Mzm 19: 8.10.12-13.14
Yak 5:1-6
Mrk
9:38-43.45.47-48
Anda memihak atau mengumpat Yesus?
Pada Hari Minggu ini kita menutup
bulan Kitab Suci Nasional. Dengan pertemuan dan pendalaman Kitab Suci selama
sebulan terakhir ini kiranya membantu banyak umat untuk bertumbuh sebagai pribadi yang
mendengar Sabda sekaligus melakukan Sabda di dalam hidup setiap hari. Kita juga
mengingat St. Hironimus yang memiliki peran besar dalam menerjemahkan Kitab
Suci ke dalam bahasa Latin (Vulgata). Karena kecintaannya kepada Kitab Suci
maka ia mengatakan “Ignorance of Scripture is Ignorance of Christ” atau
ketidaktahuan terhadap Kitab Suci sama saja dengan ketidaktahuan terhadap
Kristus. Kata-kata Hironimus ini kiranya tepat menjadi permenungan kita dalam
konteks memahami Kitab Suci sebagai Sabda atau logos atau Yesus yang menjelma
menjadi manusia dalam peristiwa Inkarnasi.
Selama beberapa tahun melayani di
Paroki, saya mengamati perilaku umat dan kehidupan devosional. Kalau pendalaman
iman pada masa adventus dan prapaskah, sharing Kitab Suci pada bulan September
biasanya partisipasi umat sangat terbatas. Hal ini berbeda dengan berkumpul
bersama untuk doa Rosario pada bulan Oktober. Persentasi kehadiran umat
biasanya sangat tinggi. Satu hal yang kiranya menjadi kesulitan adalah belum
ada kebiasaan untuk sharing pengalaman dan membuka diri kepada sesama. Mungkin
saja orang malu bercerita tentang dirinya dalam sharing atau sharing pengalamannya
itu ditanggapi atau didiskusikan, padahal sebenarnya sharing pengalaman pribadi
itu tidak harus didiskusikan. Itu sebabnya orang menjadi malu atau malas untuk
sharing pengalaman.Terlepas dari kelebihan dan kekurangan yang ada dan banyak
ini, hendaknya ada komitmen pribadi yang jelas untuk bertumbuh bersama sebagai
umat Allah.
Bacaan-bacaan liturgi pada hari
Minggu Biasa XXVI tahun B ini berbicara tentang bagaimana kita membangun relasi yang
positif dengan sesama. Dalam bacaan pertama dari Kitab Bilangan, dikisahkan
bahwa Tuhan turun dalam awan dan berbicara dengan Musa. Tuhan mengambil
sebagian dari Roh yang ada pada Musa dan ditaruhNya atas ketujuh puluh tua-tua
Israel. Ketika Roh hinggap pada mereka, mereka semua mengalami kepenuhan Roh seperti
nabi tetapi kemudian hilang. Eldad dan Medad adalah dua orang yang ada di dalam
perkemahan dan namanya juga dicatat mengalami kepenuhan Roh. Berita ini di
dengar oleh Musa dan muncul reaksi dari abdinya Yosua bin Nun yang meminta Musa
untuk mencegah Eldad dan Medad. Tetapi Musa dengan bijaksana berkata, “Apakah engkau giat mendukung diriku? Ah,
sekiranya seluruh umat Tuhan menjadi nabi, karena Tuhanlah yang memberikan
RohNya kepada mereka.”
Pengalaman komunitas Musa
menunjukkan betapa Tuhan memperhatikan umatNya. Roh kenabian dicurahkan kepada
tujuh puluh tua-tua merupakan inisiatif Tuhan dan haknya Tuhan untuk memberikan
roh kenabian bukan haknya Musa. Tugas Musa sebagai pemimpin komunitas adalah dirinya terbuka kepada Tuhan dan membiarkan anggota-anggotanya mengakses
Roh dari Tuhan. Ia mendorong anggota-anggota komunitasnya untuk terbuka pada
kehendak dan karya Allah. Hebatnya Musa terletak pada animasi dan motivasi
supaya anggota-anggotanya (umat) terbuka pada Tuhan.
Pengalaman Musa juga mirip dengan pengalaman Yesus. Dikisahkan oleh Markus bahwa pada suatu kesempatan Yohanes
berkata kepada Yesus, “Guru, kami melihat
seorang yang bukan pengikut kita mengusir setan demi namaMu. Lalu kami mencegah
orang itu karena ia bukan pengikut kita.” Yesus berkata kepada Yohanes dan
kawan-kawannya, “Jangan kamu cegah dia!
Sebab tak seorang pun yang telah mengadakan mukjizat demi namaKu dapat seketika
itu juga mengumpat Aku. Barangsiapa tidak melawan kita, ia ada di pihak kita”
Kita melihat di sini bahwa Yohanes
memiliki kemiripan dengan Yosua dalam bacaan pertama. Yesus memiliki kemiripan
dengan Musa. Yohanes dan kawan-kawannya berpikir bahwa hanya orang-orang di sekitar
Yesus atau yang mengaku terang-terangan dengan kehadirannya mengikuti Yesus
boleh melakukan mukjizat dalam nama Yesus. Kalau tidak termasuk keanggotaan
Yesus maka patut dicegah atau dihalang-halangi. Tetapi Yesus meminta mereka
untuk tidak mencegah orang-orang di luar komunitasnya untuk membuat mukjizat
dalam namaNya. Yesus punya satu alasan, apabila orang itu berada di luar
komunitas tetapi hidupnya sesuai dengan kehendak dan ajaranNya maka tidak ada
alasan apa pun untuk menghalangi mereka.
Kadang-kadang di dalam kehidupan
kita setiap hari, ada saja kesempatan untuk menyombongkan diri secara rohani.
Ada rasa puas yang membuat orang berpikir bahwa dirinya jauh lebih sempurna,
lebih akrab dan bersahabat dengan Tuhan. Kadang-kadang orang sombong secara
rohani dan mengakui dirinya mendapat karunia istimewa dari Tuhan sedangkan
orang tidak memiliki karunia istimewa dari Tuhan bukanlah sahabat dekat Tuhan.
Seorang yang mengikuti seminar hidup baru dalam Roh (shbdr), mengatakan bahwa
dia bisa berbahasa roh setelah mengucapkan berkali-kali kata alleluia sedangkan
yang lain tidak bisa berbahasa roh
seperti dirinya. Seorang yang lain lagi pernah mengatakan bahwa agama katolik
lebih benar dari pada agama-agama lain padahal imannya juga masih lemah.
Sikap Yesus dan Musa ini memang
patut menjadi pertimbangan kita untuk mematikan kesombongan rohani. Yesus
sendiri mengatakan dalam Injil hari ini, “Sesungguhnya
barangsiapa memberi kamu minum secangkir air oleh karena kamu adalah pengikut
Kristus, ia tidak akan kehilangan ganjarannya.” Mereka yang berada di
sekitar kita sebagai pengikut Kristus akan mendapat ganjaran karena mereka
melakukan perbuatan kasih. Jadi meskipun dia bukan orang katolik atau pengikut
Kristus tetapi melakukan perbuatan kasih, orang itu sedang melakukan ajaran
Kristus sendiri. Tentu ini bukan hal yang baru. Dalam pelayanan-pelayanan
publik, kita sebagai orang katolik dilayani oleh orang-orang bukan katolik
dengan baik. Kadang-kadang pelayanan mereka jauh lebih manusiawi artinya lebih
ramah dan menerima daripada orang yang mengakui diri katolik tetapi tidak
murah hati, angkuh dan sombong.
Pertanyaan bagi kita adalah siapa
yang memihak atau tidak memihak Yesus. Orang yang memihak Yesus adalah semua
orang yang melakukan Sabda Yesus di dalam hidupnya. Jadi baik orang katolik
atau bukan katolik yang melakukan semua ajaran Yesus: cinta kasih, damai
sejahtera, pelayanan kepada kaum papa miskin, memperjuangkan keadilan dan
promosi kehidupan yang layak adalah bagian dari Yesus. Orang yang tidak memihak
Yesus adalah orang yang mengakui dirinya pengikut Kristus atau bukan pengikut
Kristus yang hidupnya jauh dari Kristus sendiri: fanatik, menganggap orang lain
tidak beriman, sombong rohani, tidak memihak orang kecil dan lain sebagainya.
Dalam sejarah gereja,
berabad-abad orang memakai pernyataan St. Siprianus: “Di luar gereja tidak ada
keselamatan”. Tetapi kalau kita membaca
Matius 25:40: “Sesungguhnya segala
sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudaraKu yang paling hina
ini, kamu melakukannya untuk Aku” dan Konsili Vatikan II, kita akan
mendapat gambaran yang jelas bahwa Yesus menyelamatkan semua orang. Artinya,
meskipun orang tersebut bukan pengikut Kristus tetapi dalam kehidupannya setiap
hari melakukan ajaran-ajaran Yesus, seperti perbuatan kasih maka ia juga dapat
di selamatkan.
Yesus dalam Injil juga mengatakan
tentang bagian-bagian tubuh yang dapat menjadi sandungan baik terhadap diri
sendiri maupun sesama: tangan, kaki dan mata. Yesus mengatakan lebih baik masuk
surga dengan anggota tubuh yang tidak lengkap dari pada masuk api neraka dengan
bagian tubuh yang utuh. Panggilan kepada pertobatan didengungkan oleh Yesus
kepada kita. Tangan itu biasanya dipakai untuk bekerja maka yang Yesus
maksudkan adalah perbuatan-perbuatan kita. Pakailah tangan untuk berbuat baik,
memberkati dan meneguhkan bukan untuk berbuat dosa. Kaki itu membantu kita
untuk berjalan, menentukan arah hidup kita setiap hari. Pakailah kaki untuk
kebaikan diri dan sesama. Jangan menggunakan kaki untuk berbuat dosa:
menendang orang, pergi ke tempat tertentu untuk berbuat dosa. Mata adalah
pelita tubuh. Mata merupakan penerjemah suasana bathin. Kalau bathin murni maka
mata tidak akan menyesatkan. Pakailah mata untuk melihat yang benar.
Apa yang harus kita perbuat?
Ini adalah sebuah pertanyaan yang
menarik bagi kita. Dengan prinsip bahwa kita bukanlah status quo keselamatan maka kita dipanggil untuk bersikap sosial
kepada sesama manusia. Yakobus dalam bacaan kedua mengarahkan perhatian kita
untuk menghormati setiap pribadi dan hak miliknya. Orang tamak akan merebut hak
milik orang lain. Sikap positif yang hendak dibangun justru prinsip saling
berbagi atau hidup sosial dengan sesama. Kita belajar dari Yesus sendiri yang
berbagi dengan kita dalam Ekaristi yang kita rayakan: Ia, dalam rupa roti rela
dipecah-pecah, dan dibagi-bagi demi keselamatan semua orang.
Sabda Tuhan pada hari ini
mengundang kita semua untuk memiliki kepekaan sosial seperti Yesus sang
pelayan sejati. Kita mau menerima semua orang apa-adanya, melayani mereka tanpa
memandang apakah mereka ada di pihak kita atau pihak Yesus. Semua orang adalah
saudara dan saudari dari satu Allah yang sama dan Yesus Kristus adalah penebus
kita.
Doa: Tuhan, terima kasih atas
semua anugerahMu bagi kami hari ini. Amen
PJSDB