Hari Senin, Pekan Biasa XVIII
Bil 11:4b-15
Mzm 81:12-13.14-15.16-17
Mat 14:13-17
Selalu bersungut-sungut
Ketika masih
mengajar di sekolah saya selalu menemukan para guru dan siswa yang punya
kebiasaan bersungut-sungut. Para guru bersungut-sungut karena siswa di dalam
kelas malas, upahnya rendah sementara tuntutan sekolah dan Yayasan tinggi,
orang tua siswa yang mengandalkan otot bukan otak dan masih banyak hal lain
yang membuat mereka bersungut-sungut. Para siswa juga bersungut-sungut karena
ada guru yang mengajar tanpa persiapan mengajar dengan baik, guru sangat
rerpresif terhadap siswa, bukan hanya secara fisik tetapi juga verbal dan masih banyak yang lain. Dengan
bersungut-sungut saja sudah membuat situasi di sekolah itu berubah auranya. Dari luar
memang temboknya megah tetapi di dalamnya penuh kerapuhan. Mengapa orang
bersungut-sungut? Karena setiap orang baik guru maupun murid merasa bahwa
alasan-alasan yang mereka berikan itu benar dan logis. Hanya satu masalah yang
sulit dibangun bersama adalah kebiasaan baik untuk berkomunikasi satu sama
lain. Mereka hidup bersama sebagai satu komunitas sekolah, tetapi komunikasinya
tidak bisa jalan. Di lembaga-lembaga lain, bersungut-sungut juga menjadi suatu kebiasaan.
Ada yang merasa bekerja lebih banyak dari pada yang lain, ada yang merasa
pimpinannya pilih kasih terhadap para karyawan. Anak-anak di dalam keluarga
juga merasakan yang sama. Orang tua lebih menyayangi anak yang satu dari pada anak
yang lain. Bersungut-sungut merajalela di mana-mana di atas dunia ini.
Pada hari ini kita
mendengar kisah orang-orang Israel bersungut-sungut kepada Tuhan melalui Musa
hambaNya. Mereka bersungut-sungut karena masalah sembako terutama makanan dan
minuman. Dikisahkan bahwa pada suatu kesempatan sambil melintasi padang gurun pasir,
orang-orang Israel berkata: “Siapa yang akan memberi kita makan daging? Kita
teringat akan ikan yang kita makan di Mesir tanpa bayar, akan mentimun dan
semangka, bawang prei, bawang merah dan bawang putih. Tetapi sekarang kita
kurus kering, tiada sesuatu pun yang kita lihat kecuali manna” (Bil 11:4-6). Untuk
pertama kali orang Israel makan manna ketika mereka meninggalkan Elim menuju ke
Sinai dan beristirahat di padang gurun Sin (kel 16:31). Sejak saat itu orang
Israel makan manna selama empat puluh tahun lamanya (Kel 16:35). Tetapi
sekarang mereka mengeluh karena sudah kurus kering (Bil 11:6) sehingga mereka
mengingat kembali pengalaman mereka di Mesir. Meskipun menjadi budak tetapi
tidak merasa lapar. Mereka tetap makan dan minum sampai kenyang (Kel 16:3). Itu sebabnya mereka memiliki kebiasaan buruk yakni selalu bersungut-sungut kepada Tuhan melalui Musa.
Situasi menjadi
lebih parah lagi ketika orang-orang Israel bersungut-sungut sambil menangis di
pintu kemah Musa karena sudah bosan dengan manna. Mereka mau makan daging! Tuhan pun murka dengan
sangat, sehingga dinilai jahat oleh Musa. Musa lalu berkata kepada Tuhan, “Mengapa
Kau perlakukan hambaMu ini dengan buruk, dan mengapa aku tidak mendapat kasih
karunia dalam pandanganMu? Mengapa Engkau membebankan kepadaku tanggung jawab
atas seluruh bangsa ini? Akukah yang mengandung atau melahirkan bangsa ini?” (Bil 11: 11-12dst).
Musa mengungkapkan perasaan bathinnya cukup panjang kepada Tuhan yang sangat
murka dengan Israel karena bersungut-sungut. Namun satu hal yang selalu diminta oleh Musa adalah kasih
karunia dari Tuhan. Semoga Tuhan tetap memberi kasih karunia kepada umat kesayanganNya. Musa memang merasa sebagai sebuah beban mendengar tangisan Isarel maka ia berusaha sekuat tenaga supaya Tuhan dapat memberi berkat terbaik kepada Umat Israel. Semua permohonan Musa, selalu didengar dan dikabulkan Tuhan. Masalahnya tetap pada umat Israel yang tidak tahu diri untuk berterima kasih.
Mungkin saja kita
merasa lucu dengan sikap orang-orang Israel ini. Mereka mengeluh soal isi
perut, dan lupa akan semua kasih dan penyertaan Tuhan. Tuhan berkarya melalui
Musa untuk membebaskan mereka tetapi mereka sendiri tidak pernah menyadari
kasih dan kemurahan Tuhan. Bagi mereka makan dan minum adalah segalanya.
Padahal Tuhan sendiri berkata, “Manusia hidup bukan dari roti saja tetapi dari
semua perkataan yang keluar dari mulut Allah” (Ul 8:3; Mat 4:4; Luk 4:4). Kita
ingat St. Paulus ketika berkata kepada orang-orang Korintus: “Makanan adalah
untuk perut dan perut untuk makanan: tetapi kedua-duanya akan dibinasakan Allah”
(1Kor 6:13). Di bagian lain Paulus berkata, “Kesudahan mereka ialah kebinasaan,
Tuhan mereka adalah perut mereka” (Flp 3:19). Tuhan Yesus sendiri pernah berkata, "Janganlah kamu kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan dan minum dan janganlah kamu kuatir akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian" (Mat 6:25).
Di dalam bacaan
Injil Tuhan Yesus memiliki rasa belas kasih yang besar terhadap orang-orang
yang mencari Dia. Ia melihat mereka sendirian seperti domba tanpa gembala. Oleh
karena itu Ia menyembuhkan orang-orang yang sakit, memuaskan mereka yang dahaga
dan lapar dengan roti dan ikan. Yesus hendak mengajar para muridNya supaya dari
sedikit yang mereka miliki, mereka boleh berbagi dengan menyerahkannya kepada
kuasa Tuhan. Hasilnya adalah, lima ribu laki-laki, belum terhitung perempuan
dan anak-anak dipuaskan oleh roti dan ikan, bahkan masih ada sisanya juga. Tuhan Yesus mengajar
para murid untuk bersifat sosial dan jangan takut untuk berbagi dengan mereka
yang sangat membutuhkan. Kadang kita juga takut berbagi karena berpikir kita
akan hidup berkekurangan. Kita harus berani memberi dan Tuhan akan mencukupkan
segalanya bagi kita.
Doa: Tuhan, kami
boleh bersyukur kepadaMu karena semua makanan dan minuman yang Engkau berikan
setiap hari. Berkatilah saudara-saudari kami yang masih berkekurangan untuk
mendapatkan apa yang mereka butuhkan di dalam hidup mereka. Amen
PJSDB
No comments:
Post a Comment