Dari Elisa saya belajar
Pada hari ini saya tertarik untuk merenung
sejenak tentang kehidupan nabi Elisa yang dipilih Tuhan untuk mengganti Nabi Elia.
Nama Elisa (bahasa Ibrani: אֱלִישַׁע, Elišaʿ) berarti "Allah (Elohim)-ku
adalah keselamatan". Allahku adalah keselamatan. Nama ini menunjukkan jati
dirinya sebagai nabi yang nantinya mewartakan Allah sebagai keselamatan.
Menarik untuk merenung tentang panggilannya
sebagai nabi untuk mengganti Elia. Pada saat itu dia sedang bekerja sebagai
petani di ladang bersama ternak-ternaknya yang membantunya untuk membajak lahan
yang akan ditanaminya. Elia lewat dan tanpa basa-basi melemparkan jubahnya kea
rah Elisa. Elisa mengerti maksud Elia bahwa jubah yang dilempar ke arahnya
menunjukkan sebuah ajakan, panggilan untuk menjadi serupa dengannya, tentu saja
sebagai nabi. Elisa sadar diri bahwa dia berasal dari sebuah keluarga maka dia
mau berpamintan dengan keluarganya, khususnya sang ayah sebagai kepala keluarga.
Elisa tetap mengingat apa yang dilakukan oleh Elia. Elisa siap untuk menjalan
petualangan baru. Untuk itu dia harus berani melepaskan diri dari semua yang
dia miliki. Dia mengambil pasangan lembu dan menyembelihnya. Kayu bajaknya saja
dia pakai untuk memasak. Dagingnya ia tidak makan sendiri tetapi membaginya
kepada para pekerja dan mereka makan bersama. Setelah tidak memiliki apa-apa
baru dia mengikuti Elia sebagai pelayan.
Kisah Elisa membuat kita mengenang seorang
pemuda yang datang dan bertanya kepada Yesus, syarat untuk masuk surga. Tuhan
Yesus berkata: "Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala
milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh
harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku." (Mat 19:21).
Kalau mau ikut Tuhan maka harus berani melepaskan segalanya supaya bisa
menyerahkan diri hanya bagi Tuhan. Ini yang sedang dialami oleh orang-orang
yang mengikuti Yesus dari dekat dalam hidup bakti.
Pada hari ini saya melihat kembali perjalanan
panggilan saya sebagai seorang Salesian dari 24 Juni 1989-13 Juni 2020 ini.
Saya masuk dalam komunitas Salesian saat berusia 19 tahun. Usia ini masih tergolong
muda saat itu. Saya merasa bahwa Tuhan memanggil saya untuk ikut melayaninya.
Tentu saja panggilan ini bertumbuh di dalam rumah sendiri. Orang tua saya bukan
orang yang rajin ke Gereja, mereka hanya orang katolik biasa-biasa saja. Tetapi
dari situ saya belajar bagaimana menjadi orang katolik yang biasa-biasa menjadi
luar biasa. Saya percaya diri bahwa Tuhan pasti memanggil saya untuk mengikuti
jalan-Nya. Dan semuanya berjalan sampai hari ini.
Elisa mengajar saya beberapa hal: Pertama, Tuhan
memanggil saya pada situasi saya yang nyata. Saya bukan sedang berdoa atau berdevosi.
Saya sebagai seorang pemuda yang biasa-biasa saja seperti Elisa. Kedua, Elisa berani
dan percaya akan rencana Tuhan. Mantel Elia menandakan kuasa Tuhan yang harus
diikuti Elisa. Maka ketaatan hidup itu penting dan harus. Ketiga, Elisa berani
meninggalkan segalanya dan dia tidak menyesal. Pikirkan, bahkan kayu yang
dipakai sebagai alat bantu untuk membajak saja dia potong untuk menjadi kayu
bakar, memasak dan membagi makanan kepada orang lain. Keempat, Elisa tidak
menyesal menjadi miskin. Dia malah bahagia untuk melayani Tuhan sebagai nabi.
Elisa benar-benar menunjukkan semangat untuk menyelamatkan sesama manusia.
Tuhan memberkati kita semua
P. John Laba, SDB
PJ luar biasa ��
ReplyDelete