Saturday, May 25, 2013

Renungan 25 Mei 2013

Hari Sabtu, Pekan Biasa VII
Sir 17:1-15
Mzm 103: 13-14.15-16.17-18a
Mrk 10:13-16

Iman anak-anak kecil

“Romo, setelah komuni kudus, tolong berkati anak-anak ya”, demikian permohonan seorang ibu guru agama kepada saya. Kebetulan untuk pertama kali saya diminta memberkati anak-anak setelah komuni kudus. Saya berdiri di depan altar dan ibu guru agama menyanyikan lagi “biar anak-anak datang kepadaKu…”.  Dalam waktu singkat, anak-anak berlarian datang mendekatiku dan memohon untuk diberkati. Banyak kali saya memulainya dengan doa pemberkatan, dilanjutkan dengan memberikan tanda salib pada dahi anak-anak.  Anak-anak kelihatan bahagia dan mengatakan amen atau terima kasih pastor. Ada anak-anak yang setelah diberkati memeluk saya erat-erat, mungkin karena ada ransel yang saya letakkan di depan tubuh saya. Bahkan ada anak-anak yang tidak mau kembali ke tempat karena saya hanya memerciki mereka dengan air suci atau air berkat. Dahi mereka harus ditandai dengan tanda salib.

Ketika masih bertugas di daerah Timur Indonesia, saya sering diminta untuk
misa natal atau paskah bersama anak-anak usia SD. Pada mulanya saya merasa sangat sulit untuk merayakan misa, memberi homily kepada anak-anak.  Saya pernah bertanya kepada seorang pastor senior  tentang misa dengan anak-anak. Dia mengatakan kepada saya bahwa misa bersama anak-anak akan efektif kalau sebagai pastor dapat membaca dan memahami dengan baik Sabda Tuhan dan memperbincangkannya dengan bahasa anak-anak. Mereka akan mengingatnya sepanjang hidup mereka. Saya mencobanya dan ternyata anak-anak senang mendengar homily dengan bahasa mereka sendiri yakni yang mudah dipahami, dengan contoh-contoh praktis di rumah, sekolah atau peer group mereka.

Yesus dikenal sebagai pribadi yang mencintai anak-anak. Kita semua pasti mengingat bagaimana reaksi Herodes ketika mendengar khabar dari para majus . Semua anak laki-laki usia di bawah dua tahun dibunuh oleh para pengikut Herodes dan sebagai seorang anak kecil harus mengalami hidup sebagai  pengungsi di Mesir. Pengalaman-pengalaman ini secara manusiawi ikut membuat Yesus punya opsi yang besar untuk mengasihi anak-anak. Ketika orang-orang dewasa membawa anak-anak kepada Yesus untuk dijamah, para murid menghalangi dengan marah. Reaksi Yesus terhadap para murid adalah, membuka pikiran mereka untuk menerima anak-anak itu. Ia berkata: “Biarkanlah anak-anak datang kepadaKu! Jangan menghalang-halangi mereka! Sebab orang-orang seperti itu yang empunya Kerajaan Allah.

Di sini ada dua kubu yang memiliki konflik kepentingan. Para orang tua membawa anak-anak kepada Yesus untuk dijamah atau diberkati dan Yesus sangat terbuka dengan mereka. Para murid yang merasa diri status quo sehingga tidak memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk masuk di dalam kehidupan Yesus. Situasi ini kadang-kadang masih ada dan dibiarkan berkembang di dalam Gereja. Banyak orang mengalami ditolak untuk bertemu dengan Yesus karena larangan atau aturan manusiawi. Di daerah-daerah tertentu, para orang tua di larang menerima komuni kudus oleh pastor paroki karena pernikahan anak belum beres padahal mereka yang punya persoalan adalah anak, bukan orang tua mereka. Banyak kali kita menjadi penghalang bagi orang untuk bertemu dengan Yesus.

Ada seorang yang kurang waras selalu hadir di dalam perayaan ekaristi. Pada suatu hari minggu, ia sedang mengalami badmood dan berbicara dengan kuat di dalam gereja sehingga mengganggu umat yang lain. Pastor menyuruh petugas tata tertib untuk menyuruh orang itu keluar dari gereja. Orang itu tidak melawan ketika ia disuruh keluar dari dalam Gereja. Sesampai di pintu depan gereja, ia berteriak kepada pastor yang sedang memberi homily: “Pastor yang terhormat, anda boleh menyuruh saya keluar dari dalam gereja pada saat homily, tetapi ingat, belum tentu Tuhan Yesus menyuruh saya keluar dari dalam gereja saat ini karena Dia mau saya mendengarNya”. Semua orang di dalam gereja kaget dengan perkataan orang yang dianggap kurang waras itu. Ada seorang yang berkata, “Wah ternyata masih ada orang gila yang waras”.

Yesus berkata lagi: “Sungguh, barang siapa tidak menerima Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, ia tidak masuk ke dalamnya.” Anak-anak kecil pada zaman Yesus menunjukkan kekhasan mereka yakni polos dan jujur. Sikap menerima Kerajaan Allah adalah sikap seperti anak kecil yang polos dan jujur.  Mereka tidak bersikap munafik. Sayang sekali karena akibat “kemajuan zaman” anak-anak kecil sekarang ini banyak yang memang masih kecil tetapi bermental orang dewasa. Mereka sudah mulai menipu, mencuri, berbicara seperti orang dewasa karena kesalahan dalam parenting. Orang tua belum menjadi orang tua yang efektif. Di kota-kota besar orang tua menyerahkan tugas mendidik kepada para pembantu. Akibatnya anak-anak bertumbuh sehat tetapi bermental seperti pembantu: cara berbicara dengan orang tua mirip pembantu dan majikan, cara marah dan mencaci maki seperti dilakukan sesama pembantu di pasar. Orang tua harus seperti mereka yang disebut di dalam bacaan Injil hari ini. Mereka menyadari tugas dan panggilan mereka sehingga membawa anak-anaknya untuk diberkati Tuhan. Yesus menerima anak-anak dengan memeluk, dan meletakkan tangan ke atas mereka dan memberkati.

Sikap Yesus ini patut kita ikuti yakni keterbukaan untuk menerima dan
memberkati. Mengapa demikian? Penulis Kitab Putra Sirakh dalam bacaan pertama memberi jawaban-jawaban tertentu: Tuhan menciptakan manusia sesuai dengan citraNya. Oleh karena itu, Ia memberi bumi dan isinya dalam kuasa manusia. Di samping kuasa, Tuhan juga mengikat perjanjian dengan manusia dan menasihati untuk selalu melakukan hal-hal yang baik dan menghindari hal-hal yang jahat. Tuhan memberikan manusia lidah, mata dan telinga dan melengkapinya dengan suara hati.

Lidah diberikan Tuhan kepada manusia untuk memuliakan Tuhan. Pemazmur berdoa: “Dan lidahku akan menyebut-nyebut keadilanMu, memuji-muji Engkau sepanjang hari” (Mzm 32:28) bukan untuk melakukan kejahatan (Yak 3:6). Mata adalah pelita tubuh (Mat 6:22) tetapi banyak kali orang menyalahgunakan mata untuk marah atau menonton serta melihat hal-hal dosa. Telinga diciptakan Tuhan untuk mendengar Tuhan. “Hari ini dengarlah suara Tuhan” (Mzm 95:7). Yesus berkata: “Berbahagialah matamu karena melihat dan telingamu karena mendengar” (Mat 13:6).

Sabda Tuhan pada hari ini mengajak kita untuk memiliki iman seperti anak kecil yang polos hatinya. Anak-anak kecil yang masih membutuhkan jamahan dan berkat dari Tuhan. Banyak orang dewasa sudah sengaja atau tidak sengaja menjauh dari Tuhan dan berkat-berkatNya karena mereka berpikir bahwa  Tuhan tidak lagi mutlak diperlukan di dalam hidup ini. Padahal kita semua diciptakan sewajah dengan Tuhan sendiri. Dia sendiri sang Pencipta yang tinggal di dalam hati nurani kita. Dialah yang mengadakan perjanjian kudus supaya kita dapat melakukan apa yang baik dan menghindari apa yang jahat di dalam hidup ini.

Doa: Tuhan, terima kasih atas kasih dan berkat-berkatMu kepada kami. Amen



PJSDB

No comments:

Post a Comment