Ayb 19:21-27
Mzm 27:7-9abc.13-14
Luk 10:1-12
Misi Tujuh Dua
Hari ini seluruh Gereja Katolik
merayakan peringatan St. Fransiskus dari Asisi. Nama orang kudus ini tidak
asing lagi bagi kita semua. Pada mulanya ia hidup dalam kelimpahan dan
kemewahan. Namun pada usia 25 tahun ia mendengar panggilan Tuhan untuk
meninggalkan segala kemewahan dan menghayati hidup miskin menyerupai Yesus. Dia
tidak hanya mencintai kemiskinan sebagai sebuah semangat atau gerakan tetapi
cinta kasihnya menjadi nyata kepada kaum miskin dan penderita. Ia sendiri
menghayati kemiskinan dan penderitaan Kristus tersalib. Hal ini terbukti dengan
adanya stigmata atau luka-luka Yesus dialaminya ketika berada dalam kesunyian
Gunung Alverna. Segala sesuatu disapanya saudara termasuk maut yang disapanya
saudara, menjemputnya pada tahun 1226. Santo Fransiskus benar-benar utusan
Tuhan yang meninggalkan rumah, melepaskan harta warisannya dan menjadi hina
dina supaya dapat dipermuliakan Tuhan.
Santo Fransiskus dari Asisi juga
pernah melakukan misi perdamaian ke Timur Tengah pada saat masih ada perang
salib. Ia bertemu dengan sultan dan berkotbah di depannya. Misi utamanya adalah
supaya ada damai dan keharmonisan di atas dunia. Perjalanan “misioner”
Fransiskus dari Asisi menjadi inspirasi bagi kita semua dapat memahami Injil
pada hari ini tentang Yesus mengutus tujuh puluh dua muridNya.
Dikisahkan oleh Penginjil Lukas
bahwa pada suatu kesempatan Tuhan menunjuk tujuh puluh dua murid. Mereka diutus
pergi berdua-dua mendahului Yesus ke setiap kota yang akan dikunjungiNya. Di terjemahan Kitab Suci dalam bahasa lain, jumlah murid yang diutus adalah 70 orang. Angka 70 itu angka yang menunjukkan kesempurnaan atau kepenuhan di dalam
Kitab Suci. Contoh: di dalam Kitab Kejadian bab 10 terdapat daftar
bangsa-bangsa di seluruh dunia yang berjumlah 70 bangsa. Dari situ Abraham
dipanggil Tuhan untuk keluar dari negerinya dan pergi ke negeri yang baru
(Kejadian 12). Janji Tuhan terpenuhi ketika keturunan Abraham yakni Yakub dan
keturunannya yang berjumlah 70 jiwa pergi ke Mesir (Kej 46:2). Ketujuh puluh
keturunan Yakub di Mesir semakin bertambah banyak. Mereka nantinya diwakili oleh
70 tua-tua Israel (Kel 24:1). Di kemudian hari ketujuh puluh tua-tua Israel ini
diadopsi oleh Israel dan membentuk dewan Yahudi berjumlah 70 orang yang disebut Sanhedrin.
Yesus telah mengutus keduabelas
rasulNya. Kini Ia mengutus tujuh puluh dua muridNya. Banyak orang tentu
bertanya, mengapa Yesus sudah mengutus duabelas rasul dan kini mengutus lagi
tujuh puluh dua murid? Satu penjelasan yang mungkin adalah bahwa Tuhan Yesus
mengetahui masa depan GerejaNya. Gereja memang tidak hanya berkembang karena
peran dua belas rasul tetapi merupakan kerja sama kedua belas rasul dengan
orang-orang yang mendengar dan percaya kepada Kristus. Keduabelas Rasul saat
ini diwakili oleh hirarki yakni para gembala di dalam Gereja. Ketujuh puluh
murid mewakili semua umat beriman yang percaya pada Kristus. Jadi Hirarki dan
umat Allah berjalan bergandengan dalam satu kesatuan dan perutusan untuk
mewartakan damai yang dijanjikan Tuhan.
Pesan-pesan penting Yesus bagi para
muridNya adalah pertama, Doa. Para
murid berdoa memohon kepada Tuhan untuk mengirim utusan untuk bekerja di kebun
anggurNya. Harus diingat bahwa Tuhan yang punya pekerja untuk kebun anggurNya
maka tugas umat beriman adalah berdoa tanpa henti dan meminta pekerja-pekerja. Kedua, Keberanian dan kegembiraan untuk mewartakan. Sehubungan dengan ini, para murid harus tahan banting
terhadap aneka penderitaan dan penganiayaan. Mereka diutus Tuhan seperti ke
tengah-tengah serigala. Mereka akan dianiaya dan ditolak. Ketiga, semangat kemiskinan. Semangat kemiskinan adalah kunci kesuksesan dalam
menghadirkan Kerajaan Allah. Para murid belajar dari kemiskinan Kristus. Mereka
diingatkan untuk menggantungkan seluruh harapan mereka pada penyelenggaraan
ilahi. Keempat, Para murid membawa
misi perdamaian kepada segenap umat manusia. Dia sendiri mengatakan, “DamaiKu
Kutinggalkan bagimu dan damai yang Kutinggalkan itu tidak sama dengan yang
dunia tawarkan kepadamu” (Yoh 14:27). Barang siapa membawa damai ia akan
disebut bahagia dan menjadi anak Allah (Mat 5:9)
Ayub dalam bacaan pertama memberi inspirasi kepada kita untuk
teguh dan setia dalam usaha untuk menghadirkan Kerajaan Allah. Ayub mengalami
banyak penderitaan. Dalam keadaan menderita, ia mengakui bahwa penebusnya hidup. Ia akan
melihatNya: “Aku sendiri akan melihat Allah yang memihak aku. Mataku yang
menyaksikanNya.” Para rasul Yesus seperti diutus ke tengah-tengah serigala
diharapkan untuk tabah dan percaya kepada Allah yang hidup. Gereja menderita,
gereja dianiaya tetapi iman kepada Tuhan tidak akan ikut dianiaya. Iman itu
laksana meterai yang tidak akan diambil dari kehidupan orang percaya.
Apa yang harus kita lakukan?
Bacaan-bacaan liturgi hari ini dan juga St. Fransiskus dari Asisi menginspirasikan kita untuk berubah. Para murid berubah menjadi pewarta Kerajaan Allah. Aspek kebersamaan dalam komunitas sebagai sesama murid sangat diperhatikan. Ini menjadi model dalam hidup menggereja. Pekerjaan mewartakan Kerajaan Allah dilakukan bersama-sama. Ini sebuah perubahan. Dampaknya bagi kita adalah kalau mau mengubah dunia, ubahlah dirimu terlebih dahulu dan dengan sendirinya orang lain akan berubah. Para murid berubah dalam diri mereka sebagai pewarta. Fransiskus dari Asisi mengubah dirinya dari pribadi yang kaya raya menjadi miskin, hina dina. Mari kita berubah!
Apa yang harus kita lakukan?
Bacaan-bacaan liturgi hari ini dan juga St. Fransiskus dari Asisi menginspirasikan kita untuk berubah. Para murid berubah menjadi pewarta Kerajaan Allah. Aspek kebersamaan dalam komunitas sebagai sesama murid sangat diperhatikan. Ini menjadi model dalam hidup menggereja. Pekerjaan mewartakan Kerajaan Allah dilakukan bersama-sama. Ini sebuah perubahan. Dampaknya bagi kita adalah kalau mau mengubah dunia, ubahlah dirimu terlebih dahulu dan dengan sendirinya orang lain akan berubah. Para murid berubah dalam diri mereka sebagai pewarta. Fransiskus dari Asisi mengubah dirinya dari pribadi yang kaya raya menjadi miskin, hina dina. Mari kita berubah!
Saya mengakhiri renungan hari ini dengan mengingatkan kita
semua akan doa damai dari St. Fransiskus Asisi:
Tuhan, Jadikanlah aku
pembawa damai,
Bila terjadi
kebencian, jadikanlah aku pembawa cinta kasih,
Bila terjadi
penghinaan, jadikanlah aku pembawa pengampunan,
Bila terjadi
perselisihan, jadikanlah aku pembawa kerukunan,
Bila terjadi
kebimbangan, jadikanlah aku pembawa kepastian,
Bila terjadi
kesesatan, jadikanlah aku pembawa kebenaran,
Bila terjadi
kesedihan, jadikanlah aku sumber kegembiraan,
Bila terjadi
kegelapan, jadikanlah aku pembawa terang,
Tuhan semoga aku
lebih ingin menghibur daripada dihibur,
Memahami dari pada
dipahami, mencintai dari pada dicintai,
Sebab dengan memberi
aku menerima
Dengan mengampuni aku
diampuni
Dengan mati suci aku
bangkit lagi, untuk hidup selama-lamanya.
Amin
PJSDB
No comments:
Post a Comment