Bacaan: Roma 11:1-2a.11-12.25-29; Mzm 94:
12-13a.14-15.17-18; Luk 14:1.7-11
“Rendah Hatilah Sebab Kita Hanyalah Debu”
Ada
sebuah baut kecil yang dipasang bersama ribuan baut seukuran untuk menahan
lempengan-lempengan baja di tubuh sebuah kapal besar. Baut kecil ini terancam
untuk lepas dari baut-baut lain dalam sebuah perjalanan melintasi sebuah
samudera yang ganas. Maka baut-baut lain meneguhkannya, “Hati-hati!
Berpeganglah erat-erat. Jika kamu lepas, kami juga akan lepas.” Ternyata
teriakan ribuan baut kecil itu didengar oleh lempengan baja dan seluruh isi
kapal. Maka mereka semua memberi dukungan kepadanya bahwa baut kecil ini juga penting
bagi keselamatan seluruh kapal. Dukungan ini membuat baut kecil merasa dirinya
berharga bersama komponen lain di dalam kapal itu. Dia pun berusaha sekuat
tenaga untuk bertahan demi keselamatan kapal itu. Baut kecil, terlupakan tetapi
penting sekali untk sebuah kapal yang besar.
Baut
kecil yang terlupakan ini ibarat kebajikan kerendahan hati. Mengapa? Kerendahan
hati merupakan sebuah kebajikan yang luhur dan terkadang dilupakan. Kebajikan ini tidak dapat diungkapkan dengan
mulut, tidak dapat diraba tetapi hanya bisa ditunjukkan dan orang melihatnya,
juga dirasakan di saat kita mendengarnya. Rasanya kerendahan hati adalah adalah
kebajikan yang aneh karena begitu kita mengira telah mendapatkannya, kita
kehilangan sifat itu.
Dalam
budaya daerah-daerah sekitar laut tengah, mereka memiliki kebiasaan mencari
tempat terhormat sesuai dengan status sosial mereka. Ketika menghadiri sebuah
pesta perkawinan misalnya, orang secara otomatis berlomba mencari tempat
terdepan. Sikap mencari kedudukan, status sosial dan pujian menjadi bagian yang
tidak terpisahkan dari kehidupan mereka. Di samping itu, tidak ada kata terima
kasih yang boleh diucapkan oleh orang kalau menerima sesuatu. Ia yang menerima
sesuatu dari orang lain harus membalasnya dengan memberi juga.
Ketika
bertamu di rumah pemimpin orang-orang Farisi untuk makan bersama, Yesus
menggunakan kesempatan ini untuk mengoreksi perilaku orang-orang sejamanNya
yang selalu berusaha mencari posisi terhormat pada pesta perkawinan atau pun di
rumah-rumah ibadat. Ia membangun kesadaran baru dalam diri setiap orang untuk
rendah hati dengan berpikir bahwa mungkin masih ada orang lain yang lebih
terhormat daripada dirinya. Orang harus sadar berani memilih tempat yang
terendah. Ketika orang bisa memiliki kesadaran seperti ini, pintu kebahagiaan
juga terbuka baginya: “Sahabat silakan
duduk di depan” dan pribadi seperti ini patut dihormati oleh orang lain.
Tentu
saja “memilih tempat terendah” yang dimaksudkan oleh Yesus bukan tentang
perilaku manusia yang sebenarnya di dalam pesta tetapi Yesus berbicara tentang
sikap yang tepat yaitu rendah hati untuk masuk di dalam Kerajaan Allah:
“Barangsiapa meninggikan diri akan direndahkan; barangsiapa merendahkan diri
akan ditinggikan.” Tuhanlah yang mengetahui kedalaman hati orang dan
menyempurnakan hati manusia sesuai kehendakNya.
Tuhan
juga menghendaki keselamatan semua orang. Ia terus menerus memanggil manusia
kepada kekudusan. Orang yang sombong di sadarkan untuk rendah hati. Paulus
memberi kesaksian bahwa Allah juga tetap memberi kesempatan kepada bangsanya yang
sombong untuk menyadari panggilannya sebagai bangsa terpilih dan diselamatkan.
Sabda
Tuhan hari ini menyapa kita untuk menyadari panggilan luhur kita yang telah
dikuduskan lewat sakramen pembabtisan untuk bersatu dengan Tuhan. Tuhan tidak
akan membuang umatNya. Dan untuk mewujudkan panggilan luhur ini kita perlu
bersikap rendah hati di hadiratNya. Orang-orang yang percaya kepada Tuhan
mengenakan kerendahan hati (Kolose 3:12), berpakaian dengan kerendahan hati
(1Petrus 5:5) dan berjalan dengan kerendahan hati (Efesus 4:1-2). Bersikap
rendah hatilah sebab kita berasal dari tanah!. PJSDB
No comments:
Post a Comment