Hari
Selasa, Pekan Biasa XXV
Ezr 6:7-8.12b.14-20
Mzm
122:1-2.3-4a.4b-5
Luk 8:19-21
Bahkan orang Kafir pun
bersahabat dengan Allah
Ketika saya masih bertugas di daerah Timur
Indonesia, saya memiliki kesempatan untuk bersahabat dengan banyak orang yang tidak seiman. Salah
seorang yang selalu saya ingat adalah Pak Djoko. Pada suatu kesempatan ia
mengontak saya untuk membicarakan sesuatu. Kami bertemu dan ia mengatakan kepada
saya: “Pastor, saya memiliki rencana untuk membangun sebuah sekolah untuk
anak-anak usia dini. Saya membutuhkan dukunganmu untuk menyelesaikan gedung
sekolah yang ada”. Saya mengatakan, “Demi anak-anak muda saya dan komunitas siap
membantumu”. Kami pun membantu dan mendukung Pak Djoko dan dia berhasil
menyelesaikan gedung sekolah untuk anak-anak usia dini. Pada kesempatan lain
saya bertemu dengan Pak Djoko dan ia berkata kepada saya, “Saya merasa di
daerah kita ini jauh lebih toleran. Sekolah Madrasah yang di bangun itu, para
pendukungnya lebih banyak sahabat-sahabat Nazrani yang saya kenal. Terima
kasih, kalian adalah sahabat-sahabatku yang baik”. Banyak kali saya mengenang
pengalaman sederhana bersama Pak Djoko dan kawan-kawan. Nilai kemanusiaan
menjadi perjuangan bersama. Iman adalah hal yang sangat pribadi dari
orang tersebut. Persaudaraan sejati itu nilainya lebih tinggi dibandingkan
dengan semangat semu dalam beragama. Mengapa? Karena orang yang beragama belum
tentu dapat menjadi saudara. Orang yang berteriak dengan memakai simbol agama
tertentu belum benar-benar beriman sehingga mereka juga belum bersaudara dengan
orang lain.
Pengalaman sederhana ini mau membantu kita
untuk memahami rencana Allah untuk menyelamatkan umat Israel sebagaimana diungkapkan di dalam
bacaan pertama dari Kitab Ezra. Koresh, raja Persia memerintahkan orang-orang
Yahudi untuk kembali dari Babel ke Yerusalem daerah Yudea untuk membangun Bait
Allah. Koresh adalah orang yang mengakui dirinya tidak mengenal Allah tetapi
menyuruh orang untuk membangun rumah Tuhan. Pada hari ini kita mendengar
bagaimana Bait Allah itu dapat selesai karena andil figur-figur orang asing
yang belum mengenal Allah tetapi menghendaki adanya rumah Allah. Mereka adalah
para raja Persia yakni Koresh, Darius dan Artahsastra. Mereka memberikan
dukungan moril yang luar biasa sehingga proses pembangunan Bait Allah dapat
berhasil dengan baik. Perlu diingat bahwa ketika terjadi deportasi orang-orang
Yahudi ke Yerusalem dari Yerusalem, masih ada orang-orang yang tinggal di
Yerusalem. Tetapi mereka juga tidak mampu membangun sendiri Bait Allah yang sudah
dirobohkan. Itu sebabnya tugas pertama yang harus dilakukan oleh orang-orang
yang kembali dari Babel adalah membangun rumah Tuhan yang nantinya dapat
menjadi pusat pemersatu semua orang Yahudi.
Bagaimana wujud sumbangan para raja Persia yang
dikategorikan orang-orang kafir ini bagi komunitas Yahudi dalam membangun bait
Allah? Tentu saja hal yang pertama adalah mereka diperbolehkan kembali ke
Yersualem. Ini hal yang sangat positif. Untuk membangun Batit Allah, raja
Darius misalnya meminta kepada para Bupati di daerah seberang sungai Efrat
untuk mendukung pembangunan Bait Allah di tempatnya semula. Ada juga permintaan
sumbangan wajib berupa upeti dari derah
seberang sungai Efrat untuk mendukung pembangunan ini. Orang-orang Yahudi pun
bekerja giat sesuai petunjuk dari nabi Hagai dan nabi Zakharia bin Ido. Pada
tahun keenam pemerintahan Darius, Bait Allah pun selesai dikerjakan. Bait Allah
disucikan dengan aneka persembahan berupa kurban bakaran. Puncaknya adalah
ketika semua suku Israel merasa dipersatukan sehingga mereka berkumpul bersama
untuk merayaka Pesta Paskah. Ada juga upacara pentahiran diri para imam dan
suku Lewi sehingga semua jemaat menjadi tahir.
Kisah menakjubkan di dalam bacaan pertama ini
membantu kita juga untuk memahami bacaan Injil. Yesus mau mengatakan bahwa
keluargaNya adalah keluarga Allah. Oleh karena Ikatan Sabda Tuhan memiliki
nilai yang mengatasi ikatan darah dan daging. Pada suatu kesempatan Yesus
sedang mengajar banyak orang. Bunda Maria dan para sepupuh Yesus mendatangiNya
untuk bertemu sebentar. Tetapi karena terlalu banyak orang yang berkerumun
sehingga mereka hanya menitip pesan untuk bertemu. Yesus berkata: “Ibu-Ku dan
saudara-saudaraKu ialah mereka yang mendengarkan Sabda Allah dan melaksanakannya.”
Relasi dengan Yesus sebagai Sabda kehidupan tidak berdasar pada ikatan darah-daging tetapi pada Tuhan sendiri
yakni SabdaNya yang keluar dari mulut dan diberikanNya kepada manusia. Mereka yang mendengar Sabda
akan menjadi ibu, sadara dan saudari Yesus.
Perkataan Yesus ini membantu kita semua untuk
menyadari bahwa kita dapat membangun persatuan dengan Allah kalau kita memiliki
kemampuan untuk mendengar Sabda, menyimpan di dalam hati dan melakukannya di dalam
hidup setiap hari. Sabda Tuhan juga dapat merobohkan tembok-tembok pemisah yang ada
di antara kita. Kalau demikian maka tidak ada lagi orang Yunani, Yahudi, bersunat atau tidak
bersunat, orang dari aliran ini atau itu. Kita semua satu di dalam Tuhan Yesus Kristus. Kita semua menjadi saudara dalam Tuhan yang sama. Kita juga diajak untuk menyadari bahwa kita bukanlah status quo bagi keselamatan.
Doa: Tuhan, kami bersyukur kepadaMu karena
memilih kami menjadi saudaraMu. Amen
PJSDB
No comments:
Post a Comment