Hari Senin, Pekan Biasa ke-XXXI
Peringatan wajib St. Karolus
Borromeus
Rm. 11:29-36
Mzm. 69:30-31,33-34,36-37
Luk. 14:12-14
Undanglah
orang-orang miskin!
Di banyak tempat ada sebuah
kebiasaan yang disebut rekadu. Rekadu biasa dilakukan oleh tuan pesta dengan
mengundang keluarga, kerabat dan sahabat kenalan supaya menghadiri pesta
tertentu di dalam keluarga. Biasanya ada seorang yang dipercayakan pihak
keluarga untuk membuat daftar nama para undangan dimaksud. Dia akan berjalan
dari rumah ke rumah untuk menyampaikan undangan pihak keluarga. Para undangan
bisanya datang dengan membawa sesuatu untuk mendukung tuan pesta. Daftar rekadu
ini tetap akan menjadi pegangan setiap keluarga supaya di kesempatan lain
mereka akan saling mengundang lagi. Saya pernah mengalaminya dalam rekadu
pernikahan, ulang tahun, pembaptisan dan komuni pertama. Tentu saja rekadu ini
memberi dampak yang sangat positif terutama dalam usaha untuk mempersatukan
setiap anggota keluarga atau rumpun keluarga. Usaha untuk saling membalas budi
baik juga menjadi salah satu nilai positif dalam relasi sebuah keluarga.
Kebiasaan rekadu juga pernah
menjadi sebuah kebiasaan di daerah-daerah di sekitar Laut Tengah (mediterranean
sea). Masyarakat setempat memiliki kebiasaan untuk merekadu atau mengundang
keluarga, sahabat kenalan dan orang-orang kaya untuk berpartisipasi dalam
sebuah acara keluarga. Membalas undangan adalah sebuah tindakan yang baik
karena dapat mempererat tali silaturahmi antar keluarga. Kebiasaan ini tetap
berlangsung hingga zaman Tuhan Yesus. Sebab itu Tuhan Yesus mau memberi catatan
kritis dan koreksi penting supaya orang-orang pada masanya dapat berubah secara
radikal dalam memberi rekadu tertentu.
Pada hari ini kita mendengar
Yesus menegur seorang Farisi yang mengundang Dia untuk makan Bersama. Sambil
duduk dan maka Bersama Yesus menasihatinya: "Apabila engkau mengadakan
perjamuan siang atau perjamuan malam, janganlah engkau mengundang
sahabat-sahabatmu atau saudara-saudaramu atau kaum keluargamu atau
tetangga-tetanggamu yang kaya, karena mereka akan membalasnya dengan mengundang
engkau pula dan dengan demikian engkau mendapat balasnya.” (Luk 14:12). Mungkin
orang Farisi ini kaget dengan perkataan Yesus ini sebab saling mengundang
seperti ini sudah membudaya. Ini adalah kesempatan untuk berkumpul bersama,
mengikat persatuan di antara rumpun-rumpun keluarga. Ini memang hal yang positif
secara manusiawi namun bukan secara ilahi. Ada sesuatu yang kurang yaitu
perhatian kepada orang-orang kecil yakni mereka yang miskin dan lemah.
Untuk itu Tuhan Yesus mengatakan:
“Tetapi apabila engkau mengadakan perjamuan, undanglah orang-orang miskin,
orang-orang cacat, orang-orang lumpuh dan orang-orang buta. Dan engkau akan
berbahagia, karena mereka tidak mempunyai apa-apa untuk membalasnya kepadamu.
Sebab engkau akan mendapat balasnya pada hari kebangkitan orang-orang
benar.”(Luk 14:13-14). Mungkin mengherankan bagi orang Farisi ini sebab dia
sudah terbiasa mengundang maka orang-orang terkenal. Tiba-tiba diminta Yesus
untuk mengundang orang-orang miskin, cacat, lumpuh dan buta. Ini bertentangan
dengan kebiasaan yang sudah lama mereka miliki. Namun Tuhan Yesus memiliki
maksud yang indah. Ia mengubah cara pandang mereka supaya mereka juga berubah
untuk menjadi serupa dengan Yesus.
Tuhan Yesus dikenal memiliki
sahabat-sahabat dekat yaitu orang-orang miskin, orang-orang sakit seperti orang
cacat, lumpuh, buta dan kaum pendosa. Ia memilih mereka menjadi sasaran
perutusan-Nya sebab tidak ada banyak orang pada zaman-Nya yang menunjukkan
keprihatinan dan perhatian kepada golongan manusia seperti ini. Dia melakukan
karya-Nya ini dengan penuh kesadaran dan memenangkan jiwa-jiwa mereka. Yesus
melayani mereka namun Ia tidak pernah menjadi cacat, lumpuh, buta dan pendosa.
Pelayanan-Nya justru mengubah mereka menjadi baru, dan menyandang predikat
sebagai anak Allah.
Sikap Yesus sebagai gembala baik
ini yang patut kita ikuti. Kita butuh semangat pastoral gembala baik di mana
keprihatinan Yesus menjadi keprihatinan kita. Kita sebagai Gereja haruslah
mencari mereka yang miskin dan yang tersesat di dalam hidupnya. Paus Fransiskus
mengajak para gembala supaya menjadi gembala yang berbau domba. Gembala yang
berbau domba pasti mengenal domba-dombanya. Gereja yang tidak menunjukkan
keprihatinan kepada orang-orang miskin, bukan lagi menjadi karakter Gereja
Katolik yang benar. Gereja harus mengabdi kepada kaum miskin. Kita mengenal
semangat option for the poor sepanjang zaman dan menjadi sebuah karakter Gereja
Katolik.
Santu Paulus dalam suratnya
kepada jemaat di Roma mengingatakan: “Allah tidak menyesali kasih karunia dan
panggilan-Nya. Sebab sama seperti kamu dahulu tidak taat kepada Allah, tetapi
sekarang beroleh kemurahan oleh ketidaktaatan mereka, demikian juga mereka
sekarang tidak taat, supaya oleh kemurahan yang telah kamu peroleh, mereka juga
akan beroleh kemurahan.” (Rm 11:29-31). Ini adalah jalan bagi kita semua untuk
bertumbuh menjadi anak-anak Allah. Semua karena kasih dan kemurahan-Nya.
Orang-orang yang tidak taat dijadikannya taat supaya mengalami keselamatan
abadi. Ini memang rencana dan pikiran-Nya bukan pikiran kita. Hal yang menarik
perhatian kita adalah ketika Paulus mengatakan: “Segala sesuatu adalah dari
Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai
selama-lamanya!” (Rm 11:36).
Kita memohon rahmat pembaharuan
diri melalui St. Karolus Boromeus yang pestanya kita rayakan pada hari ini.
Beliau pernah berkata: “Hendaklah semua perbuatanmu dilakukan dengan cinta”.
Dari Carolus Boromeus kita belajar untuk membangun semangat Gereja untuk
melayani orang miskin dengan tinggal bersama mereka. Carolus Boromeus laksana
gembala berbau domba karena dia hidup dan meninggal di tengah kaum miskin yang
dilayaninya. Ini adalah ungkapan kekaguman terhadap orang kudus ini: “Kasih
mendorong ia mengosongkan isi rumahnya dan meninggalkan segala kekayaannya
untuk memenuhi kebutuhan mereka yang membutuhkan, menopang mereka yang lapar,
untuk memberikan pakaian dan meringankan beban orang sakit. Ia mendirikan
institusi yang bertujuan untuk memberi pertolongan sosial dan membantu mereka
yang membutuhkan; tetapi kasihnya bagi orang miskin dan menderita bersinar
dalam cara yang luar biasa selama wabah tahun 1576, ketika Uskup Agung suci ini
memilih untuk tinggal di tengah umatnya untuk menyemangati mereka, meyalani dan
membela mereka dengan senjata doa, silih, dan kasih.”
St. Carolus Boromeus, doakanlah
kami. Amen.
PJ-SDB
No comments:
Post a Comment