Betapa sulitnya mengapresiasi teman
Ada beberapa pertanyaan berikut ini
mengawali Food for Thought akhir hari ini: Apakah anda pernah mengapresiasi
temanmu dengan tulus hati? Apakah anda pernah merasa bahagia karena temanmu
sukses? Apakah anda pernah iri hati karena hidup temanmu lebih beruntung dari padamu?
Ketiga pertanyaan ini kiranya mewakili suasana batin kita semua selama kita masih
hidup berdampingan dengan saudara- saudari dan orang lain yang ada di sekitar
kita. Ketiga pertanyaan ini juga menjadi petunjuk apakah kita adalah manusia
yang memiliki kepekaan sosial atau tidak memilikinya. Apakah kita melihat dan
mendengar sesama kita atau tidak.
Sekarang saya mengajak anda untuk berpikir
sejenak: Pikirkanlah dalam acara Bible Sharing selama bulan Kitab Suci Nasional
atau selama pertemuan untuk pendalaman iman di lingkunganmu. Ada berapa orang
yang sangat bebas untuk membagikan pengalamannya (sharing) tanpa takut dan
malu-malu. Namun ada juga orang yang tidak berani membuka mulut untuk sharing
pengalaman dari Sabda Tuhan atau kebaikan Tuhan yang sudah sedang dialaminya. Pengalaman
semacam ini bukan berarti mereka tidak mau sharing, tetapi mulut mereka benar-benar
sudah dikunci oleh sesama yang lain karena ketika mereka sharing, ternyata
sharingnya itu dibantah atau dianggap mengada-ada oleh orang lain. Sebenarnya sharing
pribadi itu tidak boleh dibantah dalam kelompok, itu tidak elok tetapi ada orang
yang kesukaannya memang tidak mau sharing tetapi senang membantah sharing orang
lain. Contoh lain, dalam Lectio Divina, ada berapa orang yang terang-terang menyatakan
apresiasinya untukmu karena sharingmu bagus dan transformatif? Kadang-kadang
tak seorang pun mengungkapkan apresiasinya dengan jujur dan tulus kepadamu.
Orang-orang yang sehari-hari bersama dengan anda ternyata selalu lupa untuk
mengapresiasi dan mendukungmu. Orang-orang yang berada di luar, jauh lebih
mengapresiasi dirimu dan mau mendukungmu supaya anda lebih sukses lagi dalam
segala hal.
Ingatlah, Tuhan Yesus saja ditolak Nazareth
oleh orang-orang sekampung-Nya. Padahal saat itu Dia sudah terkenal di Galilea
karena menghadirkan Kerajaan Allah. Ia mengajar dengan kuasa dan wibawa tidak
seperti para pemimpin Yahudi. Ia membuat tanda-tanda heran seperti yang sakit
disembuhkan, yang buta melihat, yang tuli mendengar, yang lumpuh berjalan, yang
kusta sembuh, setan, roh jahat takluk dan yang mati dibangkitkan. Semua orang
terkagum-kagum dengan Yesus di Galilea dan sekitarnya, tetapi di Nazaret malah
ditolak dan nyaris dibunuh. Yesus mengatakan seorang nabi tidak dihormati di
kampung halamannya. Yesus Tuhan kita diperlakukan demikian apalagi kita para
pengikut-Nya. Hanya saja banyak kali kita para pengikut-Nya malah yang menolak Dia.
Pikirkanlah, apakah anda berani membuat tanda salib di tempat umum? Apakah anda
berani menunjukkan diri atau mengakui diri sebagai pengikut Kristus? Ternyata
masih ada yang malu untuk bersaksi bahwa dia mengikuti Kristus tersalib. Ada
yang malah menyangkal bahwa dia bukan pengikut Yesus Kristus karena takut kursinya
hilang, takut persahabatannya berakhir. Begitulah mentalitas bekicot segelintir
pengikut Yesus Kristus zaman now.
Tuhan memberkatimu,
PJ-SDB