Hari Sabtu,
Pekan Biasa XIII
Kej 27:
1-5.15-29
Mzm
135:1-2.3-4.5-7
Mat 9:14-17
Berpuasa atau Berpesta?
Pada suatu kesempatan saya ditanya oleh seorang sahabat
tentang makna puasa menurut ajaran Gereja Katolik. Dalam tradisi Gereja Katolik
berpuasa selalu dipahami sebagai usaha pribadi untuk mengurangi jumlah makan,
dalam arti hanya makan kenyang satu kali dalam sehari. Mengapa demikian? Karena
Gereja menghendaki agar setiap pengikut Kristus sebagai anggota Gereja dapat
memiliki semangat pertobatan, penyangkalan diri dan membangun semangat
menyerupai Kristus yang menderita di kayu salib. Berpuasa itu seperti berbela rasa dengan sesama yang menderita. Ini adalah pemahaman umum
tentang berpuasa. Namun demikian apakah berpuasa hanya memiliki makna seperti
ini? Sebenarnya berpuasa tidak hanya memiliki makna seperti ini. Berpuasa dapat
memiliki makna lain dalam wujud aksi puasa yakni melakukan perbuatan-perbuatan
kasih seperti menolong orang-orang miskin, mengunjungi orang-orang sakit, di
penjara dan perbuatan kasih lainnya. Ternyata aksi nyata puasa ini belum juga
cukup. Puasa menjadi sempurna ketika
setiap orang sungguh merasa akrab dan
dekat dengan Tuhan. Hal ini tentu mengandaikan adanya pertobatan yang terus menerus
dari pihak kita sebagai manusia di hadirat Tuhan. Bagaimana membangun keakraban
dengan Tuhan? Ada banyak cara misalnya dengan berdoa. Doa yang betul-betul
tulus oleh orang benar akan didengar oleh Tuhan. Selain doa, kita juga dapat beramal dan
berpuasa.
Pada hari Penginjil Matius memberi kesaksian bahwa para murid
Yohanes Pembaptis bertanya kepada Yesus: "Kami dan orang-orang Farisi
berpuasa tetapi mengapa murid-muridMu tidak?" Yesus menjawab mereka:
"Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berduka cita selama mempelai
itu ada bersama mereka? Tetapi akan tiba saat ya mempelai itu diambil dari
mereka, dan sejak saat itulah mereka akan berpuasa." Orang-orang Yahudi
setiap tahun memiliki dua hari puasa utama dan empat hari puasa kecil. Dua hari
puasa utama adalah Yom Kippur dan Tisha B'Av yang berakhir hanya dua puluh
empat jam. Puasa ini dimulai pada saat matahari terbenam sampai setelah
matahari terbenam hari berikutnya. Orang tidak dapat makan, minum, menggosok
gigi, mandi dan menyisir rambut. Puasa kecil hanya untuk seharian saja. Para
murid Yohanes mempraktekkannya demikian juga orang Farisi sedangkan para murid
Yesus tidak mempraktekkannya. Hal ini tentu melawan kebiasaan di dalam agama Yahudi. Oleh
karena itu para murid Yohanes mempertanyakannya kepada
Yesus.
Yesus sendiri tidak menjawab pertanyaan para murid Yohanes.
Ia justru mau mengatakan kepada mereka bahwa diriNya adalah mempelai yang
sedang ada bersama para muridNya. Maka selama Yesus masih ada bersama para muridNya, hendaknya yang ada di antara mereka adalah sukacita. Dalam bacaan Injil juga Yesus mengatakan diriNya sebagai
anggur baru yang harus di simpan di dalam kantong yang baru. Anggur adalah
simbol kasih dan sukacita. Maka selama Yesus masih berada di tengah-tengah para
muridNya, hendaknya ada kasih dan sukacita. Ketika Yesus mengalami paskah
dengan menderita, sengsara dan wafat di kayu Salib maka para murid boleh
berduka. Yesus mengatakan kepada para muridNya untuk berpuasa pada saat yang
tepat. Puasa di sini identik dengan membangun semangat pertobatan.
Kehadiran dan penyertaan Yesus adalah sebuah janji yang Ia
berikan kepada para muridNya. Ketika mengutus para muridNya untuk menjadi
pewarta Injil ke seluruh dunia, ia berkata: "Aku akan menyertai kamu
hingga akhir zaman" (Mat 28:20). Kehadiran dan penyertaan Tuhan Yesus
hendaknya menjadi sumber sukacita bagi Gereja. Tuhan sendiri berjanji dan Dia
sendiri tidak pernah ingkar janji. Apakah ada sukacita di dalam Gereja?
Belakangan ini Gereja ditantang habis-habisan, laksana ada badai besar yang
nyaris menghancurkannya. Kasus demi kasus bermunculan sebagai tanda bahwa
Gereja ada di dunia dan kuasa kejahatan tetap mencari cela untuk menghancurkan.
Tetapi Gereja didirikan oleh Tuhan Yesus. Dia sendiri tetap ada dan memberi
sukacita di dalamnya. Semua ini karena kuasa yang diberikan Bapa kepadaNya
sebagai Putera Allah. Oleh karena itu hal terpenting bagi kita adalah bukan
berpuasa tetapi bersukacita karena Yesus ada di tengah-tengah kita. Prinsip
kita adalah feasting not fasting!
Di dalam bacaan pertama kita mendengar tentang kuasa yang
diberikan bapa kepada anak. Ishak, putra Abraham sudah menjadi tua dan
buta. Ia berniat untuk memberikan berkat Tuhan dalam dirinya kepada
keturunannya. Ia memiliki dua orang putera yakni Esau sebagai putra sulung dan
Yakub putra bungsu. Tuhan menghendaki Yakub sebagai putra bungsu yang menerima
berkatNya melalui Ishak. Ibunya Yakub yakni Ribka membantu sebuah kecurangan
dalam mata manusiawi tetapi rencana Tuhan tetap akan terlaksana. Kita mengingat
kata-kata Tuhan sendiri: "Sebab rancanganKu bukanlah rancanganmu, dan
jalanmu bukanlah jalanKu" (Yes 55:8). Dan terjadilah bahwa Yakub diberkati sedangkan Esau tidak. Nah berkat dan kutuk akan tetap berdampingan selamanya. Dalam bahasa Italia ada dua kata di sini: Benedizione (berkat) dan Maledizione (kutuk). Kedua kata dengan awalan yang berbeda tetapi akhirannya sama.
Sabda Tuhan pada hari Sabtu ini mengarahkan kita untuk merasakan
kehadiran Tuhan sebagai sumber kasih dan sukacita. Tuhan tidak menghendaki
adanya kesedihan atau sesuatu yang "berbau puasa" karena Ia sendiri
yang menyertai kita hingga akhir zaman. Tuhan Yesus laksana anggur baru yang
harus di simpan di dalam diri kita sebagai kantong baru. Kita semua dibaptis
dan menjadi satu denganNya. Biarlah Dia bersemayam di dalam diri kita sebagai
kantong baru. Pertanyaannya adalah apakah kita layak menjadi kantong baru bagi
Tuhan Yesus, sang anggur baru? Kita percayakan semua ini pada rancangan Tuhan,
bukan rancangan kita sebagai manusia.
Doa: Tuhan, Bapa di dalam Surga. Bantulah kami untuk menerima
kehadiran dan penyertaanMu sebagai anggur baru di dalam diri kami. Amen
PJSDB
No comments:
Post a Comment