Gal 1: 6-12
Mzm 111:1-2,7-8.9.10c
Luk 10:25-37
Menjadi Sesama Bagi Semua Orang
Seorang anak calon komuni pertama
datang kepada saya dan meminta kalau boleh saya mengujinya dengan pertanyaan
tertentu tentang agama katolik. Sambil memeriksa buku catatan agamanya, saya
bertanya, “Apakah anda tahu bunyi hukum pertama dan terutama?” Dengan cepat ia
menjawab: “Kasihanilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap
akal budimu dan kasihanilah sesamamu seperti dirimu sendiri” Saya mengatakan
kepadanya, “Jawabanmu bagus tapi masih keliru”. “Kelirunya di mana Pastor?”
tanya anak itu. Saya menjawab, “Anda memakai kata kasihanilah”. Kata yang
benar adalah kasihilah. Maka bunyi hukum pertama dan terutama adalah: “Kasihilah
Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu, dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap
kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu (Ul 6:5), dan kasihilah sesamamu
manusia seperti dirimu sendiri” (Im 19:18).
Contoh sederhana ini menunjukkan
bahwa bunyi hukum cinta kasih sudah dihafal dan diingat oleh setiap orang. Hal yang
kiranya menjadi masalah adalah bagaimana mempraktekkan hukum kasih dalam hidup
setiap hari. Yesus di dalam Injil hari ini memperdalam pengajaranNya tentang
hukum kasih. Seorang ahli Taurat datang kepada Yesus dan bertanya, “Guru,
apakah yang harus kulakukan untuk memperoleh hidup yang kekal?” Yesus tidak langsung memberi jawaban pasti bahwa harus ini dan harus itu, tetapi mengingatkan ahli
Taurat itu tentang hukum cinta kasih di dalam Kitab Perjanjian Lama. Orang itu
mengerti maksud Yesus tentang cinta kasih kepada Tuhan dan sesama. Lagi pula
Yesus meminta kepadanya untuk melakukannya supaya ia dapat memperoleh hidup
kekal.
Untuk membenarkan dirinya, ahli
Taurat itu bertanya kepada Yesus siapakah sesamaku yang masu kukasihi? Yesus sekali lagi tidak
menjawab bahwa yang dimaksudkan dengan sesama untuk dikasihi adalah si A atau si B. Sesama
bagi seorang Yahudi adalah setiap orang Israel, orang-orang asing yang
bertempat tinggal di antara orang Yahudi (Im 19:34) dan di kemudian hari orang
kafir juga masuk kategori sesama. Untuk
itu Yesus memberi perumpamaan tentang orang Samaria yang baik hati. Konon ada
seorang Yahudi yang turun dari Yerusalem. Ia dirampok habis-habisan dan dipukul oleh para penyamun kemudian
membiarkannya tergeletak di pinggir jalan. Pada waktu itu datanglah seorang
imam melewati jalan itu, melihatnya tetapi melewatinya dari seberang jalan.
Seorang Lewi juga melewati jalan itu dan melakukan hal yang sama imam. Kemudian
seorang Samaria yang seharusnya secara sosial, mereka bermusuhan. Orang Samaria itu
turun dari keledai tunggangannya, merawat orang malang itu dan membawanya ke penginapan. Ia
bahkan berjanji untuk membayar seluruh biaya perawatan kalau memang ada tambahan.
Semua ini dilakukan dengan sukarela karena tergerak hati oleh rasa belas kasihan.
Setelah selesai memberi
perumpamaan itu, Yesus bertanya kepada ahli Taurat itu pendapatnya tentang
siapakah sesama manusia. Ahli Taurat itu menjawab, "Sesama adalah orang yang
memiliki rasa belas kasih kepada orang lain". Yesus berkata kepadanya, “Pergilah dan lakukanlah
demikian!” Kisah ini menarik perhatian kita. Ahli Taurat ini pintar sehingga ia
mencobai Yesus dengan pertanyaan tentang hidup kekal. Namun ia coba membenarkan
dirinya dengan pertanyaan siapakah sesamaku manusia. Ia berpikir bahwa dirinya adalah
orang yang sudah layak untuk memperoleh hidup kekal. Tetapi Yesus juga memberi
perumpamaan yang sangat menarik dan mendidik.
Orang Yahudi yang malang turun dari
Yerusalem. Jarak Yerusalem dengan Yerikho sekitar 27 km. Yerusalem terletak di
atas bukit sekitar 750m di atas permukaan laut tengah sedangkan Yerihko letaknya
250m di bawah permukaan laut tengah. Perjalanan melewati pada gurun Yudea memang kelihatan menyeramkan. Di tengah jalan, kejahatan pun bisa muncul kapan
saja ada kesempatan. Yerikho sendiri merupakan sebuah kota tua yang dihuni
banyak imam. Yesus memilih dua tokoh pertama yaitu Imam dan Levi sebagai wakil kaum
religius dan mengerti Kitab Suci. Orang Samaria adalah musuh yang dibenci oleh orang Yudea.
Mungkin banyak di antara kita memilih sikap
tidak suka dengan imam dan Lewi karena mereka tidak berperikemanusiaan. Imam
dan Lewi tidak menolong orang sekarat yang berlumuran darah itu karena di dalam
Kitab Taurat memang dilarang. Adalah menajiskan kalau orang menyentuh jenazah atau
orang sekarat dan berlumuran darah (Im 21:1). Maka Imam dan Lewi memang mengetahui hukum kasih
tetapi tidak melakukannya karena semua ini sudah diatur dalam Kitab Suci. Orang
Samaria adalah orang yang secara sosial dibenci oleh orang-orang Yahudi. Namun ia memiliki rasa belas kasih, tanpa
memandang musuh atau sahabat. Ia mengurbankan dirinya untuk orang sekarat ini.
Ia memiliki rasa “esplagchnisthe” atau rasa belas kasih seperti yang Tuhan
sendiri lakukan bagi manusia. Sikap belas kasih ini menjadi penyempurna hidup
manusia. Allah sendiri berbelaskasih maka sepatutnya manusia juga demikian,
bukan hanya menghafal dan legalistik.
Sabda Tuhan pada hari ini membawa
kita pada permenungan yang mendalam namun praktis. Di dalam pengajaranNya Yesus
tidak meminta ahli Taurat untuk mengidentifikasi berapa orang yang menjadi
sesama tetapi Yesus memintanya untuk menjadi sesama bagi orang lain dengan
memiliki rasa belas kasih. Orang yang menjadi sesama karena belas kasih melakukan rencana dan kehendak Tuhan. Tuhanlah yang memiliki rasa belas kasih kepada umat manusia. Yesus sendiri mengingatkan para muridNya untuk saling mengasihi. Bacaan Injil membantu kita untuk selalu siap sedia menolong orang yang membutuhkan bantuan. Cinta kasih dan perhatian kepada sesama hendaknya nyata dalam hidup. Cinta kasih menggapai semua orang, meruntuhkan tembok-tembok pemisah.
Paulus dalam bacaan pertama menawarkan satu jalan yang pasti untuk menjadi sesama bagi orang lain. Jalan yang dimaksud adalah percaya kepada Injil. Bagi Paulus, dasar keselamatan Allah tidak terletak pada pelaksanaan Hukum Taurat tetapi pada usaha untuk menerima rahmat Allah melalui Kristus dalam Roh Kudus. Injil diterima oleh Paulus dari Allah bukan dari manusia sehingga dia meminta umat Galatia untuk menerima dan percaya pada Injil. Seruan yang sama kiranya tepat juga untuk kita semua dalam mewartakan dan menghayati Injil. Perasaan tergerak hati oleh belas kasih dapat dilakukan kalau kita juga bersahabat akrab dengan Tuhan di dalam Kitab Suci dan melalui sakramen-sakramen.
Paulus dalam bacaan pertama menawarkan satu jalan yang pasti untuk menjadi sesama bagi orang lain. Jalan yang dimaksud adalah percaya kepada Injil. Bagi Paulus, dasar keselamatan Allah tidak terletak pada pelaksanaan Hukum Taurat tetapi pada usaha untuk menerima rahmat Allah melalui Kristus dalam Roh Kudus. Injil diterima oleh Paulus dari Allah bukan dari manusia sehingga dia meminta umat Galatia untuk menerima dan percaya pada Injil. Seruan yang sama kiranya tepat juga untuk kita semua dalam mewartakan dan menghayati Injil. Perasaan tergerak hati oleh belas kasih dapat dilakukan kalau kita juga bersahabat akrab dengan Tuhan di dalam Kitab Suci dan melalui sakramen-sakramen.
Kita boleh bertanya dalam diri sendiri pada hari ini: "Apakah aku juga menjadi sesama bagi manusia yang
lain?"Saya mengakhiri renungan hari ini dengan sebuah kutipan dari Emmet Fox: Kasih
Kasih
Tiada kesulitan yang dapat dikalahkan oleh kasih yang dalam,
Tiada penyakit yang dapat disembuhkan oleh kasih yang dalam,
Tiada pintu yang dapat dibukakan oleh kasih yang dalam,
Tiada teluk yang tak mungkin dijembatani oleh kasih yang dalam,
Tiada dinding yang dapat dihancurkan oleh kasih yang dalam
Tak peduli betapa besarnya kesulitan,
Betapa sirnanya harapan,
Betapa besarnya kesalahan,
Kesadaran akan kasih yang dalam dapat mengurai semuanya,
Apabila kita dapat mengasihi dengan tulus,
Kita akan menjadi makhluk yang paling berharga dan paling kuat di dunia.
Doa: Tuhan, bantulah aku untuk
bertumbuh menjadi sesama yang baik. Amen
PJSDB
No comments:
Post a Comment