Hari Jumat, Pekan Paskah ke-V
Kis. 15:22-31
Mzm. 57:8-9,10-12
Yoh. 15:12-17
Siap Komandan!
Saya mengingat seorang karyawan
yang setiap kali diminta untuk mengerjakan sesuatu, ia selalu berdiri, dengan
posisi tubuh tegak berkata: “Siap Komandan!” Saya mengira ia bersikap demikian
hanya kepada orang tertentu saja, tetapi ternyata kepada siapa saja yang
memberinya tugas tertentu, ia selalu memberi jawaban yang sama. Saya lalu bertanya
kepadanya alasan mengapa ia selalu menjawab demikian. Ini adalah jawabannya
yang membuatku membuka mata lebar-lebar: “Setiap perintah adalah suara Tuhan bagiku,
dan saya siap melayani!” Saya membuka mata lebar-lebar sebab orang sederhana
ini sudah mengedukasi saya supaya setia dalam hidup saya untuk merasa yakin
bahwa setiap perintah yang saya dengar adalah suara Tuhan. Saya harus
mendengarnya dengan baik, melakukannya dengan taat dan ini adalah ungkapan
cinta kasih kepada orang yang memberikan perintah atau komando kepada saya.
Saya merasa yakin bahwa banyak di antara kita pasti memiliki pengalaman yang
mirip dengan kisah ini.
Kita mendengar kisah Yesus tentang
amanat perpisahan yang dilakukan di hadapan para murid-Nya pada malam perjamuan
terakhir. Kali ini Yesus mengatakan tentang relasi persaudaraan dalam kasih. Komunitas Yesus ini dibentuk dalam kasih agape
bukan hanya sekedar kasih saja. Artinya, Tuhan lebih dahulu mengasihi kita maka
kita pun harus saling mengasihi sebagai saudara. Saling mengasihi merupakan
sebuah perintah atau komando yang harus kita lakukan. Lebih jelas Yesus
berkata: “Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku
telah mengasihi kamu.” (Yoh 15:12). Orang tidak hanya berkata saling mengasihi sebagai
saudara tetapi Tuhanlah yang lebih dahulu mengasihinya.
Kasih macam apa yang Tuhan berikan
kepada manusia? Sebuah kasih yang nyata, penuh dengan pengorbanan. Yesus
berkata: “Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang
memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.” (Yoh 15:13). Maka kasih sejati
itu penuh dengan pengorbanan, penderitaan untuk kebaikan dan keselamatan sesama
mansuia. Tuhan Yesus sendiri menunjukkan teladan bagi kita semua. Kasih-Nya
yang besar penuh dengan pengurbanan. Sebab itu Yesus sebagai Tuhan bahkan
menyapa kita bukan sebagai hamba tetapi sebagai sahabat. Ini benar-benar
merupakan suatu hal yang luhur. Tuhan rela menjadi sahabat bagi manusia. Dia
tidak menganggap manusia sebagai hamba-Nya. Mengapa kita masih menganggap sesama
manusia sebagai hamba bukan sahabat? Mengapa kita memperlakukan orang lain
berdasarkan uang bukan berdasarkan jati dirinya sebagai manusia? Kita adalah sahabat
sebab Ia telah memberitahukan kita segala sesuatu yang sudah didengar dari Bapa.
Kita adalah sahabat Tuhan karena kita mengetahui segala sesuatu yang Tuhan ajarkan
kepada kita melalui Roh Kudus.
Pada akhirnya Tuhan Yesus
menegaskan kepada para murid-Nya tentang jati diri mereka sebagai orang pilihan
untuk melakukan perintah baru atau perintah kasih. Inilah perkataan Yesus: “Bukan
kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah
menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap,
supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu.”
(Yoh 15:16). Tuhan sendiri yang memilih dan menetapkan kita maka jangan pernah
mengelak untuk melakukan perintah kasih ini. Kasih Tuhan haruslah berbuah di
dalam hidup kita semua. Artinya, segala sesuatu yang kita lakukan bukan
semata-mata pekerjaan manusiawi kita tetapi kita melakukan pekerjaan Tuhan. Dia
telah memilih dan menetapkan kita untuk bekerja maka lakukanlah pekerjaan-pekerjaan
itu dengan penuh rasa tanggung jawab.
Apa yang hendak Tuhan katakan bagi
kita melalui Injil hari ini? Kita bertumbuh dalam kasih, yang dimulai di dalam
keluarga masing-masing. Kasih yang kita alami itu penuh dengan pengurbanan. Misalnya,
orang tua berkurban untuk mewujudkan kasihnya bagi anak-anaknya. Para guru
mengurbankan diri bagi para siswa dan siswinya. Semua orang dari berbagai
profesi mengurbankan dirinya bukan semata-mata untuk mencari uang tetapi untuk
mewujudkan kasihnya kepada Tuhan dan sesamanya. Untuk itu butuh semangat dan relasi
persahabatan yang mendalam di antara pribadi manusia.
Apa yang harus kita lakukan di
dalam hidup ini supaya setia mengasihi Tuhan dan sesama?
Inspirasinya ada dalam bacaan pertama
yang kita dengar dari Kisah Para Rasul. Gereja yang barusan bertumbuh baik di
Yerusalem maupun di diaspora berusaha untuk menata dirinya. Tentu saja bukanlah
hal yang mudah tetapi mengalami banyak tantangan. Hanya saja kekuatannya itu
berasal dari Tuhan yang sudah memilih dan menetapkan orang-orang yang menjadi fundasi
bagi Gereja-Nya. Kalau bukan kekuatan dari Tuhan maka Gereja sudah tidak ada
namanya lagi. Sebab itu ketika ada orang-orang yang merasa diri status quo keselamatan
dan mengajarkan bahwa keselamatan ada kalau orang itu di sunat maka semuanya
akan menjadi terang benderang karena campur tangan Tuhan. Konsili pertama di
Yerusalem adalah bukti jelas peran dan campur tangan Tuhan di dalam Gereja untuk
memberi terang tentang keselamatan.
Kita mendengar hasil-hasil keputusan
Konsili pertama di Yerusalem yang disampaikan kepada kepada jemaat di
Antiokhia. Konsili mengutus Yudas atau Barsabas dan Silas untuk menemani Paulus
dan Barnabas supaya menyampaikan hasil Konsili yang diakui sebagai keputusan Roh
Kudus dan keputusan para Bapa Konsili bahwa menjadi orang Kristen itu tidak
perlu sunat. Selanjutnya mereka harus mentaati beberapa kesepakatan berikut
ini: “Kamu harus menjauhkan diri dari makanan yang dipersembahkan kepada
berhala, dari darah, dari daging binatang yang mati dicekik dan dari
percabulan. Jikalau kamu memelihara diri dari hal-hal ini, kamu berbuat baik.”
(Kis 15:29). Surat berupa keputusan hasil Konsili disampaikan oleh Barsabas dan
Silas dan membuat semua orang di Antiokhia, Siria, Kilikia dan bangsa-bangsa
lain bersukacita kepada Tuhan. Komando dari Roh Kudus dan para Bapa Konsili
berhasil dieksekusi oleh para utusan Tuhan di Antikhia.
Siap komandan! Perkataan yang
sama bisa menjadi sikap kita di hadapan Tuhan dan sesama. Ini adalah wujud
ketulusan persahabatan kita. Ini adalah tanda bahwa kita mendengar, mentaati
dan mengasihi. Mengapa kita bersikap demikian? Karena Tuhan yang memilih dan
menetapkan kita untuk tujuan-Nya bukan untuk tujuan kita. Siap komandan!
PJ-SDB
No comments:
Post a Comment