Kis 10:25-26.34-35.44-48
Mzm 98: 1.2-3ab.3cd-4
1Yoh 4:7-10
Yoh 15:9-17
Kasih Allah itu sempurna!
Kasih Allah itu universal dan
menggapai semua orang. Kalau kita membuka Alkitab dan membacanya, dari Kitab
Kejadian sampai Kitab Wahyu sama-sama mengatakan sifat hakiki Allah yakni Allah
adalah kasih (Yoh 4:8.16) dan bahwa kasihNya itu selalu mengalir dan menggapai
setiap pribadi. Di dalam Kitab Kejadian misalnya, sifat hakiki Allah adalah
kasih dapat ditemukan pada saat Ia menciptakan manusia menurut gambarNya
sendiri (Kej 1:27). Atau setelah mencipta, “Allah
melihat segala sesuatu yang dijadikanNyaitu sungguh baik” (Kej 1:31).
Pengalaman Allah sebagai kasih juga dialami oleh para bapa bangsa dan seluruh
bangsa Isarel. Allah hadir dan menyertai mereka dan mereka sungguh-sungguh
merasakan kasihNya.
Untuk mengalami Allah sebagai
kasih, masing-masing pribadi harus berpartisipasi dalam kehidupan ilahi Allah
dan merasakan secara pribadi kasih Allah itu sendiri. Ini tentu butuh hati yang
sederhana, hati yang transparan (Mt 5:8), hati yang senantiasa terbuka kepada
Tuhan. Hati manusia yang terbuka dan membiarkan Allah mengisinya dengan
kasihNya ini dapat menciptakan satu bentuk relasi yang intim antara Allah yang
mengasihi dan manusia yang dikasihi. Gambaran-gambaran tentang kasih Allah
terhadap manusia ini diringkas dalam bacaan-bacaan pada hari Minggu Paskah VI
ini. Dalam bacaan pertama, Petrus berbicara tentang kasih Allah yang hanya
dapat dipahami ketika orang menerima karunia Roh Kudus. Yohanes, dalam bacaan
kedua mengatakan bahwa Allah adalah kasih. Kasih yang dialami dari Allah harus
menjadi nyata dalam tindakan mengasihi sesama. “Barangsiapa tidak mengasihi,
dia juga tidak mengenal Allah” (1Yoh 4:8). Dalam bacaan Injil, Yesus mengatakan
relasi intimNya dengan Bapa di Surga dan
dengan para muridNya. Oleh karena itu para murid diharapkan dapat saling
mengasihi karena Yesus sendiri lebih dahulu mengasihi mereka. Dia sendiri yang
memilih dan menentukkan para muridNya untuk pergi dan menghasilkan buah yang
banyak.
Dengan melihat kembali bacaan
pertama dari Kisah Para Rasul: Petrus melakukan sebuah perbuatan agung terutama
dalam usahanya untuk mewartakan Injil baik bagi bangsa Yahudi maupun dengan
bangsa bukan Yahudi. Ketika berada di Kaisarea, Petrus masuk ke rumah Kornelius
(orang Romawi) dan disambut dengan meriah. Kornelius menyembah Petrus tetapi
dengan rendah hati Petrus berkata bahwa ia juga hanya manusia biasa. Petrus juga
berkata, “Sesungguhnya aku telah mengerti
bahwa Allah tidak membeda-bedakan orang. Setiap orang dari bangsa manapun yang
takut akan Allah dan yang mengamalkan kebenaran berkenan kepadaNya.” Roh
Kudus pun turun kepada orang-orang bukan Yahudi dan mereka mampu berbicara
dalam bahasa Roh dan memuliakan Allah. Ini tentu membuat bingung orang-orang
Yahudi yang menyertai Petrus karena ternyata Roh Kudus juga turun bagi bangsa
lain. Orang-orang ini tidak hanya menerima Roh Kudus tetapi mereka juga
dibaptis dalam nama Yesus.
Pewartaan Petrus ini penting kita
pahami dalam konteks evangeliasasi. Injil bukan lagi diperuntukan bagi golongan
tertentu tetapi semua orang dipanggil untuk menerima Injil dan bahwa keselamatan
di dalam nama Yesus adalah hak semua orang. Injil diwartakan ke kantong-kantong
orang bukan Yahudi dan boleh dikatakan ini sebuah petualangan baru bagi gereja
dalam memahami dan mewartakan Injil kepada segala makhluk. Petrus sebagai
pemimpin Gereja memulainya dan selanjutnya Paulus dalam perjalanan misionernya
mewartakan Injil dengan sukacita. Nah, semua yang dilakukan Petrus di rumah
Kornelius “orang bukan Yahudi” lebih merupakan bukti kasih Allah yang melimpah
kepada semua orang. Dia menciptakan semua orang setara jiwa dan badan. Tidak
ada perbedaan suku, ras, agama, jenis kelamin dan usia. Ini semua hanya
pemikiran manusiawi. Pemikiran ilahinya adalah, “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia sehingga Ia mengutus
PuteraNya yang tunggal, sehingga setiap orang yang percaya kepadaNya akan
beroleh hidup kekal” (Yoh 3:16).
Yohanes dalam bacaan kedua,
mengingatkan kita untuk saling mengasihi karena kasih berasal dari Allah. Allah
memberi yang terbaik yang Ia miliki yaitu kasih sebagai hakikatNya bagi
manusia. Kasih yang sempurna yang ada di dalam diri Yesus Kristus PuteraNya.
Kita sebagai anak-anak Allah dipanggil untuk melakukan kasih yang sama sebagai
jawaban akan kasihNya dan kasih kepada sesama manusia. Tepat apa yang dikatakan
Yohanes, “Saudara-saudaraku, marilah kita
saling mengasihi karena kasih berasal dari Allah dan setiap orang yang
mengasihi lahir dari Allah. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal
Allah.” Kasih berasal dari Allah Bapa dan diberikanNya kepada Yesus
PuteraNya dan diterima dengan penuh kebebasan. Yesus lalu mengajak kita untuk
tinggal di dalam kasihNya dengan menuruti Firman dan perintah-perintahNya. Dan
tugas kita selanjutnya adalah mengasihi sesama karena kasih itu berasal dari
Allah yang adalah kasih itu sendiri.
Dalam bacaan Injil, Yesus
mengajak para murid untuk tinggal di dalam kasihNya. Tinggal di dalam kasih
berarti menuruti Firman dan semua perintahNya. Yesus sendiri telah menuruti
Perintah Bapa di Surga dan para muridNya harus mengikuti jejakNya. Sama seperti
relasi kasih antara Bapa dan Putera, demikian Yesus sang Putera juga
menghendaki relasi kasih antar pribadi manusia. Tujuan saling mengasihi dan
tinggal dalam kasih adalah menghasilkan banyak buah. Jadi para murid tidak
bersifat pasif tetapi aktif menyebarkan cinta kasih Tuhan. Tentu saja para
murid dapat menghasilkan banyak buah kalau mereka tekun dan percaya pada Allah.
Buah iman, harapan dan kasih sehingga membuat Gereja bertumbuh semakin subur.
Yesus memberi motivasi istimewa
kepada para muridNya terutama dalam hubungan kasih. Ia menganggap para muridNya
bukan hamba karena hamba tidak mengerti apa yang dilakukan tuannya. Yesus justru
menganggap mereka sebagai sahabat. Yesus adalah seorang pribadi yang memiliki
rasa empati yang besar kepada manusia yang lemah. Dialah yang menguatkan dengan
pengorbananNya, “Tak ada kasih yang
paling agung daripada kasih seorang yang menyerahkan nyawa bagi
sahabat-sahabatnya”.
Hari ini Tuhan melalui SabdaNya
membaharui kita untuk membangun habitus
baru atau cara pandang baru kita terhadap sesama yang tidak seiman dengan kita.
Petrus berbicara dengan keluarga Kornelius dan Roh Kudus turun atas mereka.
Orang-orang yang menyertai Petrus tercengang karena Roh Kudus juga diperuntukan
bagi bangsa lain. Nah, pikiran kita diarahkan pada cinta kasih Tuhan yang
sifatnya universal. Artinya, kita bukanlah status
quo tetapi tugas kita adalah membawa banyak orang kepada Tuhan sumber
kasih. Bagaimana sikap kita terhadap sesama yang tidak seiman? Apakah mereka
adalah orang lain yang tidak akan di selamatkan? Apakah cinta kasih Tuhan juga
menggapai pribadi-pribadi ini? Tuhan mengasih manusia yang baik dan jahat! (Mt
5:45)
Tuhan juga membaharui kita untuk
mengasihi lebih sungguh. Mengapa? Karena Allah sendiri adalah kasih. Dan cinta
kasih yang benar ditandai dengan pengurbanan diri yang terus menerus. Ketika
kita memandang Yesus tersalib, kita melihat pengurbanan diriNya. Dari salib,
mengalir sungai kasih Allah yang tak berkesudahan. Tepat apa yang dikatakan
Thomas A Kempis, “There is no living love without suffering”. Cinta kasih yang
benar berakar dalam pengurbanan diri bahkan penderitaan pribadi. Bagaimana
pengalaman kasihmu di dalam keluargamu? Bagaimana mewujudkan kasih sejati di
dalam hidupmu?
Doa: Tuhan terima kasih karena
Engkau adalah kasih. Hari ini Engkau menasihati kami untuk menerima semua orang
apa adanya karena merasakan kasih yang sama dariMu. Semoga cinta kasihMu
bertumbuh subur dan dunia tempat kami huni ini menjadi baru.
PJSDB
No comments:
Post a Comment