Menghargai nilai tubuh kita
Menjaga dan merawat tubuh supaya tetap sehat,
baik dan indah. Ini adalah harapan semua orang. Sekarang coba pikirkanlah
bagaimana saudari dan saudara kita yang memiliki cacat tubuh bawaan sejak
lahir. Mungkin awalnya mereka tidak merasa nyaman dan tidak menerima kenyataan tubuhnya.
Ini membutuhkan proses yang lama untuk menerima dan menghargai tubuh apa
adanya..
Saya pernah berbincang-bincang dengan seorang
yang masuk kategori disable person. Ia memberikan pengakuan yang mengesankan: “Kedua
orang tua saya hebat dan luar biasa. Mereka tidak pernah saling mempersalahkan satu
sama lain karena kondisi tubuh saya seperti ini. Saya selalu mendengar
kata-kata yang indah: cantik, pintar, hebat dan lain sebagainya. Kata-kata ini
ternyata memiliki kekuatan yang luar biasa. Saya dapat menerima diri saya dan
merasa diri normal seperti orang lain.” Orang tua hebat memang seperti ini.
Mereka menerima buah hati mereka apa adanya dan memberi dukungan. Seorang ayah menjadi
katolik karena saat anaknya sakit, istrinya berdoa tanpa henti. Doa mengubah
hidupnya.
Kita semua mengenal Nick Vujicic. Beliau adalah
seorang pembicara dan motivator asal Australia. Inilah perkataannya yang sangat
inspiratif: “Hidup bukan tentang memiliki, ini tentang keberadaan. Anda dapat
mengelilingi diri anda dengan semua uang yang bisa membeli segalanya, dan anda
akan tetap menyedihkan seperti manusia. Saya mengenal orang-orang dengan tubuh
sempurna yang tidak memiliki setengah dari kebahagiaan yang saya telah temukan.”
Ini benar-benar sebuah sharing kehidupannya. Di mata orang dia tidak sempurna
tetapi akan berbeda di mata Tuhan.
Pada hari ini St. Paulus menasihati kita semua:
“Jika ada orang yang membinasakan bait Allah, maka Allah akan membinasakan
dia. Sebab bait Allah adalah kudus dan bait Allah itu ialah kamu.” (1Kor
3:17). Kata-kata ini membuat kita kaget dengan tubuh kita sendiri. Paulus
mengatakan ‘Bait Allah adalah kudus, dan bai Allah adalah kamu. Pertanyaan bagi
kita adalah, apakah tubuh kita sungguh-sungguh Bait Allah yang hidup saat ini?
Apakah kita sungguh menghargai tubuh kita dan kita juga menghargai tubuh orang
lain. Mengapa demikian? Karena tubuh kita sudah dikuduskan saat menerima
sakramen pembaptisan dan bahwa Tuhan sungguh bersemayam dalam tubuh kita
sebagai Bait atau rumah yang hidup.
P. John Laba, SDB
No comments:
Post a Comment