Monday, September 30, 2013

Renungan 30 September 2013

St. Hieronimus
Hari Senin, Pekan Biasa XXVI
Za: 1-8
Mzm 102:16-18.19-21.22-23.29
Luk 9:46-50

Tuhan mengasihimu!

Kita mengawali pekan ini dengan sebuah antiphon yang bagus dari Kitab Zakharia: “Aku akan menyelamatkan umatKu dan membawa mereka pulang. Mereka akan menjadi umatKu dan Aku menjadi Allah mereka” (Za 8:8). Firman Tuhan melalui nabi Zakharia ini sangat menghibur karena Tuhan mau mewujudkan perhatian dan kasihNya kepada kita semua. Pengalaman umat Israel di Babel merupakan pengalaman yang sangat berharga bagi mereka dalam konteks relasi pribadi mereka dengan Tuhan. Banyak di antara mereka yang sudah kehilangan harapan pada belas kasih Tuhan. Mereka berpikir Tuhan selamanya akan melupakan mereka sehingga membiarkan penderitaan itu harus mereka alami. Ternyata pikiran mereka berbeda dengan rencana Tuhan. Tuhan justru menggerakkan hati raja-raja kafir di Persia seperti Koresh, Darius dan Arthasastra untuk memulangkan kaum Israel ke Yerusalem dan membangunnya kembali. Ini berarti Tuhan tidak melupakan umat kesayanganNya tetapi tetap mengasihi mereka selamanya. Manusia boleh lupa dengan Tuhan tetapi Tuhan tidak pernah lupa dengan manusia.

Nabi Zakharia dalam bacaan pertama hari ini mengatakan bahwa Tuhan tetap melindungi umatNya. Untuk meyakinkan mereka, Nabi Zakharia mengingatkan mereka akan kejayaan kota Yerusalem di masa lalu. Yerusalem adalah kota yang megah dan indah. Namun demikian sejarah juga mencatat bahwa kota ini pernah dihancurkan oleh Raja Nebukhadnezar II. Selanjutnya, kaum Israel juga sudah kembali ke Yerusalem dan mereka harus berusaha untuk membangun kembali kota ini. Tuhan Allah sendiri berjanji: “Aku akan kembali ke Sion dan akan diam di tengah-tengah Yerusalem. Dengan demikian Yerusalem akan disebut Kota Setia dan Gunung Tuhan semesta alam akan disebut Gunung Kudus” (Za 8: 3). Tuhan begitu baik dan penuh perhatian sehingga Ia sendiri mau datang dan tinggal di tengah umatNya. Dia sungguh-sungguh mau menjadi Immanuel. Di sini kita belajar dari seorang Allah yang tidak memperhitungkan dosa-dosa manusia tetapi memperhatikan iman, harapan dan kasih kepadaNya. Kita seharusnya malu ketika menyadari kerahiman Allah bagi kita, meskipun kita selalu menyakitiNya dengan dosa-dosa kita. Apakah kita sendiri menyadari kasih dan kebaikan Tuhan meskipun kita ini orang berdosa?

Selanjutnya Tuhan juga mengatakan bahwa Yerusalem yang tadinya kosong akan dihuni oleh manusia, mulai dari yang muda hingga yang tua. Tuhan juga akan menyelamatkan mereka semua mulai dari tempat terbitnya matahari hingga tempat terbenamnya. Artinya Tuhan mempunya rencana untuk menyelamatkan semua orang. Ia akan melindungi dan menjaga masing-masing orang sebagai milik kepunyaanNya. Itu sebabnya Tuhan berkata: “Mereka akan menjadi umatKu dan Aku menjadi Allah mereka”. Ungkapan ini merupakan Injil, sebuah berita sukacita bagi kita semua. Tuhan mau menjadi pelayan bagi manusia. Perhatian, kasih sayang dan perlindunganNya merupakan tanda bahwa Ia juga melayani manusia. Ia setia dan adil bagi umat manusia. 

Penginjil Lukas dalam bacaan Injil hari ini
mengisahkan bagaimana situasi komunitas para rasul. Mereka mempertentangkan siapa kiranya di antara mereka yang terbesar. Yesus mengenal murid-muridNya maka Ia memanggil salah seorang anak kecil, menempatkan anak itu di sampingNya dan berkata: "Barang siapa menyambut anak ini dalam namaKu, ia menyambut Aku. Dan barang siapa menyambut Aku, ia menyambut Dia yang mengutus Aku. Hendaknya yang terkecil di antara kamu dialah yang terbesar" (Luk 9:48). Para murid memang memiliki ambisi-ambisi tertentu. Mereka memiliki harapan bahwa sekiranya Yesus menjadi raja manusiawi maka mereka akan mendapat tempat istimewa. Yesus mengoreksi mereka supaya jangan hidup dalam ambisi-ambisi negatif. Kalau mau menjadi besar, maka hendaklah menjadi kecil, supaya lebih bebas mengabdi. Hidup sebagai pribadi yang suka iri hati dana cemburu tidaklah berguna.

Yesus juga mengoreksi para muridNya yang berpikir bahwa mereka adalah status quo keselamatan. Yohanes melaporkan kepada Yesus bahwa ia melihat orang lain mengusir setan dalam nama Yesus dan berhasil maka mereka melarang supaya orang itu jangan melakukannya. Tetapi Yesus melarang mereka untuk tidak boleh mencegahnya karena dia ada di pihak Tuhan. Ia tidak melawan Yesus dan para muridNya. Banyak kali kita juga berlaku demikian dengan klaim tertentu seperti Yesus adalah milik kita. Tuhan Yesus justru menghendaki agar diriNya dikenal hingga ujung dunia. Kita hendaknya lebih terbuka lagi kepada Tuhan dan sesama. 

Doa: Tuhan, syukur dan puji kami panjatkan kepadaMu di pekan yang baru ini. Engkau senantiasa setia kepada kami. Semoga kami pun setia di dalam hidup dan panggilan kami masing-masing.

PJSDB

Sunday, September 29, 2013

Homili Hari Minggu Biasa XXVI/C

Hari Minggu Biasa XXVI
Am. 6:1a,4-7;
Mzm. 146:7,8-9a,9bc-10;
1Tim. 6:11-16;
Luk. 16:19-31

Berbagilah dengan sesamamu!

Pernah terjadi, seorang nenek miskin yang mencuri sepotong roti di kota New York, sekitar tahun 1930an. Pada saat itu Amerika Serikat sedang mengalami krisis ekonomi dan banyak orang kelaparan. Ada seorang nenek yang dituduh mencuri sepotong roti dan harus diadili. Demikian tuntutan penjaga toko roti. Padahal sang nenek itu memberi alasan bahwa anak perempuannya sakit, cucunya kelaparan dan mereka juga miskin karena suaminya sudah meninggal dunia. Hakim di pengadilan itu mengatakan hukum tetaplah hukum dan tidak memandang bulu. Si nenek itu harus membayar $10 US, kalau tidak mampu maka ia harus dikurung dalam penjara selama 10 hari. Nenek itu remuk hatinya tetapi sang hakim itu berdiri, mencopot topinya, meletakkan uang $10 US di atas topinya. Kemudian hakim itu mengatakan kepada para hadirin di dalam sidang: “Saya juga mendenda semua hadirin di sini sebanyak 50 sen karena kalian telah bersalah, tidak memiliki sikap bela rasa terhadap salah satu orang miskin di kota New York ini sehingga ia mencuri sepotong roti.” Panitera disuruh mengumpulkan denda dan hasilnya diberikan kepada terdakwa. Akhirnya nenek itu kembali ke rumahnya dengan mengantongi $47 US dan 50 sen, termasuk 50 sen yang diberikan oleh sang penuntut yakni penjaga toko. Semua orang bertepuk tangan mengiring kepergian sang nenek meninggalkan ruang sidang.

Pada hari ini kita mendengar Kisah Injil yang menarik perhatian kita. Yesus menceritakan sebuah kisah kepada kaum Farisi seperti ini: Ada seorang kaya raya, tanpa nama. Ia selalu mengenakan pakaian kebesaran berupa jubah berwarna ungu dari kain halus, bersukaria dalam kemewahan. Ada juga seorang pengemis miskin tanpa nama meskipun dalam teks Injil diberi nama Lazarus (El’azar: Allah menolong). Lazarus ini miskin dan badanya penuh borok. Ia berbaring dekat pintu rumah orang kaya itu sambil menunggu remah-remah dari meja tuannya. Anjing-anjing yang bersamanya di bawah kolong meja menjilat boroknya sehingga ada kemungkinan infeksi pada bagian tubuh yang borok. Ada Lazarus di jaman modern ini. Lihatlah gambar di samping ini.

Kedua figur ini sama-sama meninggal dunia. Lazarus langsung dibawah oleh para malaikat dan ke pangkuan Abraham. Ia berada di tempat yang penuh sukacita. Orang kaya pun meninggal dunia dan masuk ke syeol atau neraka. Dari kejauhan ia melihat sosok Lazarus sedang berbahagia di pangkuan Abraham. Ia memohon agar Lazarus mencelupkan ujung jarinya ke dalam air dan membiarkan tetesan air jatuh ke atas lidahnya karena ia sangat kesakitan. Tetapi Abraham menasihati orang kaya itu bahwa Lazarus dulunya menderita maka sekaran ia bahagia. Situasinya berbeda dengan situasinya yang dulu di dunia bahagia. Lagi pula jarak yang begitu jauh, ada pemisah yang tak terseberangi. Pada akhir kisah Injil hari ini Abraham mengatakan bahwa hati orang-orang keras dan tertutup. Seorang yang bangkit dari antara orang mati pun tidak akan meyakinkan mereka untuk bertobat. Akhir kisah ini kiranya Yesus mau memberi kritik tajam bagi kaum Farisi.

Kisah ini menarik kalau kita melihat lebih dalam lagi kedua figur ini. Tuhan Yesus mengangkat figur orang kaya tanpa napa dalam kisah ini untuk mengatakan kepada kaum Farisi bahwa sebenarnya Tuhan itu mahabaik dan Ia menganugerahkan segala sesuatu untuk kebaikan dan kemakmuran hidup manusia. Masalah yang dimiliki oleh orang kaya ini adalah masalah kepribadiannya sendiri. Ia menjadikan kekayaan sebagai tujuan hidupnya dan lupa kepada Tuhan yang menciptakannya dan manusia yang menjadi sesamanya. Ia tidak takut dengan Tuhan bahkan melupakan Tuhan sebagai sumber kehiduoan dan asal segala sesuatu. Ia juga buta mata hatinya terhadap sesamanya yang miskin dan menderita. Oleh karena itu ia tidak berbagi dengan sesama yang miskin dan menderita. Yesus berkata: "Apa yang kamu lakukan untuk saudaraKu yang paling hina ini, kalian lakukan untuk Aku" (Mat 25:40).


Sikap tidak mampu berbagi digambarkan juga oleh Amos dalam Bacaan Pertama (Ams 6:1a.4-7). Tuhan berfirman melalui Amos: "Celakalah orang-orang yang merasa aman di Sion yang merasa tenteram di gunung Samaria! Celakalah orang yang berbaring di tempatv tidur dari gading, dan duduk berjuntai di ranjang; memakan anak-anak lembu dari tengah kawanan binatang yang tambun...Celakalah orang yang meminum anggur dari bokor dan berurap dengan minyak yang paling baik tetapi tidak berduka karena kehancuran keturunan Yusuf". Mereka yang hidup bahagia ini akan pergi sebagai orang buangan. Mengapa demikian? Karena mereka tidak memiliki kesempatan untuk memperhatian sesama yang lebih miskin dan menderita.


Bagaimana dengan Lazarus? Lazarus adalah gambaran kaum pinggiran masa kini. Mereka yang miskin jasmani dan rohani, menderita sakit, tersingkir dalam masyarakat luas tetapi masih memiliki modal yang kuat yakni rasa percaya yang besar kepada Tuhan. Mereka percaya bahwa Tuhan akan melakukan yang terbaik bagi hidup mereka. Mereka-mereka inilah yang akan lebih dahulu dijemput oleh para Malaikat ke pangkuan Abraham. Oleh karena itu nada-nada penyesalan, bersungut-sungut karena kehidupan yang diwarnai aneka penderitaan itu bisa dihapus ketika kita menyadari bahwa Tuhan tetap mengasihi kita. Tuhan tidak lupa dengan kita. Bukankah kita diciptakan seperti wajahNya sendiri? Bukankah kita ini adalah biji mata Tuhan?


Apa yang harus kita lakukan sebagai pengikut Kristus? St. Paulus dalam suratnya yang pertama kepada Timotius mengajak semua orfang yang dibaptis dan percaya kepada Kristus untuk menghayati nilai-nilai Injili dengan baik dalam hidupnya. Timotius mewakili Gereja yang disapa oleh Paulus "manusia Allah" diajak untuk menjauhi semua kejahatan, kejarlah keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran, dan kelembutan. Semua ini haruslah ditaati sambil menanti kedatangan Tuhan Yesus Kristus. Di samping itu hidup kudus tanpa cela haruslah dimiliki oleh setiap orang. Semua ini dapat berhasil kalau orang mengandalkan Yesus di dalam hidupnya.


Sabda Tuhan pada hari Minggu Biasa XXVI/C ini mengajak kita semua untuk bertumbuh dalam semangat saling berbagi dengan sesama yang paling miskin karena banyak Lazarus ada di antara kita. Gerakan saling berbagi ini berasal dari dalam diri pribadi yang tentunya harus dialami di dalam keluarga masing-masing. Orang tua sebagai pendidik pertama seorang insan, mesti membentuk semangat berbagi di dalam diri anak-anak atau menciptakan situasi supaya anak-anak merasakan semangat berbagi itu sendiri. Kalau berbagi merupakan sebuah kebiasaan, sebuah budaya di dalam keluarga maka dengan demikian akan memiliki pengaruh yang luas dalam kehidupan bersama dalam masyarakat. Mari berbagi sebagai saudara!

Doa: Tuhan, kami bersyukur kepadaMu karena Engkau membagi diriMu kepada kami melalui Yesus PuteraMu. Bantulah kami juga untuk berani berbagi dengan sesama yang miskin. Semoga kami juga semakin serupa dengan Yesus PuteraMu. Amen

PJSDB

Saturday, September 28, 2013

Renungan 28 September 2013

Hari Sabtu, Pekan Biasa XXV
Za 2:1-5.10-11a
Mzm (Yer): 31: 10.11-12ab.13
Luk 9: 43b-45


Seorang Mesias yang menderita

Yesus berdoa dan sambil berdoa Ia didatangi oleh para muridNya. Ia bertanya kepada mereka perihal pandangan orang tentang diriNya. Ada dua jawaban yang muncul. Kata orang Yesus adalah Yohanes Pembaptis, nabi Elia atau salah seorang nabi yang bangkit. Pertanyaan ini tergolong mudah karena intinya adalah apa kata orang tentang Yesus. Pertanyaan menjadi sulit ketika Yesus bertanya: "Menurut kamu masing-masing, siapakah Aku?" Semua murid sejenak memilih untuk diam. Dengan bantuan Bapa, Petrus menjawab dengan tepat pertanyaan Yesus ini bahwa Ia adalah Mesias dari Allah. Namun demikian, pengakuan iman Petrus ini tidak membuat Yesus bangga. Ia justru melarang mereka untuk tidak menceritakan kepada orang lain bahwa dirinya adalah Mesias. Alasan utamanya adalah mereka memiliki konsep Mesias secara politis bukan Mesias ilahi. Mesias secara politis mengandaikan bahwa apabila mereka sudah tahu bahwa Yesus adalah Mesias maka mereka akan memaksaNya supaya Ia dapat memimpin Israel untuk mengusir penjajah Romawi. Di antara oara murid Yesus ada yang menjadi anggota gerakan bawah tanah untuk mengusir orang Romawi. Dia adalah Simon orang Zelot. Tetapi kita semua tahu bahwa Yesus berhasil mengubah hati Simon untuk  bergerilia dalam mewartakan Injil.

Siapakah Mesias bagi Petrus? Mesias dalam pikiran Petrus adalah seorang Mesias yang jaya dan agung, Mesias yang tidak akan mengalami suatu penderitaan apapun. Namun konsep Mesias menurut Oetrus ini tidak bertahan lama. Ternyata konsep Mesias yang menurut para Rasul bukanlah demikian dengan Mesias sebenarnya yang harus dihayati Yesus sendiri. BagiNya, Mesias yang benar adalah Dia yang menderita untuk keselamatan banyak orang. Nah, pikiran dan jalan Tuhan memang berbeda dengan yang dimiliki manusia. Manusia memikirkan hal-hal yang penuh kejayaan, Tuhan memikirkan penderitaan yang harus dialami Anak Manusia untuk membawa Penebusan yang berlimpah. 

Pada hari ini Yesus mengatakan dengan terus terang kepada para murid bahwa Ia akan menderita padahal pada saat itu banyak orang masih terpesona dengan semua Sabda dan karya Yesus. Ia berkata: "Dengarlah dan camkanlah segala perkataanKu: Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia". Semua orang tidak mengerti maksud Yesus. Yesus sudah tahu semua yang akan Dia alami selagi masih berada di dunia. Namun demikian, Ia tidak pernah memilih untuk mundur atau takut dengan segala penderitaan. Ia tetap berani dan memberi segalanya untuk keselamatan umat manusia. 

Mengikuti Yesus memiliki konsekuensi yakni orang harus siap untuk masuk dalam Sekolah Penderitaan Yesus (SPY). Siap menderita demi kebaikan sesama yang lain. Apakah anda dan saya berani menyerupai Yesus Tuhan kita yang selalu siap untuk menderita bagi kita semua? Renungkan kata-kata Yesus ini: "Ikutlah Aku!" (Yoh 21:22). Mengikuti Yesus bukan hanya pada saat-saat senang-senang saja tetapi pada saat susah, saat menderita, saat di mana perlu pengorbanan diri yang lebih. Hidup Kristiani akan bermakna ketika kita sungguh-sungguh mengikuti jejak langkah Kristus. Ia  memanggil, memilih dan menetapkan kita supaya berjalan mengikuti jejak kakiNya. Prinsip yang baik adalah: "There can be no share in God's glory without the Cross"

Di dalam bacaan pertama, kita mendengar nubuat Zakharia yang menggambarkan keakraban Tuhan dan manusia. Ia sendiri bersabda: "Aku Zakharia, melayangkan mataku dan melihat". Apa yang Zakharia lihat? Zakharia melihat seorang yang memegang tali pengukur. Ia mau mengukur panjang dan lebar Yerusalem. Yerusalem menjadi kota penting di mana Tuhan akan bersemayam di sana. Melalui Zakharia, Tuhan berjanji untuk memenuhi Yerusalem dengan kemuliaanNya. Untuk itu, Ia mengharapkan agar umat Israel bersorak sorai dan bersukaria karena Ia akan datang dan tinggal bersamanya. Tuhan akan tetap akrab dan bersatu dengan umat kesayanganNya.

Doa: Tuhan, bantulah kami untuk berani memikul Salib dan mengikutiMu. Amen

PJSDB

Friday, September 27, 2013

Renungan 27 September 2013

St. Vinsensius a Paulo
Hari Jumat, Pekan Biasa XXV
Hag 2:1b-10
Mzm 43:1.2.3.4
Luk 9:18-22

Roh-Ku tetap tinggal di tengah-tengahmu!

Kisah tentang umat Israel dari Kerajaan Selatan berlanjut. Tuhan sudah menggerakkan hati para raja kafir dari Persia yakni Koresh, Darius dan Arthasustra untuk memulangkan orang-orang Israel ke kampung halaman mereka di Yerusalem. Tugas yang harus mereka lakukan setelah tiba di Yerusalem adalah membangun rumah Tuhan. Namun demikian ketika mereka tiba di Yerusalem, mereka giat membangun rumah tinggal mereka sendiri dan lupa membangun rumah Tuhan. Maka Tuhan mengingatkan pemerintah sipil dan rohani, dalam hal ini Zerubabel sebagai Bupati dan Yosua sebagai imam agung melalui nabi Hagai untuk menyiapkan kayu-kayu yang ditebang di gunung untuk mendirikan rumah bagi Tuhan. Nubuat Hagai tentang rumah Tuhan ini terlaksana pada zaman Ezra. Hal penting yang dilakukan Hagai adalah membangun iman umat Israel supaya mereka tumbuh dalam kesetiaan karena Allah tidak pernah ingkar janji. Allah selalu menyertai mereka.

Selama proses pembangunan rumah Tuhan, Tuhan Allah sendiri yang mengawasi mereka. Hasil pembangunannya memang sangatlah sederhana di bandingkan dengan kemegahan rumah Tuhan atau Bait Allah yang dibangun pada zaman raja Salomo. Namun demikian Tuhan melalui Hagai mau membuka pikiran umat Israel, untuk beralih dari pemikiran Bait Allah sebagai gedung dengan tubuh mereka sendiri. Tuhan berkenan untuk tinggal di antara umat manusia sebagai Imanuel. St. Paulus juga memiliki pikiran yang sejalan dengan mengatakan bahwa Tubuh kita adalah Bait Roh Kudus (1Kor 6:19). Tuhan juga memotivasi umat Allah untuk tetap bersemangat, tidak berputus asa dalam membangun rumah Tuhan. Tuhan sendiri sejak semula berjanji: “Bekerjalah sebab Aku ini menyertai kalian”.  Penyertaan Tuhan harus dialami selama-lamanya oleh umat Israel.  Tuhan juga menghibur mereka: “Jangan takut! Roh-Ku tetap tinggal di tengah-tengahmu”.

Keadaan Bait Allah secara fisik memang sederhana. Tuhan mengetahuinya dan Ia sendiri berjanji untuk memberi kemegahan kepada rumahNya sendiri. Ia sendiri yang akan menggoncangkan segala bangsa sehingga mereka dapat mengalirkan emas dan perak untuk membuat RumahNya menjadi megah. Segala kekayaan seperti emas dan perak adalah milikNya dan Ia akan memperindah rumahNya sendiri. KemuliaanNya akan bersemayam dan rumah Tuhan akan lebih megah lagi di bandingkan dengan zamannya Salomo karena Tuhan akan menganugerahkan damaiNya kepada semua orang yang datang dan berjumpa denganNya. Bait Allah kemudian menjadi pemersatu semua orang yang percaya kepada Tuhan Allah. Dia laksana pelita yang bernyala, yang mengundang semua orang untuk datang kepada cahaya itu.

Bait Allah menjadi tempat dan sekaligus tanda Tuhan hadir di tengah-tengah umat Israel. Pada saat ini kehadiran Tuhan kita rasakan dalam diri Yesus Kristus PuteraNya yang tunggal Tuhan kita. Penginjil Lukas mengisahkan bahwa pada suatu kesempatan, ketika Yesus sedang berdoa seorang diri, murid-murid datang kepadaNya. Ia bertanya kepada mereka dua pertanyaan. Pertanyaan pertama: “Siapakah Aku ini menurut orang banyak?” Kedua, “Siapakah Aku ini menurut kalian?” Untuk pertanyaan pertama tergolong gampang. Karena kata orang maka mereka ramai menjawab: “Ada yang mengatakan Anda adalah Yohanes Pembaptis, ada yang mengatakan Anda adalah Elia atau salah seorang nabi yang sudah wafat dan bangkit kembali.” Untuk pertanyaan kedua tergolong sulit. Yesus menurut orang memang gampang, tetapi menurut saya secara pribadi sangat sulit untuk dijawab. Petrus dengan bantuan Allah mengatakan: “Engkaulah Kristus dari Allah”. Yesus ternyata tidak bangga dengan jawaban yang diberikan Petrus. Ia justru melarang mereka untuk tidak mengatakan bahwa Dialah Mesias.

Mengapa Yesus melarang para muridNya untuk tidak mengatakan kepada siapa-siapa bahwa adalah Mesias? Mentalitas orang saat itu adalah mereka sedang menanti seorang yang akan menjadi Mesias secara politis untuk mengusir penjajah Romawi. Yesus tidak datang untuk mengusir penjajah Romawi tetapi Ia datang untuk menyelamatkan umat manusia. Ia datang sebagai Mesias yang menderita dan ditolak oleh para tua-tua, oleh para imam kepala dan para ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga. Mesias yang menderita menjadi inspirator bagi kita semua untuk mengikutiNya dari dekat, memikul salib. St. Yohanes Bosco berkata: “Salib itu bukan hanya untuk dicium melainkan untuk dipikul (La croce non basta baciarla, bisogna portarla)” Menjadi pengikut Kristus berarti siap untuk memberi diri secara total.

Pada hari ini kita merayakan peringatan St. Vinsensius A Paulo, rasul kaum miskin. Ia lahir di Pouy, Prancis 24 April 1581. Ketika berusia 15 tahun, ia masuk seminari dan ditahbiskan sebagai imam pada saat berusia 19 tahun. Ia melanjutkan studinya hingga mencapai gelar sarjana Teologi. Ia memiliki perhatian yang besar kepada para seminaris dan pembinaan mereka. Ia juga bersahabat dengan para kaum papa miskin, para yatim piatu.  Ia meninggal dunia pada tanggal 27 September 1660. Mari kita berdoa kepada Tuhan dengan perantaraan St. Vinsensius, semoga semangatnya tetap memampukan kita untuk bersatu dengan Tuhan dan kaum papa miskin.

Doa: Tuhan yang mahabaik, kami memohon rahmat Istimewa untuk senantiasa terbuka pada setiap rencanaMu. Semoga hari demi hari kami berusaha untuk merasakan kehadiranMu di tengah-tengah kami. Amen


PJSDB

Thursday, September 26, 2013

Renungan 26 September 2013

Hari Kamis, Pekan Biasa XXV
Hag 1:1-8
Mzm 149:1-2.3-4.5-6a.9b
Luk 9:7-9

Bangunlah dan Kuduskanlah Rumah Tuhan!


Ada seorang Pastor Paroki di pedalaman yang kreatif dan memiliki visi ke depan tentang parokinya. Setelah setahun bekerja di Paroki itu, ia melihat bahwa bangunan gereja paroki sudah tidak layak pakai sebagai tempat tinggal Tuhan. Pada suatu hari Minggu ia menyampaikan idenya kepada umat dan mengajak mereka untuk membangun sebuah gereja baru yang lebih layak bagi Tuhan. Pada umumnya umat setuju tetapi masalahnya adalah pada dana untuk membangun gereja. Umat di paroki itu hanya petani sederhana dan tidak akan mampu membangun sebuah gereja besar dan bagus seperti diimpikan pastornya. Ia mengumpulkan para pengurus gereja dan mengatakan bahwa meskipun parokinya miskin tetapi kekuatan untuk membangun gereja itu berasal dari Tuhan. Kalau Tuhan mau memiliki rumah yang lebih layak maka Ia akan memb uka jalan dan banyak orang akan memberi dana. Bagi Pastor Paroki, gedung gereja yang akan dibangun ini berasal dari umat, oleh umat dan untuk umat. Jadi semuanya harus dilakukan oleh umat di paroki. Untuk itu mereka membuat panitia dan program pembangunan yang melibatkan semua warga paroki. Setelah tiga tahun mereka berhasil membangun sebuah bangunan gereja yang besar dan bagus. Dari situ ada rasa memiliki yang tinggi dari pihak umat karena bangunan gereja itu berasal dari keringat mereka sendiri. 

Menjadi pastor di daerah terpencil memang mengandaikan keberanian, kemampuan untuk mengambil hati umat dan mengubahnya dari malas menjadi rajin, pelit menjadi murah hati, memiliki visi dan misi yang konkret. Banyak umat masih terbuai dengan para misionaris yang “memanjakan” umat tempo doeloe. Umat hanya tahu datang ke gereja untuk mengikuti perayaan Ekaristi tanpa mengetahui dari mana dan dengan dana dari siapa untuk membeli hosti, anggur, lilin, pakaian ibadat dan buku-buku. Kini situasi sudah berubah. Mental santai, enak dan gampang dalam beriman harus diubah menjadi mental yang berjuang, bekerja keras serta rela berkorban. Kita patut mendoakan para pastor di daerah terpencil yang menjadi nabi zaman ini untuk membangun iman dan juga tempat untuk beribadat. 

Pada hari ini kita membaca kitab Hagai. Hagai adalah nabi pertama setelah masa pembuangan. Ia hidup bersama dua nabi yang lain yakni Zakharia dan Maleakhi dan sama-sama mewartakan sabda kepada jemaat dalam zaman yang sama sekali baru. Kalau dibandingkan dengan nabi-nabi sebelumnya, nabi-nabi itu mencela dosa-dosa Israel dan menyampaikan tentang masa penghakiman yang akan mereka alami. Nabi-nabi setelah masa pembuangan seperti Hagai, Zakharia dan Malekahi lebih menekankan tentang adanya bangunan Bait Allah yang dapat mempersatukan setiap pribadi yang percaya kepada Allah. Di samoing itu orang-orang Yahudi harus dibantu untuk menyadari bahwa mereka memiliki harga diri sebagai suatu bangsa dan usaha untuk membangun Bait Allah yang nantinya akan mempersatukan setiap pribadi dengan Tuhan. 

Itulah sebabnya dalam tahun kedua pemerintahan Darius, raja Persia, Tuhan bersabda kepada Hagai untuk menyampaikannya kepada Zerubabel, Putra Sealtiel dan Yosua putra Yozadak. Tuhan mengatakan keingininanNya supaya umat Israel setelah mendiami kembali Yerusalem, mereka juga harus mendirikan Bait Allah. Pada saat itu sudah banyak orang yang memiliki rumah papan, tetapi rumah Tuhan tetaplah sebuah reruntuhan karena mereka berprinsip belum saatnya membangun rumah Tuhan. Hagai dengan tegas berkata: “Kamu telah menabur banyak, namun menuai sedikit, kamu makan dan minum tetapi tidak menjadi puas.Kamu berpakaian tetapi masih merasa kedinginan dan seorang pekerja menyimpan uangnya dalam pundi-pundi yang sobek.” (Hag 1:6). Setelah mengatakan demikian, Tuhan memerintahkan Zerubabel dan Yosua untuk pergi ke gunung supaya mencari kayu untuk membangun kembali Bait Allah. Dengan membangun kembali bait Allah maka Tuhan akan merasa bahagia dan dihormati.

Membangun Kenisah memang merupakan kehendak Tuhan yang dilakukanNya dengan menggerakkan hati para raja kafir di Persia. Maka hal ini juga menjadi tugas utama seluruh bangsa untuk menyadari kembali penyertaan Tuhan yang mengeluarkan mereka dari Babel. Ingatan yang harus mereka miliki adalah Tuhan tidak pernah meninggalkan mereka. Seberat apa pun pengalaman mereka di Babel, kasih Tuhan itu jauh lebih besar. Mereka masih diberi hidup, disayangi oleh para raja asing bahkan menyuruh mereka keluar dari Babel untuk membangun Bait Allah di Yerusalem. 

Tuhan menghendaki supaya ada rumah
bagiNya. Kalau ini adalah kehendak Tuhan maka manusia harus menguduskan tempat bersemayamNya Tuhan. Saya merasa senang ketika melihat para saudara dari Gereja Kristen, para saudara Muslim yang pergi beribadat dengan mengenakkan pakaian yang khusus sebagai tanda hormat, sembah bakti kepada Tuhan. Hanya di Gereja Katolik yang umatnya belum sadar tentang tempat beribadah. Ada yang datang ke Gereja seperti pergi ke mall, restoran, bioskop atau berpiknik. Ada juga yang duduk di dalam Gereja, melipat kaki dan suntuk dalam gadget yang ia bawa ke Gereja. Kehadiran yang sebenarnya bukanlah kehadiran karena kesempatan untuk berdoa sangatlah kecil persentasinya. Ini tandanya orang belum sadar bahwa Tuhan yang mahakudus itu menghendaki adanya rumah khusus untuk Dia! Maka rumah khusus untuk Tuhan itu harus dikuduskan karena tempat tinggal Dia yang kudus! Pikirkanlah berapa kali anda tidak menguduskan rumah Tuhan dengan pakaianmu, dengan pikiran dan perkataanmu?

Di dalam bacaan Injil, kita mendengar bagaimana Herodes merasa cemas dengan perbuatannya terhadap Yohanes Pembaptis. ia sudah memenjarakan bahkan memenggal kepala Yohanes. Kini ia juga banyak mendengar tentang Yesus dari Nazaret dan berpikir bahwa Dia adalah Yohanes Pembaptis yang sudah dibunuhnya dan kini bangkit dari antara orang mati.Ia juga berpikir bahwa Yesus adalah seorang nabi lain yang bangkit. Semakin lama mendengar tentang Yesus, semakin ia pun ingin bertemu denganNya. Mereka memang tidak petrnah bertemu secara pribadi, hanya pada saat menderita sengsara barulah Yesus dihadapkan kepada Herodes.Namun sikap Herodes ini menarik perhatian kita yang mengaku diri pengikut Kristus. Ia tertarik untuk melihat Yesus meskipun motivasinya keliru karena ia tidak mengimani Yesus. Bagaimana dengan anda dan saya? Kita memiliki gedung gereja yang bagus tetapi banyak yang tidak memiliki keinginan untuk bertemu dengan Yesus. Tidak ada lagi keinginan orang yang sudah dibaptis untuk berdoa dan bersatu dengan Yesus. Janganlah kita menjadi seperti Herodes yang ingin berjumpa dengan Yesus tetapi hanya mau menunjukkan rasa bencinya atau ambisi manusiawinya. Iman dan cinta kasih kita kepada Yesus tidak boleh berubah.

Doa: Tuhan, bantulah kami untuk menguduskan Gereja, tempat Engkau bersemayam dan tempat untuk kami berdoa dan mengucap syukur kepadaMu. Amen

PJSDB

Wednesday, September 25, 2013

Renungan 25 September 2013

Hari Rabu, Pekan Biasa XXV
Ezr 9:5-9
Mzm (Tobit) 13:2.4.6.7.8
Luk 9:1-6

Sebab Tuhan Juga Setia Selamanya

Setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan. Ada sepasang suami istri. Mereka sudah menikah 25 tahun dan memiliki anak-anak yang sudah bertumbuh dewasa. Meskipun sudah jelas di dalam Injil Tuhan Yesus katakan “Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan istrinya sehingga keduanya menjadi satu daging. Demikian mereka bukan lagi dua melainkan satu karena apa yang dipersatukan Allah tidak boleh diceraikan manusia” (Mat 19:5-6). Namun manusia selalu memiliki keterbatasan sehingga jatuh dalam dosa ketidaksetiaan. Tuhan Yesus mengatakan “keduanya menjadi satu daging” merupakan sebuah persekutuan ilahi dalam persekutuan jasmani. Orang hanya bisa setia kalau memiliki iman. Apa yang terjadi dengan pasutri ini? Setelah mencapai dua puluh lima tahun menikah ternyata  kalimat “keduanya menjadi satu daging” diuji. Keluarga yang tadinya dinilai bahagia diguncang oleh issue kehadiran pribadi lain di dalam keluarga itu. Benar tidaknya issue hal ini tentu menjadi gejolak tersendiri di dalam keluarga sehingga relasi suami dan istri menjadi tegang. Satu hal yang masih menjadi keyakinan di dalam keluarga adalah ketika sang istri berkata: “Sebab Tuhan juga setia selamanya, saya juga akan setia selamanya”. 

Hanya orang beriman yang dapat menerima kenyataan meskipun hanya sebatas issue atau gossip atau sungguh-sungguh nyata ada perilaku tidak setia di dalam perkawinan. Banyak keluarga hancur karena percaya pada issue atau gossip. Tentu pengalaman-pengalaman seperti ini tidak masuk dalam rencana Tuhan. Ini adalah tanda bahwa manusia masih memiliki sikap egois sehingga tidak setia terhadap ikrar yang dijanjikan. Tuhan tidak pernah ingkar janji, hanya manusia yang berkali-kali mengingkari janjinya.

Bacaan pertama hari ini dari Kitab Ezra. Selama beberapa hari ini kita mendapat informasi bahwa para raja Persia yang tidak mengenal dan mengimani Allah Israel seperti Koresh, Darius dan Artahsastra memerintahkan serta mendukung dengan upeti untuk kelancaran pembangunan Bait Allah. Bait Allah juga sudah selesai dan dikuduskan oleh para imam dan Lewi. Kini Bait Allah menjadi shekina atau tempat Allah bersemayam. Semua orang datang dan merayakan Paskah di rumah Tuhan. Sambil memandang Bait Allah, Ezra menyadari kehadiran Allah di tengah-tengah mereka padahal mereka adalah orang berdosa. Bahkan ketika ia menyadari dosa-dosa Israel maka ia mengoyakkan pakaian dan jubah, dan duduk tertegun.  Ia berlutut dengan jubahnya yang koyak dengan tangan terangkat ia berdoa supaya Tuhan jangan menjauhi mereka karena dosa dan salah yang mereka lakukan. Ezra adalah figure seorang pemimpin yang ideal. Ia tidak mempersalahkan manusia di hadirat Tuhan tetapi ia memohon supaya semua dosa mereka diampuni. Ia juga menyadari penyertaan Allah ditengah-tengah umat Israel.

Tuhan Yesus di dalam bacaan Injil hari ini mengajak kita semua untuk merenung tentang tugas perutusan yang diberikanNya kepada kita. Yesus memanggil para muridNya dan memberi kepada mereka tenaga dan kekuatan untuk mengusir setan-setan dan menyembuhkan penyakit-penyakit. Tenaga dan kekuasaan itu bermanfaat untuk menghadirkan Kerajaan Allah. Untuk dapat menjadi pewarta yang baik maka mereka harus hidup sederhana dengan tidak membawa apa-apa dalam perjalanan. Tongkat, bekal, roti atau uang tidak diperbolehkan. Orang dapat memberi diri untuk melayani Tuhan maka pemberian diri itu sifatnya tidak setengah-setangah. Melayani Tuhan dengan sukacita dan total. Orang juga menunjukkan kesetiaan yang besar dalam tugas sebagai misionaris Kristus.

Sabda Tuhan pada hari ini membantu kita untuk bertumbuh sebagai pribadi yang setia kepada Tuhan.Sebagai manusia memang memilik banyak kelemahan, Tetapi di dalam kelemahan-kelemahan itu Tuhan mau menunjukkan sesuatu yang indah yakni mengikutiNya dari dekat, meniru semua teladan hidupnya dan mencapai kekudusan. Tuhan selalu menguatkan kita semua yang lemah untuk menjadi kuat sehingga dapat melayaniNya.Injil Tuhan dapat di kenal hingga ujung dunia kalau kita tekun mendengar, merenungkan dan menjadi pelaku Firman itu sendiri.

Doa: Tuhan kami  berterima kasih kepadaMu karena kasih dan kebaikanMu selalu Engkau limpahkan bagi kami semua.

PJSDB

Tuesday, September 24, 2013

Renungan 24 September 2013

Hari Selasa, Pekan Biasa XXV
Ezr 6:7-8.12b.14-20
Mzm 122:1-2.3-4a.4b-5
Luk 8:19-21

Bahkan orang Kafir pun bersahabat dengan Allah

Ketika saya masih bertugas di daerah Timur Indonesia, saya memiliki kesempatan untuk bersahabat dengan banyak orang yang tidak seiman. Salah seorang yang selalu saya ingat adalah Pak Djoko. Pada suatu kesempatan ia mengontak saya untuk membicarakan sesuatu. Kami bertemu dan ia mengatakan kepada saya: “Pastor, saya memiliki rencana untuk membangun sebuah sekolah untuk anak-anak usia dini. Saya membutuhkan dukunganmu untuk menyelesaikan gedung sekolah yang ada”. Saya mengatakan, “Demi anak-anak muda saya dan komunitas siap membantumu”. Kami pun membantu dan mendukung Pak Djoko dan dia berhasil menyelesaikan gedung sekolah untuk anak-anak usia dini. Pada kesempatan lain saya bertemu dengan Pak Djoko dan ia berkata kepada saya, “Saya merasa di daerah kita ini jauh lebih toleran. Sekolah Madrasah yang di bangun itu, para pendukungnya lebih banyak sahabat-sahabat Nazrani yang saya kenal. Terima kasih, kalian adalah sahabat-sahabatku yang baik”. Banyak kali saya mengenang pengalaman sederhana bersama Pak Djoko dan kawan-kawan. Nilai kemanusiaan menjadi perjuangan bersama. Iman adalah hal yang sangat pribadi dari orang tersebut. Persaudaraan sejati itu nilainya lebih tinggi dibandingkan dengan semangat semu dalam beragama. Mengapa? Karena orang yang beragama belum tentu dapat menjadi saudara. Orang yang berteriak dengan memakai simbol agama tertentu belum benar-benar beriman sehingga mereka juga belum bersaudara dengan orang lain.

Pengalaman sederhana ini mau membantu kita untuk memahami rencana Allah untuk menyelamatkan umat Israel sebagaimana diungkapkan di dalam bacaan pertama dari Kitab Ezra. Koresh, raja Persia memerintahkan orang-orang Yahudi untuk kembali dari Babel ke Yerusalem daerah Yudea untuk membangun Bait Allah. Koresh adalah orang yang mengakui dirinya tidak mengenal Allah tetapi menyuruh orang untuk membangun rumah Tuhan. Pada hari ini kita mendengar bagaimana Bait Allah itu dapat selesai karena andil figur-figur orang asing yang belum mengenal Allah tetapi menghendaki adanya rumah Allah. Mereka adalah para raja Persia yakni Koresh, Darius dan Artahsastra. Mereka memberikan dukungan moril yang luar biasa sehingga proses pembangunan Bait Allah dapat berhasil dengan baik. Perlu diingat bahwa ketika terjadi deportasi orang-orang Yahudi ke Yerusalem dari Yerusalem, masih ada orang-orang yang tinggal di Yerusalem. Tetapi mereka juga tidak mampu membangun sendiri Bait Allah yang sudah dirobohkan. Itu sebabnya tugas pertama yang harus dilakukan oleh orang-orang yang kembali dari Babel adalah membangun rumah Tuhan yang nantinya dapat menjadi pusat pemersatu semua orang Yahudi.

Bagaimana wujud sumbangan para raja Persia yang dikategorikan orang-orang kafir ini bagi komunitas Yahudi dalam membangun bait Allah? Tentu saja hal yang pertama adalah mereka diperbolehkan kembali ke Yersualem. Ini hal yang sangat positif. Untuk membangun Batit Allah, raja Darius misalnya meminta kepada para Bupati di daerah seberang sungai Efrat untuk mendukung pembangunan Bait Allah di tempatnya semula. Ada juga permintaan sumbangan  wajib berupa upeti dari derah seberang sungai Efrat untuk mendukung pembangunan ini. Orang-orang Yahudi pun bekerja giat sesuai petunjuk dari nabi Hagai dan nabi Zakharia bin Ido. Pada tahun keenam pemerintahan Darius, Bait Allah pun selesai dikerjakan. Bait Allah disucikan dengan aneka persembahan berupa kurban bakaran. Puncaknya adalah ketika semua suku Israel merasa dipersatukan sehingga mereka berkumpul bersama untuk merayaka Pesta Paskah. Ada juga upacara pentahiran diri para imam dan suku Lewi sehingga semua jemaat menjadi tahir.

Kisah menakjubkan di dalam bacaan pertama ini membantu kita juga untuk memahami bacaan Injil. Yesus mau mengatakan bahwa keluargaNya adalah keluarga Allah. Oleh karena Ikatan Sabda Tuhan memiliki nilai yang mengatasi ikatan darah dan daging. Pada suatu kesempatan Yesus sedang mengajar banyak orang. Bunda Maria dan para sepupuh Yesus mendatangiNya untuk bertemu sebentar. Tetapi karena terlalu banyak orang yang berkerumun sehingga mereka hanya menitip pesan untuk bertemu. Yesus berkata: “Ibu-Ku dan saudara-saudaraKu ialah mereka yang mendengarkan Sabda Allah dan melaksanakannya.” Relasi dengan Yesus sebagai Sabda kehidupan tidak berdasar pada  ikatan darah-daging tetapi pada Tuhan sendiri yakni SabdaNya yang keluar dari mulut dan diberikanNya kepada manusia. Mereka yang mendengar Sabda akan menjadi ibu, sadara dan saudari Yesus.

Perkataan Yesus ini membantu kita semua untuk menyadari bahwa kita dapat membangun persatuan dengan Allah kalau kita memiliki kemampuan untuk mendengar Sabda, menyimpan di dalam hati dan melakukannya di dalam hidup setiap hari. Sabda Tuhan juga dapat merobohkan tembok-tembok pemisah yang ada di antara kita. Kalau demikian maka tidak ada lagi orang Yunani, Yahudi, bersunat atau tidak bersunat, orang dari aliran ini atau itu. Kita semua satu di dalam Tuhan Yesus Kristus. Kita semua menjadi saudara dalam Tuhan yang sama. Kita juga diajak untuk menyadari bahwa kita bukanlah status quo bagi keselamatan. 

Doa: Tuhan, kami bersyukur kepadaMu karena memilih kami menjadi saudaraMu. Amen


PJSDB

Monday, September 23, 2013

Renungan 23 September 2013

Hari Senin, Pekan Biasa XXV
Ezr 1:1-6
Mzm 126:1-2ab.2cd-3.4-5.6
Luk 8:16-18

Agunglah Karya Tuhan Bagi Kita


Kita semua pasti mendengar kisah di dalam Kitab Suci tentang pembuangan orang-orang Yahudi (Kerajaan Selatan) ke Babel. Mereka dipaksa keluar dari negeri mereka oleh Raja Nebukhadnezar II pada tahun 586SM. Bangsa Yahudi mengalami pengasingan di negeri itu hingga tahun 538SM. Pada tahun 538, bertepatan dengan tahun pertama pemerintahan Raja Koresy, penakluk orang-orang Kasdim, Tuhan menggerakkan hatinya untuk memerintahkan semua orang Yahudi yang dibuang ke Babel supaya kembali ke tanah airnya, dalam hal ini Yerusalem. Tindakan Koresy ini sebenarnya adalah sebuah tindakan politis murni tetapi Kitab Suci melihatnya sebagai sebuah bentuk pemenuhan janji Allah kepada para nabi (Yeremia dan Yehezkiel). Orang-orang Yahudi adalah para tawanan yang harus dikembalikan ke negeri asalnya untuk membangun kembali bangsanya. Namun demikian keputusan Koresy ini tidak mengubah situasi politik di daerah Palestina dan sekitarnya yang pada saat itu sudah menjadi satu provinsi kekaisaran. Yerusalem tetap berada di bawah kekuasaan Samaria dalam hal pemerintahannya dan Samaria yang aristokrat juga tidak mau kalau kaum bangsawan Yehuda yang baru kembali ke tanah airnya setelah 50 tahun pembuangan di Babel melebihi mereka. 

Perlu juga kita ketahui bahwa tidak semua orang Yahudi kembali ke Yerusalem. Banyak di antara mereka sudah mengungsi ke luar negeri seperti ke Mesir, Assiria dan Persia selama berada di Babel. Ada juga yang sudah mapan hidupnya, mendapat posisi yang penting atau karena perkawinan dengan orang setempat sehingga mereka merasa tidak ada manfaatnya kembali ke Yerusalem. Mereka yang kembali ke Yerusalem adalah pribadi-pribadi yang selama itu mendengar suara Tuhan melalui seruan para nabi dan mengikutinya. Mereka merasa bahwa seruan para nabi adalah suara Tuhan yang patut ditaati dan kembali ke Yerusalem adalah sebuah cita-cita luhur untuk membangun kembali sebuah negara Israel yang suci dan murni dan Bait Allah adalah pemersatunya. Hal yang kiranya menarik perhatian kita adalah, meskipun Koresy bukanlah seorang pribadi yang mengabdi Allah yang benar namun ia tetaplah model atau contoh pribadi yang mengajarkan toleransi beragama. Dia adalah pembebas bangsa yang tertindas oleh para pendahulunya.

Perikop kita dari Kitab Ezra pada hari ini mau memfokuskan perhatian kita pada dekrit Koresy kepada orang-orang yang percaya kepada Allah untuk kembali ke Yerusalem dan membangun Bait Allah. Bait Allah diperuntukkan bagi umat Allah yang percaya kepadaNya dan Allah yang mendiami Yerusalem. Ia juga meminta dukungan dari semua pihak berupa emas, perak, harta benda dan ternak dan aneka persembahan sukarela dari semua pihak.  KaumYehuda, Benyamin, imam dan Lewi dan semua orang yang hatinya digerakkan oleh Tuhan kembali ke Yerusalem untuk membangun Bait Allah. Bait Allah nantinya menjadi pusat peribadatan, pemersatu setiap pribadi. Bait Allah di Yerusalem laksana lampu yang menarangi semua orang karena Allah bersemayam di sana.


Tuhan Yesus dalam Bacaan Injil hari ini mengatakan: “Tidak ada orang yang menyalakan pelita lalu menutupinya dengan tempayan atau menempatkannya di bawah tempat tidur, tetapi di atas kaki Dian, supaya semua orang yang masuk ke dalam rumah dapat melihat cahayanya”. Yesus sedang berbicara tentang khabar sukacita atau Injil yang diwartakanNya. Injil Yesus Kristus haruslah didengar, disimpan di dalam hati dan dilakukan di dalam kehidupan yang nyata. Selama hidupnya Ia melakukan banyak tanda tetapi banyak kali Ia juga melarang para muridNya untuk tidak mengatakannya kepada orang-orang lain. Jadi hanya para murid dan orang-orang yang terbuka hatinya untuk mendengar Dia yang boleh mendengar, melihat, menyimpan di dalam hati dan melakukannya. Tetapi setelah bangkit Ia memerintahkan para muridNya untuk pergi hingga ke ujung bumi untuk mewartakan InjilNya. Perintah Yesus ini dimaksudkan supaya para murid tidak gentar mewartakan terang Injil bagi semua orang yang layak untuk bergabung dengan komunitas Mesianis. Injil memiliki karakter umum dakam arti Injil itu haruslah diwartakan untuk semua orang meskipun ada banyak halangan. Singkatnya Injil Kerajaan Allah diperuntukan bagi semua orang, universal bukan hanya untuk sebuah komunitas kecil.

Yesus juga menekankan tentang bagaimana cara para muridNya mendengar Sabda. Sabda itu keluar dari mulut Allah tetapi semua orang yang mendengarnya berbeda-beda. Oleh karena itu Sabda itu dapat memiliki dampak sangat tergantung pada siapa yang mendengarnya. Bagi orang yang mengenal rahasia ilahi Kerajaan Allah akan bertumbuh sesuai dengan kehendak Tuhan Allah. Baginya akan diberikan kelimpahan rahmat. Tetapi bagi orang yang tidak mempunyai kemampuan untuk mengenal Allah, hatinya tertutup pada khabar sukacita dari Tuhan, dari padanya akan diambil, juga apa yang dianggap ada padanya. Dengan demikian orang tersebut tentu tidak layak untuk Tuhan.

Pada hari ini Tuhan mengajak kita untuk mendengar dengan baik SabdaNya, menyimpan Sabda dengan baik di dalam hati dan melakukannya dalam hidup setiap hari sehingga dapat menghasilkan buah dalam ketekunan. Yesus sendiri berseru: “Hendaklah cahaya-Mu bersinar di depan orang, agar mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuji Bapamu di Surga” (Mat 5:16). Apakah kita layak membawa Sabda kepada sesama?

Doa: Tuhan jadikanlah aku pelita yang dapat memancarkan cahaya kebaikanMu kepada sesama yang lain. Amen


PJSDB

Sunday, September 22, 2013

Homili Hari Minggu Biasa XXV/C

Hari Minggu Biasa XXV/C
Am 8:4-7
Mzm 131: 1-2.4-6.7-8
1Tim 2:1-8
Luk 16:1-13

Mengabdilah kepada  Allah

Pada suatu kesempatan saya diundang untuk mengikuti perayaan Ekaristi syukur 40 tahun seorang Bapa yang mengabdikan dirinya sebagai koster di sebuah gereja stasi terpencil. Tentu saja perayaan syukur seperti ini jarang dirayakan karena mungkin jarang orang mengabdikan diri secara total untuk Tuhan dan umat seperti ini. Bapa itu menceritakan pengalamannya bahwa ia pertama kali menjadi koster sejak masih berusia 20 tahun. Ia melayani gereja dengan banyak tugas yang dipercayakan kepadanya seperti membunyikan lonceng untuk doa Angelus sebanyak tiga kali sehari, menyiapkan bahan-bahan untuk perayaan Ekaristi dan sakramen lainnya, melatih misdinar, pernah menjadi prodiakon, menjadi juru bicara pastor ketika pastornya berhalangan misa di tempat-tempat tertentu dan masih banyak tugas pelayanan yang ia lakukan untuk melayani umat di gereja stasi tersebut. Para imam boleh berganti tempat tugas, tetapi kosternya tetap sama. Di usianya yang ke-60 ini ia bersyukur atas pengabdiannya kepada Tuhan selama 40 tahun sebagai koster. Bapa Uskup menyapa koster tersebut “Uskup dari para koster”.

Panggilan dasar manusia adalah untuk mengabdi kepada Allah di dalam hidupnya. Supaya menjadi abdi Tuhan Allah yang baik maka setiap pribadi diharapkan untuk menjadi orang yang setia hari demi hari. Kisah bapak yang menjadi koster selama 40 tahun menunjukkan bahwa dia adalah orang yang sungguh setia karena menjadi koster itu tidak mendapat honor apa pun dari gereja. Ia sukarela mengabdi Tuhan dan sesama. Tuhan Yesus dalam bacaan Injil hari ini memberi sebuah perumpamaan yang sangat menarik. Ia menceritakan tentang keadaan seorang bendahara dari seorang tuan yang kaya. Tuannya mendengar tuduhan bahwa sang bendahara memboroskan hartanya. Ia memanggil bendahara itu dan meminta pertanggungjawaban sekaligus memberi tahu pemecatannya. Oleh karena itu sang bendahara membuat pertimbangan dalam hatinya mengenai apa yang harus diperbuatnya setelah ia dipecat. Ia juga merasa sulit untuk melakukan pekerjaan fisik yang berat. Oleh karena itu ia membuat strategi untuk membantu orang-orang yang berutang kepada tuannya dengan membuat surat utang yang nilainya lebih rendah dari yang sebenarnya. Karena sikap licik dan curang bendahara ini maka ia yang tadinya dicela dan hendak dipecat oleh tuannya, kini ia malah dipuji karena perbuatannya yang bijaksana.

Bendahara (oikonomos) dalam kisah ini bukanlah bendahara yang kerjanya hanya menerima uang tetapi lebih sebagai manager yang mengelola harta kekayaan tuannya yang kaya raya. Mungkin harta yang dimiliki adalah tanah yang luas yang dapat disewakan sehingga menghasilkan gandum, dan zaitun. Ia dikatakan bendahara yang tidak jujur karena memboroskan harta milik tuannya yang kaya raya ini dan lebih lagi membuat kecurangan dengan mengurangi utang lewatsurat-surat utang dari orang yang berutang kepada tuannya. Ia berlaku tidak benar dan dipecat. Dalam situasi yang terdesak seperti ini, ia melakukan sebuah tindakan yang bijaksana dan terpuji yakni tanpa merugikan tuannya ia mengambil hati orang yang berhutang kepada tuannya dengan menghapus bagian utang yang menjadi jatahnya sendiri. Dengan demikian ia mendapat sahabat-sahabat yang akan menerima dia setelah dipecat tuannya.

Dari bendahara ini kita mengambil kebijaksanaan yang dialaminya. Kita juga setiap saat dapat dipanggil oleh Tuhan untuk memberi pertanggungjawaban. Untuk itu kita perlu membangun persahabatan yang dapat membantu kita untuk mencapai kekudusan. Tentu saja kita tidak belajar untuk membuat kecurangan-kecurangan tertentu seperti sang bendahara ini. Tuhan menasihati kita untuk menjadi abdi yang setia dalam perkara-perkara yang kecil sehingga dapat setia juga dalam perkara-perkara yang besar. Karena apabila kita berlaku tidak benar dalam perkara-perkara yang kecil, kita juga tidak benar dalam perkara-perkara yang besar. Hal yang harus kita hindari adalah godaan terhadap harta benda yang ada di sekitar kita. Banyak orang menjadikan harta benda sebagai tujuan utama di dalam hidupnya padahal harta benda itu adalah sarana untuk mengabdi Allah. Kita dipanggil untuk mengabdi Tuhan dengan setia selama-lamanya.

Perilaku yang curang atau tidak jujur pernah dikecam oleh Amos di dalam bacaan pertama. Para pedagang mengejar keuntungan finasial yang besar terhadap orang-orang-orang miskin. Amos menulis: “Dengarlah hai kamu yang menginjak-injak orang miskin dan membinasakan orang-orang sengsara di negeri ini, dan berpikir, ‘Kapan pesta bulan baru berlalu, supaya kita boleh menjual gandum; kapan hari Sabat berlalu supaya kita boleh berdagang terigu; kita akan memperkecil takaran, menaikan harga dan menipu dengan neraca palsu; kita akan membeli orang papa karena uang dan membeli orang miskin karena sepasang kasut, kita akan menjual terigu tua”. Kecaman Amos ini masih berlaku hingga saat ini. Dalam masyarakat kita masih banyak orang yang berlaku tidak adil terhadap orang-orang kecil. Ada yang mencari keuntungan berlipat ganda tanpa memperhatikan orang-orang kecil yang sangat membutuhkan. Kita seharusnya memiliki sikap jujur dan adil sebagai bentuk pengabdian terhadap masyarakat.

St. Paulus dalam bacaan kedua mengingatkan Timotius dan jemaat yang dilayaninya untuk memanjatkan permohonan, doa syafaat dan ucapan syukur kepada Allah bagi semua orang, pemerintah dan penguasa supaya kita dapat hidup aman dan tentram dalam segala kesalehan dan kehormatan. Para pemerintah dan penguasa patut didoakan karena mereka dipanggil Tuhan untuk mengabdikan diri bagi masyarakat banyak. Masalahnya adalah pada manusianya yang memerintah. Banyak kali ia lupa diri sehingga lebih memperioritaskan dirinya sendiri dari pada orang lain. Banyak kali pemerintah juga terlalu bersikap egois dan berlaku curang untuk kebaikan dirinya.

Sabda Tuhan pada hari Minggu Biasa ke-25 ini mengarahkan kita untuk hidup sebagai orang bijaksana. Ciri khas orang bijaksana dalam bacaan-bacaan suci adalah memiliki visi ke depan yang jelas, terutama bagaimana dari sekarang ia berusaha memupuk persahabatan yang baik untuk mencapai keselamatan kekal. Tentu saja hal praktis yang dapat dilakukan adalah mempraktikkan keadilan dan cinta kasih kepada semua orang. Apakah kita saat ini juga menjadi orang-orang jujur dan tidak berlaku curang? Banyak di antara kita masih memiliki hobi berlaku curang terhadap orang lain orang demi kebaikan dirinya sendiri. Mari kita berubah menjadi abdi-abdi Tuhan yang jujur dan adil serta setia selamanya.

Doa: Tuhan Yesus, bantulah kami untuk bertumbuh sebagai pribadi yang jujur dan adil. Amen

PJSDB