Hari Kamis, Pekan Biasa ke-XXIX
Rm. 6:19-23
Mzm. 1:1-2,3,4,6
Luk. 12:49-53
Biarkan Api tetap menyala
Saya berasal dari kampung maka
kalau berbicara tentang api selalu saja ada ingatan-ingatan manis. Kalau ada
keluarga yang memiliki korek api atau sejenisnya maka mudah bagi mereka untuk
menyalakan api. Kalau keluarga itu tidak memiliki korek api dan sejenisnya maka
mereka akan menggunakan alat-alat sederhana seperti batu keras atau belahan
bambu yang digesek satu sama lain hingga mendapatkan api. Kalau keluarga itu
tidak memiliki fasilitas sederhana ini maka mereka hanya menunggu saja, di
tempat mana mereka akan mendapatkan api. Kadang mereka dapat berjalan satu atau
dua kilometer untuk mendapatkan api. Maka api begitu penting untuk memasak
makanan, memberi kehangatan kalau daerah itu dingin dan menjadi penuntun di
malam hari. Api bersifat mempersatukan pribadi dengan pribadi dalam perjamuan
makan bersama dan di saat cuaca dingin atau melakukan perjalanan di malam hari.
Di dalam Kitab Suci Perjanjian
Lama kita menemukan sosok Musa yang pertama kali berjumpa dengan Allah ketika
melihat semak duri yang menyala tetapi tidak dimakan api (Kel 3:2). Kita
menemukan 'Tiang Api' sebagai Teofani atau yang memanifestasikan kehadiran
Allah di hadapan umat-Nya. Kita membaca tentang Tiang Api di dalam Kitab
Keluaran 13: 21-22; 14:24; Bil 14:14; Ul 1:33; Neh 9:12.19. Tiang Api ini
menuntun Umat Israel pada malam hari dalam peziarahan mereka ke Tanah yang
Tuhan janjikan kepada mereka. Di sini sekali lagi pikiran kita dibuka untuk
mengerti bahwa Api adalah simbol kehadiran Allah dan tindakan-Nya di dunia dan
bagi umat manusia. Tuhan Allah selalu hadir di tengah umat-Nya. Ia membimbing,
dan melindungi umat-Nya dalam peziarahan selama lebih kurang empat puluh tahun
(Kel 13:21-22). Nabi Elia mendatangkan api dari langit untuk mewahyukan
kehadiran dan kuasa Allah serta memurnikan umat-Nya yang menyembah berhala
(1Raj 18:36-39). Api juga melambangkan kemuliaan Allah (Yeh 1:4,13) dan
kekudusan-Nya (Ul 4:24), kehadiran untuk melindungi (2Raj 6:17) dan
pengadilan-Nya (Za 13:9) serta kekudusan untuk melawan dosa (Yes 66:15-16).
Dalam kacamata Kristiani, Tiang
Api itu merupakan simbol penting Roh Kudus yang menuntun umat pilihan Allah ke
tempat yang dijanjikan bagi mereka. Roh Kudus yang dijanjikan Tuhan Yesus
sebagai Paraclitus akan mengajar dan mengingatkan segala sesuatu (Yoh 14:26). Yohanes
Pembaptis mengatakan bahwa Yesus akan membaptis dengan Roh Kudus dan dengan api
(Mat 3:11-12; Luk 3:16-17). Dalam Kisah Para Rasul, Roh Kudus nampak dalam
'lidah-lidah seperti nyalah api yang bertebaran dan hinggap pada mereka
masing-masing' (Kis 2:3). Ini menunjukkan bahwa Allah hadir di tengah umat-Nya
untuk memurnikan dan menguduskan mereka. Artinya bahwa dosa-dosa manusia
dihapus oleh Tuhan dan manusia menjadi kudus dan berkenan kepada Allah.
Pada hari ini kita mendengar
Tuhan Yesus berkata: "Aku datang untuk melemparkan api ke bumi dan betapa
Aku harapkan, api itu telah menyala!" (Luk 12:49). Tuhan Yesus datang ke
bumi untuk melakukan kehendak Bapa yakni memurnikan dan menguduskan manusia
supaya layak di hadirat Tuhan Allah Bapa. Manusia yang berdosa dikuduskan-Nya
sebab Ia sendiri tidak menghitung dosa-dosa. Ia bahkan memberikan Roh
Kudus-Nya, laksana api yang selalu menyala. Untuk menguduskan manusia maka
Yesus menerima baptisan yakni kemartiran-Nya. Ia menumpahkan darah di kayu
salib untuk menyelamatkan dunia. Tentu saja semua ini menunjukkan kesetiaan
Tuhan terhadap manusia. Bedanya adalah manusia itu susah untuk menjadi pribadi
yang setia. Hal yang sungguh terjadi adalah tindakan-tindakan melawan
kekudusan, misalnya tidak ada damai dan pertentangan di dalam keluarga. Ketika
tidak ada damai dalam keluarga maka pertentangan menjadi jawabannya. Tetapi apa
untungnya kita bertentangan dan tidak mau berdamai? Tuhan Yesus memberikan Roh
Kudus-Nya untuk menguatkan dan menguduskan hidup kita.
Tuhan Yesus mengurbankan diri-Nya
untuk keselamatan kita semua. Manusia diselamatkan dari dosa dan salah yang
dilakukan sadar atau tidak sadar. Dosa-dosa yang selalu diulangi manusia adalah
menyerahkan anggota-anggota tubuh, menjadi hamba, menjadi hamba kecemaran dan
kedurhakaan. Tuhan melalui Santu Paulus menghendaki supaya saat ini kita
menyerahkan anggota-anggota tubuh dan menjadi hamba kebenaran yang membawa
kepada kekudusan. Lebih lanjut St. Paulus mengatakan bahwa sekarang kita sudah
dimerdekakan dari dosa dan menjadi hamba Allah. Kita menjadi Hamba Allah yang
hidup saat ini karena anugerah Roh Kudus.
PJ-SDB
No comments:
Post a Comment