Hari Minggu Biasa XVII/C
Kej 18:20-32
Mzm 138: 1-2a.2bc-3.6-7ab.7c-8
Kol 2:12-14
Luk 11:1-13
Tuhan, ajarlah kami berdoa!
Ada seorang
sahabat pernah mengatakan bahwa usaha mendefinisikan doa itu mudah tetapi
menjadi seorang pendoa itu suatu perjuangan sepanjang hidup kita. Ketika mengingat
kembali pernyataan ini saya merasa ada benarnya juga. Banyak kali kita hanya
berada pada level akal budi dalam arti mampu memahami definisi doa tetapi belum
mampu menyelami doa secara mendalam. Katekismus Gereja Katolik mengajarkan bahwa
doa berarti mengarahkan hati kepada Allah. Ketika seseorang berdoa, saat itu ia
masuk dalam hubungan yang hidup dengan Allah. Orang itu tentu percaya bahwa ada
Allah sehingga ia dapat berkomunikasi denganNya. Semakin orang tekun berdoa, ia
juga akan akrab dan mempercayakan diri sepenuhnya kepada Tuhan (KGK 2558-2565).
Saya teringat Filsuf Soren Kierkegaard (1813-1855) pernah mengungkapkan pengalaman
doanya dengan berkata: “Berdoa bukan berarti mendengarkan apa yang engkau
ucapkan sendiri; berdoa berarti mengheningkan diri dan menunggu sampai engkau
mendengar Allah berbicara”. St. Theresia dari Kanak-Kanak Yesus berkata: “Bagiku,
doa adalah ayunan hati, suatu pandangan sederhana ke surga, seruan syukur dan
cinta kasih, baik di tengah percobaan maupun kegembiraan”.
Pertanyaan
sederhana bagi kita semua adalah apakah kita pernah merasa bahwa kita berdoa
dengan penuh iman dan kepercayaan? Orang-orang Yahudi memiliki tiga waktu doa dalam
sehari yakni Shaharit (pagi-pagi
buta), Minha (siang menjelang sore)
untuk mengiring persembahan di Bait Suci Yerusalem dan Maariv (malam). Para Rabi Yahudi memiliki lebih banyak waktu untuk berdoa
dan mereka juga memiliki tugas untuk mengajar para muridnya untuk berdoa mulai
dari doa sederhana yang mudah diingat sampai doa yang rumit dan panjang. Yesus juga mengalami hal yang sama. Para
muridNya memohon supaya Ia mengajar mereka berdoa seperti Yohanes juga mengajar
para muridnya berdoa. Sebuah permohonan yang bagus: “Tuhan ajarlah kami berdoa”. Yesus mengajar para murid berdoa dengan
berkata: “Apabila kamu berdoa, katakanlah”.
Yesus
mengajar mereka pertama-tama menyapa Allah sebagai Abba artinya "Bapa tersayang". Setelah itu Ia
mengajar mereka lima kalimat doa. Dua kalimat doa berupa doa pengharapan yang menyangkut
jati diri Bapa yakni dikuduskanlah namaMu
dan datanglah KerajaanMu. Tiga kalimat bersifat permintaan untuk kebutuhan
manusia yakni berikanlah kami, ampunilah
kami dan janganlah membawa kami. Di samping mengajar mereka lima kalimat doa
ini, Yesus juga mengajar para muridNya tentang sikap-sikap yang baik untuk
berdoa serta alasan-alasannya yakni kalau berdoa hendaknya mereka memiliki sikap
meminta seperti seorang sahabat kepada sahabatnya, meminta dengan nekat atau
tekun dan dengan demikian permintaan itu
akan dikabulkan oleh Bapa di surga.
Pengajaran
Yesus tentang doa ini membuka wawasan kita untuk berani berdoa. Doa menjadi
sebuah kebutuhan kita setiap saat. Doa seorang pengikut Yesus Kristus adalah seperti
sebuah percakapan antara seorang anak dan dengan Bapa. Dalam suasana sebagai
sahabat yang akrab maka kita akan menyampaikan kepada Bapa semua permintaan
yang kita inginkan, bahkan yang paling mendesak sekali pun. Dialah yang menjadikan segalanya bagi kita. Di samping itu ada satu harapan
manusia yakni Allah yang disapa sebagai Bapa dapat menyempurnakan segala
pekerjaanNya yang sudah di mulai dalam diri Yesus PutraNya yakni menegakkan
pemerintahan, kerajaanNya di tengah umatNya. Dengan menegakkan pemerintahanNya
maka semua makhluk akan mengakui, tunduk dan memuliakan namaNya.
Di samping
pengajaran tentang harapan kepada Bapa, Yesus juga mengajar para murid untuk
berani meminta untuk memenuhu segala kebutuhan hidup. Permintaan supaya setiap
hari bekal jasmani dan rohani dipenuhi sehingga mereka dapat bertahan hingga
keabadian. Di samping itu semoga Tuhan juga mengampuni dosa dan salah yang sudah
diperbuat. Mereka juga semakin terbuka untuk menerima pengampunan dari Bapa dan
mereka sendiri memiliki kemampuan untuk mengampuni kesalahan sesama. Pada
akhirnya mereka juga memohon agar Bapa tidak memberi pencobaan hidup yang berat
karena dapat membuat mereka kehilangan iman atau murtad. Semua harapan dan
permohonan ini didoakan dengan penuh kepercayaan dan ketekunan.
Di dalam
Kitab Suci Perjanjian Lama, kita menemukan figur Abraham sebagai model dan
teladan doa. Abraham mendengar Allah. Dia taat kepadaNya dan mau pergi kemana
saja sesuai dengan perintah Allah serta melakukan apa yang dikehendakiNya.
Sikap Abraham yakni mendengar dan siap sedia menjadi pendorong kehidupan doa
pribadi kita. Ia berani untuk mendirikan altar dan tempat untuk berdoa. Abraham
juga memiliki pengalaman doa yang mendalam sebagaimana kita temukan dalam bacaan pertama. Ketika Abraham melihat bahwa Allah
hendak menghancurkan kota Sodom yang penuh dosa, Abraham berusaha membela kota
itu habis-habisan. Dia bahkan berdebat dengan Tuhan demi Sodom. Pembelaan untuk
Sodom merupakan sebuah contoh doa permohonan yang terbesar di dalam Kitab
Perjanjian Lama. Abraham berkata: “Janganlah kiranya Tuhan murka kalau aku
berkata”.
Debat antara
Abraham dan Allah membantu kita untuk melihat Allah sebagai Bapa yang berbelas
kasih dan rela mendengar umat kesayanganNya. Ia tidak menghendaki kehancuran
manusia tetapi keselamatan. Allah yang suka memaafkan manusia. Pada zaman ini banyak orang berbuat dosa, Allah
ditinggalkan begitu saja. Namun demikian, Ia tidak pernah melupakan manusia.
Ia tetap memberikan anugerah kehidupan kepada mereka. Ia juga tetap menghendaki
pertobatan manusia. Kita lalu dikuatkan oleh doa yang selalu diucapkan dalam
Ekaristi: “Tuhan Yesus, jangan memperhitungkan dosa-dosa kami, tetapi
perhatikanlah iman GerejaMu”. Tuhan selalu melihat iman dan selalu mengampuni
dosa dan salah.
Tuhan
mengampuni dosa dan salah kita melalui Yesus Kristus PutraNya. Paulus dalam
bacaan kedua menjelaskan peran Tritunggal Mahakudus dalam keselamatan kita. Ia
berkata: ”Kamu telah dihidupkan Allah bersama dengan Kristus, sesudah Ia
mengampuni segala pelanggaran.” Rujukan Paulus adalah pada Sakramen
Pembaptisan. Dalam sakramen pembaptisan kita semua telah dikuburkan bersama Kristus, kita juga dibangkitkan bersama Kristus. Iman dan kepercayaan
akan kuasa Allah di dalam Yesus PutraNya menyelamatkan kita semua. Di bawah
bimbingan Roh Kudus, kita semua menjadi baru. Kita meninggalkan hidup lama dan
mengenakan hidup baru dalam Kristus.
Sabda Tuhan
pada hari Minggu Biasa XVII/C ini luar biasa. Kita diarahkan Yesus untuk tetap bersatu
dengan Allah Bapa, Putra dan Roh Kudus. Allah Tritunggal yang kita sembah dan
puji serta memuliakan namaNya, kini dan selama-lamaNya. Semoga mulai hari ini
kita semakin terbuka kepada Tuhan dalam doa pengharapan dan permohonan. Saya
akhiri homili ini dengan mengutip Charles de Foucauld yang pernah berkata: “Berdoa
berarti berpikir dengan penuh kasih mengenai Yesus. Doa merupakan perhatian
dari roh yang memusatkan diri pada Yesus.Semakin engkau mengasihi Yesus,
semakin baik engkau berdoa”. Bagaimana kehidupan doamu? Apakah anda akrab dengan Tuhan seperti Abraham hambaNya?
Doa: Tuhan, kami bersyukur atas SabdaMu pada hari ini. Kami tetap memohon ajarlah kami berdoa! Amen
PJSDB
No comments:
Post a Comment