tanda salib pada dahi anak-anak.  Anak-anak kelihatan bahagia dan mengatakan amen atau terima kasih pastor. Ada anak-anak yang setelah diberkati memeluk saya erat-erat, mungkin karena ada ransel yang saya letakkan di depan tubuh saya. Bahkan ada anak-anak yang tidak mau kembali ke tempat karena saya hanya memerciki mereka dengan air suci atau air berkat. Dahi mereka harus ditandai dengan tanda salib.

Ketika masih bertugas di daerah Timur Indonesia, saya sering diminta untuk
misa natal atau paskah bersama anak-anak usia SD. Pada mulanya saya merasa sangat sulit untuk merayakan misa, memberi homily kepada anak-anak.  Saya pernah bertanya kepada seorang pastor senior  tentang misa dengan anak-anak. Dia mengatakan kepada saya bahwa misa bersama anak-anak akan efektif kalau sebagai pastor dapat membaca dan memahami dengan baik Sabda Tuhan dan memperbincangkannya dengan bahasa anak-anak. Mereka akan mengingatnya sepanjang hidup mereka. Saya mencobanya dan ternyata anak-anak senang mendengar homily dengan bahasa mereka sendiri yakni yang mudah dipahami, dengan contoh-contoh praktis di rumah, sekolah atau peer group mereka.

Yesus dikenal sebagai pribadi yang mencintai anak-anak. Kita semua pasti mengingat bagaimana reaksi Herodes ketika mendengar khabar dari para majus . Semua anak laki-laki usia di bawah dua tahun dibunuh oleh para pengikut Herodes dan sebagai seorang anak kecil harus mengalami hidup sebagai  pengungsi di Mesir. Pengalaman-pengalaman ini secara manusiawi ikut membuat Yesus punya opsi yang besar untuk mengasihi anak-anak. Ketika orang-orang dewasa membawa anak-anak kepada Yesus untuk dijamah, para murid menghalangi dengan marah. Reaksi Yesus terhadap para murid adalah, membuka pikiran mereka untuk menerima anak-anak itu. Ia berkata: “Biarkanlah anak-anak datang kepadaKu! Jangan menghalang-halangi mereka! Sebab orang-orang seperti itu yang empunya Kerajaan Allah.

Di sini ada dua kubu yang memiliki konflik kepentingan. Para orang tua membawa anak-anak kepada Yesus untuk dijamah atau diberkati dan Yesus sangat terbuka dengan mereka. Para murid yang merasa diri status quo sehingga tidak memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk masuk di dalam kehidupan Yesus. Situasi ini kadang-kadang masih ada dan dibiarkan berkembang di dalam Gereja. Banyak orang mengalami ditolak untuk bertemu dengan Yesus karena larangan atau aturan manusiawi. Di daerah-daerah tertentu, para orang tua di larang menerima komuni kudus oleh pastor paroki karena pernikahan anak belum beres padahal mereka yang punya persoalan adalah anak, bukan orang tua mereka. Banyak kali kita menjadi penghalang bagi orang untuk bertemu dengan Yesus.

Ada seorang yang kurang waras selalu hadir di dalam perayaan ekaristi. Pada suatu hari minggu, ia sedang mengalami badmood dan berbicara dengan kuat di dalam gereja sehingga mengganggu umat yang lain. Pastor menyuruh petugas tata tertib untuk menyuruh orang itu keluar dari gereja. Orang itu tidak melawan ketika ia disuruh keluar dari dalam Gereja. Sesampai di pintu depan gereja, ia berteriak kepada pastor yang sedang memberi homily: “Pastor yang terhormat, anda boleh menyuruh saya keluar dari dalam gereja pada saat homily, tetapi ingat, belum tentu Tuhan Yesus menyuruh saya keluar dari dalam gereja saat ini karena Dia mau saya mendengarNya”. Semua orang di dalam gereja kaget dengan perkataan orang yang dianggap kurang waras itu. Ada seorang yang berkata, “Wah ternyata masih ada orang gila yang waras”.

Yesus berkata lagi: “Sungguh, barang siapa tidak menerima Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, ia tidak masuk ke dalamnya.” Anak-anak kecil pada zaman Yesus menunjukkan kekhasan mereka yakni polos dan jujur. Sikap menerima Kerajaan Allah adalah sikap seperti anak kecil yang polos dan jujur.  Mereka tidak bersikap munafik. Sayang sekali karena akibat “kemajuan zaman” anak-anak kecil sekarang ini banyak yang memang masih kecil tetapi bermental orang dewasa. Mereka sudah mulai menipu, mencuri, berbicara seperti orang dewasa karena kesalahan dalam parenting. Orang tua belum menjadi orang tua yang efektif. Di kota-kota besar orang tua menyerahkan tugas mendidik kepada para pembantu. Akibatnya anak-anak bertumbuh sehat tetapi bermental seperti pembantu: cara berbicara dengan orang tua mirip pembantu dan majikan, cara marah dan mencaci maki seperti dilakukan sesama pembantu di pasar. Orang tua harus seperti mereka yang disebut di dalam bacaan Injil hari ini. Mereka menyadari tugas dan panggilan mereka sehingga membawa anak-anaknya untuk diberkati Tuhan. Yesus menerima anak-anak dengan memeluk, dan meletakkan tangan ke atas mereka dan memberkati.

Sikap Yesus ini patut kita ikuti yakni keterbukaan untuk menerima dan
memberkati. Mengapa demikian? Penulis Kitab Putra Sirakh dalam bacaan pertama memberi jawaban-jawaban tertentu: Tuhan menciptakan manusia sesuai dengan citraNya. Oleh karena itu, Ia memberi bumi dan isinya dalam kuasa manusia. Di samping kuasa, Tuhan juga mengikat perjanjian dengan manusia dan menasihati untuk selalu melakukan hal-hal yang baik dan menghindari hal-hal yang jahat. Tuhan memberikan manusia lidah, mata dan telinga dan melengkapinya dengan suara hati.

Lidah diberikan Tuhan kepada manusia untuk memuliakan Tuhan. Pemazmur berdoa: “Dan lidahku akan menyebut-nyebut keadilanMu, memuji-muji Engkau sepanjang hari” (Mzm 32:28) bukan untuk melakukan kejahatan (Yak 3:6). Mata adalah pelita tubuh (Mat 6:22) tetapi banyak kali orang menyalahgunakan mata untuk marah atau menonton serta melihat hal-hal dosa. Telinga diciptakan Tuhan untuk mendengar Tuhan. “Hari ini dengarlah suara Tuhan” (Mzm 95:7). Yesus berkata: “Berbahagialah matamu karena melihat dan telingamu karena mendengar” (Mat 13:6).

Sabda Tuhan pada hari ini mengajak kita untuk memiliki iman seperti anak kecil yang polos hatinya. Anak-anak kecil yang masih membutuhkan jamahan dan berkat dari Tuhan. Banyak orang dewasa sudah sengaja atau tidak sengaja menjauh dari Tuhan dan berkat-berkatNya karena mereka berpikir bahwa  Tuhan tidak lagi mutlak diperlukan di dalam hidup ini. Padahal kita semua diciptakan sewajah dengan Tuhan sendiri. Dia sendiri sang Pencipta yang tinggal di dalam hati nurani kita. Dialah yang mengadakan perjanjian kudus supaya kita dapat melakukan apa yang baik dan menghindari apa yang jahat di dalam hidup ini.

Doa: Tuhan, terima kasih atas kasih dan berkat-berkatMu kepada kami. Amen



PJSDB

Friday, May 24, 2013

Keluarga

ANAK ADOPSI BUKAN ORANG LAIN

Saya pernah diminta untuk memberi pengajaran bagaimana pandangan gereja tentang keluarga. Karena temanya sangat luas maka saya mau lebih memfokuskan perhatian pada anak adopsi atau anak angkat. Hingga saat ini banyak pasutri belum menerima sepenuhnya anak adopsi. Mungkin saja isteri mau mengadopsi tetapi suami tidak mau atau sebaliknya. Alasannya mungkin pada hubungan darah. Ada keinginan supaya anak sungguh-sungguh berasal dari darah daging sendiri. Tetapi bagaimana dengan pasutri yang tidak dikaruniai anak karena alasan kesehatan?

Memang perlu diakui bahawa dalam hidup pribadi dan perkawinan kata adopsi dapat mengubah cara pandang dan pemahaman kita akan Allah yang mahakasih.  Jadi entah panggilan hidup sebagai pasutri atau dalam bentuk panggilan  hidup yang lain usaha memahami perkawinan dan adopsi dapat membantu kita untuk memahami Allah. Melalui sakramen perkawinan dua orang dari kita, pria dan wanita, memahami secara lebih mendalam relasi suami istri seperti relasi antara Allah dan Gereja. Ketika mempunya anak, khususnya lewat adopsi kita akan bertumbuh dalam penghargaan terhadap ikatan keluarga gereja.
Misteri perkawinan dan keluarga berakar pada Tritunggal Mahakudus. Semua orang dipanggil kepada relasi keluargawi dengan Allah. Hal ini diwujudkan dalam sakramen pembaptisan.

Menjadi anak Allah berarti diadopsi ke dalam keluarga Allah. Ini makna teologis dari adopsi yakni bersatu dengan Tuhan Allah. Namun dalam masyarakat ketika mendengar tentang adopsi atau mengangkat seseorang anak menjadi anak selalu disepelekan. Ada ungkapan-ungkapan seperti ini: “Dia hanya anak angkat” atau “Dia saudara angkat”. Dengan demikian ada pandangan bahwa anak-anak angkat itu bukan anggota penuh dalam sebuah keluarga. Dengan memahami adopsi secara tepat maka kita akan dibantu untuk memahami relasi yang dekat dengan Tritunggal dan membantu orang untuk memahami jati dirinya.

Nilai rohani adopsi

Pertama-tama kita perlu menyamakan persepsi kita tentang perkawinan. Dalam pandangan gereja katolik, perkawinan memiliki tiga tujuan yakni untuk kesejahteraan suami dan isteri, untuk kelahiran anak dan pendidikan anak.  Nah, dari ketiga tujuan ini, Gereja sangat menekankan pentingnya mengusahakan kesejahteraan suami dan isteri. Mengapa? Karena persatuan pertama yang mau diusahakan adalah persatuan suami dan isteri. Keduanya bukan lagi dua melainkan satu daging. Oleh karena itu kita bisa mengerti bahwa kalau pun tidak ada anak di dalam keluarga, suami dan istrri tetaplah menjadi satu daging. Tidak ada anak bukan menjadi alasan untuk bercerai.

Anak-anak yang lahir di dalam sebuah keluarga merupakan tanda kasih suami dan isteri. Memang ada rasa saling memberi dan menerima, saling berserah diri satu sama lain dalam diri pasutri namun tidak adanya anak-anak yang lahir dalam sebuah keluarga bukanlah menjadi alasan untuk menggagalkan hidup berkeluarga.

Ketika mengadopsi anak, akan terlihat dua jenis hubungan antara anak dan orang tua:  
Pertama, hubungan darah. Seseorang dikatakan mempunyai hubungan darah jika ada ikatan darah di antara keduanya secara generatif. Jadi pasutri yang menikah kemudian melahirkan anak secara otomatis memiliki hubungan darah dengan anak yang lahir. Anak-anak yang lahir juga memiliki hubungan darah satu sama lain. Kedua, hubungan adopsi. Menurut Kitab Hukum Kanonik, hubungan orang tua dan anak karena adopsi disebut hubungan hukum. Maksudnya, hubungan ini bukan hubungan darah tetapi hubungan bisa ada karena pertalian hukum. Dalam KHK tahun 1983, Kan 110 dikatakan: “Anak-anak yang diadopsi menurut norma hukum sipil dianggap sebagai anak dari orang atau orang-orang yang mengadopsinya”. Jadi untuk selamanya, anak angkat itu menjadi bagian dari keluarga baru.

Dengan demikian, gereja katolik melihat bahwa hal terpenting adalah persekutuan suami dan isteri dan saling mengasihi, tak terpisahkan. Jadi meskipun tidak ada anak yang lahir namun dengan mengadopsi saja sudah cukup. Mengapa? Karena dengan mengadopsi, secara hukum ada pertalian antara yang mengadopsi dan yang diadopsi. Maka anak adopsi pun memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan  anak kandung. Tidak ada perbedaan anak adopsi dan anak kandung. Pada kodratnya sama.

Banyak kali kita lupa konsep adopsi dalam Kerajaan Allah. Pandangan dunia tentang adopsi
berpusat pada pemahaman tentang “anak yang tidak dikehendaki” sedangkan Kerajaan Allah berpusat pada “Anak yang dikehendaki”. Kita lihat kembali sejarah keselamatan. Allah mencari umat manusia dan Dia sendiri yang menghendaki anak-anakNya. Maka dalam keluarga Allah, kita semua adalah anak-anak yang dikehendakiNya. Maka tindakan keluarga-keluarga kristiani mengadopsi anak-anak adalah perluasan dari keinginan Allah untuk memiliki anak-anak. Adopsi menjadi satu contoh bagaimana Allah mengendaki kita menjadi anak-anakNya.

Ajaran Katekismus Gereja Katolik

Dalam Katekismus Gereja Katolik diajarkan bahwa mengadopsi anak sebenarnya mengikuti apa yang terjadi dalam peristiwa Yesus. Katekismus Gereja Katolik menunjukkan bahwa peristiwa inkarnasi merupakan awal dari program adopsi Allah yang mencakup seluruh dunia (KGK 505). Lebih jelas dikatakan: “Dalam kelahiran baru anak-anak yang diangkat dalam Roh Kudus lewat iman”.  Martabat kita sebagai anak-anak Allah memberi kita suatu bagian yang nyata bersama Kristus dalam kehidupan Tritunggal (KGK 654). Martabat anak-anak angkat kita memberikan anak angkat itu suatu kekayaan keluarga kita. Maka adopsi adalah cara yang dengannya kita ambil bagian dalam kehidupan keluarga Allah.

Di dalam Kitab Suci Perjanjian Lama terdapat contoh Hana. Hana bernazar bahwa sekiranya ia mendapat anak maka ia akan mempersembahkan  anak itu kembali kepada Tuhan selama seluruh hidupnya (2Sam 1: 11-13). Adopsi lalu menjadi kesempatan untuk mempunyai anak dan mempersembahkannya kepada Allah. Tujuan akhir dari adopsi adalah mengasihi dan mengasuh anak supaya ia nantinya mempunyai masa depan yang bagus.

Beato Yohanes Paulus II dalam Familiaris Concortio menegaskan bahwa panggilan menjadi orang tua bukan soal biologis saja tetapi mencakup aspek lain seperti tanggung jawab untuk menanamkan gambaran Tritunggal Mahakudus dalam diri anak-anak. Paus berkata: “Keluarga merupakan lingkungan permbinaan pertama dan paling dasar untuk hidup masyarakat. Sebagai persekutuan cinta kasih, keluarga mengalami penyerahan diri sebagai hukum yang menuntun dan mengembangkan anggota-anggotanya. Pemberian diri yang mengungkapkan hubungan saling cinta antara suami dan istri menjadi pola dan norma untuk pemberian diri yang harus dipraktekkan dalam hubungan kakak- beradik serta berbagai angkatan yang hidup bersama dalam keluarga”. (FC, 37).

Masalah yang akan digeluti adalah menyangkut jati diri anak. Ketika beranjak dewasa mereka bisa mengetahui darimana ia berasal. Tantangan juga akan dihadapinya kalau ada anak kandung. Di dalam Kitab Kejadian 1:26 menuturkan bahwa Allah telah menciptakan setiap orang sesuai gambar Allah. Gambar Allah sebagai Tritunggal dan sebagai kasih abadi adalah dasar jati diri kita. Perhatikanlah rumusan Katekismus Gereja Katolik berikut ini:

"O Cahaya yang membahagiakan, Tritunggal dan Kesatuan asli" (LH Madah "O lux beata, Trinitas"). Allah adalah kebahagiaan abadi, kehidupan yang tidak dapat mati, cahaya yang tidak pernah pudar. Allah adalah cinta: Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Karena kehendak bebas, Allah hendak menyampaikan kemuliaan kehidupan-Nya yang bahagia. Inilah "keputusan belas kasihan" Bdk. Ef 1:9., yang telah Ia ambil dalam Putera kekasih-Nya sebelum penciptaan dunia. "Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya" (Ef 1:5), artinya "menjadi serupa dengan gambaran anak-Nya" (Rm 8:29), berkat "Roh yang menjadikan kamu anak Allah" (Rm 8:15). Rencana ini adalah "kasih karunia yang dianugerahkan kepada kita sebelum permulaan zaman" (2 Tim 1:9) dan yang langsung berasal dari cinta trinitaris. Rencana itu dilaksanakan dalam karya penciptaan, dalam seluruh sejarah keselamatan setelah manusia berdosa, dalam pengutusan-pengutusan Putera dan Roh Kudus yang dilanjutkan dalam pengutusan Gereja” (KGK, 257).

Di dalam Kitab Suci, Allah mengungkapkan diriNya dengan banyak cara. Allah menjadi gembala (Mzm 23). Dalam Kitab Hosea, Allah sebagai suami. Allah mewahyukan diri dalam cara untuk merawat kita. Katekismus Gereja Katolik mengajarkan bahwa:

“Allah adalah Bapa yang maha kuasa. Kebapaan-Nya dan kekuasaan-Nya saling menerangkan. Ia menunjukkan kekuasaan-Nya sebagai Bapa dengan memelihara kita Bdk. Mat 6:32., dengan menerima kita sebagai anak-anak-Nya (Aku mau "menjadi bapa-Mu, dan kamu akan menjadi anak-anak-Ku laki-laki dan perempuan, demikianlah firman Tuhan yang maha kuasa" 2 Kor 6:18)” (KGK, 270).

Allah mewahyukan diriNya sebagai seorang Bapa. Dalam Kitab Perjanjian Lama, Allah memusatkan kasihNya pada Putra sulungNya yaitu Israel (Kel 4:22). Allah berusaha menunjukkan kepada orang-orang Israel siapa diriNya lewat perhatian, kasih sayang, pengajaran, disipilin dan belaskasihanNya yang terus menerus. Manusia lalu menjadi keluarga Allah. Tentang hal ini Katekismus Gereja Katolik mengajarkan:

“Allah dalam Dirinya sendiri sempurna dan bahagia tanpa batas. Berdasarkan keputusan-Nya yang dibuat karena kebaikan semata-mata, Ia telah menciptakan manusia dengan kehendak bebas, supaya manusia itu dapat mengambil bagian dalam kehidupan-Nya yang bahagia. Karena itu, pada setiap saat dan di mana-mana Ia dekat dengan manusia. Ia memanggil manusia dan menolongnya untuk mencari-Nya, untuk mengenal-Nya, dan untuk mencintai-Nya dengan segala kekuatannya. Ia memanggil semua manusia yang sudah tercerai-berai satu dari yang lain oleh dosa ke dalam kesatuan keluarga-Nya, Gereja. Ia melakukan seluruh usaha itu dengan perantaraan Putera-Nya, yang telah Ia utus sebagai Penebus dan Juru Selamat, ketika genap waktunya. Dalam Dia dan oleh Dia Allah memanggil manusia supaya menjadi anak-anak-Nya dalam Roh Kudus, dan dengan demikian mewarisi kehidupan-Nya yang bahagia” (KGK, 1).

Pembaptisan adalah jalan masuk menjadi keluarga Allah. Kita semua diadopsi ke dalam keluarga Allah. Perhatikanlah apa yang dikatakan Katekismus Gereja Katolik:

“Pembaptisan tidak hanya membersihkan dari semua dosa, tetapi serentak menjadikan orang yang baru dibaptis suatu "ciptaan baru" (2 Kor 5:17), seorang anak angkat Allah Bdk. Gal 4:5-7.; ia "mengambil bagian dalam kodrat ilahi" (2 Ptr 1:4), adalah anggota Kristus Bdk. 1 Kor 6:15; 12:27., "ahli waris" bersama Dia (Rm 8:17) dan kenisah Roh Kudus Bdk. 1 Kor 6:19”. (KGK 1265).

Dengan uraian-uraian ini kiranya kita semua dibantu untuk untuk mengerti nilai-nilai rohani dan ilahi dari adopsi. Menghargai anak-anak dengan martabatnya yang luhur seperti anak dari darah daging sendiri. Mereka bukanlah orang lainn tetapi bagian dari diri kita.  Mengapa? Karena kita sendiri adalah anak adopsi dari keluarga Allah. Pembaptisan adalah jalan masuk menjadi anak adopsi Allah.


P. John Laba,SDB