Berbahagialah yang miskin!
Pada hari Minggu Biasa ke-XXIII,
saya berkesempatan untuk merayakan misa kudus di sebuah stasi baru di Paroki
Maria Auxiliadora, Comoro, Dili, Timor Leste. Stasi ini terletak di pinggiran
kali kering Comoro, atau orang setempat menyebutnya Mota Comoro. Pekerjaan utama
penduduk setempat adalah berkebun dan mengumpulkan pasir dan kerikil di kali
kering di depan stasi itu. Maka yang terlintas dalam pikiran kita adalah
orang-orang sederhana dan lebih tepat lagi mereka miskin. Mereka mengalami
kesulitan untuk mendapatkan air bersih, dan makanan secukupnya.
Meskipun masyarakatnya masuk
kategori miskin namun mereka berusaha untuk kaya dalam iman. Mereka bahu
membahu membangun sebuah kapel sederhana untuk memfasilitasi umat setempat.
Kapel sudah selesai dibangun dan masih harus disempurnakan. Temboknya
diperhalus, pengadaan bangku Gereja dan perlengkapan lainnya di dalam Gereja
supaya benar-benar layak untuk menjadi sebuah tempat ibadah. Semua ini masih
dalam taraf perjuangan umat sederhana, bak anawim. Mereka boleh miskin namun
kaya dalam iman! Saya sendiri sampai berangan-angan, kalau saja saya ini
seorang pengusaha maka saya akan membuat kapel ini menjadi indah untuk Tuhan.
Hehe, harus berani bermimpi!
Saya tertarik dengan perkataan
Tuhan Yesus hari ini: "Berbahagialah, hai kamu yang miskin, karena kamulah
yang empunya Kerajaan Allah.” (Luk 6:20). Paus Fransiskus memberi sebuah
komentar yang bagus tentang Sabda Bahagia ini, dengan berkata: “Kekayaan tidak
menjamin apa-apa. Justru ketika kita merasa kaya, kita menjadi puas diri
sehingga kita tidak menyisakan ruang bagi Sabda Allah, bagi kasih akan sesama,
atau bagi kegembiraan akan apa yang paling penting dalam hidup ini. Dengan
demikian, kita sama sekali tidak memperoleh kekayaan terbesar dalam hidup.
Itulah mengapa Yesus menyebut berbahagialah mereka yang miskin dalam roh,
mereka yang miskin hatinya, sebab disanalah Tuhan dapat masuk dengan
kebaruan-Nya yang abadi.” (Gaudete et Exultate, 68). Paus bahkan mengatakan ‘Menjadi
miskin dalam hati itulah kekudusan’ (GE, 70).
Pada hari ini kita berusaha untuk
membaharui diri kita di hadapan Tuhan dan sesama. Banyak kali kita berada di
zona nyaman sehingga tidak ada ruang bagi Tuhan dan Sabda-Nya. Banyak kali kita
tidak memiliki hati untuk mengasihi kaum miskin yang ada di sekitar kita.
Padahal pada wajah kaum miskin itu kita berjumpa dengan Yesus yang hidup di
tengah-tengah kita saat ini.
PJ-SDB
No comments:
Post a Comment