Saturday, February 29, 2020

Food For Thought: Perjumpaan mengubah hidup

Perjumpaan yang bermakna

Apakah anda pernah merasa wasting time? Saya merasa bahwa anda, saya, kita semua pernah merasa wasting time. Apa saja yang sudah kita rencanakan mendadak berubah. Akibatnya, banyak orang yang sudah masuk ke dalam zona wasting time tetap menikmatinya, nyaman dan tak mau keluar dari sana. Mereka yang lain merasa begitu menyesal karena waktu dan kesempatan berlalu tanpa ada hasil apapun. Perasaan wasting time dapat terjadi dalam pertemuan antar pribadi. Orang merasa boring, apalagi topik pembicaraan tidak sesuai dengan selera. Begitulah keadaan umum di mana-mana. Ketika ada sambutan dari pemerintah, homili pastor selalu ada perkataan boring, tidak nyambung dan lain sebagainya. Padahal salah satu hal yang penting dalam setiap perjumpaan adalah menguatkan relasi antar pribadi. Ada rasa bosan dan membuang waktu namun relasi antar pribadi itu jauh lebih luhur. Ini adalah kesempatan emas yang tidak akan diulangi lagi.

Pada hari ini kita mendengar kisah perjumpaan antara Tuhan dan manusia. Di dalam Kitab Perjanjian Lama, terjadi perjumpaan antara Tuhan dan nabi Yesaya. Perjumpaan dua pribadi ini sangatlah bermakna karena dengan kuasa sabda-Nya, Yesaya berubah dan mengubah hidup orang banyak sepanjang zaman. Buah dari perjumpaan ini adalah nabi Yesaya berubah dan ia juga mengubah hidup banyak orang dengan kuasa sabda Tuhan. Seruan tobat membantu banyak orang menjadi terang bagi sesama manusia. Di samping itu ada pertemuan kedua sosok yakni Tuhan Yesus dan Lewi sang Pemungut Cukai. Lewi sedang bekerja, mengaktualisasikan profesinya sebagai penagih pajak.  Yesus mengenalnya dan berniat untuk mengubah hidup Lewi. Tuhan Yesus mengejahwantahkan  pengalaman ini dalam relasi antar pribadi diri-Nya dengan Lewi. Sikap Lewi yang menakjubkan setelah mendapat panggilan Tuhan adalah: Mengangkat kepala, berdiri dengan tegap, meninggalkan segala sesuatu dan mengikuti Yesus. Perjumpaan ini sangat bermakna karena ada transformasi radikal dalam hidup ini.

Apakah anda sudah berjumpa dengan Tuhan? Tuhan Allah tidak kelihatan namun selalu hadir dalam hidup ini. Kita semua selalu menjumpai-Nya di dalam saat-saat kita membaca dan mendengar Kitab Suci di Gereja. Melalui Kitab Suci, Tuhan mengekspresikan cinta-Nya tanpa batas kepada manusia. Tuhan Yesus hadir melalui sakramen-sakramen yang kita terima. Setiap kali merayakan Ekarisiti kita berjumpa dengan Kristus yang tidak hanya berbicara tetapi memberi tubuh dan darah-Nya sebagai santapan di dunia dan menolong kita untuk melihat ke depan tentang ekaristi abadi di surga. Ekaristi sebagai sebuah sakramen merupakan perjumpaan yang menguatkan dan menyelamatkan. Ekaristi sungguh mengubah dan membaharui kehidupan kita. 

Mari kita merenung tentang setiap perjumpaan kita. Setiap perjumpaan antar pribadi selalu merupakan saat bermakna untuk berubah dalam hidup. Kita saling mengubah hidup kita untuk menjadi lebih baik lagi. Fokus perhatian kita kepada kebaikan sesama dan kemuliaan nama Tuhan.

Tuhan memberkati kita dan menganugerahi sukacita abadi.

P. John Laba, SDB

Homili 29 Februari 2020

Hari Sabtu sesudah Rabu Abu
Yes. 58:9b-14
Mzm. 86:1-2,3-4,5-6
Luk. 5:27-32

Belas kasih Allah begitu kaya

Saya selalu mengingat sharing dari sebuah keluarga dalam rekoleksi bersama. Keluarga ini sangat bersyukur kepada Tuhan karena merasakan belas kasih dan kebaikan-Nya. Keluarga ini konon memiliki masa lalu yang gelap dan orang-orang lain beranggapan bahwa tidak ada lagi masa depan bagi mereka. Ada anggapan bahwa anak-anak di dalam keluarga ini tidak akan memiliki masa depan yang cerah, pokoknya tak ada kebahagiaan di dalam keluarga itu selamanya. Namun anggapan orang-orang lain sangat berbeda dengan pengalaman nyata yang mereka alami. Sebagaimana St. Paulus katakan bahwa di mana dosa bertambah banyak, di sana kasih karunia menjadi berlimpah-limpah (Rm 5:20) demikian keluarga ini mendapat berkat dan rahmat berlimpah dari Tuhan. Ketika keluarga ini sadar diri, menerima diri apa adanya dan bertekad untuk menjadi baru maka Tuhan memberi rahmat dan berkat yang berlimpah. Kini mereka selalu bersyukur kepada Tuhan dengan mengatakan bahwa Tuhan sungguh baik dan belas kasih-Nya begitu kaya bagi mereka. 

Pengalaman sebuah keluarga ini merupakan pengalaman semua keluarga kita. Keluarga-keluarga itu umumnya tidak sempurna dan hanya Tuhan saja yang dapat menyempurnakan dan menguduskannya. Tidak ada sebuah keluarga yang dapat mengklaim diri sebagai keluarga kudus selain keluarga kudus dari Nazaret. Keluarga-keluarga kita hanya berusaha untuk menyerupainya meskipun tingkat keserupaan itu tidak mencapai seratus persen. Mengapa demikian? Karena kita semua adalah kumpulan orang-orang berdosa. Kita butuh Tuhan untuk menyelamatkan. Hanya Tuhan yang menganugerahkan penebusan berlimpah kepada orang-orang yang benar-benar membuka dirinya bagi keselamatan yang datang dari pada-Nya.

Kita mendengar kisah Yesus dari Injil Lukas hari ini. Ia melihat seorang pemungut cukai bernama Lewi yang nantinya disapa Matius sedang duduk di rumah cukai. Ia bekerja di lahan yang basah sehingga mereka selalu menjadi musuh sesama anak bangsanya. Alasannya adalah mereka mudah memperkaya diri sendiri dan mereka juga mendukung para penjajah Romawi karena bekerja bagi orang-orang Romawi. Mereka menjadi sasaran kebencian karena dianggap sebagai pengkhianat yang levelnya sama dengan kaum pendosa. Orang-orang seperti ini menjadi sahabat-sahabat Yesus.

Tuhan Yesus mengenal Lewi dengan masa lalunya ini dan Ia tahu bahwa Lewi membutuhkan-Nya. Tuhan Yesus lalu memanggil Lewi dengan namanya sendiri dan mengajak dia untuk mengikuti-Nya dari dekat. Sikap Lewi terhadap panggilan Yesus, “Ikutlah Aku” adalah ia berdiri, meninggalkan segala sesuatu dan mengikuti Yesus. Lewi bahkan bersyukur kepada Tuhan atas perubahan radikal di dalam hidupnya ini sehingga mengadakan perjamuan syukur bagi Yesus di rumahnya. Ia juga mengundang rekan-rekannya untuk makan bersama Yesus.

Reaksi atas perubahan radikal Lewi atau pertobatannya datang dari kaum Farisi. Mereka tidak bersyukur karena perubahan radikal dari kehidupan Lewi ini. Mereka masih melihat Lewi sebagai manusia lama bukan manusia baru. Sikap kaum Farisi ini dikritik oleh Yesus begini: "Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit; Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, tetapi orang berdosa, supaya mereka bertobat." (Luk 5:31-32). Di sini Yesus menunjukkan diri sebagai gembala baik dan menghadirkan wajah kerahiman Allah Bapa kepada orang-orang berdosa seperti Lewi dan kita semua saat ini.

Banyak kali kita belum mampu menunjukkan wajah Allah yang berbelas kasih kepada sesama. Kita masih menghitung-hitung kesalahan orang lain dan lupa diri bahwa kita juga orang berdosa. Sebenarnya kita tidak memiliki hak untuk menilai orang lain dan hidup pribadinya karena kita juga orang yang tidak sempurna. Titik kelemahan kita adalah lupa bahwa kita orang berdosa dan menganggap orang lain sebagai pendosa. Kita butuh sikap positif seperti Lewi. Orang boleh menilainya sebagai pendosa tetapi ia berani mengangkat kepalanya, berdiri tegak dan meninggalkan segala sesuatu, yakni pekerjaan dan masa lalunya untuk mengikuti Yesus dari dekat. Ia membutuhkan Yesus sebagai satu-satunya Penyelamat. Ia membutuhkan Yesus untuk menganugerahkan hidup baru  baginya.

Apa yang dapat kita lakukan supaya layak di hadirat Tuhan?

Nabi Yesaya dalam bacaan pertama mengingatkan kita untuk hidup selaras dengan kehendak Tuhan. Misalnya tidak lagi mengenakan kuk kepada sesama manusia, tidak menunjuk-nunjuk orang dengan jari dan memfitnah. Sebaliknya kita harus menyerahkan kepada orang lapar apa yang kita inginkan sendiri dan memuaskan hati kaum tertindas sehingga terang hidup kita akan terbit dalam kegelapan dan kegelapan kita seperti rembang tengah hari. Sikap positif ini membuka jalan keselamatan bagi kita semua. Dan Tuhan sendiri berjanji untuk menuntun dan memuaskan hati kita serta membaharui kekuatan kita. Tuhan akan menjadikan kita seperti taman yang diairi dengan mata air yang tidak akan mengecewakan kita. Memang orang-orang yang bertobat dan hidupnya selaras dengan kehendak Tuhan akan memperoleh penebusan berlimpah dari Tuhan. Tuhan Allah tidak berkenan akan kematian orang fasik, melainkan akan pertobatannya supaya hidup (Yeh 33:11). Mari kita bertobat dan mengalami belas kasih Tuhan yang berlimpah ruah.

Doa syukur kita pada hari ini adalah: “Ya Tuhan, Engkau sungguh baik dan suka mengampuni; kasih setia-Mu berlimpah bagi semua orang yang berseru kepada-Mu. Pasanglah telinga kepada doaku, ya Tuhan, dan perhatikanlah permohonanku.” (Mzm 86: 5-6). Amen.

PJ-SDB

Friday, February 28, 2020

Food For Thought: Berpuasa berarti mengasihi

Berpuasa berarti mengasihi

Umat katolik memasuki masa prapaskah sejak Hari Rabu. Hari Rabu sebagai pintu masuk ke masa prapaskah disebuh hari Rabu Abu. Hari Rabu karena perhitungan secara matematis akan menjadi 40 hari masa puasa, sedangkan hari Minggu bukanlah masa prapaskah. Hari Minggu selalu menjadi hari paskah kecil atau hari paskah mingguan. Abu karena setiap orang mau menunjukkan kerendahan hati dan pertobatan. Tuhan sendiri mengatakan kepada Adam: “Ingatlah bahwa engkau berasal dari debu dan akan kembali menjadi debu”. (Kej 3:19). Raja Daud di kemudian hari akan berkata: “Sebab Dia sendiri tahu apa kita, Dia ingat, bahwa kita ini debu.” (Mzm 103:14). Kita hanyalah debu di alas kaki Tuhan! Hari ini adalah hari Jumat pertama dalam masa prapaskah maka kita juga akan memulai devosi dan doa Jalan Salib untuk merenung kisa sengsara Tuhan kita Yesus Kristus.

Saya mengingat kata-kata menarik dari masa prefasi masa prapaskah ini: “Sebab kami yang sering berdosa karena hanya memperhatikan kepentingan sendiri, kini Engkau kehendaki supaya bersyukur kepada-Mu, dengan berpantang, sehingga dengan hidup lebih sederhana dan memberi makan kepada saudara dan saudari yang berkekurangan, kami dapat meniru kemurahan hati-Mu” (Prefasi Prapaskah III). Berpuasa menjadi saat untuk berbuat baik dan selalu siap untuk berbagi dengan sesama manusia. Nabi Yesaya dalam bacaan pertama hari ini berkata: “Berpuasa yang Kukehendaki, ialah supaya engkau membuka belenggu-belenggu kelaliman, dan melepaskan tali-tali kuk, supaya engkau memerdekakan orang yang teraniaya dan mematahkan setiap kuk, supaya engkau memecah-mecah rotimu bagi orang yang lapar dan membawa ke rumahmu orang miskin yang tak punya rumah, dan apabila engkau melihat orang telanjang, supaya engkau memberi dia pakaian dan tidak menyembunyikan diri terhadap saudaramu sendiri!” (Yes 58: 6-7).

Tuhan Yesus dalam Injil mengatakan bahwa berpuasa adalah kesempatan untuk bersukacita. Dia adalah sang mempelai sejati dan kita adalah sahabat-sahabat mempelai. Di saat berada bersama-Nya maka sukacita itu mengalir dengan sendirinya di dalam hidup kita. Dengan demikian keadilan juga akan mendapat pijakannya dalam sukacita bersama Tuhan. Prinsip yang perlu kita bangun bersama hari ini adalah: “Carilah yang baik dan jangan yang jahat, supaya kamu hidup, dan Allah akan menyertai kamu” (Amos 5:14). Berpuasa sesungguhnya berarti mengasihi dan bersikap adil terhadap Tuhan dan sesama.

P. John Laba, SDB

Homili 28 Februari 2020

Hari Jumat sesudah Rabu Abu
Yes. 58:1-9a
Mzm. 51:3-4,5-6a,18-19
Mat. 9:14-15

Memaknai masa puasa kita

Kita barusan memulai masa Retreat Agung selama 40 hari sejak Hari Rabu Abu yang lalu. Ada tiga hal penting yang Tuhan Yesus harapkan dari kita supaya mengejawantahkannya di dalam hidup kita setiap hari selama masa Retreat Agung ini yakni melakukan perbuatan amal kasih, meningkatkan kualitas doa dan berpuasa. Selama masa pra paskah ini kita berusaha untuk melakukan karya dan pelayanan amal kasih. Hal ini kita lakukan dengan sadar tanpa memamerkannya kepada siapapun apa yang sudah sedang kita lakukan.Mengapa demikian? Sebab Tuhan sudah lebih dahulu melakukannya bagi kita. Ia menciptakan segala sesuatu dan menyerahkan ke dalam tangan sebagai administrator segala ciptaan untuk kebaikan semua orang. Selama masa prapaskah diharapkan supaya hidup doa kita menjadi semakin baik. Kalau tadinya kita hanya sekedar berdoa karena sebuah rutinitas maka sekarang doa haruslah menjadi sebuah kebutuhan. Artinya kita berdoa lebih baik lagi. Selama masa prapaskah kita juga melakukan puasa dan pantang. Ini adalah sebuah cara kita mengekang hidup kita dari hawa nafsu, makanan dan minuman juga semua kebutuhan yang sangat mengikat hati kita sehingga tidak mampu berbagi dengan sesama dan berdoa kepada Tuhan.

Pada hari ini pikiran kita kembali menjadi dibuka karena perkataan Tuhan melalui nabi Yesaya tentang puasa yang benar. Mula-mula Tuhan mengingatkan Yesaya supaya menunjukkan kuasa Tuhan dalam tugas kenabiannya, dengan berani mengatakan kesalahan dan dosa umat Allah. Jadi Yesaya harus berani menunjukkan dirinya sebagai nabi dengan membuka mulut dan mengatakan apa adanya tentang umat Allah bukan menutupi borok-borok mereka. Kalau mereka berdosa maka dia harus mengatakan bahwa mereka adalah orang berdosa. Tuhan mengingatkan Yesaya bahwa umat-Nya memiliki potensi untuk selalu mencari-Nya. Mereka tidak segan-segan bertanya: "Mengapa kami berpuasa dan Engkau tidak memperhatikannya juga? Mengapa kami merendahkan diri dan Engkau tidak mengindahkannya juga?" (Yes 58:3). Bangsa Israel memahami puasa secara harafiah dalam kaitannya dengan usaha mengontrol diri terhadap makanan dan minuman. Pada masa kini orang memahami puasa dalam arti yuridis yakni makan kenyang hanya sekali sehari. Selain puasa ada pantang. Pantang dalam arti yuridis adalah setiap pribadi memilih pantang daging, atau ikan atau garam, atau jajan atau rokok. Bila dikehendaki masih bisa menambah sendiri puasa dan pantang secara pribadi, tanpa dibebani dengan dosa bila melanggarnya. Berpuasa adalah wajib bagi orang katolik berusia 18-60 tahun, sedangkan berpantang mengikat orang katolik berusia 14 tahun ke atas. Ini adalah hal yang legal dan sudah lumrah, hanya masih sulit untuk dilakukan di dalam hidup kita.

Tuhan Allah mengajar umat-Nya untuk memahami makna yang lebih luas dari berpuasa. Ternyata puasa yang sudah sedang dijalankan oleh umat Israel tidaklah sesuai dengan kehendak Tuhan Allah. Mereka masih mengurusi urusan pribadi dan melupakan sesamanya, mereka mendesak-desak kaum buruh untuk bekerja bahkan sampai melewati batas waktu kerjanya, mereka berbantah-bantah, berkelahi, saling memukul dengan tinju secara tidak semena-mena. Dan Tuhan mengatakan bahwa cara puasa seperti ini tidak layak bagi-Nya. Suara mereka pun tidak akan didengar oleh Tuhan. Berpuasa itu bukan melakukan apa yang kita sukai sebagai manusia tetapi melakukan apa yang Tuhan kehendaki supaya kita melakukannya dalam hidup kita.

Tuhan Allah dengan tegas menjelaskan makna puasa yang konkret dan nyata bagi umat-Nya yakni: “Berpuasa yang Kukehendaki, ialah supaya engkau membuka belenggu-belenggu kelaliman, dan melepaskan tali-tali kuk, supaya engkau memerdekakan orang yang teraniaya dan mematahkan setiap kuk, supaya engkau memecah-mecah rotimu bagi orang yang lapar dan membawa ke rumahmu orang miskin yang tak punya rumah, dan apabila engkau melihat orang telanjang, supaya engkau memberi dia pakaian dan tidak menyembunyikan diri terhadap saudaramu sendiri!” (Yes 58:6-7). Makna puasa yang Tuhan kehendaki ini juga menjadi visi dan misi dari Tuhan Yesus sendiri (Luk 4:19). Maka puasa yang sebenarnya adalah kasih dan sukacita yang kita miliki dan kita bagikan kepada sesama. Hanya dengan demikian kita akan memancarkan terang dan luka kita akan pulih dengan segera. Kebenaran akan berada di depan dan kemuliaan Tuhan barisan belakang kita. Tuhan akan menjawabi doa dan seruan kita bahkan Ia mewahyukan diri-Nya secara nyata di dalam hidup kita.

Nubuat Tuhan dalam Kitab nabi Yesaya menjadi nyata di dalam hidup kita. Tuhan Yesus sendiri menjelaskan secara baru makna puasa kepada para murid dan orang banyak yang mengikuti-Nya dari dekat. Dikisahkan dalam Injil Matius bahwa para murid Yohanes Pembaptis bertanya kepada Yesus bahwa mereka dan kaum Farisi berpuasa sedangkan para murid-Nya tidak berpuasa. Yesus bertanya kepada mereka: "Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berdukacita selama mempelai itu bersama mereka? Tetapi waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa.” (Mat 9:15). Berpuasa bagi Yesus adalah supaya kita sebagai para sahabat mempelai selalu bersukacita di dalam hidup, dan berduka cita manakala sang Mempelai memulai penderitaan-Nya.

Apa yang harus kita lakukan?

Tuhan mengharapkan kita untuk berubah dan siap untuk melayani seperti Ia sendiri telah melayani kita. Gereja di Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) membuka wawasan umat beriman untuk mewujudkan puasanya dengan benar, dengan membangun keadilan sosial. Semboyan yang kita usung bersama adalah: “Amalkan Pancasila: Kita Adil, Bangsa Sejahtera”. Dalam tahun keadilan ini, umat beriman diharapakan menjadi saksi Kristus. Satu hal sebagai wujud nyata puasa kita adalah gerakan celengan untuk kaum miskin, mereka yang lapar, haus, tak memiliki pakaian dan tuna wisma. Semua ini juga menjadi pekerjaan belas kasih Allah di dalam hidup kita. Celengan merupakan tanda pertobatan kita. Kita berbagi dengan orang-orang yang sangat membutuhkan, dan ini juga menjadi tanda keadilan yang kita perjuangkan bagi semua orang.

Kita juga membawa sukacita bagi semua orang, khususnya bagi saudari-saudara di banyak tempat yang sedang menjadi korban banjir dan bencana alam lainnya. Semua ‘celengan’ dan aneka donasi lain merupakan ungkapan kasih kita dari Tuhan kepada mereka semua. Mari kita belajar untuk berbagi. Bagi saya ini merupakan wujud nyata puasa kita, bukan hanya sekedar soal makan dan minum tetapi keberpihakan kepada sesama manusia dan usaha kita untuk mengoyakan hati dan melakukan pertobatan pribadi. Selamat menjalankan jalan salib pertama di masa prapaskah ini.

PJ-SDB

Wednesday, February 26, 2020

Homili 25 Februari 2020

Hari Selasa, Pekan Biasa ke-VII
Yak. 4:1-10
Mzm. 55:7-8,9-10a,10b-11a,10b-11a,23
Mrk. 9:30-37

Tidak mengerti Perkataan Yesus!

Saya pernah mendengar sharing para guru dalam sebuah acara rekoleksi para guru dari sebuah sekolah Katolik. Salah seorang guru senior di sekolah itu mengatakan: “Romo, saya sudah bertahun-tahun mengajar di sekolah ini. Setiap angkatan memiliki keunikan masing-masing. Ada angkatan yang kelihatan mengerti tetapi sebenarnya tidak semuanya mengerti. Ada angkatan yang kelihatan mampu menyimak tetapi ternyata tidaklah demikian. Namun dengan pengalaman ini kami semakin tekun untuk melakukan tugas dan tanggung jawab kami sebagai pendidik.” Saya senang mendengar sharing ini. Para guru sebagai pendidik selalu memiliki harapan yang terbaik bagi setiap muridnya, meskipun kadang-kadang mereka juga merasa kecewa dengan para murid karena mereka tidak mengerti, tidak menyimak dan lain sebagainya. Saya yakin bahwa banyak di antara kita memiliki pengalaman yang mirip.

Pada hari terakhir sebelum kita memasuki masa prapaskah ini, Tuhan Yesus kembali menyapa kita melalui Injil Markus. Dikisahkah bahwa ketika itu Yesus dan para murid-Nya melintasi Galilea. Ia menggunakan kesempatan untuk mengajar para murid-Nya sehingga Ia berusaha supaya perjalanan-Nya ini tidak diketahui oleh banyak orang. Apa yang hendak Tuhan Yesus ajarkan kepada para murid-Nya saat itu? Ia mengajar tentang rahasia paskah-Nya. Hal ini terungkap dalam perkataan-Nya ini: "Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia, dan mereka akan membunuh Dia, dan tiga hari sesudah Ia dibunuh Ia akan bangkit." (Mrk 9:31). Tentu saja perkataan Yesus ini mengagetkan para murid-Nya. Mereka kaget karena tidaklah mungkin Yesus akan wafat secara tragis di salib. Ini sungguh menjadi sebuah tragedi besar di dalam pikiran mereka.

Lalu apa reaksi para murid-Nya saat itu? Para murid Yesus menunjukkan kerapuhan hidup mereka sebagai manusia. Hal ini mereka tunjukkan dengan tidak mengerti perkataan Yesus dan segan untuk bertanya kepada-Nya. Kita mungkin menertawakan para murid yang sudah sedang berjalan bersama Yesus. Mereka sudah berjalan bersama-Nya selama lebih kurang tiga tahun, namun mereka masih belum juga mengenal jati diri Yesus yang sebenarnya. Mereka belum mengenal Yesus karena segan untuk bertanya kepada-Nya. Banyak kali sikap para murid ini menjadi sikap kita. Kita sudah menerima sakramen pembaptisan dan berpikir bahwa sudah cukuplah demikian. Kita berdevosi kepada para kudus, aktif dalam hidup menggereja, namun semua ini belumlah menjadi jaminan bagi keselamatan kita. Kita harus berusaha untuk mengerti setiap perkataan Yesus dan berani ‘bertanya’ kepada Tuhan Yesus dalam doa-doa kita. Mengapa kita masih segan terhadap Yesus dan malu bertanya atau berdoa kepada-Nya?

Hal lain yang menjadi pembicaraan di kalangan para murid saat itu adalah tentang siapakah yang terbesar di antara mereka sebagai murid di hadapan Yesus. Memang rasanya pertanyaan ini aneh tapi selalu menjadi kenyataan. Yesus sempat bertanya kepada mereka:  "Apa yang kamu perbincangkan tadi di tengah jalan?" (Mt 9:33). Mereka sangat manusiawi dan menunjukkan titik lemah mereka. Mereka sempat terdiam karena dalam perjalanan yang barusan dilewati, mereka memperbincangkan siapa kiranya yang terbesar di antara mereka. Yesus mendengar dan menyimak lalu mengajarkan sebagai berikut: "Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya."

Tuhan Yesus membuka pikiran dan hati para murid-Nya bukan untuk selamanya tidak mengerti perkataan Yesus. Mereka harus memiliki kemampuan untuk mengerti setiap perkataan Tuhan Yesus. Untuk itu mereka harus memiliki kebajikan kerendahan hati. Yesus berkata: "Barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku. Dan barangsiapa menyambut Aku, bukan Aku yang disambutnya, tetapi Dia yang mengutus Aku." (Mrk 9:37). 

Pada hari ini kita semua dikuatkan oleh Tuhan supaya beruasaha memahami perkataan Tuhan. Kita tidak harus merasa malu untuk bertanya kepada Tuhan apa yang menjadi rencana-Nya bagi kita. Tuhan sendiri berkata: “Serahkanlah kuatirmu kepada Tuhan , maka Ia akan memelihara engkau! Tidak untuk selama-lamanya dibiarkan-Nya orang benar itu goyah.” (Mzm 55:23).

PJ-SDB

Thursday, February 20, 2020

Homili 20 Februari 2020

Hari Kamis, Pekan Biasa ke-VI
Yak. 2:1-9
Mzm. 34:2-3,4-5,6-7
Mrk. 8:27-33

Berbahagialah orang miskin

Saya sering menonton cuplikan video singkat inspirasi kehidupan tentang perlakuan orang kaya terhadap orang miskin di Facebook. Sosok-sosok yang ditampilkan adalah kaum milenial yang memiliki segalanya yakni harta dan kuasa berhadapan dengan orang-orang miskin dan tak berdaya. Diksi yang dipakai dalam pembicaraan para milenial ini cenderung merendahkan sesama milenial yang miskin, ditambahi dengan kekerasan verbal dan kekerasan fisik. Settingan tempat biasanya di restoran dengan makanan yang mewah, kantor dengan isinya yang sangat modern, mobil-mobil produksi terbaru dan lain-lain yang kiranya mewakili gaya hidup orang kaya dalam pikiran para milenial masa kini. Kadang-kadang ada pemeran orang pertama perusahaan yang menyamar sebagai orang miskin untuk mengetahui keadaan sesungguhnya dari perusahaan yang dipimpinnya. Dari situ ia berhasil membongkar borok-borok orang yang sudah lama berkarya di perusahaan, misalnyanya yang suka menindas, tidak jujur, tidak adil dan lain sebagainya. Saya menangkap salah satu isyarat penting dari berbagai cuplikan video singkat ini bahwa orang miskin di mata manusia dianggap rendah tetapi tentu berbeda di mata Tuhan. Tuhan justru menyapa kaum miskin ‘sahabat bukan hamba’ dan ‘berbahagia’ sebagai sapaan yang sangat bermakna.

Pada hari ini kita mendengar kelanjutan pengajaran dari Rasul Yakobus. Ia mengingatkan komunitasnya supaya dalam menghayati iman kristiani, mereka jangan memandang muka. Mereka memandang semua orang sebagai saudara dan sahabat bukan sebagai hamba atau orang rendahan yang tidak berguna. Sikap memilih-milih dan memisahkan sesama berdasarkan harta kekayaannya sangat tidak kristiani karena di mata Tuhan kita semua sama. Mengapa? Sebab semua yang kita miliki adalah titipan Tuhan. Tugas kita adalah saling menolong supaya kebahagiaan itu menjadi milik kita semua bukan milik seseorang atau satu kelompok saja.

Tentang hal ini Rasul Yakobus memberi contoh ini: “Jika ada seorang masuk ke dalam kumpulanmu dengan memakai cincin emas dan pakaian indah dan datang juga seorang miskin ke situ dengan memakai pakaian buruk, dan kamu menghormati orang yang berpakaian indah itu dan berkata kepadanya: "Silakan tuan duduk di tempat yang baik ini!", sedang kepada orang yang miskin itu kamu berkata: "Berdirilah di sana!" atau: "Duduklah di lantai ini dekat tumpuan kakiku!", bukankah kamu telah membuat pembedaan di dalam hatimu dan bertindak sebagai hakim dengan pikiran yang jahat?” (Yak 2:2-4). Contoh yang dipakai Yakobus ini selalu terjadi di dalam kehidupan kita. Saya sebagai seorang Romo selalu merasakannya. Misalnya, Romo itu selalu menjadi prioritas: orang pertama yang mengambil makanan dan minuman di meja, dilayani secara khusus, duduk di tempat yang bagus, selalu ada orang yang menemani untuk berbicara dan aneka perlakuan khusus lainnya. Hal ini sangatlah berbeda dengan para umat yang miskin dan lemah. Mereka dibiarkan begitu saja, mendapat sapaan pun tidak. Perlakuan seperti ini sebenarnya keliru. Sebab siapa saja yang ada di dalam Gereja bersamaan kedudukannya di hadapan Tuhan.

Untuk mengatasi sikap hidup semacam ini, Rasul Yakobus mengoreksi komunitasnya dan kita semua saat ini supaya tidak memilih dan memilah-milah sesama kita. Kita semua sama di hadapan Tuhan. Di atas langit masih ada langit! Berkaitan dengan ini Rasul Yakobus berkata: “Dengarkanlah, hai saudara-saudara yang kukasihi! Bukankah Allah memilih orang-orang yang dianggap miskin oleh dunia ini untuk menjadi kaya dalam iman dan menjadi ahli waris Kerajaan yang telah dijanjikan-Nya kepada barangsiapa yang mengasihi Dia?” (Yak 2:5). Tuhan Allah mengarahkan mata-Nya, memilih orang-orang yang mengasihi-Nya yakni kaum miskin di dunia ini supaya menjadi kaya di dalam iman dan menjadi ahli waris Kerajaan-Nya. Yakobus mengakhiri pengajarannya dengan mengingatkan hukum kasih yang harus dilakukan di dalam hidup ini. Ia berkata: “Jikalau kamu menjalankan hukum utama yang tertulis dalam Kitab Suci: "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri", kamu berbuat baik. Tetapi, jikalau kamu memandang muka, kamu berbuat dosa, dan oleh hukum itu menjadi nyata, bahwa kamu melakukan pelanggaran.” (Yak 2:8-9).

Tuhan menunjukkan keberpihakan-Nya kepada kaum miskin ketika mengutus Yesus Putera-Nya ke dunia dengan mengambil rupa sebagai orang miskin sehingga membuat manusia yang miskin menjadi kaya di hadirat-Nya yang Mahakudus. St. Paulus menjelaskan model keberpihakan Tuhan Allah dalam perkataan ini: “Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: "Yesus Kristus adalah Tuhan," bagi kemuliaan Allah, Bapa!” (Flp 2:5-11). Yesus Kristus tetaplah model inspiratif bagi kita semua.

Tuhan Yesus Kristus menurut pengakuan iman St. Petrus, adalah Mesias atau Dia yang diurapi dan dikuduskan. Ini adalah sebuah hal yang istimewa bagi orang-orang zaman itu. Namun Yesus berusaha melarang mereka dengan keras supaya tidak boleh memberitahukan identitas-Nya kepada orang lain. Yesus bukanlah Mesias yang jaya sesuai kriteria manusia tetapi seorang Mesias yang menderita bahkan dibunuh dan pada hari ketiga bangkit dengan jaya. Tentu hal ini mengagetkan semua murid yang mendengar perkataan Yesus saat itu. Petrus yang barusan mengakui Yesus sebagai Mesias juga mendapat teguran keras dan disebut sebagai ‘iblis’ oleh Yesus karena memikirkan Yesus sebagai Mesias yang jaya bukan Mesias yang menderita. Pikiran Petrus memang sangat manusiawi tetapi itu juga yang menjadi pikiran banyak orang. Posisi atau kedudukan, harta dan kuasa selalu ada di dalam pikiran manusia dan lupa bahwa menderita juga dibutuhkan di dalam hidup untuk mendewasakan dan membahagiakan. Bekas luka selalu mengajar kita bagaimana kita menghargai hidup dan kehidupan sesama, orang miskin dan lemah sekalipun. Kita semua sama di mata Tuhan.

PJ-SDB

Sunday, February 16, 2020

Homili Hari Minggu Biasa ke-VIA - 2020

Hari Minggu Biasa VI/A
Sir 15:15-20
Mzm 119:1-2.4-5.17-18.33-34
1Kor 2:6-10
Mat 5:17-34

Aku melakukan hukum-Mu, ya Tuhan

Kita memasuki Hari Minggu Biasa ke-VI/A. Tuhan Allah menyapa kita dan mengharapkan agar kita memahami hukum-hukum dan ketetapan-Nya. Hukum dan ketetapan Tuhan bagi kita adalah kasih sebab Dia adalah kasih. Tuhan sendiri menghendaki agar kita mengasihi seperti Dia sendiri telah mengasihi kita. Kita berbuat baik sebab Tuhan lebih dahulu berbuat baik kepada kita. Kita berlaku adil seperti Tuhan lebih dahulu berlaku adil bagi kita. Kita berlaku jujur sebab Tuhan lebih dahulu jujur kepada kita.

Kita sebagai manusia selalu di hadapkan pada pilihan-pilihan hidup untuk berbuat baik atau untuk berbuat jahat. Sebab itu kita harus berani untuk memilih dan berkomitmen untuk melakukannya dengan sempurna. Kita mendengar dalam Kitab Putra Sirakh perkataan ini: “Asal sungguh mau engkau dapat menepati hukum, dan berlaku setiapun dapat kaupilih.” (Sir 15:15). Kalau orang memiliki komitmen yang jelas maka ia akan menepati hukum-hukum Tuhan. Ini merupakan sebuah pilihan yang tepat untuk melakukan hukum Tuhan. Pilihan-pilihan itu ibarat api dan air. Tuhan meletakannya di hadapan kita dan kita harus memilih yang terbaik. Sambil kita memilih, iman kita harus tetap teguh kepada Tuhan. Mengapa demikian? Sebab Dialah yang memiliki rencana dan kuasa bagi kita. Sebagaimana dikatakan dalam bacaan pertama: “Mata Tuhan tertuju kepada orang yang takut kepada-Nya, dan segenap pekerjaan manusia la kenal. Tuhan tidak menyuruh orang menjadi fasik, dan tidak memberi izin kepada siapapun untuk berdosa.” (Sir 15:19-20).

Dari bacaan pertama kita semua dikuatkan oleh Kitab Putra Sirakh untuk semakin mengimani Tuhan di dalam hidup kita. Mata-Nya tertuju kepada orang yang takut kepada-Nya. Mata Tuhan memandang berarti Ia sangat mengasihi orang tersebut. Dengan demikian, Tuhan juga tidak mengijinkan orang untuk menjadi orang fasik dan tidak memberi izin supaya orang jatuh ke dalam dosa. Tetapi mengapa orang masih jatuh ke dalam dosa, bahkan mengulangi dosa yang sama? Sebab manusia masih belum menyadari kehadiran Tuhan di dalam hidupnya. Ia masih belum sadar bahwa Tuhan selalu memandang dirinya di mana saja ia berada. Saya teringat pada St. Yohanes Bosco yang selalu menasihati anak-anak di oratorium dan menuliskannya di palang pintu rumah perkataan ini: "Tuhan melihat engkau". Don Bosco hendak menegaskan kepada kaum muda bahwa Tuhan sungguh mengasihi dan menerima mereka apa adanya. Sebab itu mereka harus berusaha untuk tidak boleh jatuh ke dalam dosa. 

Santu Paulus dalam bacaan kedua mengatakan kepada jemaat di Korintus bahwa ia bersama rekan-rekannya memberitakan hikmat Tuhan Allah. Paulus mengatakan bahwa hikmat Tuhan Allah itu adalah hikmat Allah yang tersembunyi dan rahasia, yang sebelum dunia dijadikan, telah disediakan Allah bagi kemuliaan kita. Hikmat Tuhan Allah ini tidak dikenal oleh semua orang. Para penguasa juga tidak mampu mengenal hikmat Tuhan Allah sehingga mereka menyalibkan Tuhan yang mulia. Tuhan menganugerahkan segala sesuatu kepada mereka yang dikasihi-Nya. St. Paulus mengakhiri perkataannya seperti ini: “Karena kepada kita Allah telah menyatakannya oleh Roh, sebab Roh menyelidiki segala sesuatu, bahkan hal-hal yang tersembunyi dalam diri Allah.” (1Kor 2:10).

Dalam bacaan Injil, Tuhan Yesus melanjutkan diskursus-Nya di atas bukit Sabda Bahagia. Setelah mengingatkan para murid-Nya untuk menjadi garam dan terang dunia, kini Ia mengajarkan banyak hal yang baik dan inspiratif bagi semua orang. Ia mengakui bahwa kedatangan-Nya ke dunia adalah untuk melengkapi dan menyempurnakan hukum Taurat. Pikiran kita tentang hukum Taurat adalah semua perintah Tuhan yang tertulis di dalam Kitab-Kitab Taurat Musa atau yang kita kenal dengan sebutan Pentateukh. Di dalam Kitab Musa, kita mengenal Allah sebagai kasih yang mengajar kita untuk mengasihi Tuhan dengan segenap hati, segenap pikiran dan kekuatan dan kita juga mengasihi sesama seperti kita mengasihi diri kita sendiri. Yesus dengan tegas mengatakan bahwa satu iota atau satu titik pun tidak akan dihilangkan oleh- Nya. Orang yang mengabaikan hukum Tuhan akan mendapat tempat yang tidak layak, orang yang mengikuti hukum Tuhan akan mendapat tempat yang layak baginya.

Selanjutnya, Yesus meminta kepada para murid supaya bersikap realistik dengan kehidupan mereka. Dengan demikian mereka harus mencari yang terbaik, memberi kesaksian tentang kasih dan kebaikan serta keadilan Tuhan. Yesus berkata: “Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga.” (Mat 5:20). Maka hal yang harus kita lakukan adalah meningkatkan kualitas kasih dan kebaikan kepada sesama manusia. Kita tidak memiliki tugas untuk mengadili dan mengesampingkan sesama. Kita menerima mereka apa adanya dan mengasihi mereka apa adanya. Sebab itu butuh komitmen pribadi yang jelas: “Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat.” (Mat 5: 37).

Tuhan mengingatkan kita semua untuk melakukan perbuatan kasih kepada sesama dan berlaku adil bagi mereka. Tuhan Yesus tidak mengajarkan kita untuk berbuat jahat sebab Tuhan Allah kita baik adanya. Tuhan Yesus tidak mengajar kita untuk membalas kejahatan dengan kejahatan, justru kejahatan harus dibalas dengan kebaikan supaya orang tetap baik di hadirat Tuhan. Hal terpenting bagi kita pada pekan ini adalah selalu berusaha untuk melakukan yang terbaik di dalam hidup ini. Setiap perbuatan baik akan kembali kepada kita lebih dari yang kita butuhkan bukan kita sukai.

Apakah kamu sudah berdoa dan mengucap syukur di dalam hidupmu? Doa mengubah hidup kita untuk lebih berkualitas sebagai orang katolik. Kita berbangga sebagai orang katolik karena Tuhan lebih dahulu mengasihi. Tugas kita saat ini adalah mewujudnyatakan hukum Tuhan dalam kasih.

PJ-SDB

Friday, February 14, 2020

Homili 14 Februari 2020

Hari Jumat, Pekan Biasa ke-V
Peringatan Wajib St. Sirilus dan St. Metodius
1Raj. 11:29-32; 12:19
Mzm. 81:10-11ab,12-13,14-15
Mrk. 7:31-37

Ia menjadikan segalanya baik

Pada hari ini kita mengenang dua orang kudus bersaudara yakni St. Sirilius dan St. Metodius. St. Sirilus terlahir dengan nama Konstantin pada tahun 827 di Tesalonika, Yunani. Saudaranya bernama St. Metodius. Keduanya lazim berbahasa Slavi karena kemungkinan besar ibu mereka adalah orang Slavi. Konstantin alias Sirilius belajar filsafat di Universitas Konstantinopel, lalu ditahbiskan sebagai seorang imam. Selanjutnya, beliau dikirim bersama Metodius, oleh Kaisar untuk mempertobatkan orang-orang Yahudi Khazars. Sirilius dan Metodius tidak hanya berhasil dalam bermisi, tetapi mereka juga mempelajari budaya dan bahasa Khazars. Dengan bermodalkan bahasa Slavia yang digunakan di Moravia, dan keberhasilan pada misi sebelumnya, Sirilus dan Metodius memohon untuk menjadi misionaris di Moravia pada tahun 863. Kedua bersaudara ini berhasil menerjemahkan Liturgi dan Kitab Suci ke dalam Bahasa Slavia. 

Apa yang mereka lakukan mendapat pertentangan, karena pada saat itu penggunaan bahasa setempat belumlah dikenal dalam Gereja katolik. Gereja menggunakan bahasa setempat setelah Konsili Vatikan II. St. Sirilus dan St. Metodius sempat dipanggil oleh Paus St. Nikolas I ke Roma. Sayang sekali karena sri Paus meninggal dunia sebelum bertemu dengan kedua bersaudara ini. Penggantinya, Paus Adrian II menerima mereka dan memberikan dukungan atas pelayanan mereka. Keduanya diangkat sebagai Uskup, tetapi Sirilus tidak dapat kembali ke Moravia.  Sirilus meninggal dunia pada 14 Februari 869 di Roma, Italia.

Sto. Metodius lahir sekitar tahun 826. Metodius belajar filsafat di Universitas Konstantinopel. Ia kemudian menjadi seorang biarawan dan ditahbiskan sebagai seorang imam. Ia melakukan perjalanan untuk mempertobatkan banyak orang. St. Metodius dan saudaranya St. Sirilus mengajukan permohonan dan merekapun terpilih untuk pergi ke Moravia pada tahun 863. St. Metodius kembali ke Moravia dan menjadi Uskup Agung. Pada tahun 870, dalam Sinode Ratisbon, Metodius dikutuk, diturunkan, dan dipenjarakan. Tiga tahun kemudian ia dibebaskan oleh Paus Yohanes VIII dan dikembalikan jabatannya. Metodius kemudian menyelesaikan penerjemahan seluruh Kitab Suci kedalam bahasa Slavia, kecuali Kitab Makabe. Ia meninggal dunia pada 6 April 885 di Moravia, Republik Ceko.

Kedua orang kudus kakak beradik ini sangat inspiratif bagi Gereja masa kini. Mereka adalah misionaris ulung yang tidak kenal lelah dalam mewartakan Injil di daerah-daerah lain. Mereka berani untuk menyerahkan diri dan melayani Tuhan sebagai gembala di dalam Gereja. Misi awal mereka adalah membawa pertobatan kepada orang-orang Yahudi Khazars. Perutusan dan karya yang lain adalah dalam hal inkulturasi. Iman katolik seharusnya berisifat inkulturatif. Apa yang mereka lakukan? Kedua orang kudus ini berusaha untuk menerjemahkan tata perayaan liturgi dan Kitab Suci ke dalam Bahasa Slavi sehingga mudah dimengerti oleh orang-orang setempat. Dengan demikian mereka dapat berdoa dan beribadat kepada Tuhan, mengenal dan mengasihi Sabda Tuhan sebab mereka mengerti apa yang mereka lakukan. Tentu saja mereka tidak harus tinggal di tempat, tetapi berkeliling dan berbuat baik. Semangat misioner Tuhan Yesus menjadi semangat mereka.

Kehidupan kedua orang kudus ini turut menginspirasikan kita untuk memahami bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini. Tuhan Yesus menurut Injil Markus barusan menyembuhkan seorang perempuan di Tirus yang kerasukan setan. Ia membawa keselamatan kepada semua orang tanpa memandang siapa yang sedang dilayani-Nya. Ini adalah sikap utama seorang misonaris yang siap melayani kapan dan di mana saja. Semangat Yesus ini yang kiranya menginspirasikan St. Sirilius dan Metodius untuk meninggalkan zona nyaman mereka supaya lebih bebas melayani Tuhan di tanah misi. 

Kini Tuhan Yesus melanjutkan perjalanan dari Tirus melewati Sidon menuju ke danau Galilea melalui daerah Dekapolis. Apa yang terjadi di daerah Dekapolis ini? Nama Tuhan Yesus sudah dikenal di kalangan luas. Maka ketika mereka tahu bahwa Ia sedang melewati tempat mereka, orang beramai-ramai mendekati dan memohon keselamatan. Kali ini orang-orang di daerah Dekapolis membawa seorang yang tuli dan gagap supaya Yesus menyembuhkannya dengan meletakkan tangan atasnya. Tuhan Yesus menunjukkan sebuah cara sebagaimana Gereja masih menggunakannya dalam pelayanan sakramen inisiasi. Ia  memisahkan orang sakit itu dari banyak orang. Ia memasukan jari-Nya ke dalam telinga orang itu, meludah dan merabah lidah orang itu. Selanjutnya Ia menengadah ke langit, menarik nafas dan berkata: “Effata” artinya terbukalah. Orang yang tuli dan gagap ini mengalami ‘effata’. Ia sembuh total. Ia dapat mendengar dan berbicara dengan baik. Mukjizat ini semakin membuat nama Yesus dikagumi di mana-mana. Orang banyak mengakui bahwa Yesus menjadikan segalanya baik.

Tuhan Allah menciptakan segala sesuatu baik adanya. Setelah Ia menciptakan segala sesuatu, Ia selalu memandangnya dan segala sesuatu itu baik adanya. Tuhan Yesus, sang Anak Allah datang untuk menyelamatkan semua orang. Ia menjadikan segalanya baik, sehingga orang-orang tuli dijadikannya mendengar, orang bisu dapat berbicara kembali. Tuhan Yesus memiliki rencana yang indah supaya Sabda-Nya itu dapat didengar oleh semua orang dan dapat diwartakan kepada semua orang. Saya percaya bahwa St. Sirilius dan Metodius juga menunjukkan karakter misionarisnya dengan mendengar Sabda dan mewartakannya dalam kata-kata dan hidup yang nyata. Para pewarta Sabda memang membutuhkan telinga yang baik supaya banyak mendengar dan bibir yang baik untuk berbicara benar bukan bibir najis penuh kebohongan. Kita membaca nasihat penting dalam Kitab Amasal: “Siapa menjaga mulutnya, memelihara nyawanya, siapa yang lebar bibir, akan ditimpa kebinasaan.” (Ams 13:3). St. Yakobus menambahkan: “Jikalau ada seorang menganggap dirinya beribadah, tetapi tidak mengekang lidahnya, ia menipu dirinya sendiri, maka sia-sialah ibadahnya.” (Yak 1:26). Nah, bagaimana dengan kita? Apakah kita menjaga lisan kita di hadapan Tuhan dan sesama? 

Tuhan kita baik dan sungguh baik bagi kita. Maka apa yang harus kita lakukan? Mari kita belajar untuk membangun kesetiaan kepada Tuhan. Tuhan Allah sungguh baik maka balaslah kebaikan dengan kesetiaan. Kalau kita tidak setia kepada Tuhan maka nasib kita tidak akan jauh berbeda dengan nasib raja Salomo. Dalam bacaan pertama dikatakan, Israel akan memberontak melawan keluarga Daud karena ketidaksetiaan. Kerajaan Israel yang utuh mulai hancur. Yerobeam akan memulai babak baru dalam sejarah Israel. Atas nubuat Tuhan melalui nabi Ahia dari Silo maka ia akan mendapatkan sepuluh suku. Dua suku yang lain akan tetap diperuntukan bagi keluarga Daud. Kesetiaan itu mahal. Kesetiaan itu harus dipertahankan kalau tidak semua yang ada pada kita akan hilang begitu saja.

Pada hari ini kita berusaha supaya tetap setia kepada Tuhan sebagaimana ditunjukkan oleh Tuhan Yesus sendiri, dan kedua orang kudus kita yakni Sirilius dan Metodius. Buah kesetiaan adalah melakukan perbuatan-perbuatan baik kepada Tuhan dan sesama. St. Sirilius dan Metodius, doakanlah kami. Amen.

PJ-SDB

Thursday, February 13, 2020

Food For Thought: Keselamatan bagi semua orang

Keselamatan untuk semua orang

Tuhan Yesus mengawali karya-Nya di depan umum dengan memberikan visi dan misi-Nya ini kepada kita semua: "Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku, untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang." (Luk 4:18-19). Visi dan misi-Nya ini bukanlah hal yang baru. Melalui nabi Yesaya Tuhan sudah menubuatkannya dalam Yes 60:1-2 dan Yes 58:7. Tuhan Yesus akan melakukan dengan cara baru yakni menyerahkan diri secara total untuk keselamatan umat manusia. 

Visi dan misi Yesus ini sangat jelas ditujukan untuk semua orang. Dia tidak mengkhususkan bagi bangsa Israel semata tetapi bagi semua orang. Misalnya, khabar gembira atau Injil bagi semua orang yang miskin, pebebasan kepada orang-orang tawanan, penglihatan bagi orang buta, membebaskan orang-orang tertindas dan mewartakan tentang adanya tahun jubileum atau tahun rahmat Tuhan telah datang. Perhatikan bahwa tidak ada yang khusus-khusus, Tuhan Yesus bersahabat dan mengasihi semua orang. Ia tidak memilih-milih mana yang menjadi kawan dan mana yang menjadi lawan. Semua orang memiliki hak yang sama untuk memperoleh kesalamatan. St. Paulus pernah berkata: “Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus.” (Gal 3:18).

Visi dan misi Yesus harus selalu diaktualisasikan. Tuhan Yesus sendiri menunjukkan cara-Nya sendiri untuk mewujudkan visi dan misi-Nya ini. Ia berkeliling sambal berbuat baik. Kali ini Ia bahkan melewati tapal batas Israel yakni daerah Tirus. Ini adalah sebuah daerah di luar komunitas Yahudi. Namun orang-orang di luar komunitas percaya bahwa Yesus memiliki kuasa untuk menyembuhkan. Sebab itu seorang ibu tanpa malu-malu memohon supaya Yesus menyembuhkan anak perempuannya yang kerasukan setan. Iman dan kepercayaan kepada Yesus mengubah seluruh hidup ibu, anak perempuan dan keluarganya. Iman dan kepercayaan menyelamatkannya.

Dalam hidup kita, sadar atau tidak sadar kita membuat kotak-kotak yang memisahkan kita dengan orang lain. Saudara dapat menjadi musuh, kawan menjadi lawan dan lain sebagainya. Banyak kali kita berpikir sebagai status quo keselamatan. Artinya kita terlalu sombong secara rohani dan berpikir bahwa kita sudah di surge sedangkan orang lain masih berada di dunia. Pikiran negatif, prasangka berlebihan kita pakai untuk mengadili orang lain. Tuhan Yesus tidak pernah mengajarkan kita seperti ini. Ia justru berkeliling dan berbuat baik kepada semua orang. Kita masih memiliki kesempatan untuk memperbaiki diri kita supaya menjadi lebih baik lagi, secara jasmani dan rohani.

Berusahalah untuk setia kepada Kristus dan melakukan perintah-perintah-Nya. Perintah kasih adalah segalanya. Kasih membawa keselamatan kepada semua orang. Tuhan memberkati.

PJ-SDB

Homili 13 Februari 2020

Hari Kamis, Pekan Biasa ke-V
1Raj. 11:4-13
Mzm. 106:3-4,35-36,37,40
Mrk. 7:24-30

Karena Tidak Setia

Emang Kamu Setia (EKS)? Ini adalah sebuah pertanyaan sederhana kepada semua orang. Para suami dan istri dapat merefleksikannya dalam konteks menjaga keindahan cinta mereka dalam berkeluarga. Para imam, biarawan dan biarawati dapat merenungkan pertanyaan sederhana ini dalam konteks menghayati nasihat-nasihat Injil. Artinya setia sebagai pribadi yang taat, miskin dan murni seperti Yesus sendiri. Para karyawan butuh kesetiaan dalam bekerja hingga mendapatkan hasil yang terbaik bagi perusahaannya. Kata setia memang penting dan harus bagi kita semua.

Kita mendengar kelanjutan kisah tentang raja Salomo. Ia mengawali kepemimpinannya dengan begitu bagus. Ketika Tuhan menanyakan kepadanya tentang apa yang dibutuhkannya sebagai seorang pemimpin, ia menjawab dengan jujur bahwa ia meminta hati yang bijaksana. Kita dapat membacanya di dalam Kitab Pertama Raja-Raja: “Dan Allah memberikan kepada Salomo hikmat dan pengertian yang amat besar, serta akal yang luas seperti dataran pasir di tepi laut, sehingga hikmat Salomo melebihi hikmat segala bani Timur dan melebihi segala hikmat orang Mesir. Maka datanglah orang dari segala bangsa mendengarkan hikmat Salomo, dan ia menerima upeti dari semua raja-raja di bumi, yang telah mendengar tentang hikmatnya itu.” (IRaj 4:29-30, 34).

Bagaimana dengan Salomo? Raja Salomo mengasihi Tuhan. Kita membaca dalam Kitab Pertama Raja-Raja: “Dan Salomo menunjukkan kasihnya kepada Tuhan dengan hidup menurut ketetapan-ketetapan Daud, ayahnya”. (1Raj 3:3). Ia memindahkan Tabut Perjanjian dari Bethlehem ke Yerusalem. Ia mendirikan rumah bagi Tuhan dengan berbagai persembahan kepada Tuhan. Ia menunjukkan hikmatnya yang besar sehingga orang seperti ratu Syeba datang secara khusus untuk mengenal dan mengetahui kebijaksanaannya. Namun saya sekali karena kasih Salomo kepada Tuhan tidak berlangsung lama seperti Daud ayahnya.

Apa yang terjadi dengan Salomo yang mulanya begitu mengasihi Tuhan? Kita mendengar dalam bacaan pertama hari ini alasan kejatuhan Salomo. “Adapun raja Salomo mencintai banyak perempuan asing. Di samping anak Firaun ia mencintai perempuan-perempuan Moab, Amon, Edom, Sidon dan Het, padahal tentang bangsa-bangsa itu Tuhan telah berfirman kepada orang Israel: "Janganlah kamu bergaul dengan mereka dan merekapun janganlah bergaul dengan kamu, sebab sesungguhnya mereka akan mencondongkan hatimu kepada allah-allah mereka." Hati Salomo telah terpaut kepada mereka dengan cinta. Ia mempunyai tujuh ratus isteri dari kaum bangsawan dan tiga ratus gundik; isteri-isterinya itu menarik hatinya dari pada Tuhan. Sebab pada waktu Salomo sudah tua, isteri-isterinya itu mencondongkan hatinya kepada allah-allah lain, sehingga ia tidak dengan sepenuh hati berpaut kepada Tuhan, Allahnya, seperti Daud, ayahnya.” (1Raj 11:1-4).

Salomo jatuh karena istri-istrinya mencondongkan hatinya untuk menyembah berhala. Ia mengikuti Asytoret, dewi orang Sidon, dan mengikuti Milkom, dewa kejijikan sembahan orang Amon (1Raj 11:5). Tentu saja ini adalah kejahatannya di hadirat Tuhan sebab ia telah menyembah berhala. Ia juga mendirikan bukit pengorbanan bagi Kamos, dewa kejijikan sembahan orang Moab, di gunung di sebelah timur Yerusalem dan bagi Molokh, dewa kejijikan sembahan bani Amon (1Raj 11: 7). Para istrinya juga mempersembahkan korban bakaran kepada ilah-ilah mereka.

Sikap Salomo yang tidak setia ini menimbulkan murka Tuhan kepadanya. Tuhan sendiri telah menegurnya supaya meninggalkan ilah-ilah asing tetapi hatinya tetap condong kepada mereka. Tuhan menegur Salomo dengan keras begini: "Oleh karena begitu kelakuanmu, yakni engkau tidak berpegang pada perjanjian dan segala ketetapan-Ku yang telah Kuperintahkan kepadamu, maka sesungguhnya Aku akan mengoyakkan kerajaan itu dari padamu dan akan memberikannya kepada hambamu. Hanya, pada waktu hidupmu ini Aku belum mau melakukannya oleh karena Daud, ayahmu; dari tangan anakmulah Aku akan mengoyakkannya. Namun demikian, kerajaan itu tidak seluruhnya akan Kukoyakkan dari padanya, satu suku akan Kuberikan kepada anakmu oleh karena hamba-Ku Daud dan oleh karena Yerusalem yang telah Kupilih." (1Raj 11:11-13). Kerajaan Israel yang tadinya begitu kokoh, kini akan pecah menjadi Kerajaan Yehuda yang beribu kota Yerusalem dan kerajaan Israel yang beribukota Samaria.

Kesetiaan itu mahal. Benar sekali perkataan Seneca ini: “Kesetiaan adalah kekayaan termulia di dalam kalbu manusia.” Ketika seorang setia di dalam hidupnya maka ia akan mengubah hidup orang lain untuk menjadi setia. Kesetiaan itu dimulai dari hal-hal yang kecil dan lama kelamaan akan menjadi setia dalam hal-hal yang besar. Seandainya Salomo boleh setia dalam hal-hal kecil maka kerajaannya akan berbeda dengan yang terjadi saat itu. Tidak ada pembuangan ke Babilonia dan di daerah-daerah Asiria.

Dalam bacaan Injil Tuhan Yesus menunjukkan kesetiaan-Nya kepada Bapa dengan berkeliling dan berbuat baik. Kali ini Ia melakukan perjalanan ke daerah Tirus. Ini adalah daerah di luar komunitas Israel. Banyak orang berpikir bahwa tidak ada keselamatan bagi mereka. Namun kehadiran Yesus menunjukkan bahwa Ia membawa keselamatan bagi semua orang. Seorang ibu yang anaknya kerasukan roh jahat meminta Yesus untuk menyembuhkannya. Ibu yang merupakan seorang Yunani bangsa Siro-Fenisia ini percaya bahwa Tuhan Yesus akan menyembuhkan anaknya. Kesetiaan Tuhan Yesus ini membuahkan keselamatan bagi semua orang.

Pada hari ini kita melihat dua sosok yang berbeda. Sosok Salomo yang tidak setia kepada Tuhan karena menyembah berhala. Sosok Yesus yang setia mengikuti kehendak Bapa untuk menyelamatkan semua orang. Kita selalu memiliki doa sosok ini di dalam hidup kita. Di satu pihak kita serupa dengan Salomo yang tidak setia, di lain pihak kita selalu berusaha untuk menjadi setia seperti Tuhan Yesus sendiri. Sebagai anak-anak Tuhan, marilah kita menjadi setia di dalam hidup kita. Buah kesetiaan adalah kasih dan kedamaian.

PJ-SDB

Wednesday, February 12, 2020

Food For Thought: Gosip itu najis

Gosip itu najis

Kita menutup hari ini dengan merenung sejenak tentang kata najis. Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan gosip sebagai obrolan tentang orang-orang lain; cerita negatif tentang seseorang; pergunjingan. Gosip sebagai obrolan tentang orang lain cenderung bersifat negatif sehingga menimbulkan pergunjingan tertentu dalam sebuah relasi antar pribadi. Pikirkanlah pengalaman-pengalaman ketika anda bergosip. Pasti ada obrolan negatif tentang orang lain. Semakin seseorang bergosip, semakin ia berpikir sebagai orang tak bersalah, sempurna kalau dibandingkan dengan orang lain. Padahal belum tentu benar. Mungkin saja orang jauh lebih baik dari kita.

Saya teringat pada George Eliot (1819-1880). Beliau adalah seorang penulis.  Ia sangat kreatif menuliskan kata-kata ini: “Gosip adalah sejenis asap yang berasal dari pipa-pipa tembakau kotor dari orang-orang yang menyebarkannya: itu tidak membuktikan apa-apa selain rasa buruk si perokok.” Saya sepakat dengan pemahamannya tentang gossip. Baginya, gosip itu benar-benar seperti asap yang berasal dari pipa-pipa tembakau kotor. Pasti asap itu bau dan tidak sehat bagi manusia. Demikian juga gossip memang tidak sehat bagi manusia. Apa untungnya anda bergosip? Gosip itu najis! 

Tuhan Yesus pada hari ini menjelaskan tentang hal yang menjadi sumber kenajisan. Bagi Tuhan Yesus, segala sesuatu yang masuk dari luar seperti makanan tidak menajiskan manusia. Yang perlu diwaspadai adalah segala sesuatu yang berasal dari dalam manusia. Berkaitan dengan hal ini Yesus berkata: "Apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya, sebab dari dalam, dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan. Semua hal-hal jahat ini timbul dari dalam dan menajiskan orang." (Mrk 7: 20-23). 

Sekarang pikirkanlah hidupmu pada hari ini. Apakah anda suka bergosip, dan merendahkan orang lain? Tuhan Yesus tidak pernah mengajarkan kita demikian. Mari kita menghindari diri dari kebiasan bergosip, dengan mengutamakan perhatian pada harkat dan martabat menusia. Itu benar-benar asas manfaat bagi kita. 

PJ-SDB

Homili 12 Februari 2020

Hari Rabu, Pekan Biasa ke-V
1Raj. 10:1-10
Mzm. 37:5-6,30-31,39-40
Mrk. 7:14-23

Karena Kasih!

Nathaniel Hawthorne (1804-1864) adalah seorang penulis berkebangsaan Amerika Serikat. Ia pernah berkata: “Kasih sayang dan ekspresi sejenisnya penting bagi kehidupan kita sebagai manusia. Kasih sayang itu ibarat dedaunan pohon yang membantu kelanjutan hidup sebatang pohon. Tanpa daun pohon itu tidak bertumbuh dengan baik. Demikian, apabila kasih sayang itu benar-benar terbatas, ia perlahan-lahan akan hilang hingga ke akar akarnya dalam diri manusia.” Ini adalah sebuah ungkapan sederhana yang menggambarkan betapa pentingnya kasih sayang di dalam hidup manusia. Maka benarlah bahwa kita dapat hidup karena ada kasih. Kita percaya bahwa Allah adalah kasih (1Yoh 4:8.16). Dia mengasihi manusia dan berharap agar kita sebagai manusia juga saling mengasihi sebab Dia telah lebih dahulu mengasihi kita. St. Paulus dengan tegas mengatakan: “Jadi, sekarang ketiga hal ini yang tetap tinggal, yaitu iman, pengharapan, dan kasih; tetapi yang terbesar dari ketiganya adalah kasih.” (1Kor 13:13). Kasih adalah segalanya bagi kita.

Raja Salomo menunjukkan kasihnya kepada Tuhan karena ia mengalami kasih Tuhan secara pribadi. Karena kasih maka Salomo meminta kebijaksanaan untuk memperhatikan dan melayani umat Allah. Dia tidak memanfaatkan kasih untuk menguasai kehidupan orang lain. Salomo mewujudkan kasihnya kepada Tuhan Allah dengan membawa kembali Tabut Perjanjian untuk di tempatkan di Yerusalem. Ia juga membangun rumah bagi Tuhan dan membiarkan semua orang merasakan kehadiran Tuhan di tengah-tengah umat-Nya. Semua ini dilakukan karena hikmat yang Tuhan berikan kepadanya sebagai raja Israel.

Pada hari ini kita mendengar kelanjutan kisah Salomo. Ia kedatangan tamu kehormatan yakni ratu negeri Syeba. Sang ratu sudah mendengar kabar tentang Salomo berhubung dengan nama Tuhan. Rombongan ratu Syeba ini membawa banyak persembahan yang menunjukkan kemakmuran negeri Syeba. Pada saat berjumpa dengan Salomo, ia mengungkapkan segala sesuatu yang ada di dalam hatinya. Salomo menjawab semua pertanyaan ratu Syeba dengan jelas, terang benderang. Ini tentu sangat memukau ratu Syeba sehingga ia memuji hikmat Salomo. Pujian itu diberikan ratu Syeba bukan hanya karena hikmat Salomo tetapi juga buah-buah hikmat yang terpancar dalam kehidupan di istana. Hal-hal yang sempat diobservasi oleh ratu Syeba adalah hikmat Salomo, rumah yang didirikannya, makanan yang disajikan di atas meja, cara duduk para pegawai, cara para pelayan melayani dan berpakaian, minuman dan kurban bakaran yang dipersembahkan di rumah Tuhan. 

Ratu Syeba menunjukkan kekagumannya pribadi Salomo dengan berkata: "Benar juga kabar yang kudengar di negeriku tentang engkau dan tentang hikmatmu, tetapi aku tidak percaya perkataan-perkataan itu sampai aku datang dan melihatnya dengan mataku sendiri; sungguh setengahnyapun belum diberitahukan kepadaku; dalam hal hikmat dan kemakmuran, engkau melebihi kabar yang kudengar. Berbahagialah para isterimu, berbahagialah para pegawaimu ini yang selalu melayani engkau dan menyaksikan hikmatmu!” (1Raj 10: 6-8). Buah-buah himat itu harus nyata dan dapat dialami oleh semua orang. Hal ini menunjukkan juga kemampuan ledership dari Salomo. Ia dapat mengorganisir para pegawainya sehingga memiliki good manner terhadap para tamu asing. Dari buahnya kita dapat mengenal kualitas pohonnya.

Di samping memuji hikmat Salomo, ratu Syeba juga memuji Tuhan Allahnya Salomo. Ia berkata: “Terpujilah Tuhan, Allahmu, yang telah berkenan kepadamu sedemikian, hingga Ia mendudukkan engkau di atas takhta kerajaan Israel! Karena Tuhan mengasihi orang Israel untuk selama-lamanya, maka Ia telah mengangkat engkau menjadi raja untuk melakukan keadilan dan kebenaran." (1Raj 10:9). Ini merupakan kebijaksanaan ratu Syeba di hadapan raja Salomo. Ia tidak hanya mau mengaggungkan Salomo sebagai manusia biasa. Ia justru membuka pikiran dan hati Salomo untuk selalu bersyukur kepada Tuhan. Tuhan Allah patut di puji dan disembah. Kasih Tuhan mengubah hidup kita semua. Salomo dan ratu Syeba sudah mengalaminya.

Karena kasih orang tidak akan mengadili sesamanya. Hanya orang yang tidak mampu mengasihi dengan leluasa mengadili sesamanya. Bacaan Injil menjelaskan kepada kita betapa sulitnya orang yang tidak mampu mengasihi sehingga berlaku tidak adil, legalis kepada sesama manusia. Penginjil Markus melaporkan bahwa Tuhan Yesus mengoreksi orang-orang pada zamannya yang selalu mengadili kehidupan pribadi sesamanya. Inilah perkataan Tuhan Yesus: "Kamu semua, dengarlah kepada-Ku dan camkanlah. Apapun dari luar, yang masuk ke dalam seseorang, tidak dapat menajiskannya, tetapi apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya." (Mrk 7:14-15). Orang selalu berpikir soal halal atau tidak halalnya makanan dan minuman yang disantap oleh manusia. Yesus menegaskan bahwa semua makanan adalah halal. Tuhan Yesus tidak sedang berbicara dalam konteks kesehatan tubuh. Ia mengoreksi cara pikir banyak orang yang selalu mengadili kehidupan pribadi sesama manusia. Makanan yang dimakan akan mengalami proses pencernaan dan nantinya akan dibuang di jamban. 

Lalu apa yang paling berbahaya? Yesus menegaskan bahwa ketika orang tidak mampu mengasihi maka bahaya yang ada di hadapannya adalah berpikiran negatif terhadap sesama manusia. Tentang hal ini, Yesus berkata: "Apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya, sebab dari dalam, dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan. Semua hal-hal jahat ini timbul dari dalam dan menajiskan orang." (Mrk 7:20-23). Apa yang dikatakan Yesus adalah bagian dari hidup kita. Semua pikiran dan perilaku negatif  berasal dari dalam hati kita. Ini menjadi tanda bahwa orang tidak berhikmat. Orang berhikmat akan mampu mengasihi dan berlaku adil terhadap semua orang.

Saya mengakhiri homili ini dengan mengutip doa raja Daud di dalam Kitab Mazmur: “Serahkanlah hidupmu kepada Tuhan dan percayalah kepada-Nya, maka Ia akan bertindak; Ia akan memunculkan kebenaranmu seperti terang, dan menampilkan hakmu seperti siang.” (Mzm 37:5-6). Mari kita berserah diri kepada Tuhan, biarlah mengubah kita dalam kasih dan kita mengasihi seperti Dia yang lebih dahulu mengasihi kita.

PJ-SDB

Tuesday, February 11, 2020

Homili 11 Februari 2020 - Hari Orang Sakit Sedunia

Hari Selasa Pekan Biasa ke-V
Santa Perawan Maria di Lourdes 
Hari Orang Sakit Sedunia,
1Raj. 8:22-23,27-30
Mzm. 84:3,4,5,10,11
Mrk. 7:1-13

Tuhan menyembuhkan kita

Pada hari ini kita mengenang Santa Perawan Maria Lourdes dan sejak 28 tahun yang lalu Bapa Suci Yohanes Paulus II menjadikannya sebagai Hari orang sakit sedunia. Maka hari ini kita bersatu hati untuk mendoakan orang-orang sakit, mereka yang berada di rumah, di rumah sakit dan di tempat lainnya. Semoga tangan Tuhan yang kudus dapat menjamah dan menyembuhkan mereka. Kita semua percaya bahwa Tuhan Yesus datang ke dunia untuk melepaskan semua sakit dan kelemahan kita. Ia berjalan-jalan dalam Lorong kehidupan manusia untuk menyembuhkan mereka yang sakit, roh-roh jahat diusir-Nya. Banyak orang sakit sembuh hanya dengan menjamah ujung jubah-Nya saja. Artinya Tuhan Yesus benar-benar berpihak kepada orang-orang sakit, lemah dan miskin. Keberpihakan Yesus ini menjadi salah satu optio fundamental pelayanan Gereja masa kini. Gereja mengabdi kepada kemanusiaan.

Bapa Suci Fransiskus menulis pesan bagi Gereja pada Hari Orang Sakit sedunia dengan mengutip perkataan Tuhan Yesus ini: “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu” (Mat. 11:28). Paus Fransiskus mengatakan bahwa pada hari ini semua orang sakit mendapat peneguhan karena mereka juga diajak Yesus untuk datang kepada-Nya. Orang-orang sakit adalah mereka yang letih  lesu dan berbeban berat. Banyak orang seperti ini yang selalu Gereja jumpai dan layani. Beberapa tahun sebelumnya, beliau pernah berkata: “Ketika Yesus mengatakan hal ini, Ia berada di hadapan orang-orang yang Ia jumpai setiap hari di jalan- jalan Galilea: orang-orang kecil, miskin, sakit, berdosa, mereka yang tersingkir karena beban hukum dan sistem sosial yang menindas mereka ... Orang-orang ini selalu mengikuti-Nya untuk mendengarkan perkataan-Nya, perkataan yang memberi harapan! Sabda Yesus selalu memberi harapan!” (Doa Malaikat Tuhan ‘Angelus’, 6 Juli 2014).

Dalam pesan yang sama, Paus Fransiskus mengatakan: “Marilah kita ingat bahwa hidup itu suci dan milik Allah; karena itu tidak dapat diganggu gugat dan tidak ada yang dapat menganggap dirinya berhak untuk bebas membuangnya (bdk. Donum Vitae, 5; Evangelium Vitae, 29-53). Hidup harus disambut, dilindungi, dihormati dan dilayani sejak permulaan sampai akhir: baik berdasarkan alasan manusiawi maupun iman akan Allah, Sang Pencipta kehidupan, mempersyaratkan semua hal ini.” Ini menjadi momen penting bagi kita semua untuk menghargai kehidupan sebagai pemberian Tuhan. Kita mencintai hidup kita, mencintai hidup sesama karena kita semua diciptakan oleh satu Tuhan yang sama.

Sambil mengenang hari orang sakit sedunia dan ajakan indah dari Bapa Suci Fransikus, kita semua juga disegarkan oleh sebuah doa yang indah dari Raja Salomo. Ketika itu Tabut Perjanjian sudah ditempatkam di dalam rumah Tuhan. Rumah Tuhan pun dikuduskan bagi Tuhan. Salomo berdiri di depan mezbah Tuhan dan dihadapan semua orang Israel. Salomo berdoa dan memuji keagungan Tuhan seperti ini: "Ya Tuhan, Allah Israel! Tidak ada Allah seperti Engkau di langit di atas dan di bumi di bawah; Engkau yang memelihara perjanjian dan kasih setia kepada hamba-hamba-Mu yang dengan segenap hatinya hidup di hadapan-Mu.” (1Raj 8:23). Raja Salomo juga merasa diri begitu kecil di hadapan Tuhan. Rumah yang didirikan bagi Tuhan sebenarnya tidak berarti apa-apa karena keagungan Tuhan. Salomo berkata: “Tetapi benarkah Allah hendak diam di atas bumi? Sesungguhnya langit, bahkan langit yang mengatasi segala langitpun tidak dapat memuat Engkau, terlebih lagi rumah yang kudirikan ini.” (1Raj 8:27). 

Namun demikian Salomo tetap berharap supaya Tuhan menaruh belas kasih-Nya kepada semua orang. Belas kasih Tuhan ditunjukkan dengan mendengar doa-doa permohonan yang dipanjatkannya kepada Tuhan: “Maka berpalinglah kepada doa dan permohonan hamba-Mu ini, ya Tuhan Allahku, dengarkanlah seruan dan doa yang hamba-Mu panjatkan di hadapan-Mu pada hari ini! Kiranya mata-Mu terbuka terhadap rumah ini, siang dan malam, terhadap tempat yang Kaukatakan: nama-Ku akan tinggal di sana; dengarkanlah doa yang hamba-Mu panjatkan di tempat ini. Dan dengarkanlah permohonan hamba-Mu dan umat-Mu Israel yang mereka panjatkan di tempat ini; bahwa Engkau juga yang mendengarnya di tempat kediaman-Mu di sorga; dan apabila Engkau mendengarnya, maka Engkau akan mengampuni.” (1Raj 8:28-30).

Dari Salomo kita belajar untuk tidak melihat siapakah diri kita ini. Apakah kita memiliki kedudukan dan kekuasaan tertentu. Kita belajar untuk merendahkan diri dan berpasrah kepada Tuhan dalam doa, harapan dan pujian selamanya kepada Tuhan. Salomo menjadikan rumah Tuhan sebagai tempat untuk berdoa bukan untuk berkuasa. Mungkin terkadang kita lupa sehingga mengotori rumah Tuhan dengan pikiran, perkataan dan perbuatan kita terhadap Tuhan dan sesama. Pikirkanlah dosa-dosa yang selalu dilakukan di dalam Gereja sebagai rumah Tuhan dan mohonlah ampun dari Tuhan sendiri. Misalnya, sikap legal dan suka mengadili sesama sebagaimana dilakukan kaum Farisi kepada Yesus dan para murid-Nya. Mungkin kita adalah orang Farisi modern yang selalu bersifat legalis dan mengabaikan kasih dan kebaikan kepada sesama manusia.

Pada hari orang sakit sedunia ini mari kita membuka diri seperti Yesus sendiri yang membuka tangan-Nya yang kudus untuk menerima mereka yang letih lesu dan berbeban berat. Dia memberi kelegaan kepada mereka. Kita dapat menyerupai Yesus ketika kita membuang kemunafikan, sikap legalis yang berlebihan terhadap sesama. Kita menggantinya dengan merendahkan diri, berdoa dan mengucap syukur kepada Tuhan. Biarlah Tuhan menyembuhkan segala kesombongan dan kecongkakan kita dan menjadikan kita anak-anak-Nya yang layak di hadirat-Nya.

Saya menutup homili ini dengan mengutip pesan dari Sri Paus Fransiskus pada akhir pesannya di hari orang sakit sedunia ini:  “Kepada Santa Perawan Maria, Pelindung Kesehatan orang sakit, saya memercayakan mereka semua yang menanggung beban penyakit, bersama dengan keluarga mereka dan semua pekerja kesehatan. Saya akan mengingat Anda semua dalam doa saya, dan dengan tulus saya memberikan berkat apostolik.” Bapa Suci Fransiskus bersama orang sakit, kita bersama dia sebagai gembala kita mendoakan orang sakit sedunia hari ini.

P. John Laba, SDB