“GEMBALAKANLAH DOMBA-DOMBAKU”
(Yoh 21:15.16.17)
Bacaan: Yoh 21:15-19
21:15 Sesudah sarapan Yesus berkata kepada
Simon Petrus: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada mereka ini?" Jawab
Petrus kepada-Nya: "Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi
Engkau." Kata Yesus kepadanya: "Gembalakanlah domba-domba-Ku."
21:16 Kata Yesus pula kepadanya untuk kedua
kalinya: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?" Jawab
Petrus kepada-Nya: "Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi
Engkau." Kata Yesus kepadanya: "Gembalakanlah domba-domba-Ku."
21:17 Kata Yesus kepadanya untuk ketiga
kalinya: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?" Maka
sedih hati Petrus karena Yesus berkata untuk ketiga kalinya: "Apakah
engkau mengasihi Aku?" Dan ia berkata kepada-Nya: "Tuhan, Engkau tahu
segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau." Kata Yesus
kepadanya: "Gembalakanlah domba-domba-Ku.
21:18 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya
ketika engkau masih muda engkau mengikat pinggangmu sendiri dan engkau berjalan
ke mana saja kaukehendaki, tetapi jika engkau sudah menjadi tua, engkau akan
mengulurkan tanganmu dan orang lain akan mengikat engkau dan membawa engkau ke tempat
yang tidak kaukehendaki."
21:19 Dan hal ini dikatakan-Nya untuk
menyatakan bagaimana Petrus akan mati dan memuliakan Allah. Sesudah mengatakan
demikian Ia berkata kepada Petrus: "Ikutlah Aku."
1.
Pengantar: Pemahaman Umum
Ketika
membaca Injil Matius, Markus dan Lukas kita menemukan banyak kesamaan dalam
bahasa. Itu sebabnya disebut Injil Sinoptik.
Kata sinoptik berarti "dapat
dilihat dalam satu
pandangan." Yang dimaksudkan
ialah bahwa Injil Matius, Markus, Lukas sangat mirip. Dengan demikian, mudah
disejajarkan dan dapat dibandingkan. Dari situ kita melihat misalnya bagaimana
rumusan Markus agak berbeda dengan
Matius dan Lukas. Tetapi pada dasarnya mereka
sama. Injil-Injil sinoptik sangat
tergantung satu dengan yang lain.
Namun masing-masing mempunyai
corak dan caranya sendiri sesuai dengan bakat dan watak
masing-masing pengarangnya.
Ciri-ciri Injil
sinoptik ialah bahwa secara
cukup lengkap menggambarkan
perjalanan Yesus sejak dari hidup-Nya di
Nazaret sampai dengan
wafat dan kebangkitan-Nya di
Yerusalem. Dalam Injil-injil itu dengan cara yang berbeda-beda diberi
lukisan mengenai diri Yesus, dengan
menggambarkan tindakan dan
perbuatan-Nya dan dari lain pihak juga, khususnya dalam Injil
Matius dan Lukas, menyajikan ajaran-Nya.
Pokok dari Injil-injil ini seperti juga dari Injil Yohanes, ialah mau
memberikan suatu gambaran tentang
siapa Yesus itu. Dan ternyata dalam Injil Matius, Yesus lebih
dikemukakan sebagai Guru dan Pemimpin. Markus lebih melukiskan-Nya sebagai Penebus, Dia
yang harus menderita untuk
rakyat-Nya. Sebaliknya dalam Injil
Lukas, Yesus adalah Tuhan yang mulia, yang penuh kuasa bertindak di antara murid-muridnya. Dan Injil
Yohanes, yang memang berbeda dengan sinoptisi, lebih
menonjolkan keallahan Yesus.
Walaupun
Injil-injil sinoptik semua mempunyai kerangka yang sama, yang
oleh Matius dan Lukas diambil alih dari Markus, namun masing-masing mempunyai
cirinya yang khas. Matius sangat menekankan Gereja sebagai jemaat yang
didirikan oleh Yesus. Matius juga sangat bersifat yahudi dalam arti bahwa, entah
karena diri Matius
sendiri, entah karena umat yang untuknya ia menulis
Injil, sangat banyak
memperlihatkan perhatian
untuk masalah-masalah yahudi.
Sebaliknya Injil Lukas adalah
Injil untuk orang kafir, dengan tekanan
pada sasaran universal dari
karya dan pewartaan Yesus dan para Rasul. Lukas juga
memperlihatkan perhatian yang
sangat besar untuk orang
yang tidak berdaya
dalam masyarakat, khususnya
orang miskin, anak-anak,
kaum wanita, orang berdosa, pendek kata semua orang yang
tidak terpandang dalam masyarakat Yahudi.
Oleh Lukas, Yesus digambarkan sebagai Tuhan yang
mulia tetapi sekaligus juga sebagai pelayan dan penghibur umat manusia.
Sebaliknya Injil Markus, yang paling
pendek, menekankan bahwa Yesus, yang adalah Anak Allah, merendahkan
diri dan menjadi tidak berdaya
dan menderita untuk umat
manusia. Maka Injil
Markus dari satu pihak menonjolkan kekuasaan Yesus,
tetapi dari lain
pihak juga amat menekankan
oposisi dengan orang Yahudi yang
akhirnya membawa Dia kepada kematian-Nya.
Sudah dikatakan
di atas bahwa Injil-injil tidak
hanya berbeda menurut
gaya bahasanya, tetapi juga sedikit menurut isinya.
Gambaran Yesus dalam Matius, Markus, Lukas dan Yohanes berbeda-beda.
Seringkali kekhasan masing-masing pengarang Injil digambarkan secara simbolis.
Matius
digambarkan sebagai seorang manusia.
Yesus sebagai Utusan Allah, yang menyampaikan Sabda Allah, kabar
gembira dari Allah. Sebab
juga mengenai Yesus sendiri dikatakan bahwa Ia
"memberitakan Injil Kerajaan Allah" (Mat 4,23)
Sebaliknya Markus sering digambarkan sebagai
singa, sebab Markus menggambarkan daya kekuatan Allah yang ada di dalam Yesus.
Yang tersimbol ialah Yesus yang
adalah Anak Allah, tetapi
Anak Allah yang menderita; daya kekuatan-Nya tidak tampak,
sebab, karena kesatuan-Nya dengan umat manusia, Ia harus memikul beban dosa
umat manusia.
Lukas lain.
Dia seringkali digambarkan sebagai sapi, ialah binatang yang boleh
dikatakan sangat lunak dan halus. Begitu juga
Lukas yang penuh
perhatian untuk orang kecil, untuk segala peristiwa dan perkara yang
kecil. Tampaknya dia adalah pengarang
Injil yang paling sederhana, yang hanya memberi dongeng,
kisah hidup Yesus. Bahwa di
dalamnya ia justru mau
menggambarkan Yesus sebagai
yang mulia, yang penuh kuasa, yang diberi Roh Kudus untuk
dibagikan kepada kita, itu sering
kurang kita sadari. Yang diingat dari Injil Lukas adalah terutama kisah
Natalnya dan juga
kisah-kisah pergaulan Yesus dengan
anak-anak kecil, dengan
orang sederhana, dimana juga ada perumpamaan mengenai
anak yang hilang. Pokoknya
Lukas memperlihatkan kebaikan hati Yesus. Tetapi Yesus yang baik
hati justru memperlihatkan kasih Allah kepada manusia.
Dan Yohanes
yang digambarkan sebagai
rajawali, menekankan keallahan Yesus itu.
Dia terbang sampai
ke langit yang tertinggi untuk memperlihatkan siapa
Yesus sebetulnya. Yesus dalam Injil Yohanes sungguh tampil sebagai Anak Allah,
penuh kekuasaan, penuh kebijaksanaan, penuh
dengan kemuliaan ilahi.
Dengan
memahami aneka perbedaan dari Injil Sinoptik dan Injil Yohanes di atas maka
fokus belajar dalam pertemuan ini adalah tentang tugas pastoral dari Petrus
menurut Penginjil Yohanes. Mengapa tugas pastoral Simon Petrus ini perlu kita
perdalam? Karena tugas ini diberikan kepada Petrus atas nama Gereja. Dia diberi
mandat untuk memperhatikan dan melayani Gereja dalam hal ini Jemaat sebagai
wujud kasihnya kepada Tuhan.
2.
Memahami Perikop
Sebelum
melantik Petrus menjadi gembala atas domba-domba, Yesus memberi kesempatan
kepada Petrus untuk membenahi dirinya setelah tiga kali menyangkal Yesus dengan
menyatakan cintanya kepada Yesus. Ini adalah sebuah rekonsiliasi pribadi Petrus
dengan Tuhan. Mandat yang diberikan oleh Yesus kepada Petrus sebanyak tiga kali
yakni “Gembalakanlah domba-dombaKu”
menunjukkan dimensi misionaris Gereja dan kepemimpinan yang dipercayakan
kepadanya.
Figur
gembala dalam dunia kuno sebanding dengan kuasa rajawi. Dalam Kitab Suci
Perjanjian Lama, Tuhan sendiri menjadi gembala bagi umat Israel (Kej 49:24; Hos
4:16; Yer 23:1-6; 31:10; Yeh 34; Yes 40:11; Mzm 23; 80:1). Kuasa ini juga ada
dalam diri Yesus yang mengatakan diriNya sebagai Gembala yang baik bagi
domba-domba yang dipercayakan Bapa kepadaNya (Yoh 10:11-18). Sekarang giliran
Yesus mempercayakan tongkat kegembalaan dan domba-dombaNya kepada Petrus.
Komando Yesus kepada Petrus sebanyak tiga kali dan disaksikan oleh para
MuridNya.
Tipe
otoritas kepemimpinan mana yang diberikan oleh Yesus kapada Petrus? Santo
Ambrosius menjelaskan bahwa Yesus memberikan Petrus kepada kita sebagai wakil
kasihNya. Semua pelayanan Petrus merupakan implikasi dari persekutuannya yang
mendalam dengan Kristus dan nantinya diungkapkan dalam pemberian diri secara
total. Jadi komitmen kasih yang total dan pemberian diri yang tanpa batas dari
Yesus berdampak pada upaya dan semangat untuk memelihara dan membimbing
komunitas para rasul dan umat yang percaya kepada Yesus.
Ayat 15-17:
Kata “mengasihi” dibedakan dari kata kerja phileîn
dan agapân. Phileîn adalah kasih yang sifatnya lebih emosional, manusiawi, soal
perasaan afektif. Kata ini melukiskan persaan kasih dengan member diri kepada
pribadi yang disayangi (antar manusia). Sedangkan agapân lebih mengungkapkan kasih yang bersifat rohani, oblatif.
Maka ekspresi “mengasihi Aku lebih dari mereka ini” menjadi factor pembeda
antara Petrus dan para rasul yang lain. ‘Gembalakanlah domba-dombaKu”
mengimplikasikan suatu kuasa juridis istimewa dari Yesus kepada Petrus.
Ayat 18-19:
Dengan formulasi meriah: Amen, Amen atau “sesungguhnya” Yesus mengintroduksi
nubuat tentang kemartiran Petrus. Pada masa itu pemahaman orang tentang akhir
hidup manusia belumlah jelas. Maka Yesus mengggunakan bahasa yang bias
dipahami: “ketika masih mudah mengikat pinggang,berjalan sesuai kehendak
pribadi. Pada masa tua akan mengulurkan tangan, mengikat engkau, membawa engkau
ke tempat yang tidak kaukehendaki.” Konsep tentang penyaliban Petrus belum jelas
terungkap dalam nubuat Yesus ini. Yang jelas ajakan untuk mengikuti Yesus
berarti pintu penderitaan terbuka bagi Petrus.
3. Mendalami perikop: Dialog Yesus dan Petrus
Setelah
memahami perikop ini, sekarang mari kita mendalaminya. Perikop kita merupakan bagian
kedua dari Bab ke-21 epilog Injil Yohanes. Tokoh Petrus sebagai leader
komunitas para rasul memiliki posisi penting dalam epilog Injil Yohanes. Petrus
hadir aktif dalam kisah mujizat tentang penangkapan ikan yang berjumlah 153
ekor banyaknya, dan pengenalan para rasul akan Yesus yang bangkit dengan mulia.
Petrus memiliki peran dalam komunitas dengan tugas sebagai pemimpin bagi para
domba (ayat 15-17) dan member kesaksian dengan kemartiran (18-19).
Tuhan Yesus
hebat. Sebelum mempercayakan tugas kegembalaan Gereja kepada Petrus, Ia
memintanya untuk mengakui atau mengkirarkan kasihnya. Ini adalah syarat mutlak bagi
siapa saja yang mau bertugas sebagai pembimbing rohani. Setelah tiga kali
mengikrakan kasihnya kepada Kristus maka dia juga diundang untuk mengikuti
Kristus dalam jalan salib dan pemberian diri. Misi Gereja dan setiap umat
secara pribadi hendaknya selaras dengan Kristus sendiri. Dia adalah
satu-satunya penyelamat kita.
Dialog ini
menekankan tiga elemen penting yakni misi, kemartiran dan mengikuti Kristus
(sequela).
3.1.
Misi
Yesus
bertanya kepada Petrus: “Apakah engkau
mengasihi Aku lebih dari mereka ini”. Pertanyaan ini merupakan sebuah pertanyaan
tentang kasih kepada Pribadi Kristus. Jawaban Petrus merupakan sebuah penegasan
terhadap tugas pastoralnya di dalam Gereja (ayat 15,16,17). Perikop ini juga merupakan
perikop yang mau menguatkan Petrus karena sebelumnya Ia telah menyangkal Yesus
(Yoh 18: 17.25.27). Penguatan Petrus menjadi gembala agung di dalam Gereja,
terlepas dar pribadi Petrus yang penuh dengan kelemahan, bukan semata-mata
berdasarkan jasanya melainkan pada pilihan Yesus dan kasihNya yang tak
terbatas. Dengan alasan ini maka rasul Petrus harus mengasihi lebih.
Inisiatif
pertama datang dari Yesus dengan bertanya: “Simon
anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada mereka ini?”
(ayat 15a). Yesus menuntut dari Rasul Petrus kasih yang lebih besar dari para
rasul lainnya. Injil-injil Sinoptik tidak mengisahkan tentang pertanyaan
seputar kasih kepada Yesus tetapi hanya pada iman kepada Yesus sebagai Mesias
(Mrk 8:27-29). Sebaliknya dalam Injil Yohanes pertanyaan tentang kasih ini
suatu keharusan. Petrus berusaha menjawab pertanyaan Yesus namun dia juga
berusaha supaya tidak menyinggung perasaan para rasul lainnya. Petrus dengan
rendah hati dan penuh kesederhanaan mau membuktikan dirinya bahwa dia berubah
dan mau membaharui kasihnya terhadap Yesus. Dia menjawab: “Ya, benar Tuhan, Engkau tahu bahwa aku mengasihi Engkau!” (ayat
15b) Lalu Yesus berkata kepadanya: “Gembalakanlah
domba-dombaku!” (ayat 15c). Penguatan kepada Petrus untuk menggembalakan domba-domba yakni yang
paling kecil membuat Petrus menyadari bahwa tugas pastoralnya adalah
diperuntukan bagi orang-orang kecil, kaum miskin, orang berdosa, mereka yang
jauh dari Tuhan. Karya dan pelayanan Petrus adalah bukti kasihnya yang mendalam
kepada Kristus dan juga kepada semua mereka yang dilayani oleh Petrus dalam misinya.
Selanjutnya
Tuhan bertanya lagi kepada Petrus untuk kedua kalinya. Jawaban Petrus seperti
sebelumnya: “Benar Tuhan, Engkau tahu
bahwa aku mengasihi Engkau” (16b). Di sini Petrus menerima tugas bukan lagi
bagi orang-orang kecil saja tetapi bagi seluruh gereja universal. Petrus
menjadi pembimbing dan gembala bagi seluruh umat beriman. Yesus bertanya lagi
untuk ketiga kalinya: “Simon anak
Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?”(ayat 17a). Petrus merasa hatinya
sedih atas pertanyaan Yesus. Biar bagaimana pun juga Petrus harus tetap teguh
dengan melupakan masa lalunya yang gelap karena menyangkal Yesus sampai tiga
kali. Pada saat ini dia tiga kali mengikrakan cintanya kepada Yesus. Yang
penting di sini adalah adanya sinkronisasi akan apa yang dikatakan dan yang
dilakukan. Jawaban Petrus membuatnya semakin kuat: “Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu bahwa aku mengasihi
Engkau” (ayat 17b). Tuntutan dan dorongan Yesus tentang kasih memapukan
Petrus untuk menjalin hubungan kasih sebagai seorang anak dengan Tuhan sendiri.
Kepemimpinan Petrus bias berhasil kalau dia memulainya dengan kasih kepada
Tuhan.
Yesus
mengenal Petrus maka Ia berani memberikan kepercayaannya untuk menjadi gembala
bagi domba-dombaNya. Dialah yang menyelidiki bathin setiap orang. Itu sebabnya
Yesus berkata: “Gembalakanlah
domba-dombaku” (17c). Yesus memberi kepada Petrus sifat kegembalaanNya
sendiri (Yoh 10: 1-31). Seperti Yesus, Petrus pun harus mengenal domba-domba
dengan namanya sendiri sehingga domba-domba juga mengenal suaranya. Sebagai
gembala ia akan berjalan mendahului atau mendampingi domba-dombanya ke padang
rumut yang hijau. Bahkan ia sendiri mengurbankan dirinya untuk domba-dombanya.
Petrus menjadi wakil Kristus, pembimbing rohani bagi seluruh umat Allah.
3.2.
Kemartiran
Setelah
Yesus menguatkan Petrus untuk melakukan tugas sebagai gembala, Ia juga membuka
pikiran Petrus untuk memahami tujuan akhir dari pelayanan kegembalaan yaitu
kemartiran. Bagaimana Petrus juga bersaksi dengan menumpahkan darahnya karena
iman dan kasihnya pada Yesus. Cinta kasih menjadi sempurna ketika seorang rela “menyerahkan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya”
(Yoh 15:13). Petrus juga harus memiliki kasih yang dimiliki Yesus Kristus sendiri yakni menyerahkan diri. Tuhan Yesus
sendiri mengatakan masa depan Petrus dengan mengatakan: “Sesungguhnya ketika engkau masih muda engkau mengikat pinggangmu
sendiri dan engkau berjalan ke mana saja kaukehendaki, tetapi jika engkau sudah
menjadi tua, engkau akan mengulurkan tanganmu dan orang lain akan mengikat
engkau dan membawa engkau ke tempat yang tidak kaukehendaki." (ayat 18).
Beberapa hal
yang dilukiskan oleh Yesus yakni: “mengulurkan tangan”, “mengikat pinggang”,
“membawa engkau ke tempat yang tidak kau kehendaki” membuat kita mengerti
tentang masa depan Petrus yakni kemartirannya. Ia juga mengikuti sang
Maestronya yakni salib menjadi jalannya dan menyerahkan dirinya kepada sesama.
Seorang gembala yang benar adalah dia yang siap untuk menyerahkan nyawanya bagi
sesama. Menyerahkan hidup bagi sahabat-sahabat merupakan bagian dari misi
seorang gembala di dalam Gereja.
Tentang
tugas sebagai seorang gembala, kita ingat apa yang dikatakan Yesus dalam Sabda
Bahagia: “Berbahagialah orang yang
dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.
Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu
difitnahkan segala yang jahat. Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar
di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu."
(Mat 5:10-12).
3.3.
Sequela: “Ikutlah Aku”
Sequela
berarti mengikuti jejak Kristus. Setelah mengatakan tentang kemartiran Petrus:
“Dan hal ini dikatakan-Nya untuk
menyatakan bagaimana Petrus akan mati dan memuliakan Allah.” (ayat 19) lalu
Yesus melanjutkan dengan berkata: “Sesudah
mengatakan demikian Ia berkata kepada Petrus: "Ikutlah Aku." (ayat
19). Undangan Yesus kepada Petrus untuk mengikutiNya mirip dengan apa yang
Ia sampaikan kepada Philipus (Yoh 1:43). Petrus akhirnya meninggal sebagai
martir di salib seperti Kristus sendiri.
Simon Petrus
berkata kepada Yesus: "Tuhan, ke
manakah Engkau pergi?" Jawab Yesus: "Ke tempat Aku pergi, engkau
tidak dapat mengikuti Aku sekarang, tetapi kelak engkau akan mengikuti
Aku." (Yoh 13:36). Yesus juga mengundang menjadi murid: “Barangsiapa melayani Aku, ia harus mengikut
Aku dan di mana Aku berada, di situpun pelayan-Ku akan berada. Barangsiapa
melayani Aku, ia akan dihormati Bapa”. (Yoh 12:26). Petrus lalu mengikuti
Yesus sang Maestro tanpa bersungut-sungut dan dengan kemurahan hati.
Selanjutnya Petrus memang menjadi martir. Ia juga disalibkan seperti Yesus.
4.
Dampak Sabda bagi kita
Sabda yang
kita pelajari ini memfokuskan perhatian pada leadership di dalam Gereja. Petrus adalah pribadi yang sederhana
dengan latar belakang sebagai nelayan yang dipanggil untuk “menjala manusia”
(Mat 4:19; Mrk 1:17). Menjadi penjala manusia bukan hanya berarti menjadikan
mereka percaya kepada Kristus tetapi seluruh hidup mereka pun diperhatikan.
Artinya mereka sejahtera secara rohani dan jasmani. Kadang pikiran hanya
terarah pada kemampuan untuk menambah jumlah umat secara kuantitatif dan lupa
bahwa kualitas hidup umat juga perlu diperhatikan. Untuk itulah leadership di
dalam gereja sangat diperlukan. Leadership macam apa? Semangat kegembalaan
seperti Yesus sendiri sebagai gembala sejati.
Dari
pengalaman Petrus, kita lalu membayangkan rencana Yesus bagi GerejaNya. “Sebab di dalam Dia, Allah telah memilih dan
menentukkan sebelum dunia dijadikan” (Ef 1:4-5). Ia yang mengenal
masing-masing pribadi, memilih dan menentukan mereka menjadi pemimpin
GerejaNya. Dari sebelas rasul, Ia memilih Petrus dengan segala kelebihan dan
kekurangan untuk menjadi gembala bagi domba-dombaNya. Orang yang menyangkal
Yesus sebanyak tiga kali telah dibantu oleh Yesus sendiri untuk mengenal
dirinya dan berubah total dengan menyatakan kasihnya kepada Yesus. Ia bahkan
mengikuti Yesus dan mengasihiNya sampai tuntas. Mengikuti berarti menyerupai!
Dasar
keterpilihan sebagai gembala adalah mengasihi “lebih dari pada”. Jadi bukan
hanya sekedar mengasihi tetapi mengasihi lebih dari pada! Perikop yang kita
pelajari malam hari ini memiliki dampak tersendiri bagi kita terutama dengan
para pemimpin di dalam Gereja: Paus, Uskup dan Imam. Para pilihan Allah ini
adalah Petrus yang lain! Mereka juga memiliki kelebihan dan kekurangan. Mereka
juga berkali-kali menyangkal Yesus, bukan hanya tiga kali seperti Petrus tetapi
Tuhan menguduskan mereka menjadi gembala di dalam Gereja. Pilihan hidup dan
panggilan seperti ini tidaklah muda. Ibarat harta terpendam dalam bejana tanah
liat. Mereka telah memilih untuk mengasihi Yesus lebih dari yang lain dengan
menghayati nasihat-nasihat injil dan juga tahbisan suci. Dan itulah kemartiran
mereka. Oleh karena itu kita diajak
untuk mendukung dalam doa, memberikan koreksi persaudaran, memperhatikan
kesejahteran hidup mereka karena hidup mereka dibaktikan untuk kita sebagai
Gereja (Umat Allah).
Perikop ini
juga mengundang kita untuk berefleksi sebagai orang pilihan Allah karena imamat
umum yang kita terima lewat pembaptisan. Kita juga dipanggil sebagai gembala
bagi saudara-saudari di dalam keluarga atau komunitas. Pertanyaan ini selalu
kita hadapi: Apakah anda juga seorang gembala bagi domba yakni
saudara-saudarimu? Apakah anda juga mengasihi Yesus lebih dari sesama umat yang
lain? Mengasihi lebih dalam hal apa? Mari kita membenahi diri kalau belum
menemukan kasih yang lebih itu di dalam diri kita.
KEPUSTAKAAN
Poppi, A.
1997., I Quattro Vangeli. Commento
Sinottico. Padova: Edizioni Messaggero
Jacob, T.
1996., Permasalahan
Sekitar Kitab Suci. Jogyakarta: Kanisius
Zevini, G.
1998., Vangelo Secondo Giovanni. Commenti
Spirituali del Nuovo Testamento. Roma: Citta’ Nuova
PJSDB
No comments:
Post a Comment