Hari Selasa, Pekan Biasa ke-IV
2Sam. 18:9-10,14b,24-25a,30-19:3
Mzm. 86:1-2,3-4,5-6
Mrk. 5:21-43
Melakukan Kasih
dan Kebaikan
Pada pagi hari ini saya mendapat broadcast
dari seorang sahabat, berupa sebuah kutipan ayat Kitab Suci yang indah dan
menarik perhatian. Ini kalimat yang dibroadcastnya: “Hendaklah kasih itu jangan
pura-pura! Jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik.” (Rom 12:9). Saya
membayangkan bahwa sekiranya Santu Paulus ada di tengah-tengah kita saat ini,
pasti ia memiliki banyak musuh. Santu Paulus pasti melawan arus sebab banyak
orang pasti menantangnya. Sebenarnya ini bukan hal yang baru karena sosok Daud
dan Tuhan Yesus sebagai Anak Daud pun sudah merasakan kepahitan di dalam hidup
mereka. Satu kata penting yaitu ‘’menolak’’ kasih dan kebaikan Tuhan dan sesama.
Tuhan Yesus berbuat baik namun tetap ada kekecewaan dan penolakan bagi
diri-Nya. Ada saja yang tidak melihat perbuatan baik Yesus tetapi dengan
semangat legalitas mereka mencari-cari kesalahan Yesus dan menertawakannya.
Manusia yang tak berdaya menertawakan Tuhannya.
Kita mendengar kisah lanjutan
dari Raja Daud dan keluarganya. Absalom selaku putera Daud merencanakan sebuah coup
d'é·tat untuk merebut kekuasaan ayahnya Daud. Daud dan bala tentaranya coba
menyingkir ke luar kota untuk menghindari coup d'é·tat yang direncanakan Absalom.
Tetapi nasib sial bagi Absalon. Ia tewas dibunuh oleh Yoab dengan tiga lembing
yang ditikam di dadanya. Kematian tragis Absalom ini menjadi duka bagi seluruh
kerajaan. Daud sang ayah, tidak menghitung-hitung kesalahan Absalom. Ia menangisi
kematian Absalom dengan berkata: "Anakku Absalom, anakku, anakku Absalom!
Ah, kalau aku mati menggantikan engkau, Absalom, anakku, anakku!" (2Sam
18:33). Duka raja Daud menjadi duka seluruh kerajaan.
Pengalaman keluarga raja Daud ini
sangat mendidik kita semua. Di dalam keluarga kita masing-masing ada kalanya hadir
Absalom tertentu yang melakukan coup d'é·tat. Banyak keluarga yang relasi di
antara mereka tidaklah baik, sebagaimana Yesus sendiri menggambarkannya di
dalam Injil: “Mereka akan saling bertentangan, ayah melawan anaknya laki-laki
dan anak laki-laki melawan ayahnya, ibu melawan anaknya perempuan, dan anak
perempuan melawan ibunya, ibu mertua melawan menantunya perempuan dan menantu
perempuan melawan ibu mertuanya.” (Luk 12:53). Suasana chaos ini sangat beda
dengan pengalaman Daud bersama Absalom. Daud tidak menyimpan dendam. Ia bahkan
menangisi Absalom anaknya. Bagi saya ini namanya kasih yang benar. Tuhan Yesus
berkata: “Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.”
(Mat 5:44).
Bagaimana dengan
keluarga-keluarga kita saat ini? Ada saja permusuhan di dalam keluarga karena
harta, kekuasaan dan hormat. Tuhan Yesus mengatakan: “Karena di mana hartamu
berada, di situ juga hatimu berada.” (Mat 6:21). Harta dan uang mudah sekali
memicu perpecahan di dalam keluarga. Ketika orang tua meninggal dunia maka anak-anak
merebut harta warisan orang tuanya. Kalau dirasa tidak adil maka
keluarga-keluarga tidak saling berbicara satu sama lain. Ada kecemburuan sosial
di antara anak-anak, terutama yang hidupnya berkecukupan dengan yang tidak
berkecukupan. Anak-anak tidak memperhatikan kehidupan orang tuanya yang sakit
dan lanjut usia. Semua ini adalah gambaran kehidupan keluarga-keluarga yang
tidak mencerminkan kasih dan kebaikan dalam hidup bersama. Padahal seharusnya semua
anggota keluarga melakukan kasih dan kebaikan di dalam keluarganya masing-masing.
Memang masih ada Absalom-Absalom di dalam keluarga tetapi kita butuh Daud yang
mengampuni hingga meratapi.
Di dalam bacaan ini kita menjumpai
Tuhan Yesus yang melakukan kasih dan kebaikan kepada dua orang yang sakit dan
meninggal dunia. Orang pertama yang mengalami kasih dan kebaikan Tuhan Yesus
adalah seorang wanita tanpa nama yang mengalami sakit pendarahan selama 12
tahun. Ia sudah beberapa kali mendengar tentang Yesus dan tertarik untuk
mendapat kesembuah. Memang dia butuh kesembuhan karena setelah bertahun-tahun
para tabib tidak mampu menyembuhkannya. Iman dan kepercayaannya kepada Yesus
memang luar biasa. Sebab itu dengan menyentuh ujung jubah Yesus, ada kekuatan
yang keluar dari Yesus untuk menyembuhkannya. Kata-kata Yesus ini memiliki
kekuatan yang luar biasa: "Hai anak-Ku, imanmu telah menyelamatkan engkau.
Pergilah dengan selamat dan sembuhlah dari penyakitmu!" (Mrk 5:34). Kasih
dan kebaikan Yesus meyembuhkan wanita ini.
Orang kedua yang Tuhan Yesus
selamatkan adalah anak perempuan Yairus yang berusia 12 tahun. Anak perempuan
ini juga tidak disebutkan namanya. Kiranya wanita yang sakit pendarahan dan
anak perempuan ini mewakili semua orang. Keselamatan dari Yesus sifatnya
universal, baik bagi orang sakit maupun orang yang sudah meninggal dunia. Tuhan
Yesus meyakinkan keluarga bahwa anak perempuan itu hanya tidur saja. Ia tidak
mati. Maka Ia pun meminta keluarga untuk percaya kepada-Nya. Tuhan Yesus
memegang tangan dan membangunkannya sambil berkata: "Talita kum,"
yang berarti: "Hai anak, Aku berkata kepadamu, bangunlah!" (Mrk
5:41). Mukjizat pun terjadi. Kasih dan kebaikan Yesus membangkitkan anak
perempuan Yairus yang sudah meninggal dunia dapat hidup kembali.
Kasih dan kebaikan Yesus memang
sangat diapresiasi oleh wanita yang sakit pendarahan dan seluruh keluarga
Yairus. Tetapi orang-orang lain meremehkan Yesus. Ketika Yesus mengatakan: "Mengapa
kamu ribut dan menangis? Anak ini tidak mati, tetapi tidur!" (Mrk 5:39).
Reaksi orang lain adalah menertawakan Yesus. Orang-orang ini meremehkan Yesus.
Mereka tidak mengakui kuasa Yesus. Lihatlah betapa lemahnya manusia di hadapan
Tuhan. Manusia masih meremehkan kuasa Tuhan meskipun mereka menyaksikan
mukjizat. Mungkin anda dan saya juga sering meremehkan kuasa Tuhan di dalam
hidup ini. Banyak di antara kita yang lebih mengandalkan dirinya, dukun dan
kekuatan gaib di bandingkan dengan kuasa, kasih dan kebaikan Tuhan.
Pada hari ini kita belajar untuk
tetap melakukan kasih dan kebaikan kepada Tuhan dan sesama kita. Jangan
berhenti mengasihi. Jangan lambat berbuat baik.
P. John Laba, SDB
No comments:
Post a Comment