Selalu bersyukur
Hidup adalah sebuah syukur yang panjang, dari awal sampai akhir hidup. Pada hari ini saya juga boleh bersyukur sekali lagi kepada Tuhan karena rahmat panggilan imamat yang saya terima bukan hanya melalui sakramen pembaptisan yang saya terima lima puluh tahun yang lalu, persis hari ini, tetapi juga rahmat tahbisan imamat yang saya terima sembilan belas tahun silam di Gereja peristirahatan Bunda Maria (Dormizione), bukit Sion, Yerusalem pada tanggal 3 Juni 2001.
Saya merasa bahwa ini merupakan sebuah perjalanan imamat yang penuh dengan kegembiraan, suka dan duka mulai dari Don Bosco Fuiloro, Lospalos, Timor Leste, Sumba, NTT, Paroki Yohanes Bosco Sunter, Komunitas Don Bosco Tigaraksa, Don Bosco Centec Dili, Timor Leste dan sekarang di Komunitas Don Bosco Tigaraksa lagi.
Saya tak henti-hentinya bersyukur kepada Tuhan Allah Tritunggal Mahakudus yang telah memanggil, menentukan, memilih saya untuk ikut melayani-Nya dengan sukacita. Saya berterima kasih kepada keluarga, kerabat, sahabat kenalan, para penderma yang dengan caranya masing-masing mendukung perjalanan imamat hingga memasuki tahun ke-19 ini. Saya berterima kasih kepada para pembaca setia tulisan-tulisan saya selama ini. Semoga pelayananku ini berbuah melimpah dalam dirimu. Saya mempersembahkan misa syukur pagi ini bagimu.
Pada hari ini saya juga merasa bahagia karena Tuhan melalui santu Paulus mengingatkan saya untuk beberapa hal yang hendak saya bagikan di sini. Paulus menulis kepada Timotius:
Pertama, “Aku mengucap syukur kepada Allah, yang kulayani dengan hati nurani yang murni seperti yang dilakukan nenek moyangku. Dan selalu aku mengingat engkau dalam permohonanku, baik siang maupun malam.” (2Tim 1:3). Saya meminjam kata-kata indah ini sebagai rasa syukur atas hidup dan pelayananku hari ini.
Kedua, “Karena itulah kuperingatkan engkau untuk mengobarkan karunia Allah yang ada padamu oleh penumpangan tanganku atasmu.” (2Tim 1:6). Dan saya akan berusaha supaya dengan rahmat tahbisan akan tetap berusaha mengobarkan karunia Allah kepadamu juga saat ini, dengan uluran tangan untuk memberkatimu dari jauh.
Ketiga, “Jadi janganlah malu bersaksi tentang Tuhan kita dan janganlah malu karena aku, seorang hukuman karena Dia, melainkan ikutlah menderita bagi Injil-Nya oleh kekuatan Allah.” (2Tim 1:8). Saya percaya bahwa Tuhan memberikan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban sehingga saya memilih moto tahbisanku: “Tenanglah, Aku ini, jangan takut”. Dan saya tetap berusaha mengikuti jalan kekudusan meskipun disertai penderitaan.
Keempat: “Itulah sebabnya aku menderita semuanya ini, tetapi aku tidak malu; karena aku tahu kepada siapa aku percaya dan aku yakin bahwa Dia berkuasa memeliharakan apa yang telah dipercayakan-Nya kepadaku hingga pada hari Tuhan.” (2Tim 1:12). Saya berusaha untuk tidak malu dan memalukan dalam mewartakan Injil kepada semua orang.
Inilah ungkapan hati saya di hari penuh syukur ini. Sekali lagi terima kasih atas kasih dan kebaikanmu, yang dengan caramu mendukung panggilan imamatku ini.
Salam dan berkat Tuhan bagi kita semua.
P. John Laba, SDB
No comments:
Post a Comment