Belajar
dari nabi Yeremia
Belakangan ini media sosial menampilkan sosok-sosok pemuka
agama yang tidak membawa kesejukan dalam masyarakat kita. Ada pemuka agama yang
mengharamkan go food, jersey ‘setan merah’, kue klepon yang tidak islami,
larangan mengunjungi candi Borobudur karena itu menyembah berhala, larangan
memanggil Bunda karena berhubungan dengan ‘Bunda Maria’, larangan menyanyikan
lagu naik-naik ke puncak gunung, larangan menonton drama Korea dan masih banyak
lainnya. Memang aneh tapi nyata dalam masyarakat kita. Pemuka agama mencari
legitimasi dengan komunikasi yang aneh. Di samping itu fenomena para mualaf
yang belum mengerti betul ajaran agama barunya tetapi mencari ‘penggemar’
dengan membenci agama asalnya, yang juga tidak dipahaminya dengan baik. Para
pemuka agama ini memang tidak membawa kesejukan, lebih menjadikan agama sebagai
bahan dagangan. Saya merasa yakin bahwa kita semua mendapatkan
informasi-informasi seperti ini dari media sosial. Sangat meresakan banyak
orang yang berakal sehat.
Pada hari
ini saya terpesona dengan sosok nabi Yeremia. Ketika itu orang-orang Yehuda
jatuh ke dalam dosa. Mereka tegar tengkuk, tidak mendengar suara Tuhan, mereka
menyembah berhala. Situasi seperti ini memang memanggil Yeremia untuk menyuarakan
kebenaran. Apa yang dilakukannya? Ia tidak mengandalkan dirinya tetapi
mengandalkan Tuhan yang mengutusnya. Sebagai utusan Tuhan ia berdoa supaya
Tuhan memberikan kerahimannya kepada orang-orang Yehuda. Inilah doanya: “Ya Tuhan,
kami mengetahui kefasikan kami dan kesalahan nenek moyang kami; sungguh, kami
telah berdosa kepada-Mu. Janganlah Engkau menampik kami, oleh karena nama-Mu,
dan janganlah Engkau menghinakan takhta kemuliaan-Mu! Ingatlah perjanjian-Mu
dengan kami, janganlah membatalkannya! Adakah yang dapat menurunkan hujan di
antara dewa kesia-siaan bangsa-bangsa itu? Atau dapatkah langit sendiri memberi
hujan lebat? Bukankah hanya Engkau saja, ya Tuhan Allah kami, Pengharapan kami,
yang membuat semuanya itu?” (Yer 14:20-22).
Nabi Yeremia
mengajar kita semua untuk sadar diri sebagai orang berdosa, dan rendah hati
untuk memohon pengampunan berlimpah dari Tuhan. Hal penting bagi kita adalah
tahu diri bahwa kita ini orang berdosa sehingga dapat memohon ampun. Kerahiman
Tuhan akan mengalir, menguduskan orang berdosa yang mau bertobat. Andaikan
semua pemuka agama berlaku seperti Yeremia maka dunia ini tentu akan berbeda.
Kebencian dikalahkan oleh kebaikan. Kedamaian mencapai kejayaannya. Mari
belajar dari Yeremia.
Tuhan memberkati kita semua.
P. John Laba, SDB
No comments:
Post a Comment