“SEORANG
MALAIKAT MIRIP AYAH”
Pada suatu
ketika, seorang anak balita ditanya,
“Siapakah ayah menurutmu?”. Anak itu tanpa ragu berkata, “Ayah adalah seorang pelindung,
dia yang memberi penjelasan, dia yang memeluk dan dia juga yang membuat alat
permainan untukku”. Anak itu ditanya lagi, “dan siapakah seorang mama menurutmu?”
Tanpa ragu anak itu berkata, “Mama itu sama dengan ayah, hanya jenis kelaminnya
berbeda”.
Pada kesempatan memperingati hari
bagi para Bapa di Amerika Serikat, Presiden Barak Obama, berkata, “Para ayah yang terkasih, jadilah ayah meskipun
kalian tidak sempurna. Tidak apa-apa kalau ternyata pelayanan kalian hanya
setengah-setengah. Jangan pernah kehilangan masa indah yang luar biasa bersama
anak-anak yang hadir dan bertumbuh di atas bumi ini.” Lebih lanjut Obama
mengakui kekurangannya sebagai ayah bagi dua putrinya Malia dan Sasha dengan
berkata, “Saya adalah ayahmu yang tidak sempurna. Saya menyadari telah membuat
banyak kekeliruan karena tugas dan tanggung jawab yang saya emban sebagai
pejabat Negara dan lalai sebagai ayah yang baik.
Setiap orang dapatlah menjadi ayah,
namun perlu kasih yang besar untuk menjadi ayah yang baik. Untuk dapat menjadi
ayah yang baik, tidak cukuplah menyiapkan diri hanya selama sembilan bulan. Ketika
mempelajari sesuatu untuk menjadi pilot pesawat udara atau menjadi pemain golf
selalu dimulai dengan kekeliruan dan kesalahan. Namun dari kekeliruan dan
kesalahan itu orang dapat belajar menjadi baik. Tentu saja belajar menjadi
pilot atau pemain golf itu mudah kalau dibandingkan dengan belajar menjadi ayah
yang baik.
Pembanding yang paling tepat bagi
figur seorang ayah adalah figur Malaikat Pelindung. Kita semua mengetahui
sebuah doa yang populer ini: “Malaikat
Allah, Engkau yang telah diserahi oleh kemurahan Allah untuk melindungi aku,
terangilah, bimbinglah dan hantarlah aku. Amin”. Doa singkat ini dapatlah
menjadi inspirasi untuk para orang tua dalam mendidik dan membina anak-anak
mereka, teristimewa untuk para ayah.
Bagaimana menjadi ayah yang baik? Doa
ini memberi insipirasi yang bagus bagaimana figur seorang ayah yang baik bagi
anak-anaknya di dalam keluarga:
(1) Ayah sebagai “terang”
Ada sebuah ungkapan terkenal,
“memberi terang” selalu merujuk pada makna sebuah kelahiran anak di dalam
keluarga. Ayah dan ibu adalah orang tua yang memberi terang kepada anak mereka.
Namun keistimewaan ayah adalah memiliki tugas untuk membimbing, dia juga berada
di depan untuk menunjukkan jalan demi menggapai realitas. Bukan hanya itu, dia
juga hendaknya memiliki ide yang jelas tentang apa yang hendak dilakukan serta
mengambil keputusan penting bagi keluarganya. Para Bapa Gereja, pada zaman
dahulu sering mengatakan kepada para ayah, “Jangan mencari alasan-alasan
tertentu untuk menyembunyikan dirimu, jadilah manusia sesuai yang dikehendaki Tuhan”. Menjadi ayah yang baik
membuat orang mengeluarkan hal-hal yang terbaik dari dalam dirinya. Tak seorang
lelaki pun dapat mengerti makna kehidupan, dunia, dan sesesuatu yang lain kalau
ia tidak memiliki seorang anak untuk dikasihi.
Pernah terjadi dialog antara dua ayah
yang bersahabat di sebuah restoran: Ayah
1 berkata: “ketika aku masih kecil, ayahku selalu mematikan lampu yang ia letakan
di atas meja kecil dekat tempat tidurku. Ayah 2
berkata: “Ayahku adalah terang”. Memang
seorang ayah adalah figur pribadi yang bersinar.
Alkisah, ketika Tuhan berkeputusan
untuk menciptakan seorang ayah, Tuhan menciptakan dengan struktur fisik yang tinggi
besar dan kuat. Kebetulan ada seorang malaikat yang berada di sana dan bertanya
kepada Tuhan, “Wah, jenis manusia apa ini, Tuhan? Kalau anak-anak kecil Engkau
ciptakan kecil dan kurus, mengapa Engkau menciptakan ayah begini besar? Tuhan
harus memperhitungkan juga bahwa kalau bermain kelereng dia tentu harus
berlutut, dia harus cekatan saat bemain
dengan anaknya dan bahkan membungkuk untuk mencium anaknya. Kalau dengan postur
tubuh begini, dia tentu tidak akan cekatan bahkan saat menunduk untuk mencium
anaknya. Tuhan menjawab, “Betul sekali malaikat, tetapi apabila saya
menciptakannya kerdil seperti anak kecil, maka tentu saja tak seorang anakpun
yang dapat mengangkat kepala untuk melihatnya.”
Baik atau tidak baik, mau atau tidak
mau, seorang ayah tetaplah seorang figur model, seorang pribadi di mana
anak-anak dapat mengangkat kepala untuk memandang, ibarat obor yang menuntun
perjalanan pada malam hari. Menerangi berarti melenyapkan baying-bayang
kegelapan, menjadi jelas dan transparan, menjelaskan peristiwa-peristiwa dengan
jujur dan benar, lebih lagi memberi kesaksian yang benar bukan kepalsuan atau
kebohongan.
(2) Ayah sebagai “Pelindung”
Ayah bagi seorang anak adalah kekasih
dari sang ibu. Ikatan yang akrab antara ayah dan ibu dalam keluarga adalah
dasar yang kuat dan kokoh bagi perkembangan pribadi anak itu secara emosional
dan afektifitas. Ikatan itu juga menjadi tempat berlindung bagi anak secara
psikologis. Figur sang ayah adalah pribadi yang dekat, mengasihi, menolong,
merawat. Singkatnya ayah adalah figur yang selalu hadir, mendengar sang anak
dalam kelemahan, mengerti dan mampu mengampuni kesalahan anak-anak. Dalam dunia
dewasa ini anak-anak memang memerlukan benteng pertahanan yang handal terhadap
arus perkembangan dunia yang dapat menghalangi masa depan mereka.
(3) Ayah sebagai “pembimbing”
Ayah adalah figur seorang yang
memberikan dorongan bagi anak-anak untuk berani dalam arti, ayah “memberi hati”
bagi anak-anak. Ayah mengajarkan anaknya bagaimana memecahkan masalah kehidupan
dalam masa-masa yang sulit, sebagai benteng pertahahan, tempat bersandar,
seorang yang mendukung untuk mewujudkan cita-cita, mewujudkan mimpi, membantu
untuk mentranformasi diri dalam dunia. Tugas dari sang ayah adalah mulai
mengajar anak bagaimana sedini mungkin bagaimana mengobati luka-luka atau
bagaimana menghadapi kehilangan-kehilangan tertentu yang muncul di dalam hidup
anak-anaknya.
(4) Ayah sebagai “yang memerintah”
Secara alamiah ayah memiliki tugas
alamiah untuk memimpin dengan persetujuan sang ibu. Sebuah keluarga memang
memerlukan seorang pembimbing yang sadar dan aktif. Hal ini tentu tidak terlepas dari upaya
bagaimana menumbuh kembangkan anak-anak. Adalah suatu kekosongan besar kalau
anak-anak tidak dibekali sedini mungkin tanggungjawab untuk menjadi manusia
yang mandiri. Prinsip yang baik: “Saya mengasihimu dan karena itu akan tetap menjagamu
supaya jangan membuat kesalahan apapun”.
(5) Ayah sebagai “yang telah dipercayakan”
Menjadi ayah adalah sebuah panggilan
yang menuntut komitmen pribadinya, sebuah tugas yang turun dari atas. Menjadi ayah, laksana menjalankan suatu tugas
kepercayaan yang diberikan oleh Tuhan sang Pencipta: “Aku percayakan suatu
kehidupan kepadamu: biarlah bahwa karya itu ada dan berasal dari pikiran saya”
Ayah ternyata figur pribadi yang luar
biasa. Dia laksana Malaikat yang diutus Tuhan untuk melindungi manusia. Dia
adalah terang, pelindung, pembimbing, memerintah dan dapat dipercaya. Marilah
kita mengabsorbsi nilai-nilai luhur
ayah dalam kehidupan kita sebagai pendidik. Educare come don Bosco…mendidiklah
seperti Don Bosco.
PJSDB
(Terjemahan
bebas dari tulisan Bruno Ferrero, “Un
Angelo come Papà” dalam Il Bullettino Salesiano, Edisi Maret 2010)
No comments:
Post a Comment