Pandangan Gereja Katolik tentang Puasa dan Pantang
Hari Rabu Abu. Kita
memulai masa puasa dan pantang. Tadi pagi banyak saudara dan saudari bertanya
tentang puasa dan pantang. Ada banyak yang berpikir mengapa puasanya orang
katolik sangat ringan dibandingkan dengan saudara-saudari tetangga. Saya
teringat dengan apa yang dikatakan Yoel
dalam bacaan pertama liturgi Rabu Abu: “Koyakanlah hatimu dan jangan pakaianmu”.
Maka puasa dan pantang bagi kita orang katolik bukan hanya soal hal lahiria
yang nampak atau soal jangan ini dan jangan itu tetapi soal hati. Pertobatan merupakan keadaan hati yang terbuka kepada Tuhan. Keadaan hati
yang mau selaras dengan hati Tuhan sendiri. Maka puasa merupakan sebuah gerakan
dari dalam hati dan inilah yang berat. Tuhan sendiri berkata, "Di mana hatimu
berada, di sana hartamu juga berada" (Mat 6:21).
Puasa dan pantang bagi kita orang
katolik adalah tindakan pertobatan. Kita mau menunjukkan bahwa kita adalah
bagian dari Kristus yang menderita. Maka setiap penderitaan kita adalah untuk
melengkapi penderitaan Kristus yang masih kurang yaitu Gereja sebagai Tubuh
MistikNya (Kol 1:24). Di dalam Kitab Hukum Kanonik (KHK) khususnya kanon 1249-1253
ditekankan beberapa aspek penting sebagai berikut:
Kan. 1249: Semua orang beriman
kristiani wajib menurut cara masing-masing melakukan tobat demi hukum ilahi;
tetapi agar mereka semua bersatu dalam suatu pelaksanaan tobat bersama,
ditentukan hari-hari tobat, dimana umat beriman kristiani secara khusus meluangkan
waktu untuk doa, menjalankan karya kesalehan dan amal-kasih, menyangkal diri
sendiri dengan melaksanakan kewajiban-kewajibannya secara lebih setia dan
terutama dengan berpuasa dan berpantang, menurut norma kanon-kanon berikut.
Kan. 1250: Hari dan waktu tobat
dalam seluruh Gereja ialah setiap hari Jumat sepanjang tahun, dan juga masa
prapaskah.
Kan. 1251: Pantang makan daging
atau makanan lain menurut ketentuan Konferensi para Uskup hendaknya dilakukan
setiap hari Jumat sepanjang tahun, kecuali hari Jumat itu kebetulan jatuh pada
salah satu hari yang terhitung hari raya; sedangkan pantang dan puasa hendaknya
dilakukan pada hari Rabu Abu dan pada hari Jumat Agung, memperingati Sengsara
dan Wafat Tuhan Kita Yesus Kristus.
Kan. 1252: Peraturan pantang mengikat
mereka yang telah berumur genap empat belas tahun; sedangkan peraturan puasa
mengikat semua yang berusia dewasa sampai awal tahun ke enampuluh; namun para
gembala jiwa dan orangtua hendaknya berusaha agar juga mereka, yang karena
usianya masih kurang tidak terikat wajib puasa dan pantang, dibina ke arah
cita-rasa tobat yang sejati.
Kan. 1253: Konferensi para Uskup
dapat menentukan dengan lebih rinci pelaksanaan puasa dan pantang; dan juga
dapat menggantikan seluruhnya atau sebagian wajib puasa dan pantang itu
dengan bentuk-bentuk tobat lain, terutama dengan karya amal-kasih serta
latihan-latihan rohani.
Hal-hal praktis dalam masyarakat
kita: Hari puasa dapat dilangsungkan pada
hari Rabu Abu dan Jumat Agung. Hari pantang dilakukan hari Rabu Abu dan dan
semua hari jumat dalam masa prapaskah. Puasa diwajibkan bagi orang katolik usia
18 sampai awal usia 60 tahun. Sedangkan pantang bagi mereka yang berusia 14 tahun ke atas. Puasa
pada hari Rabu Abu dan Jumat Agung berarti makan kenyang hanya satu kali saja.
Pantang itu berhubungan dengan hal-hal yang menyukakan hati seperti daging, rokok,
cemilan, gosip-gosip via BBM, SMS, FB, Twiter.
Untuk diketahui juga bahwa semua
hari Minggu dalam masa prapaskah tidak termasuk hari puasa dan pantang karena
merupakan “paskah mingguan”. Maka perhitungannya adalah: 4 hari dari Hari Rabu
Abu sampai Sabtu setelah Rabu Abu, ditambah hari Senin-Sabtu setiap minggu sampai
Sabtu Pekan Suci, maka totalnya 40 hari.
Secara liturgis: warna liturgi
selama masa prapaskah adalah ungu. Lagu-lagu yang dinyanyikan saat misa: Nuansa
tobat untuk pekan I-IV. Nuansa sengsara pada pekan V (Sengsara Tuhan). Ada
kebiasaan menyelubung Salib dan patung serta hiasan: untuk salib bisa diselubung
pada pekan V sampai hari Jumat Agung. Patung-patung dari pekan ke V sampai
menjelang malam paskah. Dekorasi altar selama masa prapaskah sebaiknya tidak
menggunakan bunga. Alat musik dipakai hanya untuk mendukung nyanyian. Pada pekan
V prapaskah disebut Minggu Laetare atau Minggu Sukacita maka bunga dan alat
musik bisa dipakai.
Mari kita persiapkan diri kita
untuk membaharui janji baptis atau mereka yang yang mau dibaptis pada malam
paskah. Kita juga membangun semangat tobat dengan rajin berdoa dan membaca
Kitab Suci.
PJSDB
No comments:
Post a Comment