Rm 15:14-21
Mzm 98:1.2-3ab.3cd-4
Luk 16:1-9
Jujurkah Aku?
Pengalaman adalah guru yang baik.
Ketika mengikuti ujian kenaikan kelas mata pelajaran matematika di SD kelas IV,
salah seorang temanku menyontek dan dilihat oleh guru mata pelajaran matematika.
Ketika ditanya oleh guru apakah ia menyontek, teman tersebut mengatakan “tidak
menyontek” padahal buku catatannya terbuka di mejanya. Maka guru tersebut
berkata kepada kami bahwa kalau masih kecil kami sudah belajar menjadi jujur
maka akan menjadi orang dewasa yang jujur tetapi kalau masih kecil kami tidak
jujur maka di usia dewasa akan lebih tidak jujur lagi. Sebagai hukumannya, kami
semua menulis di kertas yang agak tebal tulisan ini: “Jujurkah Aku?” dan
mengalunginya di leher setiap kali memasuki halaman sekolah dan semua orang
tahu bahwa kami adalah siswa-siswi kelas 4 SD yang tidak jujur dan mau menjadi
jujur. Pengalaman ini memalukan bila direnungkan tapi mendewasakan diri bila
disadari dengan nurani.
Pengajaran Yesus kepada para
muridNya dalam bacaan injil hari ini tentang seorang bendahara yang tidak jujur
dengan tuannya karena menghamburkan milik tuannya. Ketika ditanya oleh tuannya
tentang tuduhan tersebut, ia berusaha untuk membenarkan dirinya dengan
memanipulasi surat-surat utang dari orang-orang yang berutang pada tuannya. Ia
memiliki konsep dan strategi yang jelas bagaimana tetap menjadi bahagia di masa
depan setelah dirinya dipecat. Melihat kecerdikannya ini tuannya bukan menjadi
kesal tetapi memuji kecerdikannya. Pada akhirnya, kata Yesus: “Anak-anak dunia ini lebih cerdik terhadap
sesamanya dari pada anak-anak terang.”
Apa yang mau Yesus ajarkan kepada
murid-muridNya? Yesus menggunakan perumpamaan tentang kecerdikan bendahara ini
untuk mengingatkan para muridNya supaya memiliki komitmen yang mendasar dalam
mempersiapkan diri masing-masing untuk hari penghakiman terakhir. Dia tidak
bermaksud memuji kelicikan bendahara itu di depan tuannya tetapi semangat
bendahara dalam membuat konsep dan strategi untuk menjadi bahagia setelah
dipecat. Jadi pujian kepada bendahara bukanlah pada kualitas etika dan moral dari
perbuatannya (benar-salahnya) tetapi pada suatu tekad yang bulat yang ia miliki
dan untuk ia lakukan. Semangat yang sama yakni tekad yang bulat ini hendaknya
dimiliki setiap orang untuk menyiapkan diri dengan baik dalam menyambut hari
penghakiman terakhir. Di samping itu, sikap saling berbagi juga diingatkan
dalam perumpamaan ini. Pada level manusiawi, sikap saling berbagi dapat
mempererat relasi sosial sedangkan pada level rohani akan mendapat ganjaran
kebahagiaan di surga.
Paulus juga dengan jujur mengakui
perutusannya sebagai saat berbagi yang indah. Dengan menyadari kasih karunia
Allah di dalam dirinya, ia berani berbagi dengan mewartakan Injil Allah kepada
bangsa-bangsa bukan Yahudi, di negeri-negeri asing yang belum mendapat terang
Injil Kristus. Kebanggaan sebagai pelayan Kristus merupakan sikap jujurnya di hadapan
Tuhan dan sesama.
Hari ini Sabda Tuhan menyapa kita
untuk menjadi anak-anak terang. Anak-anak yang jujur di hadapanNya dan selalu
memiliki komitmen untuk menanti hari penghakiman terakhir. Keberanian untuk
berbagi dalam mewartakan Injil kiranya menjadi panggilan luhur bagi kita semua
sebagai orang-orang yang dibaptis. PJSDB
No comments:
Post a Comment