Keluarga dan Salib
Selama beberapa hari terakhir ini saya membaca sebuah buku berjudul ‘The Storm-Tossed Family", karangan Russel More dan diterbitkan tahun 2018 yang lalu. Russel More adalah seorang Luteran maka gaya penulisan dan pendekatannya banyak mengutip pokok-pokok pemikiran Marthin Luther, tokoh reformasi Protestan. Dari bagian awal buku ini sang penulis mulai dengan membahas ‘Keluarga di tengah badai’. Bagian awal ini kiranya menjadi judul buku ‘The Storm-Tossed Family’. Beliau menulis: “Keluarga adalah sumber dari berkat yang memberi hidup dan juga kengerian yang besar yang terjadi pada saat yang bersamaan. Ketika memandang Salib, kita juga menemukan hal yang sama. Pada salib kita melihat kutuk dosa yang mengerikan, penghakiman Allah dan berkat Allah untuk menyelamatkan dunia. Keluarga kita bisa penuh dengan sukacita, tetapi akan membuat kita rentan dengan penderitaan. Sukacita dan dan penderitaan ini menunjukkan kepada kita tempat yang sama yaitu salib.”
Pada malam hari ini saya memberi pengajaran Injil Hari Minggu Biasa ke-XXII/A yang bisa dilihat di link Youtubeku ini: https://youtu.be/0LrTAYmutLI Tuhan Yesus menunjukkan diri-Nya sebagai Anak Manusia yang harus menderita, dibunuh dan pada hari ketiga akan bangkit dan masuk dalam kemuliaan Allah. Tuhan Yesus sendiri sudah tahu bahwa Ia akan mengalami penderitaan namun Ia tetap setia menerima dan mengalami salib. Kita tentu sangat berbeda dengan Tuhan Yesus. Kita berusaha untuk mengelak penderitaan, tidak siap untuk memikul salib sambil mengikuti Yesus. Padahal Tuhan Yesus menghendaki agar kita menyangkal diri dan mengikut Dia dari dekat.
Setiap keluarga memiliki salib. Ada kebahagiaan yang menjadi tujuan utama berkeluarga namun keluarga sendiri harus siap untuk mengalami salib. Ada berkat yang memberi hidup tetapi juga kengerian salib. Para suami dan isteri lebih mengalaminya. Ketika tinggal bersama sebagai pasangah hidup baru merasakan jatuh cinta yang benar. Keaslian masing-masing pribadi akan nampak dengan jelas. Kadang mengecewakan, tidak sesuai harapan tetapi itu adalah panggilan dan pilihan maka jalanilah dengan sukacita. Ada keluarga, ada salib! Dia yang tersalib itu tetap mencintai keluarga meskipun pasutri berada di tengah badai.
Santa Monika selalu menjadi inspirator setiap keluarga untuk coba bertahan lagi, mulai menata kembali keluarga yang berada di tengah badai. Percayalah bahwa badai pasti dapat diteduhkan. Demikian Tuhan juga akan melakukan yang sama dalam keluarga yang berusaha untuk bertahan dan mempercayakan diri kepada Tuhan. Santa Monika membuktikannya. Pada akhir hidupnya ia hanya berkata: “Tak ada suatu apapun yang menarik hatiku sebab aku sudah mencapainya dengan sempurna.” Pencapaiannya adalah berkat air matanya Agustinus bertobat dan Patrisius juga berubah secara radikal. Ada keluarga, ada salib.
Tuhan memberkati keluargamu.
PJ-SDB
No comments:
Post a Comment