Thursday, October 31, 2013

Renungan 31 Oktober 2013

Hari Kamis, Pekan Biasa XXX
Rm 8:31b-39
Mzm 109: 21-22.26-27.30-31
Luk 13:31-35

Allah Berpihak Pada Manusia

Hidup kita menjadi indah karena selalu dihiasi oleh pengalaman suka dan duka. Pengalaman suka cita ketika ada keberhasilan. Orang merasa bahagia dan sejahtera lahir dan bathin. Pengalaman duka ketika ada kegagalan atau sakit penyakit menguasai kehidupan kita. Ada seorang sahabat saya pernah share pengalamannya. Selama lima tahun ia bersama ibunya merawat ayahnya yang sakit keras. Hari-hari hidup ayahnya dihabiskan di atas tempat tidur. Pada mulanya ia merasa berat tetapi lama kelamaan ia menikmati sebuah pelayan baru yakni melayani ayahnya yang sakit. Ia sangat mencintainya. Ayahnya akhirnya meninggal dunia. Setelah sepuluh hari secara mendadak ibunya juga meninggal dunia. Ia merasa bahwa ini sebuah musibah yang sangat berat. Tadinya ia berpikir bahwa ibunya adalah harta yang sangat berharga. Oleh karena itu setelah ayah meninggal ia akan memusatkan perhatian dan kasih sayangnya untuk ibunya. Tuhan ternyata memiliki rencana lain. Ia pun mengalami krisis kepercayaan kepada Tuhan karena pengalaman penderitaan dan kemalangan yang dialaminya ini. Ia membutuhkan waktu lama untuk pulih dan kembali kepada Tuhan. 

Masing-masing kita memiliki pengalaman-pengalaman yang turut memperindah kehidupan pribadi kita. Yesus sendiri menebus kita melalui penderitaan, wafat dan kebangkitanNya. Ia memulihkan segala sesuatu di dalam diri kita. Demikian pula kita yang mengikutiNya mungkin merasakan pengalaman yang berat. Hanya ada satu modal yang tak boleh kita lupakan yakni kasih Kristus itu tidak akan lenyap dari kehidupan kita. Keyakinan ini juga dipegang teguh oleh St. Paulus. Ia mengalami banyak penderitaan dan kemalangan tetapi semakin menderita ia merasa bahwa Kristus semakin mengasihinya. Berkali-kali ia keluar dan masuk penjara, ia dilempari dengan batu, dicemooh. Lebih lagi ia sudah meninggalkan agama Yahudi lalu mengikuti Kristus. Ini membuatnya menjadi figur yang dibenci. Tetapi kehebatan St. Paulus adalah kesetiaan di dalam hidupnya. Ia berani mempersembahkan segala penderitaannya itu kepada Tuhan. Apakah kita juga berani mempersembahkan segala penderitaan kita kepada Tuhan? Apakah kemalangan dunia yang ada di hadapan kita haruslah kita hindari atau melarikan diri dari kenyataan itu?

Dalam suratnya kepada jemaat di Roma Paulus menulis: “Saudara-saudara, jika Allah ada di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita?Allah bahkan tidak menyayangkan anakNya sendiri, tetapi menyerahkanNya demi kita sekalian.” Paulus menyadarkan jemaat di Roma yang barusan mendapat pewartaannya bahwa Allah mengasihi manusia dan memihak manusia yang lemah. Keberpihakan Allah itu menjadi nyata ketika melihat manusia ciptaanNya jatuh dalam dosa dan Ia berusaha untuk menyelamatkannya dengan menyerahkanNya sebagai kurban penebusan. Yesus, menurut Paulus rela menderita,  karena Ia taat kepada Bapa. Bapalah yang menganugerahkanNya kepada manusia. Dengan memihak manusia, Tuhan juga membenarkan manusia di dalam diri Yesus PuteraNya yang tunggal.

Paulus coba membantu jemaat di Roma untuk berefleksi lebih dalam lagi tentang pengalaman-pengalaman mereka yang berat itu dengan pertanyaan: “Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesesakan, penganiayaan? Kelaparan? Ketelanjangan? Bahaya? Atau pedang?” Menurut Paulus, kita semua akan menang karena Tuhan membela kita. Dia mengasihi kita semua. Mengapa demikian? Karena Paulus yakin bahwa tidak ada makhluk atau kuasa apa pun yang dapat memisahkan kita dari kasih Allah di dalam diri Yesus Kristus, Tuhan kita. Pengajaran Paulus tentang kasih Allah ini luar biasa. Sebuah pengajaran yang sangat meneguhkan hati setiap orang yang mengalami kemalangan bertubi-tubi.

Setiap kali kita merefleksikan hidup kita, ada saja pengalaman-pengalaman berat yang lewat di dalam hidup kita. Misalnya kehilangan orang yang dikasihi, kegagalan dalam pekerjaan dan dalam berkeluarga. Namun demikian Tuhan tetap memihak kita dengan mencurahkan kasihNya yang tiada habis-habisnya. Kita sering lupa akan kasih Allah dan hanya mengingat penderitaan dan kemalangan saja.

Tuhan Yesus sendiri sebagai Penebus dan Juru Selamat kita mengalami banyak penderitaan dan kemalangan. Ia juga mengalami banyak ancaman dan penolakan. Penginjil Lukas mengisahkan bahwa, pada suatu kesempatan orang-orang Farisi datang dan berkata: “Pergilah, tinggalkan tempat ini, karena Herodes hendak membunuh Engkau”. Mengapa Herodes sebagai penguasa Galilea saat itu mau membunuh Yesus? Karena ia merasa bahwa popularitasnya terancam. Banyak orang beralih kepada Yesus. Namun Yesus tidak merasa takut karena Ia hendak mewujudkan kehendak Bapa di dalam hidupNya. Yesus menyebut Herodes manusia serigala karena sifatnya adalah menghancurkan hidup orang lain dengan kuasanya.

Sabda Tuhan mengundang kita untuk tetap setia kepada Kristus. Dialah Tuhan yang memihak hidup kita sebagai makhluk yang lemah dan berdosa. Mari kita belajar menjadi setia, bertahan dalam derita karena tidak ada kuasa apa pun yang dapat memisahkan kita dari kasih Allah di dalam diri Yesus Kristus, Tuhan kita.

Doa: Tuhan Yesus Kristus, kami bersyukur kepadaMu karena Engkau sangat mengasihi kami. Bantulah kami untuk tetap menyadari kasihMu dan membagi kasihMu kepada sesama yang menderita. Amen

PJSDB

Wednesday, October 30, 2013

Renungan 30 Oktober 2013

Hari Rabu, Pekan Biasa XXX
Rm 8:26-30
Mzm 13:4-5.6
Luk 13:22-30



Roh berdoa untuk kita

St. Paulus melanjutkan pengajarannya tentang Roh Kudus. Ia sudah menjelaskan tentang bagaimana manusia diperbaharui oleh Roh Kudus sehingga layak merasakan kemuliaan Kristus. Ia juga mengajarkan tentang peran Roh Kudus untuk membaharui alam semesta. Nah kita dibantu oleh Paulus untuk mengerti rencana Allah bahwa Ia mau membaharui seluruh muka bumi supaya bumi penuh dengan kemuliaanNya. Paulus juga mengingatkan kita untuk memiliki harapan demi merasakan kemuliaan Tuhan. 

Pada hari ini Paulus menulis: "Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu bagaimana harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan" (Rm 8:26). Ada dua hal penting yang dikatakan Paulus. Pertama, kita semua memiliki banyak kelemahan karena dosa. Akibat dari dosa adalah relasi dengan Tuhan menjadi jauh. Kita pun sulit bahkan belum tahu mengarahkan hati dan pikiran kita kepada Allah dalam doa karena kita belum tahu bagaimana berdoa. Kedua, Tuhan tidak tinggal diam. Ia senantiasa memberi kita kesempatan untuk merasakan keselamatan dengan membangun relasi denganNya. Untuk itu RohNya sendiri mendoakan kita dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan.



Paulus juga mengatakan bahwa Tuhan Allah turut bekerja di dalam kehidupan kita sehingga mendatangkan segala kebaikan terutama bagi orang yang mengasihinya. Orang yang mengasihi Allah itu memiliki panggilan khusus untuk menjadi kudus. Orang-orang kudus adalah mereka yang selalu mengarahkan hidupnya kepada Yesus, Putera Allah sehingga menjadi serupa denganNya. Paulus dengn tegas menggambarkan bagaimana keadaan orang yang dipanggil secara istimewa untuk menjadi kudus: "Mereka yang ditentukannya dari semula, mereka itu juga dipanggilNya. Dan mereka yang dipanggilNya, mereka itu juga yang dibenarkanNya. Dan mereka yang dibenarkanNya, mereka itu juga yang dimuliakanNya" (Rm 8:30).

Pengajaran Paulus ini memang sangat menarik perhatian kita semua. Allah yang kita imani adalah Allah yang hidup, yang senantiasa memberi Roh KudusNya untuk menguatkan kita. Ia juga menentukan, memanggil, membenarkan dan memuliakan manusia ciptaanNya. Perkataan Paulus ini mirip dengan apa yang dikatakannya kepada jemaat di Efesus. Dalam suratnya kepada jemaat di Efesus, Paulus menulis: "Sebab di dalam Yesus, Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapanNya. Dalam kasih ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anakNya, sesuai dengan kerelaan kehendakNya" (Ef 1:4-5). Kita semua boleh berbangga karena masuk dalam rencana dan kehendak Allah.



Menjadi kudus adalah panggilan istimewa dan rencana Allah bagi kita semua. Berkaitan dengan pernyataan ini, Tuhan Yesus di dalam Injil Lukas, ditanya oleh seorang tanpa nama: "Tuhan, sedikit sajakah orang yang diselamatkan?" (Luk 13:23). Pertanyaan ini muncul setelah Tuhan Yesus mengajar perumpamaan tertentu tentang Kerajaan Allah yang serupa dengan biji sesawi yang kecil atau ragi yang dapat membuat adonan menjadi besar. Di sini, Tuhan Yesus tidak menjawab pertanyaan orang itu tetapi menggunakan kesempatan untuk mengajar mereka. Ada tiga pengajaran dari Yesus bagi mereka. Pertama, Yesus berkata: "Berjuanglah untuk masuk melalui pintu yang sesak itu". (Luk 13: 24) Bagi Yesus, banyak orang tertarik untuk masuk, tetapi tidak akan dapat. Pertanyaan kita adalah apa artinya pintu yang sesak itu? Pintu yang sesak adalah sebuah bahasa simbolis yang mengatakan tentang syarat-syarat untuk mengikuti Yesus. Tentu saja orang harus selalu siap menyerupai Yesus dengan menderita, memikul salib hari demi hari seperti Yesus sendiri. Tanpa salib, tak ada keselamatan bagi manusia. Yesus sendiri telah memenangkan salib dan memberikan keselamatan bagi kita semua.

Kedua, Pintu tertutup. Pada zaman Yesus, para Rabbi selalu mempunyai para murid tetapi mereka memiliki disiplin tertentu. Misalnya, ketika seorang murid lambat ke tempat pengajaran, pintu rumah pengajaran itu akan ditutup. Murid itu tidak akan diijinkan untuk masuk dan mengikuti pelajaran. Yesus mengambil contoh ini untuk menjelaskan bagaimana orang dapat membangun relasi antar pribadi dengan Allah. Ketika kita menjauhiNya maka pintu akan ditutup dan Tuhan juga tidak akan mengenal kita. Seharusnya kita menjadi terbuka terhadap Tuhan dan sesama. Tinggal bersama menjadi sempurna ketika kita berdisiplin diri. Kita yakin bawa ketika Tuhan menutup pintu, Ia sendiri akan membuka pintu-pintu lain untuk menyelamatkan kita.

Ketiga, Syarat-syarat untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah. Tuhan memiliki rencana untuk menyelamatkan semua orang. Jadi orang-orang asing yang terbuka pada Kristus akan memiliki hak untuk masuk ke dalam Kerajaan Surga. Memang keselamatan dari Allah itu universal sifatnya. Kita harus terbuka kepadaNya. Keterbukaan itu dikuatkan oleh semangat pertobatan yang terus menerus untuk menjadi layak bagi Tuhan.


Ketiga pokok pengajaran ini pada akhirnya diringkas oleh Yesus dengan mengingatkan pentingnya kerendahan hati sebagai sebuah kebajikan. Yesus berkata: "Dan sesungguhnya ada orang yang terakhir yang akan menjadi orang yang terdahulu dan ada orang yang terdahulu yang akan menjadi orang yang terakhir" (Luk 13:30). Orang-orang kudus adalah pribadi-pribadi yang mengalami ditebus oleh Kristus. Mereka yang rendah hati dan hanya berharap kepada Tuhan Allah dan Bapa kita di Surga.

Sabda Tuhan pada hari ini memiliki makna yang mendalam bagi kehidupan kita. Mari kita berusaha mengikuti Kristus dari dekat dalam kekudusan diri kita. Apa yang harus kita lakukan? Kita membutuhkan Roh Kudus untuk mendoakan serta menguduskan kita supaya layak di hadiratNya. Allah kita memang luar biasa. Ia sudah memiliki rencana untuk masing-masing kita dan rencana umumnya adalah mengasihi kita sampai tuntas. 

Doa: Tuhan Yesus Kristus, kami bersyukur kepadaMu karena Engkau telah memanggil, memilih, menentukan dan memuliakan kami sehingga menjadi serupa denganMu. Berkatilah kami untuk tetap setia dan mengasihiMu. Amen

PJSDB

Tuesday, October 29, 2013

Uomo di Dio

Hampir genap waktunya


Ada seorang kepala suku. Ia mempunyai tiga orang anak yang sangat dikasihinya. Pada suatu kesempatan sang kepala suku jatuh sakit. Ia menyadari bahwa saatnya meninggal dunia sudah di ambang pintu. Maka dengan legowo ia memanggil ketiga anaknya. Ia berpesan kepada mereka bahwa saat meninggalnya sudah di ambang pintu. Oleh karena itu ia harus mewariskan takhta sebagai kepala suku kepada salah seorang anaknya. Syaratnya adalah ketiga anak disuruh untuk mendaki gunung yang ada di dekat kampung di mana suku mereka menetap. Mereka harus menemukan hadia yang istimewa yang dapat dipersembahkan kepada ayah mereka. Maka terjadilah bahwa mereka bertiga mendaki gunung tersebut. Ini adalah pendakian yang menegangkan karena mereka harus melirik apa yang kiranya menjadi hadia bagi sang ayah. 

Anak sulung melihat sebuah batu yang indah. Ia mendekati dan mengamati batu tersebut. Ia berpikir bahwa batu yang indah itu adalah hadia yang tepat buat sang ayah, lagi pula batu itu unik di daerah tersebut. Anak yang kedua menemukan sebuah bunga. Ia memetiknya dan mengatakan dalam hatinya bahwa bunga itu indah. Ayahnya pasti senang menerima bunga itu, lagi pula, ayahnya menyenangi tanaman bunga. Anak yang ketiga tidak menemukan material tertentu untuk dijadikan hadiah. Ia hanya terpesona dengan indah dan suburnya daerah yang berada di belakang gunung tersebut. Sambil berada di bawah pohon ia membayangkan bahwa sekiranya Tuhan menghendaki maka pada suatu saat yang tepat, suku mereka akan berpindah ke sana. Mereka bertiga pun turun gunung dengan membawa hadia masing-masing untuk ayah. Anak pertama membawa batu dan menjelaskannya kepada sang ayah tetapi ayah tidak mau karena batu bukan barang unik baginya. Demikian terjadi juga dengan anak kedua. Sang ayah mengatakan bahwa bunga bukanlah yang unik dan penting baginya. Anak ketiga tanpa membawa apa-apa masuk dan menjelaskan isi otaknya. Ia terpesona dengan indah dan suburnya daerah di belakang gunung tersebut. Ia membayangkan kalau sekiranya Tuhan menghendaki maka suku mereka dapat berpindah ke sana. Ayahnya memuji si bungsu karena memiliki visi dan misi yang jelas untuk masa depan sukunya.

Hari ini adalah hari ketiga puluh Renungan Harian untuk Pria Katolik. Sejak hari pertama Djohan dan saya berusaha menawarkan kepada para pria katolik tema-tema yang dapat menjadi spiritualitas khas bagi para pria katolik. Permenungan-permenungan yang didengar dalam format audio berisi pendalaman iman, motivasi untuk bertumbuh dalam iman dan harta terpendam yang belum di jamah oleh pria katolik di dalam dirinya dan diri sesama. Lihatlah bahwa di dalam diri masing-masing ada potensi besar yang Tuhan titip dan harus dikembangkan untuk kemuliaan Tuhan dan keselamatan jiwa-jiwa. Ad Maiorem Dei Gloriam!

Kini kita bersama melihat ke depan dengan visi yang jelas bahwa segala potensi kehidupan kita haruslah menjadi seperti talenta yang dipakai untuk kebahagiaan diri sendiri dan banyak orang di dalam gereja dan negara. Harta terpendam di dalam diri kita masing-masing haruslah kita olah untuk kebahagiaan banyak orang. Jangan pernah menjadi seperti tikus yang mati di dalam karung beras. Ada potensi tetapi mematikannya, takut untuk melayani.

Tuhan Yesus memberi contoh kepada kita bagaimana Ia menghayati visi dan misiNya. Ketika hampir genap waktunya Ia diangkat ke Surga, Ia mengarahkan pandanganNya untuk pergi ke Yerusalem dan Ia mengirim beberapa utusan untuk mendahului Dia. (Luk 9:51-52). Ketika saatNya hampir tiba Yesus mengarahkan pandanganNya ke Yerusalem. Kalimat ini meringkas semua hal yang ada di dalam diri Yesus dalam hubunganNya dengan BapaNya. Yesus selalu optimis sehingga Ia mengarahkan pandanganNya ke Yerusalem. Di sanalah Ia akan menggenapi semua janji keselamatan bagi umat manusia. Yesus akhirnya pergi ke Yerusalem dan menggenapi semuanya. Keselamatan pun kita rasakan hingga saat ini.

Renungan Pria Katolik yang kami rintis selama tiga puluh hari terakhir sedang mencari identitasnya. Kami memiliki visi ke depan dengan harapan bahwa para rekan-rekan pria katolik dapat menggali semua potensi yang ada di dalam diri masing-masing untuk memuliakan Tuhan. Dengan demikian tema-tema yang kami hidangkan mendukung dan mengoreksi serta membimbing untuk semakin bertumbuh sebagai pria katolik sejati di dalam Gereja dan negara. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada para pemirsa yang setia mendengar dan membaca Renungan Harian Pria Katolik selama tiga puluh hari terakhir ini. Dukunglah kami dalam doa-doamu untuk merasul di media ini. Semoga semakin banyak orang menjadi akrab dengan Allah Tritunggal, Bapa, Putera dan Roh Kudus.

PJSDB

Renungan 29 Oktober 2013

Hari Selasa, Pekan Biasa XXX
Rm 8: 18-25
Mzm 126:1-2ab.2cd-3.4-5.6
Luk 13: 18-21

Berharaplah dengan tekun

Liturgi pada hari Selasa Pekan Bisa XXX ini diawali dengan sebuah antiphon yang inspiratif: “Orang yang melangkah menangis sambil menaburkan benih, akan pulang dengan sorak sorai membawa berkas-berkas panenannya” (Mzm 126:6). Saya mengatakan inspiratif karena Tuhan mau mengingatkan kita semua untuk memiliki sebuah dalam spiritualitas kerja. Bekerja itu berarti kita sebagai manusia yang ciptakan sesuai dengan citra Allah mau menunjukkan partisipasi kita di dalam keilahian Tuhan. Dengan bekerja kita mau menunjukkan jati diri kita sebagai manusia. Orang yang tidak bekerja tidaklah mencerminkan dirinya sebagai manusia. St. Paulus mengatakan, “Kami dengar bahwa ada orang yang tidak tertib hidupnya dan tidak bekerja melainkan sibuk dengan hal-hal yang tidak berguna”. (2Ts 3:11).

Pada hari ini St. Paulus melanjutkan pengajarannya. Ia memulai pengajarannya dengan mengingatkan tentang penderitaan yang dialami oleh manusia. Ia menulis: “Aku berpendapat bahwa penderitaan dalam kehidupan sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang dinyatakan dan diberikan kepada kita.” Paulus sendiri berkali-kali menderita dalam mewartakan Injil Kristus. Ia disiksa, dilempari dengan batu dan dipenjarakan. Semua penderitaan ini diterimanya dengan lapang dada karena ia percaya bahwa Tuhan Yesus akan melakukan yang terbaik baginya. Ia sendiri bersaksi: “Bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan” (Flp 1:21). Paulus juga selalu bersyukur atas segala penderitaan dan kemalangan yang ia alami. Semuanya ini karena cintanya kepada Kristus.

Kemuliaan yang dimaksudkan oleh Paulus adalah bahwa pada saat yang tepat semua orang akan mengalami hidup baru dalam Roh. Dan ternyata bukan hanya manusia yang mengalami hidup baru, tetapi dunia dan isinya juga akan diperbaharui oleh Tuhan. Segala makhluk ciptaan akan dibebaskan dari kebinasaan dan memperoleh kebebasan dan kemuliaan sebagai anak-anak Allah. Pengalaman penderitaan memang tetap akan dialami oleh setiap orang. Ini semua karena akibat dari dosa yang menjalar ke mana-mana. Alam semesta juga akan mengalami hal yang sama. Terjadi kerusakan ekologi di mana-mana, ancaman kepunahan untuk hewan-hewan tertentu. Fenomena pemanasan global yang sekarang sedang kita rasakan bersama. Semua ini bagi Paulus merupakan akibat dari dosa. Terhadap semua pengalaman ini, Paulus mengharapkan agar kita semua berharap dengan tekun. Sebuah harapan bahwa setelah melwati penderitaan ini, kita juga mengalami kebahagiaan kekal. Kita dapat memiliki harapan karena iman yang Tuhan berikan secara cuma-cuma. Kita seharusnya memiliki rasa optimis sebagai orang beriman meskipun nyatanya berada dalam tekanan, kesulitan, kemalangan bahkan penganiayaan sampai wafat. Para warga Kerajaan Allah hendaknya memiliki rasa optimism bahwa dalam pengalaman-pengalaman yang berat, Tuhan selalu hadir dan meneguhkan.

Yesus di dalam Injil pada hari ini mengumpamakan Kerajaan Allah dengan biji sesawi dan ragi. Biji sesawi itu paling kecil dari biji-biji yang lain tetapi ketika bertumbuh akan menjadi pohon yang memiliki cabang-cabang sehingga burung pun dapat bersarang di atasnya. Burung-burung menyukai biji sesawi yang berwarna hitam dan nikmat. Kerajaan Allah juga pertama-tama diterima oleh sedikit orang di dalam hati mereka. Sejalan dengan perkembangan waktu Kerajaan Allah masuk di dalam hidup setiap orang dan mengubahnya dari dalam diri orang tersebut.  Kerajaan Allah juga diumpamakan dengan ragi. Sebuah adonan dari tepung terigu yang kecil akan menjadi besar karena peran dari ragi. Ragi merelakan dirinya masuk ke dalam adonan dan dari dalam ia mengubah adonan yang tadinya kecil, mengembang menjadi besar.

Apa yang mau dikatakan oleh Yesus dari Injil bagi kita? Biji sesawi itu kecil tetapi bisa bertumbuh menjadi besar, bercabang-cabang sehingga membiarkan burung-burung bertengger, memakan bijinya bahkan bersarang di atasnya. Demikian hidup sebagai orang yang memiliki harapan kepada Tuhan. Seluruh hidup kita, baik suka mau pun duka akan memiliki arti kalau kita percayakan hanya kepada Tuhan. Kerajaan Allah juga diterima oleh sedikit orang tetapi hingga saat ini Kerajaan Allah menguasai seluruh dunia. Orang harus berjiwa optimis, selalu punya harapan! Ragi itu sedikit tetapi ketika sudah dicampur dengan adonan, ia akan kehilangan wujudnya, masuk ke dalam adonan dan membuat adonan jadi besar. Kerajaan Allah juga membuat tranformasi hati manusia untuk selalu bersatu dengan Tuhan.

Untuk itu Roh Kudus tetaplah menjadi andalan setiap orang percaya. Roh Kuduslah yang membantu transformasi bathin kita untuk menjadi layak di hadirat Tuhan. St. Paulus berkata, “Akan tetapi harta ini kami bawa dalam bejanah tanah liat untuk menyatakan bahwa kuasa yang luar biasa ini bukan kuasa kami, melainkan kuasa Allah” (2Kor 4:7). Semoga Sabda Tuhan pada hari ini membuat kita semakin tekun dalam harapan akan kemuliaan Tuhan yang dapat digenapi di dalam diri kita. Roh Kudus, datanglah dan baharuilah kami.

Doa: Tuhan, SabdaMu memberi harapan akan hidup baru kepada kami. Terima kasih Tuhan.

PJSDB 

Monday, October 28, 2013

Uomo di Dio

Berlomba Mencapai Garis Finish

Pada hari Minggu, 27 Oktober 2013 yang lalu, Indonesia menjadi tuan rumah "The Jakarta Marathon 2013". Lomba lari marathon ini diikuti oleh para atlet muda dan tua dari bebagai negara. Mereka memulai lomba ini dari satu garis start yang sama tetapi mencapai garis finish masing-masing peserta sesuai dengan kecepatan dan waktu larinya. Setiap peserta memiliki motivasi yang tinggi untuk memenangkan lomba ini. Bukan hanya uang yang diperebutkan tetapi demi kesehatan fisik, kebersamaan dengan sesama atlet maka para peserta mau melakukannya. Ini menjadi pengalaman menyenangkan bagi banyak orang yang sempat mengikutinya. Para pelari asal Kenya membuktikan kebolehan mereka untuk meraih hadiah-hadiah yang sudah disiapkan. William Teboure merupakan juara pertama marathon kelompok pria dalam waktu tempu 2 jam dan 2 menit. Mulu Seifu menjadi juara pertama kelompok Putri dalam waktu 2 jam dan 40 menit. Tentu saja sambil mereka berlomba ada motivasi dan pengurbanan diri berupa kelelahan, rasa bosan dan aneka perasaan lain sebelum mencapai garis finish. Banyak di antara mereka mencapai garis finish dan merasa bahagia.

Bersamaan dengan lomba lari marathon ini, Gereja katolik Indonesia kehilangan seorang hamba Tuhan yakni Rm. Igantius Sumarya, SJ. Beliau juga merupakan salah seorang peserta lari marathon. Meskipun ia tidak mencapai garis finish dalam lomba lari marathon tetapi mencapai garis finish hidupnya. Beliau adalah Rektor Seminari Menengah Mertoyudan, sebuah lembaga pendidikan calon-calon imam dan biarawan di Jawa Tengah. Meskipun beliau tidak mencapai garis finisih dan mendapat hadiah, tetapi namanya tetap harum dan dikenang oleh para imam, seminaris yang pernah merasakan jasa baiknya. Tulisan-tulisan beliau sangat inspiratif dan mendekatkan banyak orang untuk bersahabat dengan Kristus. Ia pasti mendapat pahala yang besar dari Yesus Kristus.

Di dalam Kitab Suci, kita memiliki banyak model yang berjuang untuk mencapai garis finish dalam kebersamaannya dengan Tuhan dan sesama. St. Polikarpus, seorang murid rasul Yohanes sebelum dibakar dan meninggal sebagai martir misalnya berkata kepada prokonsul, “Selama delapan puluh enam tahun saya mengabdi Kristus dan tidak pernah saya alami bahwa Kristus berbuat salah kepadaku, bagaimana mungkin saya dapat menghojat Raja dan Penyelamatku?” Dia tidak gentar menghadapi kematian yang ada di hadapannya.

St. Paulus juga memiliki pengalaman mencapai garis finish. Di dalam suratnya kepada Timotius, ia menulis, “Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman.” (2Tim 4:7). Paulus membagi pengalaman kerasulannya yang diringkas dalam kalimat ini. “Aku telah mengakhiri pertandingan”. Paulus mau membagi pengalaman penderitaannya: keluar masuk penjara, dilempati dengan batu, ditolak dan dicaci maki. Ia merasakan ini sebagai sebuah pertandingan yang menakjubkan dan sudah berakhir dan melegahkan. “Aku telah mencapai garis akhir”. Setelah melewati penderitaan dan kemalangan dalam mewartakan Injil ia merasa bahwa sudah saatnya ia akan menghadap Tuhan. Paulus memasrahkan seluruh hidupnya kepada Tuhan. “Aku memelihara iman”. Semua penderitaan dan kemalangan bukanlah menjadi penghalang bagi Paulus dalam beriman. Ia memelihara iman sampai tuntas. Luar biasa pria pengikut Kristus ini. 

Kita menemukan model yang paling luhur dari semuanya yakni Yesus dari Injil sebagai sumber spiritualitas kita sebagai pria katolik. Yesus juga mencapai garis akhir dalam perjalanan salibNya hingga tiba di bukit Kalvari dan wafat di sana. Sebelum wafat, ia masih sempat mengampuni para algojoNya, dan Ia juga menyerahkan GerejaNya kepada IbuNya yang berada di bawah kaki SalibNya. Garis finish bagi Yesus adalah penyerahan diriNya yang total kepada Allah Bapa untuk keselamatan manusia.

Apa spiritualitas yang dapat kita ambil untuk kehidupan kita? Masing-masing kita sedang berjalan menuju ke arah garis finish. Banyak pengalaman suka dan duka menuju ke garis finish. Ada salib yang harus kita pikul. Tetapi satu motivasi kita bersama adalah mau tinggal selama-lamanya bersama Yesus Kristus.Maka spiritualitas yang kita bisa ambil adalah ketaatan kepada kehendak Tuhan. Tuhan yang memiliki rencana untuk kehidupan kita. Hidup kita adalah miliki Tuhan bukan milik kita. Ketaatan itu ada karena iman kepada Tuhan. Oleh karena itu ketika anda berada dalam situasi yang sulit, itu adalah pertandingan di dalam hidupmu, janganlah putus asa. Tuhan Yesus dan banyak orang kudus sebelum mencapai garis finish pernah mengalami penderitaan namun mereka juga mengalahkan penderitaan dengan kemenangan.Tuhan Yesus Kristus wafat dan bangkit, kita pun akan ikut mencapai kemuliaan kekal bersamaNya. Jangan lupa untuk tetap memelihara iman kepada Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus.

PJSDB

Renungan 28 Oktober 2013

St. Simon dan Yudas, Rasul
Ef 2:19-22
Mzm 18
Luk 6:12-16

Menjadi tempat kediaman Allah

Pada hari ini kita merayakan pesta St. Simon dan Yudas. Penginjil Lukas menamakan Simon orang Zelot (Luk 6:15; Kis 1:13), dia berasal dari Kana (Mat 10:4;Mrk 3:18). Zelot berasal dari kata Yunani Zelotes yang berarti penghasut atau pengikut yang giat. Dalam bahasa Ibrani disebut kanai yang berarti giat melayani Yahwe. Orang-orang zelot adalah kelompok orang Yahudi pada zaman Yesus Kristus berperan menghasut orang-orang muda untuk memberontak, mengatakan bahwa membayar pajak berarti menjadi budak orang Romawi. Kelompok orang zelot ini berjuang untuk melawan orang-orang Romawi yang pada saat itu menguasai Israel. Impian mereka adalah mencapai kemerdekaan bagi bangsa Israel.

Yudas adalah rasul yang juga dikenal dengan nama Tadeus (Mrk 3:18; Mat 10:3) atau disebut juga Yudas anak Yakobus (Luk 6:16; Kis 1:13). Penginjil Yohanes memberi kesaksian bahwa pada malam perjamuan terakhir, ia bertanya kepada Yesus: “Tuhan mengapa Engkau hendak menyatakan diri dengan jelas kepada kami, tetapi tidak kepada dunia?” (Yoh 14:22). Yesus menjawabi Yudas: “Barang siapa mengasihi Aku, menuruti perkataanKu dan BapaKu akan mengasihi dia dan kami akan datang kepadanya dan tinggal bersama dia” (Yoh 14:22). Meskipun kedua rasul ini tidak banyak dikenal tetapi mereka melayani Tuhan dengan diam-diam. Satu hal yang menarik perhatian kita adalah pada saat mereka mengikuti Yesus, ada rasa nasionalisme yang kuat. Sebagai griliawan, mereka berharap agar pada suatu saat Yesus dapat memimpin mereka untuk mengusir penguasa Romawi. Tuhan Yesus kemudian mengubah mereka sehingga menjadi griliawan yang mewartakan Yesus sampai menjadi martir. Kedua rasul ini tekun dalam panggilan dan mereka dapat menjadi model bagi kita.

Bacaan-bacaan liturgi pada pesta kedua rasul ini menarik perhatian kita. St. Paulus di dalam bacaan pertama memberi semangat kepada Gereja di Efesus untuk menyadari kekudusan mereka. Paulus menulis: “Sekarang kamu tidak lagi orang-orang asing atau tamu, tetapi sesama warga umat kudus, keluarga Allah.” (Ef 2:19). Melalui sakramen pembaptisan kita semua diorientasikan kepada hidup kekal dalam Kristus. Hidup kekal itu tidak membedakan apa dan siapa orang itu, tetapi Tuhan yang punya rencana untuk memanggil kita kepada kekudusan. Dengan sakramen pembaptisan maka kita semua menjadi tempat kediaman Tuhan. Rumah Tuhan dibangun di atas para rasul dan nabi, batu sendinya adalah Kristus sendiri. Di dalam Yesus seluruh jemaat menjadi satu. Dengan sakramen pembaptisan kita percaya bahwa Tuhan ada di dalam diri setiap orang sehingga layaklah menjadi tempat kediaman Roh Kudus.

Hal yang meneguhkan kita adalah dengan sakramen pembaptisan kita semua menjadi anggota-anggota rumah Allah. Menjadi anggota rumah Allah berarti memiliki ikatan sebagai satu keluarga Allah. Selanjutnya menurut Paulus, kita tidak hanya menjadi anggota rumah Allah tetapi kita juga menjadi bait Allah yang sejati. Kita menjadi bait Allah sejati sekaligus menjadi satu komunitas. Sebagai satu komunitas persaudaraan maka para anggota jemaat dapat menunjukkan rasa solidaritas dan semangat untuk berbagi satu sama lain.

Di dalam bacaan Injil, Penginjil Lukas bersaksi bahwa Yesus membuat discernment untuk memilih dari banyak orang, hanya duabelas rasul. Para rasul itu akan menjadi duta atau utusan khusus Yesus Kristus. Apa yang Yesus lakukan dalam discernment ini? Ia berdoa semalam-malaman kepada Allah di Surga. Malam menjadi simbol kegelapan yang harus dihalau oleh Yesus dan para muridNya. Maka pada siang hari Yesus memanggil nama-nama mereka yang akan menemaniNya dalam kerasulan bersama. Mereka disebut Rasul dan jumlahnya adalah dua belas orang.

Tentu saja Yesus selalu mengenang para murid yang dikasihiNya dalam doa sehingga Ia pun memilih mereka sebagai RasulNya. Keberhasilan misi Yesus dan iman orang lain sangat tergantung pada mereka.  Kita perlu menyadari bahwa iman yang kita aku yakni iman kepada Kristus merupakan iman para rasul. Yesus juga menunjukkan kepada kita bahwa Ia tidak melakukan kehendakNya sendiri tetapi kehendak Bapa. Makanya semalam-malaman Ia berdoa kepada Bapa. Yesus akan menyertai para rasulNya dan berdoa bagi mereka (Yoh 17:9). Ia sangat terhibur karena sehari sebelum wafat di salib Ia tahu bahwa tak seorang pun dari antara mereka yang diserahkan Bapa kepadaNya tidak hilang (Yoh 17:12).

Sabda Tuhan pada hari ini sangat menguatkan kita dalam dua hal ini. Pertama, kita semua dikuduskan oleh Tuhan menjadi baitNya. Tubuh kita adalah tempat tinggal rohani Roh Kudus atau Bait Roh Kudus. Kedua, Tuhan juga memanggil dan memilih kita untuk menjadi rasul bagi GerejaNya saat ini. Dia juga menyertai dan mendoakan kita supaya berhasil dalam kerasulan. Semua kerasulan yang kita lakukan, pelayanan-pelayanan tertentu itu berasal dari Tuhan. Kita semua hanyalah hamba dari para hamba yang melakukan apa yang seharusnya kita lakukan (Luk 17:10).

Doa: Tuhan, kami berterima kasih karena Engkau memanggil dan memilih para rasul untuk mewartakan InjilMu. Semoga kami boleh mengikuti teladan kekudusan mereka dan menjadi pewarta-pewartaMu. Amen

PJSDB

Sunday, October 27, 2013

Homili Hari Minggu Biasa XXX/C

Hari Minggu Biasa XXX
Sir 35:12-14.16-18
Mzm 34:2-3.17-18.19.23
2Tim 4:6-8.16-18
Luk 18:9-14

Di hadiratMu ya Tuhan, Aku Berdoa

Selama beberapa hari Minggu terakhir ini Tuhan Yesus mengarahkan kita melalui SabdaNya di dalam Injil  untuk bersatu dalam Doa. Ia mengajar doa Bapa Kami dan mengingatkan para muridNya untuk berdoa tanpa henti, berdoa tanpa merasa malu dengan Tuhan karena Tuhan akan memperhatikan semua yang dibutuhkan oleh manusia. Berdoa adalah mengarahkan hati dan pikiran kita kepada Tuhan. Kita tidak hanya sekedar berkomunikasi dengan mulut tetapi totalitas kehidupan kita terarah hanya kepada Tuhan. Tentu saja konsekuensi keterarahan kepada Tuhan adalah kita juga semakin bersatu dengan sesama. Mengarahkan hati dan pikiran kepada Tuhan membawa dampak di dalam kehidupan pribadi untuk selalu berdialog kepada Tuhan, bersama Tuhan dan selamanya adalah kasih.

Banyak orang mengatakan bahwa berdoa berarti berbicara atau berdialog kepada Tuhan. Kesan berdoa kepada Tuhan adalah Tuhan begitu jauh sehingga kita masih berdoa kepadaNya. Bukankah Tuhan kita adalah Emanuel? Bukankah Tuhan selalu menyertai seluruh hidup kita. Dia ada di tengah-tengah kita dan selalu beserta kita. Dengan kesadaran bahwa Tuhan beserta kita maka doa kita hendaknya memiliki makna berdoa berarti berbicara atau berdialog bersama Tuhan. Masing-masing kita memiliki keakraban tertentu dengan Tuhan. Ia dekat bukan jauh dari kita. Dia telah berinkarnasi dan tinggal bersama kita. Ketika orang menyadari bahwa berdoa berarti berbicara bersama Tuhan maka diharapkan bahwa pada suatu saat kita mencapai pemahaman yang lebih tinggi yakni berdoa berarti mengasihi. Allah adalah kasih maka berdoa berarti merasakan kasih Allah dan dengan demikian kita juga bersatu denganNya, mengasihiNya dan mengasihi sesama sampai tuntas. Doa mengubah orang untuk rela mengosongkan diri supaya dapat bersatu dengan Tuhan dan sesama manusia.

Tentu saja ini merupakan tantangan yang besar bagi kita semua. Apakah di dalam pengalaman doa pribadi dan doa komunitas, kita masih berdoa kepada Tuhan atau berdoa bersama Tuhan atau sudah bersatu dengan Tuhan dalam kasih? Mungkin saja kita masih tetap berada pada tahap berdoa kepada Tuhan karena kita belum akrab dan bersahabat denganNya. Relasi pribadi kita dengan Tuhan masih sangat dangkal karena kita tidak memiliki banyak waktu untuk berbicara denganNya, mendengar SabdaNya dan menjadi pelaku-pelaku SabdaNya. Mungkin ada di antara kita yang sudah mulai mengalami pergeseran dari berdoa kepada Tuhan menjadi berdoa bersama Tuhan. Ada kerinduan yang mendalam untuk bersatu dengan Tuhan. Ada yang memiliki komiten untuk selalu bersama dengan Tuhan, siang dan malam mendengar, merenungkan dan melakukan SabdaNya. Mungkin ada juga yang sudah merasakan doa sebagai kasih. Ada pesatuan yang utuh dengan Tuhan. Ada kebahagiaan dan sukacita selamanya dengan Tuhan.

Pada hari ini kita mendengar Yesus memberi perumpamaan tentang dua orang yang pergi ke Bait Allah untuk berdoa. Kedua orang ini sama-sama orang Yahudi dan sama-sama percaya kepada Allah yang sama. Mereka hanya berbeda dalam profesi. Mereka hanya berbeda dalam hidup sosialnya, dalam hal ini ada seorang  merupakan kaum Farisi dan orang yang lainnya adalah seorang pemungut cukai. Orang-orang Farisi terkenal sebagai pemegang dan penegak hukum Taurat. Bagi mereka, orang Yahudi yang baik adalah dia yang  melakukan perintah-perintah Tuhan dengan murni. Misalnya dalam hal berpuasa, den memberi persepuluhan dari penghasilannya. Orang kedua adalah pemungut cukai. Para pemungut cukai adalah orang-orang Yahudi yang bekerja untuk Kerajaan Romawi. Ketika memungut cukai, kadang-kadang mereka tidak jujur sehingga mereka disamakan dengan kaum pendosa.

Apa yang terjadi ketika mereka berdua berdoa? Ternyata kesombongan rohani orang Farisi muncul. Ia dengan angkuhnya mengangkat kepalanya di hadapan Tuhan, mengucapkan puji dan syukur karena dirinya bukan perampok, orang lalim, pezinah dan pemungut cukai. Dia terang-terangan menyombongkan dirinya di hadirat Tuhan dan berpikir bahwa Dialah yang paling sempurna. Orang ini boleh merasa diri dekat dengan Tuhan tetapi sebenarnya jauh dari Tuhan. Orang ini adalah simbol orang yang mengalami kedangkalan rohani. Lain halnya dengan pemungut cukai. Ketika berdoa, dia mengetahui siapakah dirinya maka ia menundukkan kepala, menepuk dada dan memukul dirinya sambil memohon belas kasih Tuhan: “Allah kasihanilah aku orang berdosa ini”. Orang ini kembali ke rumah dengan sukacita karena Tuhan menyertainya.

Dua tipe manusia yang diumpamakan Yesus di dalam Injil adalah gambaran diri kita masing-masing di hadirat Tuhan. Ketika kita pergi ke Gereja untuk berdoa, banyak kali kita adalah orang Farisi modern yang membuat perhitungan dengan Tuhan. Kita menghitung segala kebaikan yang kita lakukan dan merasa diri puas dan dekat dengan Tuhan sambil membandingkan dan menganggap orang lain sebagai pribadi yang tidak layak untuk Tuhan. Sebenarnya kita jauh dari Tuhan! Mungkin lebih baik ketika kita mengenal diri kita, merendahkan diri kita supaya dapat merasakan kerahiman Tuhan. Dengan legowo kita pun dapat berkata kepada Tuhan: “Allah kasihanilah aku orang berdosa ini”. Tuhan membenarkan orang yang rendah hati di hadiratNya dan mencampakkan orang yang congkak hatinya. Orang yang tinggi akan direndahkan dan yang rendah akan ditinggikan.

Tuhan berkenan kepada orang kecil yang tulus kepadaNya. Kitab Putra Sirak dalam bacaan pertama mengatakan bahwa Tuhan adalah hakim yang adil. Ia tidak memihak dalam perkara orang miskin tetapi mengindahkan doa orang yang terjepit. Jeritan para yatim piatu dan janda didengarkanNya. Tuhan berkenan kepada siapa saja yang dengan sebulat hati berbakti kepadaNya dan doanya naik sampai ke awan. Doa orang miskin menembusi awan dan Tuhan memandang serta menerimanya. Sekali lagi sikap rendah hati dan pasrah kepada Tuhan merupakan hal yang luhur di hadiratNya. Sikap rendah hati menunjukkan bahwa orang itu membutuhkan Tuhan di dalam hidupNya. Hanya orang sombong yang merasa diri dekat dengan Tuhan tetapi sebenarnya sangat jauh dari Tuhan.

Apa yang harus kita lakukan? St. Paulus di dalam bacaan kedua menunjukkan teladan kerendahan hatinya. Ia banyak mengalami penderitaan dan penolakan karena cintanya kepada Kristus. Oleh karena itu ia mengatakan syukurnya karena telah mengakhiri pertandingan dengan baik, mencapai garis finis dan memelihara iman. Oleh karena itu ia dengan berani mempersembahkan dirinya secara utuh kepada Tuhan. Pemberian diri secara total kepada Tuhan adalah buah doa yang sangat berarti. Apakah kita bisa menyerupai St. Paulus? Berdoalah senantiasa dan serahkanlah dirimu kepada Tuhan. Dialah yang menyempurnakanmu.

Doa: Tuhan kami bersyukur dan berterima kasih kepadaMu karena Engkau sudah menyadarkan kami untuk bersatu denganMu dalam doa. Bantulah kami untuk selalu rendah hati sehingga layak mengucap puji dan syukur kami kepadaMu. Amen

PJSDB  

Saturday, October 26, 2013

Renungan 26 Oktober 2013

Hari Sabtu, Pekan Biasa XXIX
Rm 8:1-11
Mzm 24:1-6
Luk 13:1-9

Roh Kudus Memerdekakan 

Selama beberapa hari ini kita mendengar pengajaran Paulus yang luar biasa. Mula-mula ia mengingatkan kita tentang iman sebagai sebuah anugerah cuma-cuma dari Tuhan dan bahwa kita semua diselamatkan oleh iman kepada Yesus Kristus. Untuk menambah wawasan kita semua, Paulus mengambil contoh Abraham sebagai orang yang dibenarkan oleh karena iman. Abraham adalah orang benar di hadirat Tuhan. Tuhan memberinya berkat yang melimpah. Di samping iman, tema kedua yang penting adalah tentang dosa. Paulus membandingkan Adam dan Yesus Kristus. Adam adalah manusia pertama yang jatuh dalam dosa sedangkan Yesus adalah Adam baru yang menghancurkan dosa . Adam jatuh ke dalam dosa dan upahnya adalah maut atau kebinasaan, tetapi maut itu sendiri dibinasakan oleh Yesus Kristus dengan kebangkitan mulia dari kematianNya. Oleh karena itu setiap orang harus hidup sebagai orang merdeka karena Yesus Kristus. Hidup di dalam rahmat karena Tuhan sendiri mengasihi manusia tiada batasnya.

Pada hari ini Paulus mengangkat sebuah tema yang baru yakni hidup di dalam Roh Kudus. Paulus mengamati kehidupan orang-orang Romawi yang mudah sekali jatuh ke dalam dosa melawan kemurnian hidup mereka. Misalnya ada yang menggunakan bagian-bagian tubuh mereka untuk kenikmatan-kenikmatan manusiawi. Dari pengamatan dan pengalaman ini, Paulus mengatakan bahwa tubuh manusia itu daging yang lemah sehingga ada banyak keinginan dagingnya. Tetapi tubuh itu sendiri juga mendapat kekuatan dari Roh Kudus untuk melawan keinginan daging. Paulus menulis: “Roh yang memberi hidup telah memerdekakan kalian di dalam Kristus dari hukum dosa dan hukum maut. Sebab apa yang tidak mungkin di lakukan oleh hukum Taurat yang tidak berdaya karena daging telah dilakukan oleh Allah”. Roh Kudus menjadikan kita sebagai orang-orang merdeka di hadirat Allah dalam Yesus Kristus.

Tuhan senantiasa berusaha untuk menyelamatkan manusia. Ia mengutus Yesus Kristus PuteraNya ke dunia. Dia adalah Sabda yang menjadi daging dan tinggal bersama manusia. Allah Bapa mengutus Yesus PuteraNya dalam daging yang serupa dengan daging yang dikuasai dosa, dan Allah sendiri telah menjatuhkan hukuman atas dosa di dalam daging sehingga tuntutan hukum Taurat digenapi di dalam diri kita. Kehebatan Tuhan ada di sini. Untuk menyelamatkan manusia, Ia rela menjadi manusia di dalam diri Yesus Kristus supaya bisa menyelamatkan manusia yang berdosa. Maka sebagai manusia kita harus hidup di dalam Roh dan bukan lagi dalam daging. Hidup di dalam Roh yang memerdekakan kita karena Yesus sudah menjadi daging dan mengalahkan daging yang lemah.

Paulus juga membedakan orang-orang yang hidup dalam daging dan Roh. Hidup di dalam daging membawa kepada maut karena orang dikuasa oleh keinginan-keinginan manusiawi yang menjadikan manusia hamba kelaliman. Hidup dalam Roh adalah hidup di dalam Rahmat dan memikirkan hal-hal yang berasal dari Roh yang membawa kepada hidup dan damai sejahtera. Keinginan daging bermusuhan dengan Allah. Keinginan daging membawa kepada kematian sedangkan Allah menghidupkan. Pada akhirnya Paulus mengatakan: “Jika Roh Allah yang membangkitkan Yesus dari alam maut, diam di dalam dirimu, maka Ia yang telah membangkitkan Kristus dari antara orang mati akan menghidupkan juga tubuhmu yang fana oleh RohNya yang diam di dalam dirimu”

Pengajaran Paulus ini menyadarkan seluruh hidup kita. Ia membandingkan tubuh sebagai daging yang lemah dan Roh yang diam di dalam tubuh kita sebagai sumber kekuatan yang memerdekakan kita dari dosa. Tubuh sebagai daging yang lemah itu kita rasakan dengan banyaknya kecenderungan di dalam hidup untuk jatuh dalam dosa. Dosa asal telah menjalar ke mana-mana dan setiap orang dikuasai oleh keingingan-keinginan daging. Hidup di dalam Roh berarti mengandalkan Tuhan Allah Tritunggal. Allah Bapa memiliki rencana untuk menyelamatkan manusia dengan mengutus Yesus Kristus PuteraNya menjadi daging dan Roh Kudus membangkitkan Yesus dari kematianNya. Oleh karena itu setiap orang yang hidup di dalam Roh akan mati terhadap dosa dan hidup bagi Allah.

Apa yang harus kita lakukan untuk hidup di dalam Roh Kudus? Yesus di dalam bacaan Injil hari ini mengajak kita semua untuk membangun sikap tobat yang benar. Bertobat berarti membaharui diri supaya menjadi layak di hadirat Tuhan. Tuhan sendiri menyadarkan manusia untuk bertobat dan membaharui diri dengan menunjukkan kesabaranNya yang tinggi. Manusia yang berdosa itu ibarat pohon ara yang tidak berbuah. Namun demikian Tuhan menunjukkan kesabaranNya kepada manusia dengan memberi kesempatan untuk bertobat dan membaharui diriNya. Hidup manusia dengan dikuasai oleh keinginan daging, selalu jatuh dalam dosa tetapi Tuhan menyelamatkan. Ia tidak membianasakan.

Sabda Tuhan pada hari ini mengarahkan kita untuk hidup di dalam Roh. Kita hidup sebagai orang-orang yang merdeka di dalam Kristus. Kita bersyukur senantiasa kepada Tuhan karena meskipun sebagai orang berdosa tetapi Ia tetap sabar dan mau menyelamatkan kita.

Doa: Tuhan, kami bersyukur kepadaMu karena rahmat pengampunan yang Engkau berikan kepada kami. Semoga kami dapat bertobat dan menjadi baru. Amen

PJSDB

Friday, October 25, 2013

Uomo di Dio

Mengucapkan Terimakasih

Ketika melakukan suatu perjalanan saya coba mengamati perilaku beberapa pria yang sudah berkeluarga. Mereka duduk bersama di sebuah meja dan mendiskusikan banyak hal. Saya mendengar seorang bapa yang mengatakan rasa herannya karena anaknya belakangan ini mulai lupa mengucapkan kata terima kasih setiap kali menerima pemberian tertentu darinya. Seorang bapa yang lain kedengaran lebih kritis mengatakan kepadanya bahwa mungkin sejak kecil anaknya tidak dilatih untuk mengucapkan terima kasih. Bapa itu menjawabnya bahwa kata terima kasih itu diajarkan dan dilatih sejak masih kecil. Hanya beberapa tahun terakhir ini mengucapkan kata terima kasih nyaris hilang sama sekali.

Saya merenungkan diskusi para bapa yang prihatin terhadap pendidikan nilai yang mesti ditanamkan kepada anak-anak sejak masih usia dini ini. Banyak orang orang tua yang sudah mulai lupa untuk mengajarkannya, mungkin karena kesibukan dalam bekerja atau lupa dan berharap agar di lembaga-lembaga pendidikan formal bisa mengajarkannya. Mungkin juga orang tua merasa bahwa mengucapkan terima kasih itu nantinya bisa mengalir dengan sendirinya di dalam hidup anak-anak.

Saya juga membayangkan bahwa sebenarnya di dalam dunia kerja, mereka memiliki disiplin khusus untuk memberi ucapan terima kasih. Ketika seorang karyawan melakukan pekerjaan tertentu dan berhasil maka ia patut mendapat apresiasi tertentu dari sesama yang lain sekurang-kurangnya dengan mengucapkan terima kasih dan selamat kepadanya. Pribadi tersebut tentu merasa dihargai, diakui dan dihormati. Ia akan memiliki motivasi baru yang lebih besar lagi untuk bekerja. Memang mengucapkan terima kasih itu kata yang sederhana tetapi memiliki power yang luar biasa dan dapat membuat pribadi tertentu sukses di dalam hidupnya. 

Seorang sahabat saya mengatakan rasa bahagia di tempat kerjanya bukan karena gajinya besar atau karirnya menanjak. Ia ternyata merasa dihargai dan diakui keberadaannya dan semua yang sedang ia lakukan. Pengalamannya sangat sederhana. Misalnya setelah mengerjakan sesuatu ia selalu mendapat tulisan kecil dari bossnya: “Pekerjaanmu rapi, thank you bro”. Kata-kata sederhana ini memiliki power yang mengubah motivasi kerjanya. Ia senang dan mencintai pekerjaannya.

Nah, marilah kita memandang Yesus, sang Maestro. Yesus adalah pria sejati yang melakukan karya-karya yang agung. Banyak orang terpesona kepadaNya tetapi juga kepada ibuNya. Seorang wanita pernah berkata di tengah orang bayak rasa syukur dan terima kasihNya: “Berbahagialah ibu yang telah mengandung Engkau dan susu yang telah menyusui Engkau” (Luk 11:27). Ia juga selalu mencari kesempatan untuk mengucapkan syukur dan terima kasih kepada Bapa di Surga melalui saat-saat istimewa untuk berdoa. Ada kalanya semalam-malaman ia berdoa dan bersyukur. Ketika para murid yang diutusNya kembali, mereka menceritakan banyak hal dengan kuasa nama Yesus. Setelah mendengar sharing dari para rasulNya, Yesus berkata: “Aku bersyukur kepadaMu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang-orang bijak dan orang pandai tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil” (Mat 11:25). Ia memandang para murid yang selalu bersamaNya selama tiga tahun. Ia berterima kasih kepada mereka dan berkata: “Kamu adalah sahabatKu, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu” (Yoh 15:14).

Yesus adalah Tuhan kita, sumber spiritualitas kita menunjukkan contoh bersyukur dan berterima kasih kepada Bapa di Surga. Seorang pria katolik dapat mengikuti Yesus dengan berani mengucapkan terima kasih kepada Tuhan dan sesama. Seorang pria katolik dapat memberi contoh mengucapkan terima kasih kepada orang-orang yang dekat dengannya baik di rumah maupun di tempat kerja. Bayangkan seorang anak yang lagi stress bisa berubah menjadi baik ketika ia mendapat ucapan terima kasih dari ayahnya. Seorang pekerja menemukan jati dirinya ketika pemimpinnya mengucapkan terima kasih atas pelayanannya.

Hidup kita hendaklah dirasakan sebagai syukur dan terima kasih tiada hentinya. Ajarkanlah turun temurun ucapan syukur dan terima kasih.

PJSDB 

Renungan 25 Oktober 2013

Hari Jumat, Pekan Biasa XXIX
Rm 7:18-25
Mzm 119:66.68.76.77.93.94
Luk 12:54-59

 Selalu Berbuat Baik

Tuhan Yesus dalam kotbahNya di bukit berkata kepada para muridNya: “Demikian hendaklah terangmu bercahaya di depan orang supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di Sorga” (Mat 5:16). Perkataan Yesus ini memiliki kekuatan tersendiri di dalam hidup setiap hari. Ada satu pertanyaan yang selalu kita hadapi secara pribadi: “Apakah saya berbuat baik?” Ini menjadi sebuah pertanyaan untuk direnungkan oleh setiap orang. Dengan berbuat baik setiap hari kita laksana terang yang bercahaya dan nama Tuhan dimuliakan di bumi ini. St. Paulus dalam suratnya kepada Timotius menulis: “Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik” (2Tim 3:17). Kita juga mengingat sebuah episode di dalam Injil di mana seorang pemuda datang dan bertanya kepada Yesus tentang perbuatan baik macam apa yang yang harus ia buat untuk memperoleh hidup kekal (Mat 19:16). Menurut Yesus, perbuatan baik ternyata bukan hanya terletak pada usaha untuk menghayati perintah-perintah Tuhan tetapi juga bagaimana orang memiliki sikap lepas bebas supaya dapat mengabdi dan mengasihi sesama.

Dalam pengalaman hidup yang nyata, kita selalu berusaha untuk berbuat baik. Kecendrungan untuk berbuat baik kepada sesama itu seperti meterai atau DNA yang sudah menempel di dalam diri kita. Namun demikian tantangan yang selalu kita hadapi adalah pada saat kita sedang berusaha untuk berbuat baik ada juga kecenderungan manusiawi untuk berbuat jahat. Anda boleh beraktivitas menolong sesama misalnya, tetapi kadang-kadang muncul keinginan untuk tidak menolong. Kadang-kadang kebaikan selalu diperlawankan dengan kejahatan. Oleh karena itu setiap orang perlu pandai membaca tanda-tanda zaman di dalam hidupnya. Sebagaimana tanda-tanda yang terjadi di alam, demikian tanda-tanda kehidupan juga patut dimengerti oleh setiap pribadi.

St. Paulus di dalam suratnya kepada jemaat di Roma mencoba memeriksa bathinnya dan membagikan pengalaman rohaninya kepada kita semua. Ia menulis: “Saudara-saudara, aku tahu, tidak sesuatu yang baik di dalam diriku sebagai manusia. Sebab kehendak memang ada di dalam diriku tetapi berbuat baik itu tidak ada. Sebab bukan yang baik seperti yang kukehendaki, yang kuperbuat,melainkan yang jahat yang tidak kukehendaki.” (Rm 7:18-19). Pengalaman Paulus ini masih aktual di dalam kehidupan kita masing-masing. Ada potensi untuk berbuat baik sebagai bagian dari rahmat, tetapi kecenderungan untuk berbuat jahat juga besar dan selalu melawan yang baik. Dengan kata lain, dosa selalu ada di dalam diri kita dan dosalah yang melawan kebaikan-kebaikan yang hendak kita lakukan. Paulus merasakan pengalaman rohani ini sekaligus menjadi pergumulan yang besar. Tetapi ia akhirnya menyadari bahwa Yesus Kristuslah yang menjadi satu-satunya Penyelamat. Dialah yang memerdekakan Paulus dari pergumulan bathinnya ini.

Pengalaman pergumulan Paulus memang menjadi juga pergumulan kita semua. Kita pun sering memiliki kecenderungan untuk berbuat baik, menolong sesama yang menderita tetapi di saat yang sama kecenderungan untuk berbuat dosa juga menguasai kita. Paulus memiliki pengalaman bagaimana sulitnya mengontrol anggota-anggota tubuhnya terhadap dosa. Bagaimana ia harus berusaha untuk bermatiraga terhadap segala sesuatu di dalam pelayanannya. Kita pun merasakan hal yang sama. Banyak orang mungkin berniat untuk menolong sesama dan berbuat baik tetapi pada saat yang sama ia melecehkan orang yang dibantu dengan kekerasan verbal dengan angota-anggota tubuhnya. Misalnya tatapan yang menyudutkan orang lain, menyalah gunakan tangan atau kaki. Semua ini merupakan tantangan untuk kita semua. Maka kalau anda mau berbuat baik, hendaknya memiliki sikap lepas bebas, berusaha untuk melepaskan diri dari segala sesuatu yang menghalangi kita untuk berbuat baik.

Apa yang harus kita lakukan? Kita harus pandai membaca tanda-tanda zaman. Tanda-tanda yang kiranya membantu kita untuk memahami semua rencana dan kehendak Tuhan sehingga kita dapat mempersiapkan diri untuk menyambut kedatanganNya. Tentu saja kita harus kembali kepada komitmen pribadi untuk selalu berbuat baik. Konsili Vatican II menekankan bahwa pada setiap zaman gereja memiliki tanggung jawab untuk membaca tanda-tanda zaman dan menafsirkannya dalam terang Injil. (GS, 4). Manusia memang memiliki kemampuan untuk mengerti tanda-tanda alamiah di langit dan bumi tetapi tanda-tanda tidak mengerti tentang tanda-tanda zaman (Luk 12:56). Untuk dapat mengerti tanda kehadiran Kristus maka orang harus terbuka kepadaNya. Keterbukaan kepada Yesus mengandaikan pertobatan yang terus menerus dan kemampuan untuk selalu berbuat baik kepada sesama. Mari, pada hari ini kita jangan berhenti berbuat baik. Teruslah berbuat baik sehingga nama Tuhan dapat dimuliakan di surga dan di bumi.

Doa: Tuhan, terima kasih kami panjatkan kepadaMu atas semua berkat. Engkau memberikan kami tanda-tanda zaman untuk membangun kesadaran iman dan membantu kami untuk semakin mengasihi Engkau di dalam diri Yesus Kristus Tuhan dan pengantara kami. Amen

PJSDB