Jangan membiarkan cangkirmu meluap!
Konon ada seorang profesor dari
sebuah universitas ternama mendatangi seorang maestro di Jepang untuk bertanya
tentang Guru Zen. Sang Maestro Jepang menyambutnya. Sebelum mereka memulai pembicaraan
tentang Guru Zen, sang Maestro Jepang mengundang profesor untuk minum teh sebentar.
Posisi duduk di meja adalah duduk berhadapan satu sama lain. Sang Maestro
meletakkan cangkir kecil di hadapan professor sambil menuangkan air teh ke dalamnya.
Sang Maestro Jepang terus menuangkan air teh ke dalam cangkir profesor sampai
cangkirnya penuh dan meluap. Mulanya sang Profesor hanya memperhatikan luapan
air teh yang keluar dari dalam cangkirnya. Dia berusaha untuk menahan diri
supaya jangan mengatakan bahwa cangkirnya sudah penuh, namun setelah beberapa
saat professor berani mengatakan: “Maaf Maestro, cangkir saya sudah penuh dan
meluap. Tidak ada lagi tempat untuk mengisinya.” Sang Maestro Jepang tersenyum sambal
berkata kepada Profesor: “Betul sekali Prof, sama seperti cawan ini! Anda penuh
dengan pendapat dan spekulasi anda sendiri. Maka pertanyaannya adalah bagaimana
saya bisa menunjukkan Zen kepada anda kecuali andalah yang pertama kali
mengosongkan cangkir anda?”
Hidup kita tidaklah jauh lebih
baik dari sang Profesor. Ia mencari sang guru Zen melalui sang Maestro. Sambil
mencari, ia sendiri sudah memiliki seribu satu pendapat dan spekulasi tentang sosok
Guru Zen. Ia sudah memiliki bias-bias pemikiran tentang Guru Zen. Tentu saja ia
akan merasa jenuh dan sia-sia saja ia terus mencari Guru Zen melalui sang Maestro.
Sebab itu satu-satunya jalan yang harus dilakukan adalah ia perlu berkenosis
atau mengosongkan dirinya. Ia harus memurnikan dirinya, semua motivasi,
spekulasi dan pendapat-pendapatnya tentang guru Zen. Hanya dengan demikian ia
dapat dibimbing untuk berjumpa dengan sosok Guru Zen yang sebenarnya. Singkatnya,
dia sebagai professor memiliki cangkir sudah terisi penuh dan meluap maka dia
harus mengosongkan cangkirnya.
Banyak kali kita mencari Tuhan
melalui doa-doa kita. Namun sayang sekali sebab sambil mencari Tuhan, kita
sudah memiliki seribu satu ide, spekulasi tentang Tuhan dan kehendak-Nya. Kita
berpikir bahwa Tuhan yang membutuhkan kita padahal kitalah yang
membutuhkan-Nya. Maka kita butuh kesempatan untuk mengosongkan diri,
menjernihkan diri. Biarkan diri kita kosong supaya Tuhan dapat membimbing kita
ke jalan yang benar. Ketika pikiran dan hati kita sudah penuh maka akan
jenuhlah hidup kita. Kita tidak ada lagi tempat bagi Tuhan. Maka entah apapun
doa-doa kita rasanya tidak ada banyak manfaatnya karena pikiran kita seakan
tidak lagi membutuhkan Tuhan. Sebab itu kalau mau berdoa, tenanglah, siapkan
bathinmu, kosongkan dirimu dan rasakanlah kehadiran Tuhan secara pribadi dalam
hatimu.
Hal yang sama terjadi dalam diri
kita ketika mau berelasi dengan sesama manusia. Selalu ada kata ‘tetapi’ dalam
membangun relasi atau menjalani sebuah pelayanan tertentu. Sebuah relasi akan
menjadi yang terbaik kalau kita berusaha untuk mengosongkan diri, pikiran dan
hati kita. Kalau kita sudah memiliki
cangkir yang penuh dan meluap, banyak bias tentang sesama maka sia-sia saja
membangun sebuah relasi. Yang namanya Trust atau kepercayaan tidak akan
dibangun di atas bias-bias yang menjenuhkan. Karya dan pelayanan kita akan berfaedah
kalua kita berani mengosongkan cangkir yang kita miliki. Selagi cangkirnya
meluap maka pelayanan kita hanya sebatas mencari nama, popularitas dan
kedudukan.
Pada hari ini kita coba menata
hidup kita. Cangkir-cangkir yang kita miliki biarlah menjadi kosong supaya
dapat diisi dengan air yang baru, teh yang baru, kopi yang baru. Jangan
membiarkannya meluap dan meluap karena hanya ada kejenuhan yang menghalangi
perjumpaan kita dengan Tuhan dan sesama.
PJ-SDB
No comments:
Post a Comment