Sunday, May 24, 2020

Food For Thought: Bertekun dalam doa

Kekuatan Doa

Sejak kemarin sore saudari dan saudara kaum Muslimin dan Muslimat memasuki hari kemenangan mereka. Kita patut mengucapkan selamat Hari Raya Idulfitri kepada mereka sebagai saudari dan saudara. Doa dan seruan kepada Allah yang mereka imani berkumandan dalam alunan ini: “Allahu akbar, allahu akbar, allahu akbar, laa ilaaha illallahu wallahu akbar, allahu akbar wa lillahil hamd.”(Allah Mahabesar, Allah Mahabesar, Allah Mahabesar, Tiada Tuhan melainkan Allah dan Allah Mahabesar, Allah Mahabesar dan bagi Allah-lah segala puji). Mereka memuji Allah yang mereka Imani sebagai Mahabesar dan tidak ada Allah lain selain Tuhan sendiri yang layak dipuji dan disembah. Mereka mengulangi kalimat doa yang sama, membuat mereka benar-benar masuk semakin dalam, dalam relasi pribadi mereka dengan Tuhan Allah.

Kita berada di Hari Minggu Paskah ketujuh. Bacaan-bacaan Kitab Suci yang kita dengar pada hari ini juga berbicara tentang kekuatan doa. Tuhan Yesus sudah memberikan nasihat-nasihat-Nya kepada para murid-Nya. Kini Dia berdoa di hadapan para murid-Nya: "Bapa, telah tiba saatnya; permuliakanlah Anak-Mu, supaya Anak-Mu mempermuliakan Engkau.” (Yoh 17:1). Dalam doa-Nya sebagai Imam Agung ini Tuhan Yesus memohon kepada Bapa supaya memberi hidup kekal kepada semua yang sudah Bapa berikan kepada-Nya. Tuhan Yesus mendoakan kita kepada Bapa dan Dia menghendaki keselamatan dan kehidupan kekal.

Santu Lukas dalam Kisah para rasul mengisahkan bagaimana para rasul bersama Bunda Maria dan para Rasul berkumpul bersama dalam suasana sehati dan sejiwa berdoa dengan tekun sambal menanti kedatangan Roh Kudus. Mereka tidak larut dalam kesedihan dan perasaan kehilangan karena Yesus meninggalkan mereka menuju kepada Bapa. Mereka tetap berkomunikasi, berdoa dengan tekun bersama Tuhan.

Tuhan Yesus mendoakan kita kepada Bapa dan memohon supaya Bapa mempermuliakan-Nya. Mengapa kita begitu sulit untuk saling mendoakan satu sama lain. Mengapa kita lebih suka mendoakan orang-orang yang kita sukai dan menguntungkan hidup kita sedang musuh dan lawan dibiarkan? Tuhan Yesus berkata: “Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu” (Mat 5:44). Dalam masa pandemi covid-19 ini kita perlu dan harus saling mendoakan satu sama lain. Bersama saudari dan saudara kaum Muslimin dan Muslimat kita berkata: ‘segala puji dan syukur hanya bagi Allah saja’. Mari kita berusaha untuk berdoa lebih baik lagi dan lebih tekun lagi karena Doa mengubah kehidupan kita dari dalam.

PJ-SDB

Homili Hari Minggu Paskah ke-VIIA - 2020

HARI MINGGU PASKAH VIIA
Hari Minggu Komunikasi Sedunia
Kis. 1:12-14
Mzm. 27:1,4,7-8a
1Ptr. 4:13-16
Yoh. 17:1-11a

Memuliakan Kristus dalam berkomunikasi

Pada hari ini kita memasuki hari Minggu paskah ke-VII, bertepatan dengan Hari Minggu Komunikasi sedunia ke-54. Bapa Suci Paus Fransiskus menulis pesannya bagi Gereja dengan tema ‘Hidup menjadi cerita. Menjahit kembali yang terputus dan terbelah”. Bapa Suci mengawali pesannya dengan kalimat- kalimat yang sangat inspiratif: “Saya ingin mengkhususkan pesan tahun ini pada tema “Cerita”. Karena saya yakin, kita perlu menghirup kebenaran dari cerita-cerita yang baik supaya tidak tersesat. Itulah cerita yang membangun, bukan menghancurkan; cerita yang membantu menemukan kembali akar dan kekuatan untuk bergerak maju bersama.” Bapa suci sangat peka dengan suasana dunia saat ini, di tengah covid-19 dengan berbagai dampak yang membebani umat manusia. Dampak bagi kelanjutan hidup, ekonomi, sosial, politik dan budaya. Perilaku manusia berubah di tengah pandemi ini. Namun demikian narasi atau cerita-cerita hoax masih menguasai dunia ini. Ujaran kebencian yang datang sili berganti. Dari situ Bapa Suci mengatakan bahwa dalam suasana chaos ini, butuh narasi atau cerita tentang hidup kita, misalnya tentang diri sendiri dan segala keindahannya di sekitar. Dengan demikian orang dapat memandang dunia dengan mata yang baru, dengan hati yang baru pula. Cerita yang merangkai sebuah relasi di antara kita satu sama lain.

Ada lima pokok pikiran yang disampaikan Bapa Suci dalam pesannya ini. Pertama, menenun cerita, di mana ciri khas manusia adalah kemampuannya untuk bercerita. Cerita mengorientasikan manusia untuk memandang dunia secara lebih baik dan positif. Kedua, tidak semua cerita itu baik. Bapa Suci mengatakan: “Ada banyak cerita yang membius dan meyakinkan bahwa untuk berbahagia kita harus terus menerus mendapatkan, memiliki dan mengonsumsi. Bahkan mungkin tanpa disadari kita rakus membicarakan hal buruk dan bergosip serta mengonsumsi banyak kisah kekerasan dan dusta.” Ketiga, cerita dari segala cerita. Cerita-cerita itu dapat menunjukkan sosok-sosok yang heroik, memberi motivasi tertentu untuk mengatasi berbagai tantangan hidup. Kitab Suci adalah kisah cinta yang luar biasa antara Allah dan manusia. Di dalam Kitab Suci, cinta kasih Allah bagi manusia tertera. Keempat, Sebuah cerita yang dibarui. Cerita tentang Kristus bukanlah warisan masa lalu; melainkan cerita kita sendiri yang selalu aktual. Cerita ini menunjukkan Allah memberi perhatian mendalam kepada manusia, kedagingan dan sejarah kita, sampai Ia sendiri menjadi manusia, menjadi daging dan menjadi sejarah. Kelima, Sebuah cerita yang membarui kita. Cerita kita menjadi bagian dari setiap cerita agung.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari Minggu Paskah ke-VII ini mengantar kita untuk memuliakan Tuhan Yesus Kristus melalui komunikasi yang baik dengan merangkai, menjahit menenun dan menyulam cerita tentang hidup kita di hadapan Tuhan dan sesama. Dari Kitab Suci kita mengerti bahwa cerita yang diceritakan dari generasi ke generasi, bagaimana Allah terus membuat diriNya hadir. Ia sungguh hidup dan hidupNya diceritakan sepanjang sejarah dan Yesus, Sang Allah hidup juga berbicara tentang Allah lewat cerita hidup sehari-hari, sehingga sungguh hidup menjadi cerita yang harus terus diceritakan.

Dalam bacaan pertama St. Lukas mengisahkan tentang suasana komunitas para rasul setelah Tuhan Yesus naik ke surga. Para rasul tetap bersatu, tinggal dalam sebuah rumah yang sama. Mereka adalah Petrus dan Yohanes, Yakobus dan Andreas, Filipus dan Tomas, Bartolomeus dan Matius, Yakobus bin Alfeus, dan Simon orang Zelot dan Yudas bin Yakobus. Mereka yang bersama dengan para rasul adalah Bunda Maria dan para saudara Yesus. Mereka berkumpul bersama, dengan sehati mereka bertekun dalam doa. Di sini kita melihat semangat para rasul bersama Bunda Maria dan para saudara Yesus merangkai sebuah komunikasi bersama Yesus dalam doa dengan semangat ketekunan. Ini juga menjadi sebuah cerita yang sudah berlangsung turun temurun dan menginspirasi Gereja untuk tekun dalam doa dan bersekutu sebagai saudara seiman.

Dalam bacaan Injil Tuhan Yesus menyampaikan amanat perpisahan-Nya kepada para murid-Nya. Ia sedang merangkai cerita tentang hidup-Nya kepada para murid pada malam perjamuan terakhir. Rangkaian cerita tentang hidup Yesus dengan Bapa di Surga dan Roh Kudus. Yesus sudah menyatakan perpisahan-Nya dengan para murid-Nya. Mereka merasa kehilangan dan bersedih. Sekarang Ia menengadah ke langit dan memohon supaya Bapa mempermuliakan Dia sebagai Anak sama seperti Yesus sebagai Anak mempermuliakan Dia sebagai Bapa. Bapa memberi kuasa kepada Anak dan Anak memberi hidup kekal kepada semua yang sudah diberikan Bapa kepada-Nya. Hidup kekal adalah bahwa semua orang mengenal Bapa sebagai satu-satunya Allah yang benar dan mengenal Yesus Kristus sebagai utusan-Nya. Yesus sendiri mempermuliakan Bapa melalui pekerjaan-pekerjaan-Nya dan kini Ia memohon supaya Bapa mempermuliakan Dia sebagai Anak-Nya Yang Tunggal.

Hal lain yang dikemukakan Yesus adalah bahwa Ia telah menyatakan nama Allah kepada kita dan kita juga menyapa-Nya sebagai Bapa. Kita menjadi milik-Nya dan milik Kristus sang Putera. Dalam Injil Yohanes, Yesus beberapa kali mengatakan bahwa kita semua adalah milik Bapa dan diberikan kepada-Nya sebagai Putera untuk menebus dan menyelamatkan mereka. Di sini kita mendapat pencerahan berupa rangkaian cerita dalam hidup Allah Tritunggal Mahakudus. Rangkaian hidup ini diceritakan secara turun temurun sebagai bagian dari iman kita. Terutama bahwa kita mengenal Allah sebagai Bapa yang patut dipermuliakan di dalam hidup dan bahwa kita adalah milik Tuhan Allah Tritunggal Mahakudus. Ini merupakan bagian dari iman dan kita bangga mengakuinya.

Apa yang harus kita lakukan untuk memuliakan Kristus dalam komunikasi kita?

Santu Petrus dalam bacaan kedua mengajak kita untuk bersukacita sesuai dengan bagian yang kita terima dalam penderitaan Kristus. Sukacita yang sama akan tetap menjadi milik kita hingga Tuhan Yesus datang dalam kemuliaan-Nya. Selain bersukacita, Petrus juga mengundang kita untuk berbahagia dikala kita dinista karena nama Yesus Kristus. Penistaan terjadi karena Roh kemuliaan atau Roh Allah diam di dalam kita. Hal yang terakhir adalah kita berusaha untuk membaharui diri supaya jangan berbuat jahat karena membunuh, mencuri dan membuat kekacauan. Kita dapat menderita sebagai orang Kristen karena memuliakan Allah di dalam Kristus.

Hidup tetaplah menjadi sebuah cerita, narasi yang hidup. Kita perlu hidup dalam cerita yang sifatnya membangun dan mengabdi kepada kemanusiaan. Gosip, kebohongan public, hoax, ujaran kebencian sangat bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan. Sangat tidak kristiani kalau kita mengakui sebagai pengikut Kristus tetapi merangkai, menenun menjahit dan menyulam kejahatan. Kita harus punya cerita yakni merangkai, menenun, menjahit dan menyulam kebaikan di tengah covid-19 yang mengancam hidup kita.

Saya mengakhiri homili ini dengan mengutip doa penyerahan Bapa Suci Paus Fransiskus kepada Bunda Maria dalam pesannya pada Hari Komunikasi sedunia ini: “O Maria, perempuan dan Bunda, engkau telah menenun Sabda ilahi di dalam rahim-Mu, engkau telah menceritakan karya Allah yang luar biasa di sepanjang hidupmu. Dengarkanlah cerita-cerita kami, simpanlah dalam hatimu dan jadikanlah milikmu sendiri, juga cerita-cerita yang tidak seorang pun mau mendengarkannya. Ajarilah kami untuk mengenal kembali benang-benang baik yang memandu jalan cerita. Lihatlah kumpulan simpul-simpul kusut dalam hidup kami yang melumpuhkan ingatan kami. Dengan tanganmu yang halus, setiap benang kusut dapat dilepaskan. O Wanita yang penuh Roh, Ibu yang penuh kepercayaan, berikanlah juga kami inspirasi. Bantulah kami untuk membangun cerita-cerita perdamaian, cerita-cerita yang mengarah menuju masa depan. Dan tunjukkanlah kepada kami jalan untuk menghidupinya bersama. Amen.”

PJ-SDB

Saturday, May 23, 2020

Homili 23 Mei 2020

Hari Sabtu, Pekan ke-VI Paskah
Kis. 18:23-28
Mzm. 47:2-3,8-9,10
Yoh. 16:23b-28

Pendampingan itu perlu dan harus!

Ada orang yang berpikir bahwa untuk menjadi imam, biarawan dan biarawati itu enak. Pertanyaannya adalah, “Enaknya ada di mana?” Sebab kalau anda sendiri sudah masuk, tinggal tetap dan mengalaminya sendiri baru bisa merasakan enak dan nikmatnya hidup di dalam komunitas. Berkaitan dengan ini, salah satu kata yang tetap menjadi perjuangan besar dalam formatio atau proses pembinaan seorang calon imam, biarawan dan biarawati adalah pendampingan (accompaniment). Seorang calon pekerja di kebun anggur Tuhan sejak masa aspiran, postulan, novis, selama periode pembinaan awal atau periode yuniorat hingga pembinaan berlanjut atau on going formation sangatlah membutuhkan pendampingan yang memadai dari team pembina. Itu sebabnya di setiap tarekat selalu ada penanggung jawab untuk pendampingan. Kalau tidak ada pendampingan yang terbaik maka akan terlihat hasilnya ketika mulai masuk dalam periode bina lanjut yakni pribadi yang membahagiakan atau mengecewakan tarekat dan Gereja. 

Hidup pribadi seorang imam, biarawan dan biarawati dapat diamati mulai dari hal-hal sederhana seperti bagaimana ia mengatur kamar tidurnya, mengatur pakaian di dalam lemari, buku-buku di atas meja atau rak bukunya, apakah toiletnya bersih dan harum. Kalau semuanya baik sekali berarti pendampingannya tepat dan berhasil,  namun apabila semua yang saya sebutkan di atas kotor dan amburadul maka bisa dilihat personalitasnya seperti apa dan pola pendampingannya selama masa pembinaannya belum tepat dan belum memadai. Dari setiap pribadi tetap dibutuhkan juga rencana hidup pribadi (personal plan of life) di mana pendampingan akan mendapat tempat yang penting. Hidup tanpa rencana hidup pribadi dapat tercermin juga dalam hal mengatur kamar tidur hingga tolietnya. Sebuah rencana hidup pribadi akan menjadi nyata dan berhasil kalau pendampingannya sangat tepat dan memadai.

Pada hari ini kita kembali mendengar dari bacaan-bacaan liturgi tentang kisah-kisah yang menggambarkan betapa pentingnya pendampingan Tuhan bagi manusia dan antar manusia. Tuhan Yesus dalam bacaan Injil meneruskan amanat perpisahaan kepada para murid-Nya pada malam perjamuan terakhir. Tuhan Yesus sudah mengatakan dengan terus terang bahwa Dia akan pergi, kembali kepada Bapa di Surga. Dia tidak membiarkan para murid dan Gereja-Nya sendirian tetapi akan mengutus Roh Kebenaran. Roh Kebenaran sendiri akan mengajar, mengingatkan, bersaksi, mengisyafkan para murid dan Gereja saat ini tentang dosa, kebenaran dan penghakiman. Roh Kebenaran menjadi pendamping setia bagi kita masing-masing. Tuhan Yesus mengungkapkan diri-Nya sebagai ‘Pendamping’ manusia. Ia mendampingi dan menjadi satu-satunya Pengantara antara Allah Bapa dan manusia. Sebab itu Ia berkata: “Sesungguhnya segala sesuatu yang kamu minta kepada Bapa, akan diberikan-Nya kepadamu dalam nama-Ku. Sampai sekarang kamu belum meminta sesuatupun dalam nama-Ku. Mintalah maka kamu akan menerima, supaya penuhlah sukacitamu.” (Yoh 16:23-24). Dia tetap ada bersama kita dalam Roh Kebenaran untuk mendampingi hidup kita menuju kepada Bapa. 

Tuhan Yesus adalah satu-satunya Pengantara kita, tidak ada pengantara yang lain. Kita berdoa dan memohon kepada Bapa selalu melalui Pengantaraan Yesus Kristus karena Dialah satu-satunya Pengantara kita. Para malaikat dan semua orang kudus menjadi perantara semua Doa kepada Allah Bapa melalui Yesus Kristus Pengantara kita. Dalam doa-doa kita selalu merumuskan bagian akhir doa begini: ‘Demi Kristus Tuhan dan Pengantara kami.’ Berkaitan dengan ini, Santu Paulus menulis: “Karena Allah itu esa dan esa pula Dia yang menjadi pengantara (MESITÊS) antara Allah dan manusia, yaitu manusia Kristus Yesus” (1Tim 2:5). Sukacita kita di dunia menjadi penuh ketika kita berdoa dan memohonkannya kepada Tuhan. Sayang sekali karena ada orang yang suka meminta kepada Tuhan tetapi lupa bersyukur ketika mendapatkan apa yang dimintanya. 

Tuhan Yesus Kristus menjadi Pengantara kita kepada Bapa. Apapun hidup kita, mungkin tidak sempurna tetapi kita tetap percaya bahwa Tuhan Yesus Kristus tetaplah menjadi Pengantara kita. Dia mengasihi dan mendampingi kita dengan Roh-Nya yang kudus. Apakah Tuhan Yesus sungguh-sungguh menjadi Pengantara kita? Ternyata tidaklah demikian. Banyak orang masih kesulitan untuk menjadikan Yesus sebagai satu-satunya Pengantara. Mereka masih percaya sia-sia, percaya kepada kuasa nenek moyang mereka. Kita harus berubah dalam hidup dengan lebih fokus pada Tuhan Yesus, satu-satunya Pengantara kita kepada Bapa.

Dalam bacaan pertama kita mendengar bahwa St. Paulus meninggalkan Korintus menuju ke kota Antiokhia di Siria. Dia beristirahat sejenak dan mulai memperhatikan dan mengingat kembali segala sesuatu yang sudah dilakukannya. Dia lalu melakukan proses pendampingan dengan mengunjungi jemaat yang berada di Galatia dan Frigia. Ia mendampingi sekaligus meneguhkan hati setiap murid yang sudah percaya kepada Tuhan Yesus yang diwartakannya. Paulus di sini tidak hanya mewartakan Injil tetapi Ia juga meneguhkan iman para murid supaya setia kepada Tuhan Yesus Kristus.

Selain Paulus, kita juga mendengar sosok Apolos yang berasal dari kota Alexandria. Ia merupakan sosok yang baik, mengerti Kitab Suci dan mewartakan serta mengajar tentang Yesus. Pendampingan kepada Apolos dilakukan oleh Priskila dan Akwila. Mereka menjelaskan Jalan Tuhan kepadanya. Apolos mendapat kasih karunia dari Tuhan Allah untuk membantah orang-orang Yahudi di muka umum dan membuktikan dari Kitab Suci bahwa Yesus adalah Mesias. Pendampingan dari Priskila dan Akwila membuahkan hasil yang bagus yakni Apolos menjadi dirinya sendiri dan berguna bagi jemaat dalam pewartaan-pewartaannya. Dia memiliki andil yang besar dalam mewartakan Injil dan nama Yesus Kristus. 

Apakah pendampingan itu perlu? 

Kita harus berani mengatakan bahwa pendampingan itu sangat-sangat perlu bagi kita semua. Kalau kita mau berhasil dan menjadi orang yang terbaik maka butuh pendampingan. Para orang tua, dampingilah anak-anakmu. Para guru di sekolah dan di rumah, dampingilah harapan dan masa depan nusa dan bangsa kita. Semua orang harus siap untuk menampingi dan didampingi. Pendampingan itu berlangsung seumur hidup. Tuhan Yesus saja mendampingi Gereja sepanjang zaman sehingga Gereja pun tetap teguh berdiri di atas wadas kuat. Meskipun mengalami banyak kesulitan namun selalu saja ada jalan untuk memperkuat Gereja melalui Roh Kudus. Pendampingan itu memang penting dan harus karena memiliki dampak yang positif bagi setiap pribadi.

PJ-SDB

Friday, May 22, 2020

Homili 22 Mei 2020

Hari Jumat, Pekan ke-V Paskah
Kis. 18:9-18
Mzm. 47:2-3,4-5,6-7
Yoh. 16:20-23a

Jangan takut!

Pada pagi hari ini saya mengingat sebuah perkataan dari Aristoteles. Inilah perkataan sang Filsuf: “Manusia pemberani bukanlah seseorang yang tak pernah merasa takut, tetapi seseorang yang takut pada hal-hal yang seharusnya, pada waktu yang tepat, dengan cara yang benar.” Kita semua pernah merasa takut. Ketika masih kecil banyak di antara kita takut dengan suasana gelap, akibatnya kalau tidur harus ditemani atau lampu kamar dibiarkan menyala. Ada yang takut dengan hewan tertentu, ulat, ular, kecoa, cecak dan lain sebagainya. Ada anak-anak kecil yang takut dengan lawan jenisnya maka kalau digoda dengan lawan jenisnya ia akan menangis. Rasa takut menjadi bagian dari hidup kita. perasaan takut membuat orang menderita, menangis, merasa kehilangan dan aneka pengalaman batin lainnya. Kata-kata penghiburan yang selalu kita dengar dari sesama adalah jangan takut, masih ada kesempatan, orang sehebat anda masih takut ya… dan lain sebagainya. Rasa takut menjadi bagian dari hidup kita bukan karena kita tidak berani melainkan karena kita takut pada hal-hal yang seharusnya, pada waktu yang tepat dan dengan cara yang benar.

Bacaan-bacaan liturgi pada hari ini menggambarkan hidup kita yang nyata di hadapan Tuhan dan sesama. Penginjil Yohanes melanjutkan laporannya tentang amanat perpisahan yang dilakukan Yesus kepada para murid-Nya pada malam perjamuan terakhir. Ketika itu Yesus mengungkapkan aspek-aspek manusiawi dari kita semua yakni menangis, meratap, dukacita dan sukacita. Yesus tahu bahwa para murid akan merasa kehilangan karena Dia pergi kepada Bapa. Itu sebabnya Ia berkata: “Sesungguhnya kamu akan menangis dan meratap, tetapi dunia akan bergembira; kamu akan berdukacita, tetapi dukacitamu akan berubah menjadi sukacita.” (Yoh 16:20). Kita sudah sedang mengalami semua ini, di saat covid-19 masih membunuh begitu banyak saudara dan saudari kita. Banyak yang menangis dan meratap serta berduka. Ini sebuah kenyataan hidup saat ini. Namun semua ini tidaklah menjadi keabadian. Yesus sendiri mengatakan dukacita kita akan berubah menjadi sukacita. Ketika kita masih beriman dan berharap kepada Tuhan maka Ia akan mengeluarkan kita dari tangisan, ratapan dan dukacita manusiawi.

Tuhan Yesus mengambil salah satu contoh konkret. Seorang perempuan akan merasakan dukacita, dan rasa sakit pada saat bersalin. Ada yang melahirkan secara normal, ada yang melalui operasi sesar. Ini tentu bukanlah hal yang mudah karena penuh dengan resiko yaitu kematian sebagai ibu atau kematian bayi atau kematian kedua-duanya. Menakutkan! Namun setelah melahirkan anaknya, ia akan melupakan rasa sakitnya karena melihat anaknya yang berbaring di sisinya. Ini merupakan kelebihan dan kehebatan seorang ibu yang menjadi pelajaran bagi semua orang untuk menerima dan bertahan dalam penderitaannya. Dengan contoh ini Yesus juga mengingatkan para murid dan kita semua bahwa dukacita adalah bagian dari pengalaman hidup manusia, “tetapi Aku akan melihat kamu lagi dan hatimu akan bergembira dan tidak ada seorangpun yang dapat merampas kegembiraanmu itu dari padamu.” (Yoh 16: 22). Duka cita selalu mendahului sukacita. Dengan Roh Kebenaran, sukacita di dalam diri kita akan menjadi abadi dan sempurna.

Perkataan Tuhan Yesus ini pernah dialami oleh Paulus dalam perjalanan misionernya. Ia pernah dilempari dengan batu di Listra (Kis 14:19 dst) dan nyaris tewas namun ia tetap melanjutkan  tugas misionernya. Ia pernah dipenjara dan dipukul hingga babak belur di Filipi namun dibebaskan secara luar biasa. Sebagai misionaris Paulus mengalami dukacita, banyak penderitaan dan penolakan sebagaimana dicontohkan di atas. Itulah sebabnya ketika Paulus tiba di Korintus, Tuhan mengingatkannya: "Jangan takut! Teruslah memberitakan firman dan jangan diam! Sebab Aku menyertai engkau dan tidak ada seorangpun yang akan menjamah dan menganiaya engkau, sebab banyak umat-Ku di kota ini." (Kis 18:9-10). Perkataan Tuhan Yesus ini berkaitan dengan pengalaman penderitaan Paulus di Filipi dan penolakannya di Athena. Secara manusiawi Paulus pasti takut, apalagi penderitaan yang datang bertubi-tubi. Namun cintanya kepada Tuhan Yesus sangatlah kuat. Ia berkata: “Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan”. (Flp 1:21). Ia bertahan dalam penderitaan dan melayani Tuhan Yesus sampai tuntas.

Pengalaman dukacita, tangisan derita kembali dialami Paulus di Korintus selama ia tinggal di sana selama satu setengah tahun. Ketika itu Galio menjadi gubernur Akhaya, orang-orang Yahudi bangkit melawan Paulus, menghadapkannya ke pengadilan dengan tuduhan yang tidak benar. Ini adalah tuduhannya: "Ia ini berusaha meyakinkan orang untuk beribadah kepada Allah dengan jalan yang bertentangan dengan hukum Taurat." (Kis 18:13). Untunglah Galio menunjukkan kebijaksanaannya dengan mengusir orang-orang Yahudi karena tuntutan mereka tidak dikabulkan dan tidak berdasar. Galio berkata: "Hai orang-orang Yahudi, jika sekiranya dakwaanmu mengenai suatu pelanggaran atau kejahatan, sudahlah sepatutnya aku menerima perkaramu, tetapi kalau hal itu adalah perselisihan tentang perkataan atau nama atau hukum yang berlaku di antara kamu, maka hendaklah kamu sendiri mengurusnya; aku tidak rela menjadi hakim atas perkara yang demikian." (Kis 18:14-15). Paulus akhirnya meninggalkan Korintus menuju ke Siria.

Hidup kita bermakna ketika pengalaman penderitaan berubah menjadi sukacita. Kita tidak harus berhenti pada pengalaman penderitaan semata karena masih ada Tuhan yang melihat dan mendengar rintihan kita. St. Paulus mengatakan, tidak ada satu apapun yang dapat memisahkan kita dari kasih Kristus. Sebab itu jangan takut. Tuhan selalu memiliki rencana yang indah bagi kita semua.

PJ-SDB

Thursday, May 21, 2020

Homili Hari Raya Kenaikan Tuhan Yesus Kristus - 2020

HARI RAYA KENAIKAN TUHAN
Kis. 1:1-11
Mzm. 47:2-3,6-7,8-9
Ef. 1:17-23
Mat. 28:16-20

Semuanya tuntas!

Pada hari ini kita merayakan Hari Raya Kenaikan Tuhan kita Yesus Kristus ke surga. Antifon Pembuka dalam perayaan Ekaristi berbunyi: “Hai orang-orang Galilea, mengapa kamu takjub memandang ke langit? Sebagaimana kamu melihat Yesus naik ke surga, demikian Ia akan datang kembali.” (Kis 1:11). Antifon ini akan kita dengar dalam bacaan pertama tentang pengalaman para murid Yesus ketika menyaksikan kenaikan-Nya ke surga. Yesus Kristus adalah manusia pertama yang naik ke surga untuk ikut serta dalam kemuliaan serta kekuasaan Bapa di Surga. Hari kenaikan yang kita peringati ini menandakan bahwa perayaan Paskah kita sudah berlangsung 40 hari. Tuhan Yesus Kristus telah wafat dan bangkit dengan mulia. Kenaikan-Nya ke surga merupakan tanda bahwa Ia yang sudah wafat dan bangkit, kini dimuliakan di tempat Allah Bapa sendiri berada. Kita semua percaya bahwa Ia duduk di sisi kanan Allah Bapa Yang Mahakuasa. Dia sendiri akan menerima kuasa dari Allah bagi surga dan bumi. Dia sudah berjanji bahwa setelah menyiapkan tempat, Ia akan datang kembali untuk menjemput kita supaya di mana Dia berada, kita juga berada. 

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini membantu kita untuk memahami kasih Tuhan Yesus Kristus sampai tuntas kepada kita. Ia datang ke dunia untuk menghadirkan Kerajaan Allah dalam Sabda dan Karya. Semua dilakukan-Nya karena kasih yang besar bagi manusia. Semua Sabda dan Karya diamanatkan kepada para murid-Nya supaya diwartakan ke seluruh dunia. Penginjil Matius melaporkan bahwa setelah bangkit dari antara orang mati, Yesus menampakkan diri-Nya kepada para murid-Nya. Mereka bahkan diingatkan Yesus supaya pergi ke Galilea, ke sebuah bukit yang ditunjukkan Yesus kepada mereka. Perjumpaan mereka sangat mengharukan, namun para murid memiliki dua sikap yang berbeda. Ada yang mengenal-Nya dan menyembah Dia, ada yang masih meragukan-Nya. Tuhan Yesus mengerti para murid-Nya maka Dia hanya memerintahkan mereka untuk melanjutkan pekerjaan-pekerjaan Yesus. Inilah perkataan Tuhan Yesus: "Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Mat 28:18-20). 

St. Lukas juga melukiskan kisah Yesus dalam bacaan pertama. Dengan kuasa Roh Kudus, Yesus sendiri mengutus para rasul-Nya untuk melanjutkan pekerjaan-pekerjaan-Nya di dunia ini. Yesus yang satu dan sama menderita, wafat dan bangkit dengan mulia. Sebagai bukti kebangkitan-Nya, Yesus menampakkan diri kepada para rasul, dan berbicara tentang Kerajaan Allah. Ia mengingatkan para rasul untuk tidak meninggalkan Yerusalem, sambil menantikan Roh Kudus. Roh Kudus memampukan para rasul untuk menjadi saksi di Yerusalem, Yudea, Samaria bahkan sampai diujung bumi.

Selanjutnya Tuhan Yesus berpamitan dan terangkat, dengan disaksikan oleh murid-murid-Nya. Para murid menyaksikan peristiwa ini hingga awan menutup-Nya dari pandangan mereka. Sambil menatap Yesus yang terangkat ke surga, muncullah dua orang yang berpakaian putih berdiri di dekat mereka. Mereka mengingatkan para rasul dengan perkataan ini: "Hai orang-orang Galilea, mengapakah kamu berdiri melihat ke langit? Yesus ini, yang terangkat ke sorga meninggalkan kamu, akan datang kembali dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia naik ke sorga." (Kis 1:11). Hal yang menarik perhatian kita adalah semua janji Tuhan Yesus akan terpenuhi. Dia tidak pergi meninggalkan kita begitu saja, tetapi akan tetap mendampingi kita, menyertai kita dengan Roh-Nya hingga akhir zaman. 

Tuhan Yesus naik ke Surga. Ia mendapat kuasa dari Bapa dengan duduk di sebelah kanan-Nya di dalam surga. St. Paulus menggambarkan sosok Yesus dengan tepat dalam bacaan kedua kepada jemaat di Efesus. Mula-mula Paulus mengingatkan jemaat di Efesus supaya memohon kepada Allah Bapa Tuhan kita Yesus Kristus supaya memberi Roh hikmat dan wahyu untuk mengenal Dia dengan benar. Dengan demikian setiap orang dapat memiliki kekuatan yang berasal dari Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus. Paulus mengatakan: “Betapa kayanya kemuliaan bagian yang ditentukan-Nya bagi orang-orang kudus, dan betapa hebat kuasa-Nya bagi kita yang percaya, sesuai dengan kekuatan kuasa-Nya, yang dikerjakan-Nya di dalam Kristus dengan membangkitkan Dia dari antara orang mati dan mendudukkan Dia di sebelah kanan-Nya di sorga, jauh lebih tinggi dari segala pemerintah dan penguasa dan kekuasaan dan kerajaan dan tiap-tiap nama yang dapat disebut, bukan hanya di dunia ini saja, melainkan juga di dunia yang akan datang.” (Ef 1:18-21). 

Apa yang hendak kita lakukan di dalam hidup ini?

Pertama, Bacaan-bacaan Kitab Suci mengajak kita untuk memiliki mata yang tertuju ke surga. Para rasul berdiri dan menengada ke langit. Mereka diingatkan dan mengingatkan kita untuk hidup di dalam pengharapan. Apapun hidup kita, pengalaman yang menyedihkan atau membahagiakan, kita harus tetap melangkah dengan pasti karena Tuhan mengasihi kita.

Kedua. Mari kita memandang Yesus. Dia mengasihi kita sampai tuntas. Dia menderita, wafat, bangkit dan naik ke surga, duduk di sebelah kanan Allah Bapa. Dia akan datang kembali. Yesus mengasihi kita sampai tuntas sebab Ia memberikan segalanya bagi kita. Kita tidak sendirian, Dia bahkan menyertai kita hingga akhir zaman.

Ketiga, Kita berusaha untuk konsisten dalam panggilan kita. Kita semua mendapat perintah untuk pergi, menjadikan semua bangsa murid-Nya, dan membaptis mereka semua dalam nama Tritunggal Mahakudus. Tugas ini diberikan Yesus kepada Gereja, kepada anda dan saya untuk melakukan misi dan evangelisasi.

Keempat, Kenaikan Yesus ke surga menjadi tanda bahwa Dia akan membawa kita ke tempat di mana Dia berada. Tinggal bersama Yesus adalah kerinduan kita semua. Ini adalah cinta-Nya sampai tuntas bagi kita.

PJ-SDB 

Wednesday, May 20, 2020

Homili 20 Mei 2020


Hari Rabu, Pekan ke-VI Paskah
Kis. 17:15,22-18:1
Mzm. 148:1-2,11-12ab,12c-14a,14bcd
Yoh. 16:12-15

Merenungkan Kuasa Roh Kudus



Seorang sahabat mengatakan: “Untung ada Roh Kudus!” Perkataan ini muncul sebagai ungkapan hati dan rasa syukurnya kepada Tuhan Allah Tritunggal Mahakudus karena sebuah berkat istimewa yang diterimanya saat mengikuti sebuah ujian. Ia merasa belum siap untuk mengikuti ujian namun ia percaya bahwa Tuhan menyertainya. Allah Roh Kudus membuka pikirannya sehingga dia berhasil dengan baik. Dari perkataan sahabat ini kita dapat memahaminya bahwa tanpa Roh Kudus, dia, saya dan anda, kita semua tidak memiliki kekuatan untuk melakukan sesuatu. Hal yang sudah diungkapkan oleh Yesus sendiri yakni ‘Terlepas dari Aku, kamu tidak dapat berbuat apa-apa’ (Yoh 15:5). Roh Kudus memiliki kuasa untuk membaharui hidup kita supaya lebih layak dan pantas sebagai anak-anak Allah.

Pada hari ini kita mendengar kelanjutan kisah Yesus dalam Injil Yohanes. Ia menyampaikan amanat perpisahan kepada para murid-Nya sebelum meninggalkan mereka semua dan kembali kepada Bapa. Dia lebih memfokuskan perhatian kita semua pada sosok Pribadi Allah Roh Kudus. Dia menyebut-Nya sebagai Penghibur, Paraclitus, Roh Kebenaran, Pembela kita. Sang Penghibur ini tidak akan membiarkan kita sendirian sebab Ia mengajar dan mengingatkan segala sesuatu yang sudah dilakukan Yesus di dunia ini. Semua pekerjaan yang sudah dilakukan Yesus adalah pekerjaan Bapa maka tugas kita adalah percaya pada pekerjaan-pekerjaan itu. Roh Kebenaran atau sang Penghibur juga akan bersaksi tentang Yesus dan dari situ kita dipanggil untuk menjadi saksi-saksi Kristus yang benar. Roh Kebenaran yang sama menginsafkan dunia supaya dunia sadar akan dosa, kebenaran dan penghakiman.

Selanjutnya Tuhan Yesus mengatakan bahwa sebenarnya masih banyak hal yang mau disampaikan-Nya kepada para murid, tetapi mereka belum dapat memahaminya sebab Roh Kebenaran belum datang dan membuka pikiran mereka untuk memahami Yesus sang Putera dan Bapa di Surga. Pada saat yang tepat Roh Kebenaran akan datang untuk memimpin para murid dan Gereja ke dalam seluruh kebenaran. Mengapa seluruh kebenaran? Karena Roh Kebenaran tidak berkata-kata dari diri-Nya sendiri. Segala sesuatu yang Dia dengar dari Bapa dan Putera akan disampaikan dengan terus terang, bahkan hal-hal yang akan datang juga disampaikan supaya orang dapat memahaminya. Di samping memimpin kepada kebenaran, Roh Kebenaran juga akan memuliakan Yesus sang Putera di hadapan manusia. Ia memuliakan Yesus sebab Ia tidak berbicara dari diri-Nya sendiri tetapi semua yang sudah dikerjakan dan diajarkan Yesus. Ini adalah sebuah kesaksian yang menginsyafkan kita semua.

Tuhan Yesus pada akhirnya bersaksi tentang keutuhan atau kesatuan Allah Tritunggal Yang Mahakudus. Ia berkata: “Segala sesuatu yang Bapa punya, adalah Aku punya; sebab itu Aku berkata: Ia akan memberitakan kepadamu apa yang diterimanya dari pada-Ku." (Yoh 16:15). Yesus pernah mengatakan, “Aku dan Bapa adalah satu” (Yoh 10:31). Dia adalah Sabda yang keluar dari mulut Bapa dan menjadi daging (Inkarnasi). Inkarnasi terjadi karena Roh Kudus. Penginjil Lukas bersaksi: "Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah.” (Luk 1:35). Roh Kudus yang satu dan sama membangkitkan Yesus dari kematian. Berkaitan dengan ini, St. Paulus mengatakan: “Dan jika Roh Dia, yang telah membangkitkan Yesus dari antara orang mati, diam di dalam kamu, maka Ia, yang telah membangkitkan Kristus Yesus dari antara orang mati, akan menghidupkan juga tubuhmu yang fana itu oleh Roh-Nya, yang diam di dalam kamu.” (Rom 8:11). Maka siapa yang berdosa melawan Roh Kudus tidak akan memperoleh pengampunan (Mat 12:31-32).

Pada hari ini kita merasa dikuatkan dan diteguhkan karena Tuhan Yesus mengantar kita untuk mengenal Allah yang kita Imani. Tuhan Allah sungguh ada dan hidup. Dialah Tritunggal Mahakudus, Bapa, Putera dan Roh Kudus. Kita mengenal Allah sebagai Bapa yang mengutus Roh Kudus melalui Yesus Putera-Nya. Ini adalah ajaran Yesus yang menyatu dengan Bapa dalam Roh Kudus.

Allah Tritunggal Mahakudus telah memampukan Paulus dalam perjalanan misionernya. Ada banyak kesulitan dan tantangan dalam pewartaan mereka. Pada saat Paulus berdiri di atas Areopagus dan mewartakan imannya akan Allah Tritunggal Mahakudus kepada orang-orang Atena. Semua orang tertegun dengan pewartaan Paulus namu ketika Ia mengatakan tentang Paskah Kristus, khususnya bahwa Yesus wafat dan bangkit dari kematian maka orang-orang meninggalkannya. Mereka berkata: "Lain kali saja kami mendengar engkau berbicara tentang hal itu." (Kis 17:32). Hanya ada Dionisius dan Damaris yang setia kepada Paulus. Paulus tidak putus asa meskipun dia harus meninggalkan Atena menuju Korintus.

Dalam hidup kita, ada saja pengalaman kegagalan dalam karya-karya kita. Banyak kali kita setia melayani dan kiranya pelayanan-pelayanan itu menyentuh kehidupan orang yang kita layani. Namun sayang sekali karena hanya sedikit saja ‘Dionisius dan Damaris’ yang mau mengapresiasi karya dan pelayanan kita. Apakah kita harus putus asa dan tidak melayani? Tidak. Teruslah melayani sebab semua yang kita lakukan adalah pekerjaan Tuhan Allah Tritunggal Mahakudus. Kita melayani Tuhan sebagai tanda kasih setia kita kepada-Nya. Maka kita butuh Roh Kudus dan kuasa-Nya untuk memampukan kita sebagai abdi Tuhan yang sejati.

PJ-SDB

Tuesday, May 19, 2020

Homili 19 Mei 2020


Hari Selasa, Pekan ke-VI Paskah
Kis. 16:22-34
Mzm. 138:1-2a,2bc-3,7c-8
Yoh. 16:5-11

Merindukan Penghibur

Saya pernah mengunjungi sebuah rumah yang hanya dihuni oleh sepasang suami istri yang sudah memasuki masa senja. Ketika tiba di rumah itu rasanya begitu sepi, seperti tak ada penghuni. Ternyata mereka berdua sedang duduk-duduk di taman belakang sambil memperhatikan tanaman-tanaman hijau. Mereka kaget dengan kedatangan saya. Saya mengatakan bahwa kedatangan saya hanya merupakan sebuah kunjungan biasa, karena sudah cukup lama saya tidak melihat mereka berdua pergi ke Gereja. Mereka lalu menceritakan banyak hal tentang pengalaman saling merawat di usia senja. Ada dua hal yang membuat saya terpesona dengan sharing pasutri ini, pertama, mereka mengakui bahwa semakin usia bertambah cinta kasih di antara mereka semakin kuat. Kedua, mereka selalu merindukan anak-anak dan cucu-cucu sebagai penghibur di kala mereka kesepian. Bagi saya, pengalaman pasutri ini sangat meneguhkan keluarga-keluarga tertentu, yang semakin lama ikatan cinta kasih mereka semakin longgar, cinta kasihnya terasa makin hambar ‘tidak seperti doeloe lagi’. Pengalaman pasutri ini juga mengingatkan tentang kerinduan supaya keluarga tetap bersatu dan bertumbuh dalam kebahagiaan.

Kita mendengar kelanjutan kisah Yesus dan para murid-Nya dalam malam perjamuan terakhir. Tuhan Yesus memberikan amanat-Nya kepada mereka, dan di harapkan mereka dapat memahami dan melakukannya. Yesus mengulangi lagi perkataan-Nya bahwa Dia pergi kepada Bapa yang sudah mengutus-Nya ke dunia untuk menyelamatkannya. Tentu saja para murid merasa kehilangan, berduka cita. Kepergian Yesus kepada Bapa memang sangat berguna supaya sang Penghibur yang diminta Yesus kepada Bapa dapat segera diutus dalam nama-Nya sebagai Putera Allah. Kalau saja Yesus tidak pergi maka Penghibur juga tidak akan datang kepada kita.

Apakah peran dari sang Penghibur? Sang Penghibur atau Paracletos atau Roh Kebenaran datang untuk mengajar dan mengingatkan manusia akan segala sesuatu yang sudah diajarkan dan di lakukan Yesus. Sang Penghibur memberi kesaksian tentang Yesus sang Putra, dengan demikian kita juga kita yang didampingi dan tinggal bersama Penghibur memiliki tanggung jawab untuk bersaksi.Gereja sepanjang zaman melakukan tugas perutusannya untuk bersaksi tentang Yesus Kristus dengan kuasa Roh Kudus, sang Penghibur sejati. Pada hari ini kita mendengar peran lain dari Penghibur yakni menginsyafkan dunia akan tiga hal berikut ini:

Pertama, Penghibur menginsyafkan dunia akan dosa. Dosa itu tindakan melawan kasih Allah. Salah satunya adalah ada rasa tidak percaya kepada Tuhan Yesus. Orang-orang yang mendengar Yesus dan melihat tanda-tanda heran pada saat itu masih tidak percaya kepada-Nya. Orang-orang masa kini yang sudah tidak melihat Yesus dengan matanya sendiri hidup di dalam dosa. Orang-orang yang terbiasa hidup dalam dosa akan lupa diri bahwa dia orang berdosa. Maka kita butuh Roh Kebenaran untuk menginsyafkan kita bahwa kita orang berdosa dan perlu bertobat. Apakah anda merasa diri sebagai orang berdosa? Apakah anda mendekatkan diri pada sakramen tobat?

Kedua, Penghibur akan menginsafkan dunia akan Kebenaran. Tuhan Yesus adalah Kebenaran. Ia mengakui diri sebagai Jalan, Kebenaran dan Hidup. Tuhan Yesus sebagai Kebenaran yang memerdekakan kita dari dosa dan kematian. Tuhan Yesus adalah Kebenaran sejati yang kembali kepada Bapa dan dunia tidak melihat-Nya lagi. Yesus adalah Allah dari Allah maka Dia kembali kepada Allah sendiri.

Ketiga, Penghibur menginsyafkan dunia tentang penghakiman. Kita semua percaya bahwa Yesus akan datang untuk mengadili orang yang hidup dan mati.  Dia akan mengadili kita bukan berdasarkan berapa gudang dosa yang sudah kita lakukan. Ia mengadili kita berdasarkan kasih kepada Tuhan dan sesama manusia. Dia adalah kasih dan mengadili dengan kasih. Kita mengenal tujuh perbuatan kerahiman yang akan Tuhan pakai untuk mengadili kita pada hari Penghakiman yaitu memberi makan kepada orang yang lapar, memberi minum kepada orang yang dahaga, memberi pakaian kepada mereka yang tidak memilikinya, memberi tumpangan kepada orang asing atau tuna wisma, mengunjungi orang-orang sakit, mengunjungi orang di dalam penjara dan menguburkan orang mati. Semua pekerjaan kerahiman jasmani ini kita lakukan bagi Yesus di dalam diri sesame yang seperti ini.

St. Yohanes Paulus II dalam Ensiklik Dominum et Vivificantem no. 24, mengatakan: “Tidak ada pengutusan Roh Kudus (setelah dosa asal) tanpa salib dan kebangkitan: “Sebab jika Aku tidak pergi, Penghibur tidak akan datang kepadamu; sebaliknya jikalau Aku pergi, Aku akan mengutus Dia kepadamu.” (Yoh 16:7). Tuhan tetap bekerja dan membaharui hidup kita melalui Roh Kudus. Untuk itu kita perlu selalu bersyukur atas kasih dan kebaikan Allah.

Apa yang harus kita lakukan?

Tuhan Yesus mengatakan tentang perpisahan dengan para murid-Nya, namun tanggung jawab untuk melanjutkan pekerjaan-pekerjaan Yesus harus tetap dilakukan. Para rasul menjadi misionaris ke mana-mana untuk mewartakan Injil. St. Paulus dan Silas, adalah model misionaris sejati. Mereka mengalami banyak penganiayaan dan dipenjarakan tetapi mereka tetap tabah dan kuat untuk menjalani semangat misionernya. Buah dari ketabahan mereka ini adalah pertobatan bagi banyak orang. Hal terpenting adalah percaya kepada Yesus. Maka ketika membaptis keluarga kepala penjara di Filipi, Paulus dan Silas mengatakan: "Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat, engkau dan seisi rumahmu." (Kis 16:31). Kita perlu menata diri untuk bertumbuh dalam iman kepada Kristus. Kita percaya bahwa Yesus adalah satu-satunya Penyelamat kita. Apakah kita masih percaya kepada Tuhan? Apakah kita merindukan Tuhan di dalam hidup kita?

PJ-SDB

Monday, May 18, 2020

Homili 18 Mei 2020

Hari Senin, Pekan Paskah ke-VI
Kis. 16:11-15
Mzm. 149:1-2,3-4,5-6a,9b
Yoh. 15:26-16:4a

Kamu harus bersaksi!

Pada hari ini, 18 Mei 2020, kita mengenang 100 tahun kelahiran St. Yohanes Paulus II. Saya mengingat dua kutipan perkataan yang hendak saya bagikan dalam Homili harian saya ini. Pertama, beliau pernah berkata: “Jika kita hanya melihat diri kita sendiri, dengan keterbatasan dan dosa kita sendiri, kita dengan cepat memberi jalan kepada kesedihan dan keputusasaan. Tetapi jika kita terus memusatkan perhatian pada Tuhan, maka hati kita dipenuhi dengan harapan, pikiran kita dibasuh dengan cahaya kebenaran, dan kita menjadi tahu kepenuhan Injil dengan segala janji dan kehidupan.” Perkataan ini sungguh mengena kehidupan pribadi kita. Di masa covid-19 ini banyak di antara kita merasa sedih dan putus asa. Mereka bahkan mempertanyakan eksistensi Tuhan. Misalnya, kalau Allah itu Mahabaik, mengapa membiarkan begitu banyak orang menjadi korban covid-19? Mungkin pertanyaan yang sama pernah kita secara pribadi mengajukannya kepada Tuhan. Kita lupa dan lalai sehingga memusatkan diri kita sebagai pokok perhatian kita, sedangkan Tuhan menjadi bukan prioritas. Kita perlu memusatkan seluruh perhatian kepada Tuhan, berusaha untuk memandang Tuhan. Kita bersaksi tentang Kristus yang menderita karena kasih bagi manusia.

Kutipan kedua, Kita berada dalam bulan Maria. Gereja mengenal St. Yohanes Paulus II sebagai sosok yang begitu dekat dan akrab dengan Bunda Maria. Semboyan kepausannya adalah Totus tuus Maria. Ia pernah berkata: “Dari Maria kita belajar untuk berserah pada kehendak Tuhan dalam segala hal. Dari Maria kita belajar untuk percaya, bahkan ketika semua harapan tampaknya hilang. Dari Maria kita belajar untuk mengasihi Kristus, Putranya dan Putra Allah!” Perkataan ini sangat inspiratif bagi kita. Ketika kita hendak bersaksi tentang Yesus Kristus, kita butuh Maria untuk menolong kita supaya bersatu dengan Yesus Puteranya. Ad Iesu per Maria, menuju kepada Yesus melalui Maria. Apakah kita beriman seperti Maria? Apakah kita mengasihi Yesus seperti Maria mengasihi-Nya? Bunda Maria menginspirasikan kita supaya menyerupainya dalam segala hal. Kita bersaksi seperti Bunda Maria sendiri.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini membantu kita untuk bertumbuh dan bersaksi tentang Tuhan Yesus Kristus dan Injil-Nya. Kesaksian kita menjadi kuat karena kuasa Roh Kudus yang dicurahkan ke dalam hati kita oleh Allah Bapa melalui Yesus Kristus Putera-Nya. Yesus tidak membiarkan kita sendirian seperti yatim piatu. Ia menjanjikan seorang Penghibur atau Paraclitus. Penghibur itu akan mengingatkan dan mengajarkan segala sesuatu yang sudah dilakukan Yesus. Dengan demikian Penghibur atau Roh Kebenaran yang keluar dari Bapa akan bersaksi tentang Yesus sebagai Allah Putera. Oleh karena Roh Kebenaran itu ada di dalam diri kita dan kita berada di dalam Roh maka tugas kita adalah bersaksi bersama Roh Kebenaran tentang Yesus Kristus, Putera Allah. Kita ikut bersaksi karena kita selalu bersama dengan Yesus dalam doa, lagi pula sudah menerima sakramen Pembaptisan.

Gereja sepanjang zaman mengalami banyak penderitaan karena kesaksiannya tentang Yesus Kristus. Banyak orang kudus adalah martir. Mereka menumpahkan darahnya, dibunuh secara kejam karena cinta mereka yang begitu mendalam terhadap Yesus. Sepanjang sejarah Gereja, umat Allah sebagai Gereja dikucilkan dan banyak orang dibunuh karena imannya kepada Kristus. Orang yang melakukan kekerasan terhadap Gereja disebabkan oleh kerasnya hati mereka sebab mereka tidak mengenal Allah Bapa dan Yesus Putera-Nya. Di sini, Yesus dengan tegas mengatakan bahwa untuk menjadi pengikut-Nya kita akan mengalami penolakan, tindakan kekejaman, bahkan kematian. Dalam situasi yang sulit ini kita tidak perlu takut sebab Roh Kudus akan memampukan kita untuk bersaksi.

Tuhan Yesus sendiri berkata: “Apabila mereka menyerahkan kamu, janganlah kamu kuatir akan bagaimana dan akan apa yang harus kamu katakan, karena semuanya itu akan dikaruniakan kepadamu pada saat itu juga.” (Mat 10:19). Kata-kata penghiburan yang diucapkan Yesus sendiri: “Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu.” (Mat 5:10-12). Para martir selalu bersukacita karena dapat menumpahkan darahnya bagi Kristus. Itu sebabnya Tertulianus mengatakan bahwa darah para martir adalah benih yang subur bagi iman kristiani.

Para rasul seperti St. Paulus dan rekannya Silas melakukan perjalanan misioner untuk mewartakan Injil. Mereka juga mengalami penolakan, penganiayaan di mana-mana. Sebab itu mereka harus berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Paulus dan Silas meninggalkan Troas menuju ke Samotrake, Neapolis dan akhirnya tiba di Filipi. Ketika berada di Filipi mereka memberi kesaksian sehingga memikat hati Lidia. Ia setia mendengarkan semua perkataan dari Paulus. Ia dan seisi rumahnya menjadi percaya kepada Yesus melalui kesaksian para rasul. Kemurahan hati merupakan ungkapan kasih Tuhan dalam diri kita semua. Kita harus terus belajar tentang kebajikan kemurahan hati supaya dapat bersaksi bersama Roh Kudus tentang Yesus sang Mesias.

Apa yang hendak Tuhan katakan kepada kita semua?

Pertama, Sesudah dirimu diselamatkan…(silakan anda melanjutkannya dengan menggunakan kata saya). Kita atau Saya harus menjadi saksi Kristus! Mari kita memohon supaya Roh Kudus menemani kita untuk bersaksi tentang Kristus sesuai dengan cara hidup kita masing-masing. Kita menunjukkan kemartiran di dalam hidup kita karena anugerah Roh Kudus. Kita memberi kesaksian iman kita kepada Tuhan Yesus di tempat di mana kita berada. Kedua, Kita menyiapkan diri untuk menyambut kedatangan Roh Kudus. Sama seperti Bunda Maria sebagai mempelai Roh Kudus, terus menerus mendoakan kita, kita pun memohon Roh Kudus untuk menguduskan hidup kita. Kekudusan hidup adalah sebuah bukti nyata bahwa kita mau menjadi kudus dan bersatu dengan Tuhan. Bunda Maria, doakanlah kami anak-anakmu.

PJ-SDB

Sunday, May 17, 2020

Homili Hari Minggu Paskah ke-VI/A - 2020


HARI MINGGU PASKAH VI/A
Kis. 8:5-8,14-17
Mzm. 66:1-3a,4-5,6-7a,16,20
1Ptr. 3:15-18
Yoh. 14:15-21

Roh Kudus turut bekerja

Pada hari ini kita memasuki Hari Minggu Paskah ke-VI/A. Tuhan membimbing kita melalui Sabda-Nya, di mana perlahan-lahan kita bersama-sama menuju kepada puncak keabadian. Pada Hari Minggu Paskah ke-V/A yang lalu, Tuhan Yesus menunjukkan diri-Nya sebagai Jalan, Kebenaran dan Hidup. Dan bagi-Nya, siapa yang menuju kepada Bapa, harus melewati satu-satunya Jalan kepada Bapa yaitu diri-Nya sendiri. Tidak ada Jalan lain, hanya Yesus saja satu-satunya Jalan keselamatan kita. Yesus sebagai Jalan, Kebenaran dan Hidup mengantar kita kepada Bapa yang satu dan sama. Dialah Allah yang selalu mencipta, tak kenal lelah bagi kita semua yang mencari keselamatan. Dan Keselamatan hanya ada di dalam nama Yesus. Lukas di dalam Kisah Para Rasul menulis: “Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan.” (Kis 4:12).

Pada hari Minggu Paskah ke-VI/A ini, Tuhan Allah mengungkapkan diri-Nya dalam Pribadi ilahi Roh Kudus. Saya mengingat Paus Fransiskus pernah mengungkapkan imannya kepada Roh Kudus pada Hari Raya Pentekosta 14 Mei 2016 yang lalu seperti ini: “Meskipun dosa memisahkan manusia dari Allah, Roh Kudus akan tetap mempersatukannya lagi sebagai anak Allah. Tujuan utama misi Yesus memuncak dalam karya Roh Kudus yang memperbarui hubungan manusia dengan Allah Bapa akibat dosa. Berkat Roh Kudus, kita tak akan ditinggalkan sebagai anak yatim. Sebaliknya sebagai anak Allah, kita berdamai dengan-Nya dan kita ada di dalam-Nya. Roh yang diberikan kepada kita akan membawa kita kembali kepada Bapa.” Roh Kudus memiliki peran yang sangat kuat dalam keselamatan kita. Sebab itu Dia menginspirasi, dan turut bekerja untuk mempersatukan setiap pribadi.

Tuhan Yesus dalam bacaan Injil mengungkapkan kebenaran bahwa Ia akan pergi kepada Bapa: “Tinggal sesaat lagi dan dunia tidak akan melihat Aku lagi, tetapi kamu melihat Aku, sebab Aku hidup dan kamupun akan hidup. Pada waktu itulah kamu akan tahu, bahwa Aku di dalam Bapa-Ku dan kamu di dalam Aku dan Aku di dalam kamu.”(Yoh 14: 19-20). Yesus sudah menyelesaikan tugas-Nya sebagai ‘sungguh-sungguh Allah dan sungguh-sungguh manusia’, dan kini kembali kepada Bapa supaya bersatu di dalam Roh. Pesan Yesus ini bukan hanya dialamatkan kepada para rasul tetapi juga kepada Gereja sepanjang zaman. Artinya, Yesus tidak membiarkan kita hidup tanpa arah yang jelas, tidak menjadi yatim dan piatu. Maka Ia berjanji untuk datang kembali kepada kita semua. Kita percaya bahwa Ia akan datang untuk mengadili orang yang hidup dan mati.

Apa yang Tuhan janjikan bagi kita semua? Ia pertama-tama mengharapkan kita semua untuk mengasihi-Nya karena Ia lebih dahulu mengasihi kita. Tanda kasih yang sejati adalah menuruti segala perintah-Nya, dan kita tahu bahwa perintah-Nya adalah cinta kasih. Dia menghendaki supaya kita mengasihi Tuhan, demikian juga saling mengasihi sebagai saudara. Dengan relasi kasih yang mendalam ini maka Ia akan meminta kepada Bapa supaya memberikan kepada kita seorang Penolong yang lain. Penolong itu berperan untuk menyertai. Dialah Roh Kebenaran atau Roh Kudus sendiri. Roh Kudus yang kita terima dalam Sakramen Pembaptisan ini akan tinggal di dalam kita dan kita pun tinggal di dalam-Nya. Roh Kudus sebagai Penghibur, Roh cinta kasih berperan untuk mengajar dan mengingatkan semua ajaran cinta kasih Yesus di dalam Injil. Roh Kudus turut bekerja di dalam Gereja, tetap bekerja di dalam Gereja sehingga cinta kasih sebagai buah Roh ini sungguh mengilhami Gereja sepanjang masa.

Roh Kudus yang satu dan sama mengilhami Diakon Filipus untuk mewartakan Injil di tanah Samaria. Kita mengetahui relasi sosial daerah Yudea dan Samaria itu tidaklah baik. Tetapi Tuhan menghendaki Filipus untuk menjadi misionaris di sana. Buah dari pelayanannya adalah banyak orang menjadi percaya kepada Tuhan, terjadi mukjizat dalam nama Yesus dan merekapun dibaptis. Saya sekali karena Filipus membaptis dalam nama Yesus sehingga Gereja di Yerusalem mengutus Petrus dan Yohanes untuk menghadirkan Pentekosta baru di Samaria. Petrus dan Yohanes berdoa supaya semua orang Samaria beroleh Roh Kudus. Petrus dan Yohanes juga menumpangkan tangan di atas orang-orang percaya dan mereka menerima Roh Kudus. Ada Pentekosta baru. Roh Kudus turut bekerja di dalam komunitas Gereja perdana, dan berlangsung sepanjang zaman.

Kebiasaan baik di dalam Gereja katolik ini yakni menumpangkan tangan untuk pencurahan Roh Kudus berlangsung turun temurun. Para imam dan diakon di dalam Gereja Katolik ditahbiskan oleh Uskup dengan menumpangkan tangannya sebagai tanda memohon kepada Allah untuk mencurahkan Roh Kudus kepada Diakon atau Imam yang akan ditahbiskan. Para imam juga menumpangkan tangan dalam melayani sakramen-sakramen tertentu, memberkati sesuatu untuk keperluan Gereja. Gereja percaya bahwa Roh Kudus turut bekerja untuk membaharui dan menguduskannya. Roh Kudus yang satu dan sama juga membangkitkan Yesus Kristus dari kematian-Nya (1Ptr 3:18).

Apa yang harus kita lakukan sepanjang pekan ke-VI Paskah ini?

Pertama, menyiapkan diri, membuka hati untuk menanti kedatangan Roh Kudus. Kita berdoa: “Veni, Sancte Spiritus, reple tuorum corda fidelium, et tui amoris in eis ignem accende.” (Datanglah ya Roh Kudus, penuhilah hati umat-Mu, dan nyalakanlah api cinta-Mu di dalam hati kami). Biarkan Roh Kudus turut bekerja di dalam hidup kita, menyalahkan api cinta kasih di dalam hati kita semua. Biarkan buah-buah Roh menjadi berkembang di dalam hidup kita. Buah-buah Roh menandakan bahwa kita sungguh percaya dan mewartakan Kristus kepada sesama manusia hingga akhir zaman.

Kedua, Bertahan dalam derita. St. Petrus dalam bacaan kedua mengajak kita untuk bertahan dalam penderitaan sebagai wujud kasih kepada Tuhan dan sesama. Ini adalah tanda bahwa kita mau menguduskan Kristus di dalam hati sebagai Tuhan kita. Maka satu prinsip penting yang harus kita lakukan adalah: “Lebih baik menderita karena berbuat baik, jika hal itu dikehendaki Allah, dari pada menderita karena berbuat jahat.” (1Ptr 3:17). Kita harus belajar untuk malu atau memiliki perasaan malu ketika kita lebih memilih menderita karena berbuat jahat bukan berbuat baik.

Kita memohon perantaraan Bunda Maria Penolong Umat Kristiani, sang mempelai Roh Kudus, supaya meneguhkan kita semua agar bertumbuh dalam kasih. Kasih adalah segalanya! Selamat Hari Minggu Paskah ke-VI/A.

PJ-SDB

Saturday, May 16, 2020

Homili 16 Mei 2020


Hari Sabtu Pekan V Paskah
Kis. 16:1-10
Mzm. 100:1-2,3,5
Yoh. 15:18-21

Masih ada rasa benci!

Ketika masih menjadi mahasiswa di Yerusalem, saya dan teman-teman lain memiliki kebiasaan untuk mengunjungi kota Yerusalem lama, sambil berdoa rosario di Calvari atau tempat lain yang memungkikan untuk berdoa di sana. Sebagai mahasiswa teologi, kami juga menggunakan atribut-atribut tertentu seperti menggunakan salib, pegang rosario dan atribut lainnya. Pada suatu hari Minggu sore, saya bersama beberapa teman berjalan-jalan menuju ke Yerusalam lama melalui gerbang Jaffa. Kami berpapasan dengan beberapa orang Yahudi yang sering disebut golongan ultra ortodoks. Ketika melihat teman yang menggunakan salib, orang itu membuang ludahnya. Pengalaman ini tidak terlupakan. Kami terus melanjutkan perjalanan menuju ke gereja Makam Suci untuk berdoa rosario sambil merenung perkataan Santu Paulus: “Kami memberitakan Kristus yang disalibkan: untuk orang-orang Yahudi suatu batu sandungan, dan untuk orang-orang bukan Yahudi suatu kebodohan.” (1Kor 1:23). Kami menangkap reaksi orang ultra ortodoks Yahudi ketika melihat salib sebagai batu sandungan dan membuang ludahnya, meskipun bukan ke arah kami. Kisah ini mau mengatakan bahwa rasa benci kepada orang-orang lain itu tetap beranak turun-temurun. Saya teringat pada perkataan Nelson Mandela ini: “Tak ada orang yang terlahir untuk membenci orang lain karena warna kulitnya, latar belakangnya, atau agamanya. Orang harus belajar untuk membenci. Jika bisa belajar untuk membenci, maka mereka bisa diajar untuk mengasihi karena kasih lebih alamiah bagi hati manusia ketimbang sebaliknya.”

Pada hari ini kita mendengar kelanjutan kisah Yesus dalam perjamuan malam terakhir. Ia mengatakan: "Jikalau dunia membenci kamu, ingatlah bahwa ia telah lebih dahulu membenci Aku dari pada kamu.” (Yoh 15:18). Ada saja orang yang secara pribadi atau berkelompok membenci Yesus dan Gereja-Nya. Ini memang bukan hal yang baru karena Tuhan Yesus sendiri mengatakannya dalam malam perjamuan terakhir. Perkataan ini menjadi nyata ketika Ia mengalami penderitaan, hingga wafat di atas kayu salib. Perkataan Yesus menjadi nyata juga sepanjang sejarah Gereja, dengan adanya begitu banyak martir, yang mencuci pakaian mereka dengan darah Anak Domba. Perkataan Yesus ini tetap menjadi nyata ketika para pengikut-Nya kesulitan dan dipersulit untuk membangun Gereja, beribadat dan mendapatkan bantuan sosial. Ketika kita mengalami seperti ini, kita tidak perlu berkecil hati sebab Tuhan Yesus sendiri sudah lebih dahulu mengalaminya. Dunia tetap akan membenci Yesus dan para pengikut-Nya.

Tuhan Yesus menguatkan para murid-Nya dengan mengatakan bahwa dunia akan tetap membenci mereka sebab para murid-Nya bukan berasal dari dunia. Tuhan Yesus sendirilah yang memilih para murid-Nya dari dunia untuk memiliki martabat baru sebagai anak-anak Allah. Mereka mengalami penebusan yang berlimpah. Semua ini melalui jalan penderitaan yang dialami Yesus sendiri. Yesus berkata: “Seorang hamba tidaklah lebih tinggi dari pada tuannya. Jikalau mereka telah menganiaya Aku, mereka juga akan menganiaya kamu; jikalau mereka telah menuruti firman-Ku, mereka juga akan menuruti perkataanmu. Tetapi semuanya itu akan mereka lakukan terhadap kamu karena nama-Ku, sebab mereka tidak mengenal Dia, yang telah mengutus Aku.” (Yoh 15:20-21). Dunia membenci Yesus, berarti dunia juga membenci Gereja-Nya.

Apa yang mau Tuhan Yesus katakan kepada kita?

Kita memiliki komitmen untuk menjadi pengikut Kristus. Sakramen Pembaptisan telah membuka jalan bagi kita untuk menjadi kudus. Maka semakin kita mengasihi Yesus, berusaha untuk tinggal dan mengalami kasih-Nya, maka penderitaan akan tetap berada di depan mata kita. Ada rasa benci yang mendalam bukan hanya kepada Yesus tetapi kepada kita sebagai Gereja saat ini. Penganiayaan bagi Gereja masih terjadi di mana-mana. Rasa benci terhadap Yesus terjadi karena orang-orang tidak mengenal Allah Bapa yang mengutus Yesus Kristus, Anak-Nya yang tunggal.

Gereja sebagai umat Allah tetap mengalami kebencian. Berkaitan dengan ini Yesus mengatakan: “Sekiranya kamu dari dunia, tentulah dunia mengasihi kamu sebagai miliknya. Tetapi karena kamu bukan dari dunia, melainkan Aku telah memilih kamu dari dunia, sebab itulah dunia membenci kamu.” (Yoh 15:19). Perkataan Yesus ini mengisyaratkan kepada kita supaya dalam hal apapun, kita tetap setia kepada Yesus. Penderitaan dan kemalangan itu kecil. Covid-19 itu kecil sebab kita memiliki Allah yang Maharahim. Ia tidak akan meninggalkan kita sebagai anak-anak-Nya. Kita adalah milik Kristus (2Kor 10:7) dan lebih dari pemenang.

St. Paulus berkata: “Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang? Seperti ada tertulis: "Oleh karena Engkau kami ada dalam bahaya maut sepanjang hari, kami telah dianggap sebagai domba-domba sembelihan. Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita. Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.” (Rom 8: 35-39). Kita lebih dari pemenang dan Tuhan tetap akan melindungi kita dari rasa benci yang mendalam.

St. Paulus dan rekan-rekannya berkeliling dan berbuat baik di tanah misi. Mereka juga mengalami kebencian di tempat-tempat di mana mereka bermisi. Hanya karena cinta kasih mereka kepada Tuhan Yesus maka mereka setia, berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain, seperti Yesus sendiri yang tidak memiliki tempat untuk meletakan kepala-Nya. Kali ini Paulus ditemani Silas mengalami gerakan-gerakan roh Yesus untuk bermisi. Orang Makedonia saja berseru: "Menyeberanglah ke mari dan tolonglah kami!" (Kis 16:9). Paulus dan Silas setia mewartakan Injil sampai tuntas. Ada kebencian tentu saja ada, tetapi kasih kepada Kristus mengalahkan segala-galanya.

Apakah anda juga masih membenci Tuhan dan sesamamu? Mengapa?

PJ-SDB

Friday, May 15, 2020

Homili 15 Mei 2020


Hari Jumat, Pekan Paskah ke-V
Kis. 15:22-31
Mzm. 57:8-9,10-12
Yoh. 15:12-17

Siap Komandan!

Saya mengingat seorang karyawan yang setiap kali diminta untuk mengerjakan sesuatu, ia selalu berdiri, dengan posisi tubuh tegak berkata: “Siap Komandan!” Saya mengira ia bersikap demikian hanya kepada orang tertentu saja, tetapi ternyata kepada siapa saja yang memberinya tugas tertentu, ia selalu memberi jawaban yang sama. Saya lalu bertanya kepadanya alasan mengapa ia selalu menjawab demikian. Ini adalah jawabannya yang membuatku membuka mata lebar-lebar: “Setiap perintah adalah suara Tuhan bagiku, dan saya siap melayani!” Saya membuka mata lebar-lebar sebab orang sederhana ini sudah mengedukasi saya supaya setia dalam hidup saya untuk merasa yakin bahwa setiap perintah yang saya dengar adalah suara Tuhan. Saya harus mendengarnya dengan baik, melakukannya dengan taat dan ini adalah ungkapan cinta kasih kepada orang yang memberikan perintah atau komando kepada saya. Saya merasa yakin bahwa banyak di antara kita pasti memiliki pengalaman yang mirip dengan kisah ini.

Kita mendengar kisah Yesus tentang amanat perpisahan yang dilakukan di hadapan para murid-Nya pada malam perjamuan terakhir. Kali ini Yesus mengatakan tentang relasi persaudaraan dalam kasih.  Komunitas Yesus ini dibentuk dalam kasih agape bukan hanya sekedar kasih saja. Artinya, Tuhan lebih dahulu mengasihi kita maka kita pun harus saling mengasihi sebagai saudara. Saling mengasihi merupakan sebuah perintah atau komando yang harus kita lakukan. Lebih jelas Yesus berkata: “Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu.” (Yoh 15:12). Orang tidak hanya berkata saling mengasihi sebagai saudara tetapi Tuhanlah yang lebih dahulu mengasihinya.

Kasih macam apa yang Tuhan berikan kepada manusia? Sebuah kasih yang nyata, penuh dengan pengorbanan. Yesus berkata: “Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.” (Yoh 15:13). Maka kasih sejati itu penuh dengan pengorbanan, penderitaan untuk kebaikan dan keselamatan sesama mansuia. Tuhan Yesus sendiri menunjukkan teladan bagi kita semua. Kasih-Nya yang besar penuh dengan pengurbanan. Sebab itu Yesus sebagai Tuhan bahkan menyapa kita bukan sebagai hamba tetapi sebagai sahabat. Ini benar-benar merupakan suatu hal yang luhur. Tuhan rela menjadi sahabat bagi manusia. Dia tidak menganggap manusia sebagai hamba-Nya. Mengapa kita masih menganggap sesama manusia sebagai hamba bukan sahabat? Mengapa kita memperlakukan orang lain berdasarkan uang bukan berdasarkan jati dirinya sebagai manusia? Kita adalah sahabat sebab Ia telah memberitahukan kita segala sesuatu yang sudah didengar dari Bapa. Kita adalah sahabat Tuhan karena kita mengetahui segala sesuatu yang Tuhan ajarkan kepada kita melalui Roh Kudus.

Pada akhirnya Tuhan Yesus menegaskan kepada para murid-Nya tentang jati diri mereka sebagai orang pilihan untuk melakukan perintah baru atau perintah kasih. Inilah perkataan Yesus: “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu.” (Yoh 15:16). Tuhan sendiri yang memilih dan menetapkan kita maka jangan pernah mengelak untuk melakukan perintah kasih ini. Kasih Tuhan haruslah berbuah di dalam hidup kita semua. Artinya, segala sesuatu yang kita lakukan bukan semata-mata pekerjaan manusiawi kita tetapi kita melakukan pekerjaan Tuhan. Dia telah memilih dan menetapkan kita untuk bekerja maka lakukanlah pekerjaan-pekerjaan itu dengan penuh rasa tanggung jawab.

Apa yang hendak Tuhan katakan bagi kita melalui Injil hari ini? Kita bertumbuh dalam kasih, yang dimulai di dalam keluarga masing-masing. Kasih yang kita alami itu penuh dengan pengurbanan. Misalnya, orang tua berkurban untuk mewujudkan kasihnya bagi anak-anaknya. Para guru mengurbankan diri bagi para siswa dan siswinya. Semua orang dari berbagai profesi mengurbankan dirinya bukan semata-mata untuk mencari uang tetapi untuk mewujudkan kasihnya kepada Tuhan dan sesamanya. Untuk itu butuh semangat dan relasi persahabatan yang mendalam di antara pribadi manusia.

Apa yang harus kita lakukan di dalam hidup ini supaya setia mengasihi Tuhan dan sesama?

Inspirasinya ada dalam bacaan pertama yang kita dengar dari Kisah Para Rasul. Gereja yang barusan bertumbuh baik di Yerusalem maupun di diaspora berusaha untuk menata dirinya. Tentu saja bukanlah hal yang mudah tetapi mengalami banyak tantangan. Hanya saja kekuatannya itu berasal dari Tuhan yang sudah memilih dan menetapkan orang-orang yang menjadi fundasi bagi Gereja-Nya. Kalau bukan kekuatan dari Tuhan maka Gereja sudah tidak ada namanya lagi. Sebab itu ketika ada orang-orang yang merasa diri status quo keselamatan dan mengajarkan bahwa keselamatan ada kalau orang itu di sunat maka semuanya akan menjadi terang benderang karena campur tangan Tuhan. Konsili pertama di Yerusalem adalah bukti jelas peran dan campur tangan Tuhan di dalam Gereja untuk memberi terang tentang keselamatan.

Kita mendengar hasil-hasil keputusan Konsili pertama di Yerusalem yang disampaikan kepada kepada jemaat di Antiokhia. Konsili mengutus Yudas atau Barsabas dan Silas untuk menemani Paulus dan Barnabas supaya menyampaikan hasil Konsili yang diakui sebagai keputusan Roh Kudus dan keputusan para Bapa Konsili bahwa menjadi orang Kristen itu tidak perlu sunat. Selanjutnya mereka harus mentaati beberapa kesepakatan berikut ini: “Kamu harus menjauhkan diri dari makanan yang dipersembahkan kepada berhala, dari darah, dari daging binatang yang mati dicekik dan dari percabulan. Jikalau kamu memelihara diri dari hal-hal ini, kamu berbuat baik.” (Kis 15:29). Surat berupa keputusan hasil Konsili disampaikan oleh Barsabas dan Silas dan membuat semua orang di Antiokhia, Siria, Kilikia dan bangsa-bangsa lain bersukacita kepada Tuhan. Komando dari Roh Kudus dan para Bapa Konsili berhasil dieksekusi oleh para utusan Tuhan di Antikhia.

Siap komandan! Perkataan yang sama bisa menjadi sikap kita di hadapan Tuhan dan sesama. Ini adalah wujud ketulusan persahabatan kita. Ini adalah tanda bahwa kita mendengar, mentaati dan mengasihi. Mengapa kita bersikap demikian? Karena Tuhan yang memilih dan menetapkan kita untuk tujuan-Nya bukan untuk tujuan kita. Siap komandan!

PJ-SDB