Hari Senin Pekan Biasa X
2Kor 1:1-7
Mzm 34:2-3.4-5.6-7.8-9
Mat 5:1-12
Saling
Menghibur dalam Tuhan
Beberapa
hari yang lalu, komunitas kami dikagetkan dengan perilaku anjing piaraan. Ada
seekor anjing tipe Pitbull, berbadan besar dinamai nemo yang selalu dikandangkan
dan anjing yang lain tidak dikandangkan, namanya bosci. Bosci memiliki dua
teman. Pagi itu saya menyuruh frater yang bertanggung jawab terhadap
hewan-hewan untuk melepaskan nemo biar menjadi jinak. Ia sangat senang bisa
berlari kesana kemari. Ketika anjing yang lain melihatnya mereka mungkin merasa
aneh dengan nemo. Si bosci yang merasa diri lebih memiliki rumah karena
dibiarkan bebas, mendekati nemo dan reaksi nemo adalah menggigit bosci hingga
sekarat. Bosci menderita luka parah di rahang bawa dan harus menyepi di kandang
yang lain. Pada sore harinya saya melepaskan bosci dari kandangnya.
Dua anjing
yang selalu bersama bosci menghampirinya, dengan menggoyang ekor, mereka
menjilat luka-lukanya. Mereka mengajaknya berjalan, bermain dan bosci mencoba
berlari meski darah di lehernya masih menetes. Selama beberapa hari terakhir
ini, bosci sudah mulai pulih, dapat menggonggong dan menggoyang ekornya sebagai
tanda menyalami penghuni rumah yang dijaganya selama ini.
Mengamati
perilaku ketiga anjing peliharaan yang siang dan malam menjaga komunitas di
luar pagar, saya membayangkan bagaimana perilaku anjing ini boleh menjadi
pembelajaran yang berharga bagi setiap animal rationale atau manusia. Mereka
memang tidak memiliki akal budi dan hati nurani seperti kita tetapi perilaku
mereka kelihatan positif. Bosci yang tadinya sekarat, lukanya dijilati, diajak
bermain dengan gonggongan khas, berlari bersama di halaman. Pada akhirnya bosci
dapat pulih dari luka gigitan nemo.
Pada hari
ini kita mendengar bacaan pertama dari tulisan santo Paulus yang kedua kepada
jemaat di Korintus. Pertama-tama Paulus merasa bersyukur karena kehendak Allah
maka ia juga menjadi rasul Kristus di Korintus. Kesadaran menjadi rasul karena
kehendak Tuhan Yesus ini penting karena nantinya semua yang ia lakukan adalah
demi kemuliaan Tuhan Yesus Kristus. Setelah menjelaskan tentang kehendak Allah
di dalam dirinya, Paulus juga menyeruhkan kepada jemaat di Korintus bahwa kasih
karunia, dan damai sejahtera dari Allah Tritunggal menyertai mereka semua.
Konsekuensinya adalah mereka harus hidup dalam kasih karunia dan damai Tuhan.
Menjadi rasul
untuk mewartakan Injil ternyata tidaklah mudah. Yesus sendiri dalam bagian terakhir bacaan Injil hari ini mengatakan: “Berbahagialah kalian, jika demi
Aku, kamu dicela dan dianiaya, dan kepadamu difitnahkan yang jahat. Bersukacita
dan bergembiralah, sebab besarlah ganjaranmu di surga, sebab para nabi sebelum
kalian pun telah dianiaya” (Mat 5: 11-12). Paulus mengalaminya dalam tugas
misionernya. Ketika mengalami penderitaan dan penolakan, ia bersandar pada
Allah Tritunggal Mahakudus sebagai sumber penghiburan. Bagi Paulus, Allah
sendiri menghibur mereka maka mereka pun menghibur sesama yang menderita.
Dengan menderita maka jemaat akan mendapat penghiburan dan kebahagiaan. Mengapa
terjadi demikian? Karena Paulus merasa bahwa jemaat Korintus juga sungguh
bersatu dengannya dalam penderitaan.
Saling
menghibur, saling meneguhkan itu hal terbaik yang dapat dilakukan terhadap
sesama. Banyak kali kita hanya berbangga dan memuji saudara-saudari ketika
mereka berhasil dalam hidupnya. Kekurangan kita adalah sulit mengapresiasi
keberhasilan dan pelayanan mereka dan apabila mereka jatuh maka sulit untuk
membantu mereka bangkit kembali ke dalam hidup yang normal.Paulus mengajar kita
cara yang berbeda. Kita harus menyerupai Kristus yang rela memikul salib supaya
seluruh umat manusia menikmati keselamatan. Paulus dan Timotius menderita
sehingga ada penghiburan bagi jemaat di Korintus. Apakah para orang tua dengan
penderitaannya dapat menjadi penghiburan bagi anak-anak? Apakah anak-anak juga
menjadi penghiburan bagi orang tua mereka? Ketika kita menderita, berkurban
hendaknya ada kesadaran bahwa semua itu sifatnya menghibur dan membahagiakan
sesama.
Penghiburan
di mata Yesus adalah kebahagiaan. Diri Yesus adalah kebahagiaan itu sendiri.
Dia meskipun Anak Allah tetapi rela menjadi miskin, menderita dan dianiaya.
Kata berbahagialah dalam bahasa Yahudi disebut ‘ashrê, dalam bahasa Yunani,
makários. Yesus duduk dan mengajar para muridNya untuk mengalami kebahagiaan
dan mereka boleh disebut bahagia (beato). Mereka yang patut mendapat
kebahagiaan adalah: orang miskin, berdukacita, lemah lembut, lapar dan haus
akan kebenaran, murah hati, suci hati, membawa damai dan dianiaya. Setiap orang
yang mengalami hal-hal ini, diberikan ganjaran yang luhur. Orang miskin
misalnya diberikan Kerajaan Surga.
Mereka yang berduka akan dihibur. Mereka
yang lemah lembut memiliki bumi. Mereka yang lapar dan haus akan kebenaran
dipuaskan. Mereka yang murah hati akan beroleh kemurahan. Mereka yang suci hati
akan melihat Allah. Mereka yang membawa damai akan disebut Anak Allah. Mereka
yang dianiaya memiliki Kerajaan Surga. Semua ini adalah janji Tuhan Yesus yang
akan dipenuhiNya di dalam diri setiap orang.
Menurut
Katekismus Gereja Katolik, "Sabda bahagia mencerminkan wajah Yesus Kristus
dan cinta kasih-Nya. Mereka menunjukkan panggilan umat beriman, diikutsertakan
di dalam sengsara dan kebangkitan-Nya; mereka menampilkan perbuatan dan sikap
yang mewarnai kehidupan Kristen; mereka merupakan janji-janji yang tidak
disangka-sangka, yang meneguhkan harapan di dalam kesulitan; mereka menyatakan
berkat dan ganjaran, yang murid-murid sudah miliki secara rahasia; mereka sudah
dinyatakan dalam kehidupan Perawan Maria dan semua orang kudus" (KGK,
1717).
Nah, Sabda bahagia yang kita dengar dalam bacaan Injil Matius hari ini menggambarkan realitas kehidupan para pengikut Kristus saat itu di sekitar Danau Galilea. Kelihatan bahwa Sabda Bahagia ini mendeskripsikan kehidupan nyata para murid Yesus saat itu. Artinya Sabda Bahagia ini bukan mengatakan kiat atau jalan untuk menjadi bahagia di dunia, tetapi benar-benar pengalaman konkret orang-orang seperti digambarkan Yesus. Maka setelah mendengar Sabda Bahagia, diharapkan para murid, juga kita saat ini, menggunakannya di dalam hidup kita sebagai pedoman untuk mencapai kebahagiaan kekal.
Nah, Sabda bahagia yang kita dengar dalam bacaan Injil Matius hari ini menggambarkan realitas kehidupan para pengikut Kristus saat itu di sekitar Danau Galilea. Kelihatan bahwa Sabda Bahagia ini mendeskripsikan kehidupan nyata para murid Yesus saat itu. Artinya Sabda Bahagia ini bukan mengatakan kiat atau jalan untuk menjadi bahagia di dunia, tetapi benar-benar pengalaman konkret orang-orang seperti digambarkan Yesus. Maka setelah mendengar Sabda Bahagia, diharapkan para murid, juga kita saat ini, menggunakannya di dalam hidup kita sebagai pedoman untuk mencapai kebahagiaan kekal.
Sabda Tuhan
pada hari ini mengajak kita untuk selalu berbahagia dalam setiap langka hidup.
Kita perlu menderita karena akan memperoleh penghiburan dari Allah. Kita juga
akan menghibur sesama yang menderita. Bukalah dirimu di hadirat Tuhan dan
jadilah pembawa kebahagiaan dan penghiburan bagi sesama.
Doa: Tuhan
Yesus, terima kasih karena Engkau menyapa kami: berbagialah. Semoga kami
merasakannya di dalam hidup setiap hari. Amen
PJSDB
Terima kasih dengan renungannya, Pater John
ReplyDelete