Saturday, November 1, 2014

Homili Hari Raya Semua Orang Kudus

Hari Raya Semua Orang Kudus
Why 7:2-4.9-14
Mzm 24:1-2.3-4ab.5-6
1Yoh 3:1-3
Mat 5:1-12a

Jadilah orang kudus!

Pada tanggal 17 Oktober 2012 yang lalu Amy Welborn (editor) dan Ann Engelhart (Ilustrator) menerbitkan sebuah buku berjudul: “Be Saints!: An invitation from Pope Benedict XVI” Buku ini mendapat inspirasi dari Paus Emeritus Benediktus XVI ketika berbicara dengan anak-anak dalam kunjungan pastoral di Inggris. Pada kesempatan itu Benediktus XVI mengatakan kepada anak-anak bahwa jika kita bertumbuh dalam suasana persahabatan yang mendalam dengan Allah maka kita akan menemukan kebahagiaan sejati dan menjadi kudus. Perkataan ini sangat meneguhkan bukan hanya bagi anak-anak tetapi juga bagi semua keluarga katolik untuk menciptakan suasana yang bagus dan harmonis yang  bisa mendukung kekudusan setiap pribadi  di dalam keluarga.

Bagaimana menjadi orang kudus pada zaman ini? Mungkin saja banyak di atara kita yang berpikir bahwa menjadi orang kudus itu harus diakui secara resmi oleh gereja setelah melewati tahap-tahap ini: Servant of God (Hamba Tuhan), Venerable (yang dihormati karena kebajikan-kebajikannya), Beato atau Beata (yang berbahagia) dan Santo atau Santa. Orang-orang kudus adalah mereka yang hidupnya berkenan, layak atau sepadan dengan kehendak Tuhan. Caranya adalah mereka senantiasa berjalan dalam hukum Tuhan. Misalnya, kekudusan bagi Beata Theresia dari Kalkuta adalah melakukan tugas pelayanan kepada kaum fakir miskin di Kalkuta dengan penuh kasih. Ia berkata: “We can only do small things with great love.” (Kita bisa melakukan hal-hal yang kecil dengan kasih yang besar). 

Pada perayaan Hari Raya semua orang kudus ini kita mendengar bacaan-bacaan liturgi yang saling melengkapi satu sama lain. Tuhan Yesus di dalam bacaan Injil tidak mengatakan kepada kita siapakah orang kudus itu tetapi memberikan arahan kepada kita untuk memiliki program hidup supaya menjadi orang kudus. Sabda bahagia yang diucapkan Yesus di atas bukit membuka pikiran kita untuk mengetahui siapakah yang boleh masuk dalam Kerajaan Allah. Mereka adalah orang yang miskin dalam roh, berduka cita, lemah lembut, lapar dan haus akan kebenaran, murah hati, suci hati, membawa damai, dianiaya. Orang-orang ini disapa Yesus berbahagia karena hidup mereka yang konkret memang seperti itu, mereka menerima hidup apa adanya di hadirat Tuhan. Dari situ Tuhan menganggap mereka layak di hadiratNya dan bisa tinggal bersamaNya selama-lamanya. 

Menurut perikop Injil hari ini, kalau kita mau menjadi kudus maka kita harus bertekad untuk menolong kaum miskin, menghibur saudara-saudara yang menderita, memberdayakan sesama untuk mengembangkan bakat dan talenta yang Tuhan anugerahkan, komitmen untuk membangun keadilan dan kasih, berbelas kasih kepada sesama, melihat kehadiran Allah di dalam diri sesama, bekerja untuk perdamaian dan setia kepada Allah meskipun mengalami banyak penganiayaan. Hal-hal ini merupakan pintu yang harus kita lewati untuk menjadi kudus.

Penulis Kitab Wahyu kepada Yohanes mengatakan bahwa orang-orang yang melewati pintu ini tidak terhitung jumlahnya. Hanya Tuhan saja yang mengetahui jumlahnya. Inilah oenglihatan Yohanes: “Sesungguhnya, suatu kumpulan besar orang banyak yang tidak dapat terhitung banyaknya, dari segala bangsa dan suku dan kaum dan bahasa, berdiri di hadapan takhta dan di hadapan Anak Domba, memakai jubah putih dan memegang daun-daun palem di tangan mereka.” (Why 7:9). Orang-orang yang berjubah putih di hadirat Allah adalah orang-orang yang keluar dari kesusahan yang besar; dan mereka telah mencuci jubah mereka dan membuatnya putih di dalam darah Anak Domba. (Why 7:14).

Dari Kitab Wahyu, kita mendapat gambaran bahwa Tuhan menghendaki semua orang dari suku, bangsa dan bahasa yang berbeda-beda itu memiliki satu panggilan menjadi kudus. Namun demikian hal menjadi kudus itu bukanlah perkara yang gampang. Orang harus melewati hidup yang keras sebagai murid Kristus. Mereka tidak dikenal dunia karena mereka bukan dari dunia (Yoh 15:19). Hidup keras adalah kemartiran yang dialami oleh setiap orang yang dibaptis.

Yohanes di dalam suratnya menyinggung tentang kekudusan manusia melalui perjuangan karena dunia tidak mengenal manusia yang bersatu dengan Yesus. Bagi Yohanes, kekudusan itu adalah anugerah kasih dari Tuhan kepada manusia sehingga manusia menjadi anak-anak Allah. Yohanes berkata: “Lihatlah, betapa besarnya kasih yang dikaruniakan Bapa kepada kita, sehingga kita disebut anak-anak Allah, dan memang kita adalah anak-anak Allah. Karena itu dunia tidak mengenal kita, sebab dunia tidak mengenal Dia.” (1Yoh 3:1). Sebagai anak-anak Allah kita semua memiliki kerinduan untuk melihat Yesus dengan mata kita sendiri dan menjadi suci meyerupai Kristus sendiri.

Jadilah orang kudus adalah sebuah seruan yang bagus untuk kita dengar dan kita hayati. Sabda Tuhan menyadarkan kita bahwa menjadi kudus itu adalah sebuah panggilan dari Tuhan melalui Yesus Kristus. Kita juga bisa menjadi kudus dengan mengikuti kehendak Tuhan hari demi hari, dan melakukan semua karya pelayanan kita mulai dari yang kecil dengan kasih yang besar. Sikap bathin seperti ini menunjukkan jati diri kita sebagai hamba yang baik dan setia.

Doa: Tuhan, bantulah kami untuk menjadi orang kudusMu. Amen.


PJSDB