Ibr 7:1-3.15-17
Mzm 110:1-4
Markus 3:1-6
Kasih
itu segalanya!
Hari-hari belakangan ini
Penulis kepada Jemaat Ibrani menggambarkan Yesus sebagai Imam Agung. Yesus
Kristus adalah Imam Agung menurut aturan Melkizedek. Melkizedek adalah pribadi
unik di dalam Kitab Suci yang dikenal sebagai imam meskipun dirinya sendiri
bukan dari keturunan Harun. Menurut
Kitab Kejadian (14:18-20) adalah raja Yerusalem yang berjumpa dengan Abraham dan
memberkatinya. Di dalam Mazmur 110:4 dikatakan Raja ideal adalah keturunan Daud
di Yerusalem dan dikatakan oleh Tuhan sendiri: “Imam Agung menurut aturan
Melkizedek".
Penulis Surat kepada Jemaat
Ibrani juga memberikan gelar kepada Yesus sebagai Imam Agung menurut Melkizedek.
Mengapa? Karena Dia adalah Kristus, Yang Terurapi adalah keturunan Daud. Yesus
dikenal sebagai Mesias karena kemuliaanNya terutama karena Ia duduk di sisi
kanan Bapa. Imamat Yesus Kristus bukan seperti gelar yang diperoleh karena
keturunan seperti Harun tetapi semata-mata karena anugerah dan kuasa Tuhan Allah
Bapa untuk menjadikanNya Mesias dan Tuhan yang mulia. Ia telah memenangkan
kematian dengan kebangkitanNya. Kebangkitan Kristus menjadikanNya sebagai
pribadi yang memiliki kuasa yang besar. Ia memiliki kuasa sebagai Anak Allah
yang dapat menguasai segala-galanya. Dialah pencipta dan segalanya takhluk di
bawah kakiNya.
Bagi orang Yahudi, hari Sabat
adalah hari di mana umat Yahudi berada di rumah ibadat untuk beribadat kepada
Allah. Yesus adalah seorang Yahudi tulen maka Ia pergi untuk ikut beribadat di
dalam Sinagoga pada hari Sabat. Ibadat merupakan kesempatan bagi seorang Yahudi
untuk mengekspresikan rasa syukur kepada Yahwe yang telah menciptakan segala
sesuatu. Ini juga sekurang-kurangnya yang Yesus pikirkan. Namun sayang sekali
karena di antara banyak orang yang datang ke Sinagoga, misalnya para pemimpin
agama Yahudi, mereka hanya mau memperhatikan kesalahan Yesus dan
mempersalahkannya. Mereka boleh dikatakan sebagai generasi pelupa yang
melupakan kasih Yahwe yang tidak berkesudahan dan selalu baru setiap hari
Kebetulan di dalam Sinagoga itu
ada seorang yang mati sebelah tangannya. Ini menjadi kesempatan bagi Yesus
mewujudkan syukur dengan perbuatan kasih yakni menyembuhkannya. Tetapi ini juga
sekaligus menjadi objek bagi para pemimpin agama Yahudi untuk mempersalahkan
Yesus, kalau Ia akan menyembuhkannya, karena melanggar hukum Sabat. Yesus
mengetahui isi hati dan pikiran para pemimpin Yahudi maka Ia meminta orang
yang mati sebelah tangannya untuk
berdiri di tengah-tengah. Yesus lalu menunjukkan kasihNya dengan
menyembuhkannya. Perbuatan kasih ini juga sekaligus menunjukkan kuasa Yesus
atas hari Sabat.
Memang hari Sabat seharusnya
diisi dengan perbuatan kasih, perbuatan baik dan menyelamatkan orang. Hal ini tentu
lebih luhur daripada berbuat jahat. Yesus heran dengan kedegilan hati para
pemimpin Yahudi yang kiranya lebih tahu tentang perbuatan kasih tetapi tidak
dapat melakukannya. Mereka juga tidak percaya Yesus sehingga mereka memilih
diam. Yesus mengatakan bahwa mereka memiliki hati yang keras (porosis tes kardias). Lebih parah lagi
pada hari Sabat orang-orang Farisi dan kaum Herodian bersekongkol untuk membunuh
Yesus. Hari Sabat luntur oleh adat istiadat dan kemunafikan. Cinta kasih diubah
oleh kerasnya hati bahkan rencana untuk membunuh Yesus.
Di dalam kehidupan setiap
hari banyak orang hidup dengan semangat oFm (orang Farisi modern) dan oHm (orang
Herodian modern). Mereka tidak melihat kebenaran yang membahagiakan orang dan
menyukakan Tuhan. Mereka memahami hukum sebagai hukum saja. Hukum yang tidak
memperjuangkan martabat manusia. Hal yang harus diperhatikan adalah hukum
sebenarnya harus menjunjung tinggi hukum kasih. Pikirkanlah di dalam kehidupan
pribadi, betapa jauhnya diri kita dari hadirat Tuhan. Kita boleh rajin ke gereja, aktif dalamm
persekutuan doa rajin mendengar dan membaca renungan tetapi kalau hati masih
membenci, bahkan berniat jahat dengan sesama maka kita masuk dalam persekutuan
oFm (orang farisi modern) dan oHm (orang herodian modern).
Saya akhiri dengan sebuah
cerita inspiratif dari Buku Burung
Berkicau karya A. de Mello, SJ. Konon ada seorang murid yang datang kepada
gurunya. Ia berkata, “Guru, aku datang untuk mengabdimu”. Gurunya menjawab, “Seandaianya
engkau melepaskan si “aku” pengabdian akan terjadi dengan sendirinya.” Engkau
dapat merelakan semua harta bendamu bagi kaum miskin dan bahkan merelakan
dirimu dibakar, namun belum tentu engkau mempunyai cinta sama sekali. Simpanlah
hartamu dan tinggalkan si “aku”. Jangan membakar tubuhmu, bakarlah egomu!
Cintamu akan muncul dengan sendirinya. Orang Farisi selalu mengagungkan egonya.
Pengikut Kristus membakar egonya! Amen
Doa: Tuhan, semoga hari ini
aku lebih mencintai daripada dicintai. Amen
PJSDB
No comments:
Post a Comment