Hari Kamis, Pekan Biasa ke-XX
Peringatan Wajib St. Bernardus
Yeh. 36:23-28Mzm. 51:12-13,14-15,18-19
Mat. 22:1-14
Inilah wajah Kerajaan Allah
Pada hari ini bersama seluruh Gereja Katolik, kita mengenang St. Bernardus dari Clairvaux (=lembah Hening). Bernardus adalah putera dari Tescelin Sorrel dan Aleth Montbard, dilahirkan pada tahun 1090, di dekat kota Dijon, Perancis. Beliau dikenal luas sebagai seorang pewarta, pembawa damai dan penegak kebenaran. Ia dengan gigih membela hak Paus Innosensius II (1130-1143) melawan rongrongan Paus tandingan Anakletus pada 1130, dan berani menentang pandangan-pandangan salah dari Petrus Abelard III (1145-1153), seorang mantan asuhannya di pertapaan Clairvaux. Beliau diutus ke Jerman dan Prancis untuk berkhotbah menentang ajaran sesat Albigensia. Khotbah-khotbahnya sangat berpengaruh dan tulisan-tulisannya mengilhami mistisisme Abad Pertengahan. Beliau meninggal dunia pada tahun 1153 dan dinyatakan ‘kudus’ pada tahun 1174 dan diakui sebagai Pujangga Gereja, bahkan Bapa Gereja terakhir pada tahun 1830. Saya mengingat sebuah pandangan yang menunjukkan kedekatannya dengan Bunda Maria berikut ini: “Bunda Maria membuka jurang belas kasihan Tuhan untuk siapa saja yang dia inginkan, kapan pun yang dia inginkan, dan sebagaimana yang dia inginkan, sehingga tidak ada pendosa betapa pun bejatnya yang binasa jika Maria melindunginya … Semua orang: masa lalu, sekarang, dan yang akan datang, patut memandang Maria sebagai sarana dan negosiator keselamatan dari segala masa.”
Sambil mengenang Bapak Gereja yang terakhir ini, Tuhan Yesus menyapa kita dan mengingatkan kita dalam bacaan Injil tentang sisi dan wajah indah Kerajaan Allah. Keindahan Kerajaan Allah itu disimbolkan dengan sebuah pesta pernikahan di mana dalam pesta pernikahan itu ada sisi kegembiraan, kebersamaan, keakraban, dan damai sejahtera. Tentu saja harapannya adalah kita melakukan dan mengalamainya di dunia saat ini hingga kelak di tempat di mana kita berada bersama dengan-Nya. Penginjil Matius dalam perikop Injil hari ini melaporkan bahwa ketika itu, Tuhan Yesus berbicara dengan para imam kepala dan orang-orang Farisi bahwa hal Kerajaan Surga itu seumpama seorang Raja yang mengadakan perjamuan kawin untuk anaknya. Bisa dibayangkan bahwa ini adalah sebuah perkawinan yang meriah. Maka apa yang dilakukan untuk memeriahkan perayaan perkawinan ini? Pesta besar seperti pernikahan seorang putera raja ini harus menyediakan banyak makanan dan minuman, dan jumlah tamu undangan juga harus signifikan. Pokoknya harga diri tetaplah menjadi sebuah ukuran sejalan dengan status sosial dalam masyarakat. Keadaan dahulu kiranya tidak jauh berbeda dengan saat ini.
Untuk itulah sang Raja tanpa nama ini menyuruh para hamba untuk memanggil orang-orang yang telah diundang ke perjamuan kawin itu, tetapi orang-orang yang telah diundang ini tidak mau datang. Tentu saja undangan inti ini mengecewakan sang raja. Ia merasa tidak dihormati baik sebagai raja maupun sebagai manusia. Untuk kedua kalinya sang Raja menyuruh para hamba lain untuk memanggil orang-orang yang sudah diundang dengan pesan ini: “Katakanlah kepada orang-orang yang diundang itu: Sesungguhnya hidangan, telah kusediakan, lembu-lembu jantan dan ternak piaraanku telah disembelih; semuanya telah tersedia, datanglah ke perjamuan kawin ini.” (Mat 22:4). Sayang sekali karena orang-orang yang diundang itu tidak mengindahkannya. Mereka memiliki banyak alasan pribadi sehingga tidak menerima undangan sang Raja. Lebih tragis lagi para hamba yang lain ini ditangkap, dianiaya dan dibunuh. Sang Raja murka dan membasmi orang-orang jahat serta membakar kota mereka. Maka Raja tidak kehilangan akal. Ia menyuru para hambanya dengan berkata: “Perjamuan kawin telah tersedia, tetapi orang-orang yang diundang tadi tidak layak untuk itu. Sebab itu pergilah ke persimpangan-persimpangan jalan dan undanglah setiap orang yang kamu jumpai di sana ke perjamuan kawin itu.” (Mat 22:8-9). Para hamba pun melakukan perintah sang Raja dengan mengundang semua orang yang dijumpai di setiap pelosok jalan, dalam hal ini orang baik dan orang jahat. Ruangan perjamuan yang sudah siap itu penuh karena diisi oleh para tamu yang datang kemudian. Raja pun masuk terakhir ke dalam ruangan untuk menemui para undangan tetapi ia menemukan seorang undangan yang tidak mengenakan pakaian pesta. Akhir hidup orang ini menyedihkan, namun semua ini sudah direncanakan sang Raja sehingga semuanya terlaksana sebagaimana adanya.
Kisah Injil ini memang menarik perhatian kita karena berbicara tentang hidup kita yang nyata di hadirat Tuhan. Tujuan hidup kita sebagai manusia adalah supaya mencapai kebahagiaan sejati dan mengalami kehidupan kekal di masa depan yakni di dalam Kerajaan Allah. Sebab itu kita harus berusaha supaya mengalami suasana hidup yang penuh kegembiraan, kebersamaan, keakraban dan damai sejahtera mulai saat ini. Semua pengalaman ini turut menunjukkan wajah Kerajaan Allah dalam dunia dan hidup kita yang nyata. Hal lain yang penting di sini kita semua diundang karena kita tamu yang istimewa. Ada yang diundang lebih dahulu tetapi menolak undangan dengan berbagai alasan termasuk membuat kejahatan tertentu. Para undangan terakhir adalah orang-orang jalanan, ada yang baik dan jahat. Meskipun demikian para tamu tetaplah diperlakukan sebagai tamu dan undangan yang penting. Namun sayang sekali karena ada di antara para tamu ini yang masih tidak menyadari kelemahan dan dosa mereka. Salah satunya tidak mengenakan pakaian pesta, dia lalai mencari kebenaran dan tidak melakukan kehendak Allah. Ia juga tidak membutuhkan pertobatan sehingga mendapat hukuman setimpal yang diserukan Raja yakni: “Ikatlah kaki dan tangannya dan campakkanlah orang itu ke dalam kegelapan yang paling gelap, di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi." Kisah Injil ditutup dengan perkataan Yesus yang sangat bermakna yaitu: "Sebab banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih." (Mat 22:13-14).
Sosok Raja dalam kisah Injil ini memang luar biasa. Ia tidak memandang statusnya tetapi menjalankan tugasnya dengan mengontrol seluruh peristiwa yakni mengundang, memanggil tamu dan undangan berulang kali, menjalankan hukuman, mengalihkan undangan ke orang lain, mengunjungi para tamu dan mengeluarkan tamu yang tidak layak. Siapakah sosok raja ini? Kiranya sosok Raja adalah Tuhan Allah sendiri yang menjalankan kuasa untuk mengisi Kerajaan-Nya. Para hamba adalah para nabi sebagai utusan Tuhan untuk mewartakan keselamatan, bahkan ada yang beresiko untuk dianiaya dan dibunuh, para rasul Yesus sendiri dan para pewarta atau misionaris yang melakukan tugas perutusan Gereja saat ini. Bagaimana dengan posisi kita saat ini? Apakah kita adalah undangan pertama atau undangan terakhir yang bercampur dengan orang yang baik dan jahat?
Apa yang harus kita lakukan untuk memperindah wajah Kerajaan Allah?
Bacaan pertama sangatlah inspiratif. Tuhan menghendaki adanya sebuah perjanjian baru dengan manusia yang berdosa supaya ada keselamatan. Sebab itu Tuhan berkata: "Aku akan menguduskan nama-Ku yang besar yang sudah dinajiskan di tengah bangsa-bangsa, dan yang kamu najiskan di tengah-tengah mereka. Dan bangsa-bangsa akan mengetahui bahwa Akulah Tuhan, demikianlah firman Tuhan Allah, manakala Aku menunjukkan kekudusan-Ku kepadamu di hadapan bangsa-bangsa.” (Yeh 36:23). Di sini, Tuhan sendiri menujukkan wajah Kerahiman yang turut memperindah Kerajaan-Nya. Kerajaan Allah lalu menjadi sebuah Kerajaan yang tenang, penuh kegembiraan laksana pernikahan yang menggembirakan semua orang. Dia bebas memilih dan memangil manusia sebagai tamu dan undangan untuk supaya menunjukkan jati diri mereka yang sebenarnya. Tuhan juga menunjukkan inisiatifnya supaya semua orang menjadi kudus sebagai akibat dari kekudusan-Nya sendiri. Suasana sukacita karena Yehuda yang tegar tengkuk akan kembali ke tempat yang ditentukan Tuhan sendiri
Tuhan menunjukkan wajah kerahiman-Nya sebagai Allah ketika Ia mengumpulkan semua orang untuk diselamatkan. Tuhan mengumpulkan dan menguduskan. Tuhan senidiri memberi hati yang baru yang bisa mengasihi dengan kasih-Nya dan Roh yang baru di dalam tubuh umat-Nya. Hati yang keras membatu akan diambil Tuhan, Dia sendiri akan memberi hati yang baru, yang penuh ketaatan dan kelembutan. Semua ini turut menggambarkan indahnya wajah Kerajaan Allah yang patut kita alami secara nyata di dunia ini. Kita tetap membutuhkan Tuhan untuk membarui kita hari demi hari supaya layak mengalami Kerajaan Allah yang penuh kedamaian, sukacita, kebersamaan dan keakraban sebagai saudara. Maka tidak eloklah kalau kita masih hidup dalam permusuhan dan saling membedakan satu sama lain.
St. Bernardus, doakanlah kami. Amen
PJ-SDB
No comments:
Post a Comment