Hari Sabtu, Pekan Biasa VII
Sir 17:1-15
Mzm 103: 13-14.15-16.17-18a
Mrk 10:13-16
Iman anak-anak kecil
“Romo, setelah
komuni kudus, tolong berkati anak-anak ya”, demikian permohonan seorang ibu guru
agama kepada saya. Kebetulan untuk pertama kali saya diminta memberkati
anak-anak setelah komuni kudus. Saya berdiri di depan altar dan ibu guru agama
menyanyikan lagi “biar anak-anak datang kepadaKu…”. Dalam waktu singkat, anak-anak berlarian
datang mendekatiku dan memohon untuk diberkati. Banyak kali saya
memulainya dengan doa pemberkatan, dilanjutkan dengan memberikan tanda salib
pada dahi anak-anak. Anak-anak kelihatan
bahagia dan mengatakan amen atau terima kasih pastor. Ada anak-anak yang
setelah diberkati memeluk saya erat-erat, mungkin karena ada ransel yang saya
letakkan di depan tubuh saya. Bahkan ada anak-anak yang tidak mau kembali ke
tempat karena saya hanya memerciki mereka dengan air suci atau air berkat. Dahi mereka harus ditandai dengan tanda salib.
Ketika masih
bertugas di daerah Timur Indonesia, saya sering diminta untuk
misa natal atau
paskah bersama anak-anak usia SD. Pada mulanya saya merasa sangat sulit untuk
merayakan misa, memberi homily kepada anak-anak. Saya pernah bertanya kepada seorang pastor
senior tentang misa dengan anak-anak.
Dia mengatakan kepada saya bahwa misa bersama anak-anak akan efektif kalau
sebagai pastor dapat membaca dan memahami dengan baik Sabda Tuhan dan
memperbincangkannya dengan bahasa anak-anak. Mereka akan mengingatnya sepanjang
hidup mereka. Saya mencobanya dan ternyata anak-anak senang mendengar homily
dengan bahasa mereka sendiri yakni yang mudah dipahami, dengan contoh-contoh
praktis di rumah, sekolah atau peer group mereka.
Yesus dikenal
sebagai pribadi yang mencintai anak-anak. Kita semua pasti mengingat bagaimana
reaksi Herodes ketika mendengar khabar dari para majus . Semua anak laki-laki
usia di bawah dua tahun dibunuh oleh para pengikut Herodes dan sebagai seorang
anak kecil harus mengalami hidup sebagai
pengungsi di Mesir. Pengalaman-pengalaman ini secara manusiawi ikut
membuat Yesus punya opsi yang besar untuk mengasihi anak-anak. Ketika
orang-orang dewasa membawa anak-anak kepada Yesus untuk dijamah, para murid menghalangi
dengan marah. Reaksi Yesus terhadap para murid adalah, membuka pikiran mereka
untuk menerima anak-anak itu. Ia berkata: “Biarkanlah anak-anak datang kepadaKu!
Jangan menghalang-halangi mereka! Sebab orang-orang seperti itu yang empunya Kerajaan
Allah”.
Di sini ada dua kubu yang memiliki konflik kepentingan. Para orang tua
membawa anak-anak kepada Yesus untuk dijamah atau diberkati dan Yesus sangat
terbuka dengan mereka. Para murid yang merasa diri status quo sehingga tidak
memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk masuk di dalam kehidupan Yesus.
Situasi ini kadang-kadang masih ada dan dibiarkan berkembang di dalam Gereja.
Banyak orang mengalami ditolak untuk bertemu dengan Yesus karena larangan atau
aturan manusiawi. Di daerah-daerah tertentu, para orang tua di larang menerima
komuni kudus oleh pastor paroki karena pernikahan anak belum beres padahal
mereka yang punya persoalan adalah anak, bukan orang tua mereka. Banyak kali
kita menjadi penghalang bagi orang untuk bertemu dengan Yesus.
Ada seorang yang kurang waras selalu hadir di dalam perayaan ekaristi.
Pada suatu hari minggu, ia sedang mengalami badmood dan berbicara dengan kuat
di dalam gereja sehingga mengganggu umat yang lain. Pastor menyuruh petugas
tata tertib untuk menyuruh orang itu keluar dari gereja. Orang itu tidak
melawan ketika ia disuruh keluar dari dalam Gereja. Sesampai di pintu depan
gereja, ia berteriak kepada pastor yang sedang memberi homily: “Pastor yang
terhormat, anda boleh menyuruh saya keluar dari dalam gereja pada saat homily,
tetapi ingat, belum tentu Tuhan Yesus menyuruh saya keluar dari dalam gereja
saat ini karena Dia mau saya mendengarNya”. Semua orang di dalam gereja kaget
dengan perkataan orang yang dianggap kurang waras itu. Ada seorang yang
berkata, “Wah ternyata masih ada orang gila yang waras”.
Yesus berkata lagi: “Sungguh, barang siapa tidak menerima Kerajaan Allah
seperti seorang anak kecil, ia tidak masuk ke dalamnya.” Anak-anak kecil pada
zaman Yesus menunjukkan kekhasan mereka yakni polos dan jujur. Sikap menerima
Kerajaan Allah adalah sikap seperti anak kecil yang polos dan jujur. Mereka tidak bersikap munafik. Sayang sekali
karena akibat “kemajuan zaman” anak-anak kecil sekarang ini banyak yang memang
masih kecil tetapi bermental orang dewasa. Mereka sudah mulai menipu, mencuri,
berbicara seperti orang dewasa karena kesalahan dalam parenting. Orang tua
belum menjadi orang tua yang efektif. Di kota-kota besar orang tua menyerahkan
tugas mendidik kepada para pembantu. Akibatnya anak-anak bertumbuh sehat tetapi
bermental seperti pembantu: cara berbicara dengan orang tua mirip pembantu dan
majikan, cara marah dan mencaci maki seperti dilakukan sesama pembantu di
pasar. Orang tua harus seperti mereka yang disebut di dalam bacaan Injil hari
ini. Mereka menyadari tugas dan panggilan mereka sehingga membawa anak-anaknya untuk
diberkati Tuhan. Yesus menerima anak-anak dengan memeluk, dan meletakkan tangan
ke atas mereka dan memberkati.
Sikap Yesus ini patut kita ikuti yakni keterbukaan untuk menerima dan
memberkati. Mengapa demikian? Penulis Kitab Putra Sirakh dalam bacaan pertama memberi jawaban-jawaban tertentu: Tuhan menciptakan manusia sesuai dengan citraNya. Oleh karena itu, Ia memberi bumi dan isinya dalam kuasa manusia. Di samping kuasa, Tuhan juga mengikat perjanjian dengan manusia dan menasihati untuk selalu melakukan hal-hal yang baik dan menghindari hal-hal yang jahat. Tuhan memberikan manusia lidah, mata dan telinga dan melengkapinya dengan suara hati.
memberkati. Mengapa demikian? Penulis Kitab Putra Sirakh dalam bacaan pertama memberi jawaban-jawaban tertentu: Tuhan menciptakan manusia sesuai dengan citraNya. Oleh karena itu, Ia memberi bumi dan isinya dalam kuasa manusia. Di samping kuasa, Tuhan juga mengikat perjanjian dengan manusia dan menasihati untuk selalu melakukan hal-hal yang baik dan menghindari hal-hal yang jahat. Tuhan memberikan manusia lidah, mata dan telinga dan melengkapinya dengan suara hati.
Lidah diberikan Tuhan kepada manusia untuk memuliakan
Tuhan. Pemazmur berdoa: “Dan lidahku akan menyebut-nyebut keadilanMu,
memuji-muji Engkau sepanjang hari” (Mzm 32:28) bukan untuk melakukan kejahatan
(Yak 3:6). Mata adalah pelita tubuh (Mat 6:22) tetapi banyak kali orang
menyalahgunakan mata untuk marah atau menonton serta melihat hal-hal dosa.
Telinga diciptakan Tuhan untuk mendengar Tuhan. “Hari ini dengarlah suara Tuhan”
(Mzm 95:7). Yesus berkata: “Berbahagialah matamu karena melihat dan telingamu
karena mendengar” (Mat 13:6).
Sabda Tuhan pada hari ini mengajak kita untuk memiliki
iman seperti anak kecil yang polos hatinya. Anak-anak kecil yang masih
membutuhkan jamahan dan berkat dari Tuhan. Banyak orang dewasa sudah sengaja
atau tidak sengaja menjauh dari Tuhan dan berkat-berkatNya karena mereka berpikir
bahwa Tuhan tidak lagi mutlak diperlukan
di dalam hidup ini. Padahal kita semua diciptakan sewajah dengan Tuhan sendiri.
Dia sendiri sang Pencipta yang tinggal di dalam hati nurani kita. Dialah yang
mengadakan perjanjian kudus supaya kita dapat melakukan apa yang baik dan menghindari apa
yang jahat di dalam hidup ini.
Doa: Tuhan, terima kasih atas kasih dan berkat-berkatMu
kepada kami. Amen
PJSDB
No comments:
Post a Comment