Ekaristi sebagai saat
bersahabat dengan Yesus
Pada suatu hari, kakak perempuannya mengikuti Gerardus ke
Gereja. Di sana ia melihat
Gerardus bermain-main dengan kanak-kanak Yesus. Usai bermain bersama, Kanak-Kanak Yesus memberinya sepotong roti lagi. Setiap kali mengikuti misa kudus, Gerardus juga melihat kehadiran nyata Yesus dalam Ekaristi Kudus. Pada saat berusia tujuh tahun, ia ingin menerima komuni, tetapi belum diperbolehkan karena usianya masih kecil. Ia pun menangis sedih seharian maka pada malam hari, ia didatangi Malaikat Agung Mikhael dan memberinya komuni kudus. Ini adalah sebuah pengalaman rohani yang berharga bagi kita dari St. Gerardus.
Gerardus bermain-main dengan kanak-kanak Yesus. Usai bermain bersama, Kanak-Kanak Yesus memberinya sepotong roti lagi. Setiap kali mengikuti misa kudus, Gerardus juga melihat kehadiran nyata Yesus dalam Ekaristi Kudus. Pada saat berusia tujuh tahun, ia ingin menerima komuni, tetapi belum diperbolehkan karena usianya masih kecil. Ia pun menangis sedih seharian maka pada malam hari, ia didatangi Malaikat Agung Mikhael dan memberinya komuni kudus. Ini adalah sebuah pengalaman rohani yang berharga bagi kita dari St. Gerardus.
Setiap kali mengikuti perayaan Ekaristi kita seharusnya
merasakan kehadiran Kristus dalam Sabda dan Ekaristi. Di dalam bagian Sabda,
kita merasa sungguh-sungguh dicintai karena disapa dengan penuh kebaikan oleh
Tuhan. Dengan mendengar Sabda Tuhan, setiap pribadi yang mendengarnya merasa
mengalami kehadiran Tuhan Allah, bersekutu dengan semua saudara karena
mendengar satu firman yang sama, dan menjadi rasul atau utusan untuk mewartakan
Sabda setelah mendengarnya (menjadi pelaku Firman). Betapa indah dan bahagianya
ketika kita disapa dan dikoreksi Tuhan melalui SabdaNya. Bagian Ekaristi
membantu kita untuk merasakan persekutuan yang intim dengan Tuhan. Tuhan tidak
hanya berbicara tetapi tindakan konkretnya adalah memberi diriNya sebagai
santapan bagi semua orang yang percaya kepadaNya. St. Fransiskus dari Sales
pernah berkata: “Dalam Ekaristi kudus,
kita menjadi satu dengan Allah seperti makanan dengan tubuh.” Makanan yang
dikunya, ditelan dan dicerna sempurna lalu menyatu dan beredar dalam seluruh
tubuh kita.
Beata Theresia dari Kalkuta pernah berkata: “Hidupmu harus ditenun di sekeliling
Ekaristi. Arahkanlah matamu padaNya. Dialah Cahaya. Bawalah hatimu
sedekat-dekatnya pada hati ilahiNya, minta dariNya rahmat untuk mengenalNya,
kasih untuk mencintaiNya, keberanian untuk melayaniNya. Carilah Tuhan dengan
kerinduan”. Jauh sebelumnya St.Agustinus juga berkata: “Seolah-olah aku mendengar suara dari tempat tinggi: “Akulah santapan dari Yang Kuasa. Makanlah
dan bertumbuhlah. Tetapi engkau tidak akan mengubah Aku menjadi dirimu sendiri
seperti makanan bagi tubuh, namun engkaulah yang akan diubah ke dalam diriKu.”
Ekaristi sebagai sebuah perjamuan merupakan jantung
persekutuan bagi umat kristiani. Dengan menerima Tubuh dan Darah Kristus kita
semua sebagai umat Allah mesti merasa semakin dipersatukan dengan Kristus Putra
Allah. Tidak ada perbedaan di antara kita karena kita menerima Yesus yang satu
dan sama dalam rupa roti dan anggur. Mengapa demikian? Karena Yesus sendiri mengakui
diriNya: “Akulah roti hidup; barang siapa
datang kepadaKu, ia tidak akan lapar lagi dan barang siapa percaya kepadaKu, ia
tidak akan haus lagi” (Yoh 6:35). Dua kata kunci yang dipakai Yesus untuk
memberi pemahaman kepada para muridNya dan kita semua yaitu “datang kepada
Yesus” sifatnya mengenyangkan; “percaya kepada Yesus” sifatnya melegahkan
dahaga.
Pernakah anda memiliki perhatian yang besar dalam perayaan
Ekaristi? Pada saat konsekrasi, imam mengulangi kata-kata Yesus pada malam
perjamuan terakhir. Inilah kata-kata Yesus ketika mengambil roti: “Terimalah dan makanlah: inilah tubuhKu yang
diserahkan bagimu” (1Kor 11: 24). Ketika mengambil piala dan Ia berkata: “Terimalah dan minumlah: inilah Piala
darahKu, darah perjanjian baru dan kekal yang ditumpahkan bagimu dan bagi semua
orang demi pengampunan dosa. Lakukanlah ini untuk mengenangkan daku”(1Kor 11:
25). Kata-kata dalam konsekrasi ini disempurnakan dengan kalimat: “Perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku”.
Ekaristi menjadi saat mengenang keselamatan dan kasih Tuhan yang tiada
batasnya.
Hal yang menarik perhatian kita adalah bahwa Yesus mencintai
kita tiada batasnya itu bersifat pribadi. Ia memberikan roti yang tidak lain
adalah tubuhNya sendiri bagi kita secara pribadi: “Inilah tubuhKu yang diserahkan bagimu”. Inilah piala darahKu…yang ditumpahkan bagimu”. Dengan kata lain cinta
kasih dan pengorbanan besar dilakukan oleh Yesus untuk kita masing-masing secara
pribadi bukan kolektif. Itu sebabnya ketika imam mengangkat roti dan anggur
yang dikuduskan dengan daya Roh Kudus berubah menjadi tubuh dan darah Kristus,
kita semua harus melihat kepada roti dan anggur yang sedang dikonsekrir dan
diangkat oleh imam tertahbis bukan menundukkan kepala. Ketika imamnya berlutut
atau menundukkan kepala, pada saat kita kita juga menundukkan kepala sebagai
tanda sembah bakti kita. Kita harus melihat Tubuh dan Darah Kristus yang
menyelamatkan kita. Yesus hadir nyata dalam Ekaristi.
Selanjutnya, apa yang mendorong kita untuk menerima komuni kudus?
Apakah SabdaNya saja belum cukup? Jawabannya adalah dalam perayaan ekaristi ada
Sabda dan Ekaristi. Keduanya saling melengkapi satu sama lain. Tidak cukup
mendengar SabdaNya, harus dilengkapi dengan kehadiran nyata dalam Ekaristi. Saya
ingat Paus Leo Agung pernah berkata: “Pada
saat kita menerima Tubuh dan Darah Kristus, kita juga diubah menjadi seperti
yang kita terima”. St. Thomas Aquino berkata: “Pengaruh yang sesungguhnya dari Ekaristi adalah perubahan dari manusia
menjadi Allah”. Ekaristi memiliki daya mengubah kita menjadi serupa dengan
Kristus.
Saya mengakhiri refleksi ini dengan mengutip salah satu buah
pikiran Paus Emeritus Benediktus XVI: “Bagaimana
Yesus dapat membagikan tubuh dan darahNya? Dengan mengubah roti menjadi
TubuhNya dan anggur menjadi DarahNya. Dia mengantisipasi wafatNya, menyambut
dalam hatiNya, dan mengubahnya menjadi tindakan cinta kasih.
Apa yang di luar merupakan kekerasan yang brutal berupa penyaliban, dari dalam menjadi tindakan cinta kasih dan pemberian diri secara total.” Memang, kadang-kadang kita hanya berhenti memandang salib sebagai salib dan kita lupa bahwa di dalam salib itu ada cinta kasih yang tiada batasnya bagi setiap pribadi.
Apa yang di luar merupakan kekerasan yang brutal berupa penyaliban, dari dalam menjadi tindakan cinta kasih dan pemberian diri secara total.” Memang, kadang-kadang kita hanya berhenti memandang salib sebagai salib dan kita lupa bahwa di dalam salib itu ada cinta kasih yang tiada batasnya bagi setiap pribadi.
Dengan merayakan Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus, kita
memandang Yesus sebagai Imam Agung kekal yang berekaristi dengan kita semua. Ia
menyerahkan diriNya sebagi kurban sepanjang masa demi keselamatan kita semua.
Kita berterima kasih kepada Tuhan dan senantiasa memohon agar Tubuh dan Darah
Kristus yang kita terima setiap kali dalam Ekaristi mengubah hidup kita.
Perubahan yang radikal di dalam diri kita masing-masing adalah semakin akrabnya
diri kita dengan Tuhan Yesus sendiri.
PJSDB
No comments:
Post a Comment