1Kor 1:17-25
Mzm 33:1-2.4-5.10ab.11
Mat 25:1-13
Salib adalah kekuatan dari Allah!
Menunggu itu suatu pekerjaan yang berat. Orang harus memiliki sikap rela berkorban. Orang mengorbankan waktu, pekerjaan untuk menunggu kedatangan pribadi atau orang yang ditunggu atau menunggu kendaraan untuk bepergian. Coba pikirkan saat menunggu kedatangan seorang sahabat. Dia terlambat karena kemacetan lalu lintas tetapi tidak menelpon atau mengirim pesan singkat. Tentu ada perasaan resah, kesal dan perasaan lainnya dan kadang orang tidak sabar menunggu. Ini memang sangat manusiawi tetapi sungguh terjadi. Atau coba pikirkan saat-saat melelahkan ketika menunggu penerbangan yang delay di airport. Apabila pesawat tersebut menginformasikan terlebih dahulu delay-nya maka orang kelihatan lebih siap untuk menerima kenyataan, tetapi kalau lambat apalagi pada menit terakhir pramugari baru meminta maaf karena “alasan operasional” maka biasanya menimbulkan sungut-sungut dan marah. Orang dapat saja menjadi bijakasana dan boleh mengerti keadaan atau orang dapat juga menjadi bodoh dan tidak mau kompromi dengan keadaan.
Semangat sebagai orang yang menanti kedatangan seseorang atau kendaraan tertentu hendaklah selalu dan harus dimiliki oleh setiap orang. Penginjil Matius memberi kesaksian: Yesus sungguh-sungguh menyiapkan para muridNya untuk mengerti dan memiliki semangat menanti setiap saat. Yesus mengingatkan para muridNya untuk berjaga-jaga atau bersiap siaga menanti kedatangan Anak Manusia. Ia memberi perumpamaan supaya orang selalu bijaksana dalam menanti kedatangan Tuhan.
Yesus menceritakan sebuah perumpamaan ini. Hal Kerajaan Surga itu seumpama sepuluh gadis yang mengambil pelitanya dan pergi menyongsong pengantin. Ada lima gadis yang bijaksana dan lima yang lainnya bodoh. Gadis-gadis yang bijaksana membawa pelita dan minyak sedangkan gadis-gadis bodoh hanya membawa pelita tanpa minyak di dalam buli-bulinya. Pengantin terlalu lama di tempat pesta dan tidak diketahui kapan tepatnya ia kembali ke rumah sehingga kesepuluh gadis itu tertidur. Sambil menikmati istirahat malam, terdengarlah suara berseru, “Pengantin datang dan sambutlah dia”. Kesepuluh gadis itu terbangun. Lima gadis bijaksana menyalakan pelita sedangkan kelima gadis bodoh dan sudah ketiduran menyalakan pelita tetapi sia-sia karena tanpa minyak. Mereka meminta kepada kelima rekan yang bijaksana tetapi tidak diberikan, mereka keluar dan membelinya tetapi terlambat dan pintu rumah ditutup. Tuan rumah berkata kepada gadis-gadis yang bodoh, “Sungguh, aku berkata kepadamu, aku tidak mengenal kalian”.
Hal kedatangan Anak Manusia untuk mengadili orang yang hidup dan mati pada akhir zaman tidak diketahui dengan pasti. Oleh karena itu orang harus berjaga-jaga, bersiap siaga dan bijaksana di dalam hidupnya. Setiap orang hendaknya bijaksana dan pelitanya hendaknya tetap menyala. Setiap orang mesti setia dalam hidupnya artinya ia hidup bijaksana. Orang yang tidak setia dalam hidupnya, ia juga tentu tidak bijaksana atau bodoh. Dua kriteria ini sebelumnya juga digunakan Yesus ketika menutup diskursusnya di atas bukit Sabda Bahagia (Mat 7:24-27). Orang yang bijaksana adalah orang yang mendengar Sabda dan melakukannya di dalam hidup. Orang bodoh atau tidak bijaksana adalah orang yang mendengar Sabda tetapi tidak melakukannya di dalam hidup. Orang yang bijaksana akan selalu siap dengan pelita yang menyala dan Tuhan akan berkata kepadanya, “Aku mengenal engkau”. Sedangkan orang yang bodoh akan tetap dalam kegelapan dan Tuhan akan berkata kepadanya, “Aku tidak mengenal engkau”.
Apa yang harus dilakukan supaya dalam masa penantian ini orang tetap hidup bijaksana atau hidup dalam terang? Ada satu syarat yang diberikan oleh Paulus dalam bacaan pertama yaitu supaya setiap orang terbuka hatinya untuk menerima Yesus di dalam hidupnya. Paulus mengakui bahwa dirinya diutus bukan untuk membaptis melainkan untuk mewartakan Injil. Yesus yang diwartakan dalam Injil adalah Dia yang tersalib. Salib adalah kebodohan bagi mereka yang merasa bijaksana secara manusiawi dan akan binasa tetapi bagi orang yang dianggap bodoh oleh manusia, salib adalah kekuatan Allah. Maka hal yang terpenting di sini adalah orang perlu memiliki kebijaksanaan dari Tuhan bukan dari manusia. Orang yang bijaksana dari Tuhan akan merendahkan dirinya dan siap memikul salib seperti Yesus sendiri. Orang yang bijaksana dari dirinya sebagai manusia, dia akan menyombongkan dirinya dan tidak akan menerima salib.
Pertanyaan selanjutnya adalah apa makna salib bagi para pengikut Kristus? Salib bukan hanya sebuah simbol berupa palang kayu yang kasar. Salib adalah segala duka dan kecemasan, segala penderitaan yang dialami setiap pribadi supaya pribadi lain menjadi bahagia. Orang yang bijaksana adalah orang yang siap memikul salib, menderita dan berkorban supaya sesamana menjadi baik dan bahagia. Misalnya, salib seorang isteri adalah segala pengorbanan dirinya, doa-doa, rasa malunya supaya suaminya dapat bertobat. Dan kalau suaminya bertobat maka salib itu sungguh-sungguh agung. Salib bagi seorang suami adalah segala pengorbanannya bekerja dan mencari uang sehingga anaknya yang malas dan nilainya merah berubah menjadi rajin dan memiliki nilai yang bagus. Salib bagi anak-anak adalah semua pengurbanan diri supaya orang tua mereka tetap setia di dalam menghayati sakramen perkawinan mereka. Yesus berkata, “Barangsiapa mau mengikuti Aku, ia harus menyangkal diri dan memikul salibnya hari demi hari.” (Mat 16:24). Apakah anda dan saya siap memikul salib sebagai kekuatan dari Allah?
Doa: Tuhan, semoga aku mampu memikul salibku. Amen
PJSDB
No comments:
Post a Comment