HARI RAYASEMUA ORANG KUDUS
Why. 7:2-4,9-14
Mzm. 24:1-2,3-4ab,5-6
1Yoh. 3:1-3
Mat. 5:1-12a
Memandang wajah
Tuhan selamanya
Pada hari ini Gereja Katolik
merayakan Hari Raya Semua orang kudus. Gereja Katolik mengenang semua orang
yang pernah hidup di dunia ini, hidup mereka sebagai manusia yang luar biasa karena
kebajikan-kebajikan mereka sehingga layak disapa orang kudus. Mereka adalah
orang-orang yang semasa hidupnya meneladani Kristus sampai ke titik yang
heroik, demikian pula martir, yang bahkan mencontoh Kristus sampai kepada
menyerahkan hidupnya demi iman mereka kepada Kristus. Hidup mereka selalu
terarah hanya kepada Tuhan. Tujuan hidup mereka di dunia ini adalah berusaha
untuk ‘melihat Dia yang tidak kelihatan’ (Ibr 11:27; 2Kor 4:18). Gereja Katolik
mengenal orang-orang kudus sebagai perantara doa-doa kepada Tuhan Allah melalui
Tuhan Yesus sebagai satu-satunya Pengantara kita.
Bagaimana proses seseorang mendapat
gelar sebagai orang kudus? Pertama, sebagai Servant of God (Hamba
Allah): Proses ini dimulai di keuskupan di mana calon orang kudus itu pernah
tinggal hingga akhir hayatnya. Semua orang yang mengenalnya diharapkan memberi
kesaksian akan hal kebajikannya. Semua informasi akan dikomunikasikan pihak
keuskupan kepada Kuria Kepausan (Curia Romana). Curia Romana akan menunjuk seorang
postulator untuk melanjutkan proses-proses yang ada. Calon orang kudus lalu
disapa: Hamba Allah. Proses kedua, diadakan Pernyataan tak ada tahyul
(deklarasi non kultus). Pada proses ini jenazah sang hamba Allah ini dapat
diperiksa dan selanjutnya diterbitkanlah sebuah pernyataan non kultus.
Pernyataan ini membantu umat supaya tidak menyembahnya tetapi bahwa semua penyembahan
hanya tertuju kepada Tuhan Allah saja.
Proses ketiga, Sang Hamba Allah
mendapat gelar Venerable (Yang Terhormat). Setelah melewati tahap Hamba Allah
dan Deklarasi non kultus ini maka Bapa Suci dengan bantuan Postulator yang sudah
ditentukan oleh Curia Romana akan mengumumkan teladan kebajikan dari Hamba
Allah. Kebajikan-kebajikan yang berhubungan dengan kebajikan ilahi yakni iman,
pengharapan dan kasih. Demikian juga kebajikan-kebajikan pokok seperti
kebijaksanaan, keadilan, keberanian, dan pengendalian diri, hingga sampai pada
tingkat yang heroik. Biasanya ada teks doa yang dapat dipakai umat untuk
memohon rahmat Tuhan melalui perantaraan Venerable.
Proses keempat, sang Venerable
mendapat gelar Beato atau Beata (yang Terberkati). Proses ini disebut juga
beatifikasi. Proses beatifikasi menandakan babak baru bahwa sang Beato atau
Beata dipercaya sudah berada di dalam surga. Bagi Beato dan Beata martir maka proses
berlanjut tanpa butuh mukjizat tertentu sebab ia sudah menumpahkan darahnya. Kalau
bukan martir maka butuh sebuah mukjizat dari doa-doa ketika dia masih Venerable
sebagai bukti bahwa dia sudah berada di dalam surga. Proses kelima, san Beato
atau Beata dikanonisasi menjadi Santu dan Santa di dalam Gereja Katolik. Untuk
menjadi santu dan santa masih diperlukan satu mukjizat lagi. Kanonisasi sendiri
merupakan sebuah pernyataan dari Gereja, bahwa Santo dan Santa tersebut telah
berada di Surga, dan memandang Allah dalam Beatific Vision. Setelah mendapat
gelar santu dan santa maka kita dapat merayakan pesta Namanya.
Lihatlah bahwa proses untuk mendapat
gelar kudus itu membutuhkan waktu yang lama dan tentu dengan biaya yang sangat
besar. Kolaborasi umat yang berdoa kepada Tuhan dan mendapat mukjizat dengan
perantaraan Venerable dapat mempercepat seorang menjadi Beato dan Beata serta
Santo dan Santa. Itulah sebabnya tidak banyak orang yang mendapatkan gelar-gelar
ini di dalam Gereja. Namun demikian, dengan perayaan semua orang kudus ini,
Gereja juga mengenal orang-orang lain yang tidak terdaftar resmi di dalam
Gereja namun mereka sudah berada di dalam surga dan memandang Allah dengan
matanya sendiri (beatific vision).
Bacaan-bacaan Kitab Suci pada
hari ini mengajak kita untuk melewati jalan yang pasti untuk memandang Allah
dengan mata kita sendiri. Penulis Kitab Wahyu dalam bacaan pertama memiliki
visi yang tajam tentang para kudus dan martir. Ia bersaksi begini: “Kemudian
dari pada itu aku melihat: sesungguhnya, suatu kumpulan besar orang banyak yang
tidak dapat terhitung banyaknya, dari segala bangsa dan suku dan kaum dan
bahasa, berdiri di hadapan takhta dan di hadapan Anak Domba, memakai jubah
putih dan memegang daun-daun palem di tangan mereka. Dan dengan suara nyaring
mereka berseru: "Keselamatan bagi Allah kami yang duduk di atas takhta dan
bagi Anak Domba!" (Why 7:9-10). Penulis
Kitab Wahyu juga bersaksi tentang orang-orang yang memakai jubah putih di
hadapan takhta: “Mereka ini adalah orang-orang yang keluar dari kesusahan yang
besar; dan mereka telah mencuci jubah mereka dan membuatnya putih di dalam
darah Anak Domba.” (Why 7:14).
St. Yohanes dalam bacaan kedua
mengingatkan kita tentang kekudusan hidup sebagai Anak Allah semasih di dunia
ini dan akan mengantar kita untuk melihat Kristus dalam keadaan-Nya yang
sebenarnya. Bagi Yohanes, ini adalah kasih yang agung dari Allah Bapa kepada
kita supaya sungguh-sungguh menjadi Anak Allah. Sebagai anak-anak Allah kita di
dunia ini, kita belum mampu melihat Yesus dengan mata kita sendiri. Yohanes
mengajak kita: “Saudara-saudaraku yang kekasih, sekarang kita adalah anak-anak
Allah, tetapi belum nyata apa keadaan kita kelak; akan tetapi kita tahu, bahwa
apabila Kristus menyatakan diri-Nya, kita akan menjadi sama seperti Dia, sebab
kita akan melihat Dia dalam keadaan-Nya yang sebenarnya. Setiap orang yang
menaruh pengharapan itu kepada-Nya, menyucikan diri sama seperti Dia yang
adalah suci.” (1Yoh 3:2-3).
Kekudusan diri adalah jalan
kebahagiaan yang paling sempurna. Tuhan Yesus menyapa orang-orang yang
dikuduskan-Nya sebagai ‘Berbahagia’ atau ‘Terberkati’. Siapakah mereka yang
berbahagia dan terberkati itu? Mereka yang miskin, berdukacita, lemah lembut, lapar
dan haus akan kebenaran, murah hati, suci hati, membawa damai, dan yang dianiaya
demi kebenaran. Mereka semua adalah orang-orang yang menunjukkan kebajikan dan
jalan kekudusan sehingga layak disapa Yesus ‘Berbahagialah’. Tuhan Yesus
membuka jalan kekudusan kepada kita supaya menjadi serupa dengan-Nya. Semua Sabda
Bahagia adalah ungkapan diri Yesus sendiri kepada kita.
Saya mengakhiri homili ini dengan
mengutip Paus Benediktus ke-XV. Dalam Maximum Illud, beliau menulis: “Kesucian
hidup sangatlah perlu. Untuk mewartakan Allah kita harus menjadi manusia milik
Allah. Untuk mengajak orang lain membenci kejahatan, kita sendiri harus
membenci kejahatan.. Khususnya terhadap orang tidak beriman, di mana mereka
digerakkan lebih oleh naluri daaripada akal budi, berkhotbah dengan teladan
lebih manjur daripada dengan kata-kata… (MI No. 26)”
Mari kita berjalan dalam jalan
kekudusan supaya kelak kita dapat memandang Allah dengan mata kita sendiri.
Para kudus di surga, doakanlah kami. Amen.
PJ-SDB
No comments:
Post a Comment