Mzm 79: 8.9.11.13;
Luk 6: 36-38
Berani memohon ampun
Saya pernah terpesona mendengar seorang anak di atas pohon kelapa menyanyikan lagu: “Mohon ampun kami orang berdosa…” Saya lalu berpikir apakah dia memetik buah dari pohon kelapa milik mereka tanpa ijin orang tuanya atau sedang memetik buah kelapa milik tetangga kebun dan langsung memohon ampun dari Tuhan. Banyak hal yang saya pikirkan saat itu tetapi saya tetap terpesona karena anak ini berani mengatakan yang sebenarnya yaitu memohon ampun sebagai orang berdosa.
Pengalaman akan Allah
selalu ditandai dengan kemampuan kita untuk memohon ampun hari demi hari akan
perbuatan-perbuatan salah di hadiratNya. Untuk itu setiap pribadi perlu
mengenal dirinya. Dia perlu menyelidiki bathinnya untuk mengetahui kelemahan
dan dosa dan juga kelebihan yang dimilikinya sebagai anugerah dari Tuhan. Kalau
memiliki kelemahan dan dosa maka perlu terbuka kepada Tuhan dengan datang ke
hadiratNya dan memohon ampun. Nabi Daniel dalam nubuatnya menyatakan kerendahan
hati dan memohon belas kasih Tuhan atas dosa dan salah yang sudah diperbuat.
Dia percaya bahwa hanya pada Tuhan ada belas kasih dan pengampunan yang
berlimpah. Manusia boleh memberontak dan tidak mau mendengarNya tetapi Dia
tetap mengampuni dan berbelas kasih.
Pengalaman
dikasihi dan diampuni oleh Tuhan hendaknya dilakukan juga terhadap sesama manusia.
Yesus dalam Injil hari ini meminta kita untuk bermurah hati, tidak menghakimi
dan tidak menghukum. Kita bermurah hati karena Bapa di surga juga murah hati. Kalau
kita menghakimi atau menghukum maka hal yang sama juga akan kembali kepada kita untuk
dialami secara pribadi. Maka yang hendak dimiliki oleh setiap pribadi justru
kemampuannya untuk mengampuni dan melakukan perbuatan kasih.
Kemurahan hati (bhs
Yunani: oiktirmon) merupkan sifat hakiki dari Bapa Surgawi. Yesus berkata: “Hendaklah kamu
murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati” (Luk 6:36). Penginjil Matius
mengungkapnya dengan cara lain. Yesus berkata, “Hendaklah kalian sempurna sebagaimana Bapamu
di Surga sempurna adanya” (Mat 5:48). Penginjil Lukas menekankan bahwa kesempurnaan Allah
terletak pada kemurahan hatiNya. Bagi orang-orang Israel Yahve adalah dives misericordia atau Allah itu penuh
dengan belas kasih dan besar setiaNya.
Masa prapaskah
menjadi retret agung bagi kita untuk menghayati dengan saksama kemurahan hati
Bapa surgawi. Menghayati kemurahan hati Bapa berarti membiasakan diri untuk
memohon ampun dari Tuhan atas dosa dan salah yang sudah kita perbuat dan
membiasakan diri untuk mengampuni orang yang bersalah kepada kita. Bagaimana
kita memohon ampun dari Tuhan kalau kita sendiri tidak mau membagi pengampunan
Tuhan dalam diri kita kepada sesama yang bersalah kepada kita? Orang yang
rendah hati dapat memohon ampun dan mengampuni. Mampukah kita mengampuni?
PJSDB
No comments:
Post a Comment