Yes 58:1-9a
Mzm
51:3-6a.18-19
Mat 9:14-15
Seperti Apakah Puasa
Orang Katolik?
Beberapa hari terakhir ini saya selalu ditanya oleh umat
seperti apakah puasa dan pantang orang katolik? Mengapa kelihatan puasanya
orang katolik ringan dibandingkan puasanya saudara-saudara tetangga? Ada juga
yang bertanya apakah puasa itu berarti makan kenyang satu kali sehari dan
selebihnya tidak makan? Apakah masih bisa minum teh manis, soft drink dan
lain-lainnya? Wah pusing dan bingung mau menjawab pertanyaan yang mana duluan.
Saya sempat berpikir bahwa satu kelemahan di kalangan umat katolik adalah masih
lemahnya katekese. Mungkin saja persiapan untuk menjadi orang katolik belum serius
atau hanya sekedar formalitas saja sehingga ajaran-ajaran iman dan hal-hal
praktis seperti ini tidak sempat disentuh oleh para pembina katekumen. Memang
ada juga masa mistagogi tetapi mungkin sudah tidak menarik lagi karena orangnya sudah punya surat baptis. Ada juga yang berharap agar para pastor bisa
menjelaskannya karena pastor itu seperti “ensiklopedi berjalan”.
Berpuasa itu berarti makan kenyang satu kali sehari bagi umat
katolik yang berusia 18 tahun sampai awal usia 60 tahun. Jadi kalau orang yang
terbiasa makan satu hari tiga kali maka salah satunya makan kenyang dan dua
yang lainnya boleh makan dengan porsi yang lebih kecil atau dengan kehendak
bebas tidak makan. Pantang itu lebih berhubungan dengan hal-hal yang menyukakan
hati kita. Pantang dilakukan pada hari Rabu Abu dan tujuh Jumat dalam masa
prapaskah sampai dengan hari Jumat. Apa saja yang menjadi pantang bagi orang
katolik? Pantang daging, gula, garam, rokok, BBM, SMS, Facebook, Film. Pokoknya
hal-hal yang sangat mengikat seseorang sehingga dia bisa lalai dalam hidup.
Orang katolik berusia 14 tahun ke atas dianjurkan untuk berpantang.
Kita bisa belajar pantang minum teh manis dan diganti dengan aqua. Pantang
cemilan-cemilan dan goreng-gorengan. tentu saja faktor usia dan kesehatan juga perlu dipertimbangkan. Gereja katolik sangat fleksibel untuk orang yang sakit.
Nah perhatikanlah kalau misalnya dalam sehari anda biasanya
makan dan satu porsinya Rp.25.000. Selama masa puasa dan pantang anda hanya
mengeluarkan Rp. 15.000 untuk biaya makan. Maka anda sudah menyisihkan
Rp.10.000 yang bisa dijadikan derma. Maka selama masa prapaskah anda bisa
berbelarasa dengan saudara-saudara yang miskin dengan berderma sehari
Rp.10.000 maka total selama 40 hari menjadi Rp.400.000. Luar biasa kolekte yang
bernilai, sebagai bagian dari sikap anda berbagi atau beramal kasih dengan
sesama.
Tapi apakah puasa dan pantangnya orang katolik hanya sebatas
makan dan minum saja? Nah, banyak orang berpikir seperti ini. Nabi Yesaya dalam
bacaan pertama hari ini, membantu kita untuk memahami makna puasa yang benar.
Berpuasa yang dikehendaki Tuhan adalah membangun keadilan dan cinta kasih. Tuhan
berfirman, berpuasa yang Kukehendaki adalah: “Engkau harus membuka belenggu-belenggu kelaliman dan melepaskan
tali-tali kuku, membagi-bagikan rotimu bagi orang-orang yang lapar dan membawa
ke rumah orang-orang yang miskin yang tak punya rumah, dan apabila engkau
melihat orang telanjang supaya engkau memberi dia pakaian dan tidak
menyembunyikan diri terhadap saudaramu sendiri.”
Puasa yang benar bagi orang katolik adalah melakukan
perbuatan-perbuatan kasih terutama kepada kaum miskin. Siapakah mereka yang
miskin? Mereka yang lapar, haus, telanjang, di penjara, sebagai orang asing adalah
orang-orang miskin yang harus kita layani (Mat 25: 36-38). Mengapa? Karena segala sesuatu yang kita
lakukan terhadap orang-orang-orang yang hina atau kecil kita melakukannya untuk
Tuhan Yesus sendiri (Mat 25:40). Maka tepat sekali untuk mengatakan puasa dan
pantang bagi kita adalah hidup di hadirat Tuhan hari demi hari selalu berbuat
baik, melakukan perbuatan kasih tiada habis-habisnya kepada sesama. Maka kalau
kita berpuasa, kita sisihkan beberapa rupiah untuk saudara-saudara yang miskin dari
apa yang seharusnya menjadi kebutuhan kita setiap hari. Kita juga dipanggil
untuk membebaskan orang-orang yang tertindas. Mereka yang diperlakukan tidak
adil itulah yang kita bantu supaya mereka hidup sebagai manusia yang bermartabat.
Nah, makna semakin beriman, semakin bersaudara dan semakin berbelarasa ada di
sini.
Dalam bacaan Injil Yesus mengajarkan satu makan puasa. Puasa
adalah bersukacita, memiliki hati yang riang karena Yesus ada bersama kita. Dia
adalah mempelai yang benar yang sedang ada bersama kita dan kita menjadi
sahabat-sahabatNya. Dia sendiri berkata: “Kamu
adalah sahabatku” (Yoh 15:14). Selagi Yesus bersama dengan kita maka
selayaknya kita juga selalu bersukacita. Kita berduka ketika Yesus menderita,
sengsara dan wafat bagi kita. Saat itulah kita berpuasa, kita menyesal karena
telah berdosa sehingga Yesus menjadi korbannya.
Sabda Tuhan hari ini sangat menguatkan kita. Mari kita
memahami makna rohani berpuasa. Kita tidak harus menjadi orang munafik atau
suka membandingkan diri dengan saudara tetangga. Puasa bagi kita adalah gerakan
hati untuk menyerupai hati Tuhan. Jadi mengikuti Yoel, Puasa adalah “Koyakan
hatimu dan jangan pakaianmu”.
Saya akhiri renungan
hai ini dengan mengutip perkataan St. Leo Agung: “Berpuasa tidak hanya berarti
mengurangi makan, melainkan memberantas semua kebiasaan jahat kita”. Apakah
kita bisa memiliki komitmen seperti ini?
Doa: Tuhan, bantulah saya untuk memberantas kebiasaan jahat
di dalah hidup ini. Amen
PJSDB
No comments:
Post a Comment