Ketika Tuhan menghendaki pertobatan
Pada hari ini kita mendengar bacaan
liturgi, bacaaan pertama dari Kisah Para Rasul tentang pertobatan Paulus. Nama
Saulus yang nantinya menjadi Paulus mula-mula ditunjukan oleh Lukas dalam
hubungannya dengan jubah para saksi kemartiran Stefanus (Kis 7:58). Saulus juga
setuju bahwa Stefaus dibunuh dan sejak saat itu Gereja mulai mengalami
penganiayaan yang besar di bawa pimpinan Saulus (Kis 8: 1-3; 9:1-2.13; 22:3-5).
Lukas menggambarkan Saulus berperilaku liar dan tidak berperikemanusiaan.
Niatnya hanya satu: menganiaya dan menghancurkan jemaat gereja perdana yang
saat itu terang-terangan mengakui diri sebagai pengikut Yesus dari Nazaret.
Namun demikian kalau kita membaca
dan memahami kisah pertobatan Saulus menjadi Paulus, kita akan memahami betapa
besar kuasa Allah bagi manusia. Manusia boleh mengandalkan kekuatananya tetapi
di hadirat Tuhan ia akan bertekuk lutut. Kisah pertobatan Paulus dapat dibaca
di Kis 9:1-18; 22:6-21; 26:12-19. Tiga kali Paulus tanpa malu menceritakan masa
lalunya dan bagaimana ia ditangkap Tuhan.
Sekarang mari kita memperhatikan
kisah pertobatan Saulus dalam Kisah Para Rasul 9: 1-18. Setelah Stefanus
dibunuh maka Saulus berencana untuk menghabiskan semua pengikut Yesus dari
Nazaret. Hatinya berkobar-kobar untuk mengancam dan membunuh. Untuk mewujudkan
niatnya maka ia meminta surat kuasa dari Imam Besar dan membawa surat itu kepada
majelis agama Yahudi di Damsyik. Tujuannya adalah kalau ada murid-murid Tuhan,
ia bisa punya kuasa menangkap, menganiaya dan membunuh mereka. Ini benar-benar
niat yang jahat sekali.
Apa yang terjadi dalam perjalanannya
ini? Ketika mendekati kota Damsyik, tiba-tiba ada
cahaya dari langit yang
memancar dengan kuat dan mengelilinginya. Akibatnya ia rebah ke tanah dan tidak
mampu melihat cahaya tersebut. Dalam situasi yang menegangkan ini ia mendengar
suara memanggilnya dan muncul juga dialog menarik ini: “Saulus, Saulus, mengapa
engkau menganiaya Aku?” Adalah sangat menarik karena Saulus bertanya sambil
menyebut kata Tuhan. Ini hanya berlaku bagi orang yang mengakui kebangkitann
Kristus. Saulus menjawab: “Siapakah Engkau, Tuhan?” Suara yang tadi berkata: “Akulah
Yesus yang kau aniaya itu! Tetapi bangunlah dan pergilah ke kota. Di sana akan
dikatakan kepadamu apa yang harus kauperbuat.”
Pengalaman disapa oleh Tuhan dan
cahaya yang mengelilingi Paulus merupakan pengalaman akan Allah. Ia tadinya
hidup dalam kegelapan, kini mengalami pembaharuan hidup dengan sebuah tanda
yaitu menjadi buta. Sama seperti Yesus mengalami kegelapan di dalam liang kubur
selama tiga hari demikian Paulus mengalami kegelapan selama tiga hari dan akan
melihat terang. Ananias diutus Tuhan untuk membawa terang kepadanya, tetapi
Ananias juga meragukan karena Saulus memang memiliki surat kuasa. Tuhan
memberanikan Ananias dengan mengatakan tugas baru yang akan diemban Saulus: “Pergilah sebab orang ini adalah alat
pilihan bagiKu untuk memberitahukan namaKu kepada bangsa-bangsa lain, kepada
raja-raja dan orang Israel. Aku sendiri akan menunjukkan kepadanya, betapa
banyak penderitaanyang harus ia tanggung oleh namaKu”. Ananias pun pergi
dan menyampaikan Saulus tugas perutusannya yakni bahwa Saulus akan melihat dan
penuh dengann Roh Kudus. Saulus pulih, ia dibaptis dengan nama baru Paulus.
Dengan kuasa Roh Kudus, Saulus atau Paulus memiliki keberanian untuk mewartakan
Injil.
Dari Saulus menjadi Paulus.
Kita bersyukur karena Tuhan telah memanggil serta memilihnya menjadi rasul
agung untuk mewartakan Injil di tanah-tanah misi. Sambil memandang Paulus, mari
kita merenungkan panggilan kita masing-masing. Tuhan memilih kita apa
adanya dan menetapkan kita sebagai
alatNya. Kita dapat menjadi tanda dan pembawa kasih Allah kepada sesama manusia. Kita juga dipanggil untuk bertobat seperti Paulus. Sekarang pikirkanlah pertobatanmu. Apakah anda sungguh-sungguh
mengalami Allah dalam hidupmu?
PJSDB
No comments:
Post a Comment