Jumat Pekan III/B Prapaskah
Hos 14:2-10
Mzm 81:6c-11b.14.17
Mrk 12:28-34
Kasih berasal dari Allah
Ada seorang bapa yang tidak waras.
Ia selalu rajin ke Gereja. Tetapi salah satu kelemahannya adalah selalu rebut di
dalam Gereja. Kadang-kadang selama perayaan ekaristi berlangsung ia berteriak
histeris atau berbicara sendiri dengan suara yang kuat. Pada suatu ketika, ia
berteriak histeris selama homily belangsung. Maka pastor menyuruh petugas tatib
untuk mengeluarkannya dari Gereja. Dia bertanya kepada petugas tatib: “Mengapa
saya harus keluar dari Gereja?” “Kamu mengganggu umat lain karena ribut” kata
salah satu petugas. Ketika tiba di depan pintu utama, ia berteriak dengan suara
nyaring: “Romo boleh menyuruh saya keluar dari dalam Gereja hari ini, tetapi
belum tentu Tuhan Yesus menyuruh saya keluar karena saya percaya bahwa Dia
mengasihi saya”. Sebuah tamparan bagi Romo dan umat yang hadir dalam perayaan Ekaristi
hari itu karena orang yang dianggap tidak waras ternyata lebih waras.
Nabi Hosea yang bernubuat di
Samaria mengingatkan kita bahwa kasih itu berasal dari Allah. Kasih Allah
dashyat dan punya kuasa besar. Oleh karena itu umat Israel diharapkan merasakan
kasih itu dan menjawabinya dengan pertobatan. Pertobatan dalam arti setiap
orang hanya memfokuskan diri pada Allah yang benar yaitu Allah nenek moyang
mereka dan bukan kepada dewa-dewi atau ilah-ilah lain. Buah dari pertobatan
adalah kebijaksanaan dalam arti umat Allah memiliki cara baru dalam berelasi
dengan Tuhan dan mengimaninya dalam kasih. Jadi cara berpikir mereka harus
menyerupai Tuhan, berjalan dalam terang hukum dan ketetapan-ketetapan Tuhan.
Dengan cara baru berelasi dengan Tuhan ini maka akan berdampak dalam usaha membangun
relasi dengan sesama.
Pengalaman iman yang diungkapkan
Hosea kepada umat Israel untuk membangun relasi baru dengan Tuhan dan sesame terungkap
dalam relasi kasih. Yesus menggenapi hukum Tuhan yakni hukum kasih. Ia berkata
kepada Ahli Taurat bahwa hukum yang pertama adalah: “Dengarlah, hai Israel, Tuhan
Allah kita, Tuhan itu esa. Kasihilah Tuhan Allahmu, dengan segenap hatimu dan
dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu, dan dengan segenap kekuatanmu
(Mrk 12:29-30; Ul 6:4-5). Hukum yang kedua yang sama dengan hukum pertama adalah
“Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Mrk 12: 31; Im 19:18). Jadi,
porsi kasih kepada Tuhan sama dengan porsi kasih terhadap sesama.
Shema (dengarlah) Israel merupakan ekspresi iman umat Israel. Sebuah deklarasi iman yang utuh kepada Yahweh dan kasih kepada Allah yang Esa. Kita menemukan ekspresi ini fdalam Kitab Ulangan 6:4. Tetapi pada abad kedua dimasukkan juga 6:5-9; 11:13-21 dan Bilangan 15:37-41. Pengakuan iman ini diucapkan oleh orang-orang Yahudi pada pagi dan malam hari. Pengakuan iman sebagai ungkapan kasih ini diwariskan turun temurun. Jawaban Yesus ini juga untuk mengingatkan khalayak ramai bahwa sebagai orang Yahudi mereka memiliki 613 hukum tetapi yang terpenting adalah hukum kasih. Ini adalah hal baru yang ditekankan Yesus. Mengasihi Allah merupakan inti sari semua hukum Taurat dan sebanding dengan mengasihi sesama.
Shema (dengarlah) Israel merupakan ekspresi iman umat Israel. Sebuah deklarasi iman yang utuh kepada Yahweh dan kasih kepada Allah yang Esa. Kita menemukan ekspresi ini fdalam Kitab Ulangan 6:4. Tetapi pada abad kedua dimasukkan juga 6:5-9; 11:13-21 dan Bilangan 15:37-41. Pengakuan iman ini diucapkan oleh orang-orang Yahudi pada pagi dan malam hari. Pengakuan iman sebagai ungkapan kasih ini diwariskan turun temurun. Jawaban Yesus ini juga untuk mengingatkan khalayak ramai bahwa sebagai orang Yahudi mereka memiliki 613 hukum tetapi yang terpenting adalah hukum kasih. Ini adalah hal baru yang ditekankan Yesus. Mengasihi Allah merupakan inti sari semua hukum Taurat dan sebanding dengan mengasihi sesama.
Ahli Taurat setuju dengan jawaban Yesus dan bahwa hukum kasih itu jauh lebih luhur dibandingkan dengan kurban persembahan dan kurban bakar. Masalah yang masih ada dalam diri ahli Taurat adalah masih ada gap antara apa yang yang ia ketahu dan apa yang seharusnya ia hayati. Mungkin mirip dengan kita yang tahu banyak ajaran kristiani tetapi jauh dari penghayatan pribadi kita.
Hidup sebagai orang yang dibaptis
berarti hidup dalam kasih Allah yang tak berkesudahan karena kita dibaptis
dalam nama Allah Tritunggal: Bapa, Putera dan Roh Kudus. Dia adalah kasih yang
sempurna. Kalau kita menyadari Sakramen Pembaptisan ini maka tugas kita adalah
bersyukur atas kasih Tuhan Allah dan selalu mengasihiNya dan menjadi pembawa
kasih Allah kepada sesama yang lain. Sadarkah anda bahwa anda dibaptis untuk
itu?
PJSDB
No comments:
Post a Comment